Anda di halaman 1dari 33

Fakultas Kedokteran Makassar, 20 Juni 2017

Universitas Muslim Indonesia

LAPORAN PBL BLOK NEUROPSIKIATRI


MODUL 1
HEMIPARESE

KELOMPOK 8
AULIA AMANI 11020150009
WA ODE GRIFHANDA HUMAIRAH 11020150020
ANDI SUHRIYANA 11020150041
APRIANI EKA SAPUTRI 11020150072
AGUNG SUKRIADI HARLI 11020150095
ANDI FITRIAH HALKING NURSYARKAZI 11020150107
ASYARATUN QAMILA RAHMAN 11020150119
IKHMAWANDA MUFID 11020150132
MUHAMMAD IRSAN MUFLIH MUNDZIR 11020150145
FADHILAH NUR AZIZAH 11020150157

Tutor : dr. RACHMAT FAISAL, M. Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
sehingga laporan hasil TUTORIAL modul 1 pada skenario B dari kelompok 8 ini dapat
terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada nabi
junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari alam yang
penuh kebodohan ke alam yang penuh kepintaran.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu
dalam pembuatan laporan ini dan yang telah membantu selama masa TUTORIAL khususnya
kepada beberapa tutor sekaligus pembimbing kami yang telah membantu selama proses PBL
berlangsung. Dan kami juga mengucapkan permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam
proses PBL telah berbuat salah baik disengaja maupun tidak disengaja.
Semoga Laporan hasil TUTORIAL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang telah
membaca laporan ini dan khususnya bagi tim penyusun sendiri. Diharapkan setelah membaca
laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca mengenai Sistem Neuropsikiatri.

Makassar, 20 Juni 2017

Kelompok 8
SKENARIO B
Seorang perempuan 65 tahun mengeluh lemah separuh badan sebelah kanan disertai
disartria, yang dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit pada saat bangun pagi. Lima
tahun terakhir ia diketahui menderita DM dan Hipertensi.

Klasifikasi Kata
1. Kata Sulit
a) Disartria : gangguan pengucapan kata-kata secara jelas dan tegas.1
2. Kata Kunci :
a) Seorang perempuan 65 tahun
b) Mengeluh lemah separuh badan sebelah kanan disertai disartria
c) Keluhan tersebut dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit pada saat bangun
pagi
d) Lima tahun terakhir ia diketahui menderita DM dan Hipertensi.

Pertanyaan-pertanyaan penting :
1. Apa penyebab disartria pada skenario?
2. Apa penyebab hemiparesis pada skenario?
3. Bagaimana patomekanisme dari gejala (disartria dan hemiparesis) ?
4. Adakah hubungan riwayat penyakit terdahuulu dengan keluhan pasien sekarang?
Jelaskan!
5. Jelaskan klasifikasi dari hemiparesis !
6. Sebutkan faktor-faktor risiko dari skenario !
7. Bagaimana langkah-langkah diagnosis dari skenario?
8. Apa saja diagnosis banding dari skenario?
9. Bagaimana prognosis dari skenario?
10. Bagaiman perspektif islam dari skenario?
Jawaban Pertanyaan :
1. Apa penyebab disartria pada skenario?
a. Tanda dan Gejala Stroke Non Hemoragik 2
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, tergantung pada lesi atau pembuluh
darah mana yang tersumbat dan ukuran area yang perfusinya tidak adekuat. Fungsi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Defisit neurologi pada stroke salah satunya adalah
defisit komunikasi.
o Defisit komunikasi
Difungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :
a) Kesulitan dalam membentuk kata (disartria), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.
b) Bicara defektif atau kehilangan bicara (disfasia atau afasia), yang terutama
ekspresif atau reseptif
b. Kelumpuhan sebelah kanan (hemiparesis dextra) Sesuai dengan scenario2
Kelemahan atau kelumpuhan tubuh sebelah kanan disebabkan karena adanya
kerusakan pada sisi sebelah kiri otak. Penderita biasanya mempunyai kekurangan dalam
kemampuan komunikasi verbal. Persepsi dan memori visual motornya sangat baik,
sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus dengan cermat diperhatikan tahap demi
tahap secara visual. Gunakan lebih banyak bahasa tubuh saat berkomunikasi.
2. Apa penyebab hemiparesis pada skenario?
Segala sesuatu yang mengganggu fungsi atau merusak kawasan susunan saraf disebut
lesi. Suatu lesi dapat berupa kerusakan pada jaringan fungsional akibat perdarahan,
thrombosis atau embolisasi. Dapat juga karena peradangan, degenerasi dan penekanan oleh
proses desak ruang dan sebagainya. Suatu lesi yang melumpuhkan fungsi kawasan yang
didudukinya disebut lesi paralitik.
Pada umumnya kelumpuhan UMN melanda sebelah tubuh sehingga disebut hemiparesis,
karena lesinya menduduki kawasan susunan pyramidal sesisi.
Kelumpuhan UMN dapat dibagi dalam:1
1. Hemiparesis akibat hemilesi di korteks motoric primer
Kerusakan pada seluruh korteks piramidalis sesisi menimbulkan kelumpuhan UMN pada
belahan tubuh sisi kontralateral. Dalam hal ini hemiparesis dekstra jika sisi tubuh kanan yang
lemah dan hemiparesis sinistra jika sisi tubuh kiri yang lumpuh.
Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung ke LMN tergolong
dalam kelompok UMN. Neuron-neuron tersebut menduduki gyrus precentralis. Oleh karena
itu gyrus tersebut dinamakan korteks motoric primer.
Yang berada di korteks motoric yang menghadap ke fissure longitudinalis serebri
mempunyai koneksi dengan gerak otot kaki dan tungkai bawah. Korteks motorik yang dekat
dengan fissure lateralis serebri mengurus gerak otot laring, faring dan lidah.
Gerak otot diseluruh belahan tubuh dipetakan pada seluruh kawasan kortkes motorik yang
dikenal sebagai homunculus motorik.

Korteks motoric primer diperdarahi oleh cabang kortikal dari dua arteri yaitu a.
cerebri anterior dan a. cerebri media.
2. Hemiparesis akibat hemilesi di kapsula interna 1
Kapsula intema adalah tempat relay dari traktus motorik volunter, sehingga jika ada lesi
pada lokasi ini akan menyebabkan gangguan motorik seperti hemiparesis ataupun gangguan
motorik lain.
Kapsula interna adalah bagian otak yang terletak di antara nukleus lentikularis dan
nukleus kaudatus. Struktur ini adalah sekelompok saluran serat termyelinasi, termasuk akson
dari jaras piramidalis dan extrapyramidal upper motor neurons yang menghubungkan korteks
ke badan sel dari jaras motorik yang lebih rendah. Karena begitu banyaknya akson yang
berkumpul dalam kapsula interna, bagian ini kadang-kadang juga disebut sebagai leher botol
serat (bottleneck of fibers).

Ujung kapsula interna berakhir dalam otak, tepat di atas otak tengah namun akson-akson
yang melewatinya terus ke bawah melalui batang otak dan sumsum tulang belakang. Mereka
turun melalui batang otak dalam dua bundel besar yang disebut pedunkulus serebri atau crus
serebri.
Kapsula interna diperdarahi oleh a. lentikulostriata.
3. Bagaimana patomekanisme dari gejala (disartria dan hemiparesis) ?
Gambaran umum UMN (Upper Motor Neuron) dan LMN (Lower Motor Neuron) 1
1. UMN
Semua neuron yang menyalurkan impuls motoric ke LMN adalah tergolonh UMN. Secara
anatomi dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam sususnan pyramidal dan
ekstrapiramidal.
a. Susunan pyramidal
Neuron yang menylurkan impuls motoric secara langsung ke LMN atau melalu
interneuronnya. Neuron-neuron tersebut berada di gyrus preentralis dan dinamakan
dengan korteks motoric. Mereka berada di lapisan ke V yang asing- masing memiliki
hubungan dengan gerak otot tertentu. Korteks motoric yang menghadap ke fissure
longitudinalis memiliki koneksi dengan tungkai bawah dan gerak otot kaki. Sedangkan
yang menghadap ke fisura lateralis mengurus gerak otot laring, faring dan lidah.

Melalui aksonnya neuron korteks motoric menghubungi otoneuron yang membentuk inti
motoric saraf kranial dan motoneuron di kornu anterius medulla spinalis.
Akson-akson tersebut meenyusun jaraskortiko bulbar-kortikospinal. Sebagai berkas
saraf yang kompakmereka turun dari korteks motoric dan di tingkat thalamus dan ganglia
basalis mereka terdapat diantara kedua bangunan tersebut. Itulah yang dikenal sebagai
kapsula interna, yang dapat dibagi dalam krus anterius dan krus posterius.
Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobubar meninggalkan kawasan mereka
untuk menyilang garis tengah dan berakhir secara langsung di motoneuron saraf kranial
motoric atau interneuronnya disisi kontralateral. Sebagian dari serabut kortikobulbar
berakhir di inti-inti saraf kranial motoric sisi ipsilateral juga.
Di perbatasan antara antara medulla oblongata dan medulla spinalis, serabut-serabut
kortikospinal sebagian besar menyilang dan memebentuk jaras kortikospinal lateral yang
berjalan di funikulus posterolateralis kontralateralis. Sebagian dari mereka tidak
menyilang tapi melanjutkan perjalanan ke medulla spinalis di funikulus ventralis
ipsilateral dan dikenal sebagai jaras kortikospinal ventral.
b. Susunan ekstrapiramidal
Susunan ekstrapiramidal terdiri dari komponen-komponen, yakni : globus palidus,
inti- inti talamik, nucleus subtalamikus, substansia nigra, formasio retikularis batang otak
serebelum berikut dengan korteks motoric tambahan yaitu area 4, area 6, dan area 8.
Komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain dengan akson masing- masing
komponen itu membentuk sirkuit yang disebut sirkuit striatal.
Sirkuit itu dibedakan dalam sirkuit striatal utama (principal) dan 3 sirkuit striata
penunjang (asesorik).
Sirkuit striata utama tersusun oleh 3 mata rantai yaitu :
a) Hubungan segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus
b) Hubungan korpus striatum / globus palidus dengan thalamus
c) Hubungan korteks dengan area 4 dan 6.
Sirkuit striatal penunjang adalah susunan ekstrapiramidal lainnya yang menyusun
sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striatal utama itu.
Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan striatum-globus
palidus-talamus-striatum. Sirkuit striatal asesorik ke-2 adalah lintasan yang melingkari
gobus palidus- korpus subtalamikum-globus palidus. Dan akhirnya sirkuit asesorik ke-3
yang dibentuk oleh hubungan melingkar striatum-substansia nigra-striatum.

2. LMN
LMN menyusun inti- inti syaraf otak motoric dan inti- inti radiksventralis saraf spinal. Dua
jenis LMN dapat dibedakan. Yang pertama dinamakan α- motoneuron yang berukuran besar
dan menjulurkan aksonnya yang tebal (12-20μ) ke serabut ekstrafusal. Yang lain dikenal
sebagai γ-motoneuron, ukurannya kecil, aksonnya halus (2-8 μ) dan mempersarafi serabut
otot intrafusal.
Tugas motoneuron hanya menggalakkan sel-sel serabut otot sehingga timbul gerak otot.
Tugas untuk menghambat gerak otot tidak dipercayakan kepada motoneuron, melainkan
kepada interneuron.

HEMIPARESIS DAN DISARTRIA1


Pada umumnya kelumpuhan UMN melanda sebelah tubuh sehingga dinamakan
hemiparesis, hemiplegia atau hemiparalisis, karena lesinya menduduki kawasan susunan
pyramidal sesisi.
Kelumpuhan UMN dapat dibagi dalam :
1. Hemiplegia akibat hemilesi dikorteks motoric primer
2. Hemiplegia akibat hemilesi di kapsula interna
3. Hemiplegia alternans akibat hemilesi di batang otak, yang dapat dirinci dalam :
a. Sindrom hemiplegia alternans di mesensefalon
b. Sindrom hemiplegia alternans di pons
c. Sindrom hemiplegia alternans di medulla spinalis
4. Tetraplegia/kuadriplegia dan paraplegia akibat lesi di medulla spinalis di atas tingkat
konus

Adapun kelumpuhan yang menunjukan kesamaan gejala dengan scenario yaitu Sindrom
hemiplegia alternans di korteks motorik dan yaitu Sindrom hemiplegia alternans di kapsula
interna.
1. Hemiplegia korteks motoric
Kerusakan pada seluruh korteks piramidalis sesisi menimbulkan kelumpuhan UMN
pada belahan tubuh sisi kontralateral yang disebut hemiparesis atau hemiplegia.
Kerusakan yang menyeluruh, tetapi belum meruntuhkan semua neuron korteks
piramidalis sesisi, menimbulkan kelumpuhan pada belahan tubuh kontralateral yang
ringan sampai sedang. Dalam hal ini digunakan istilah hemiparesis. Hemiparesis dekstra,
jika sisi kanan tubuh yang lumpuh dan begitupun sebaliknya.
Jika ditinjau lebih teliti, kelumpuhan itu benar-benar melanda seluruh otot skelet seisi
tubuh, berikut otot-otot wajah, pengunyah dan penelan. Namun, oleh karena ada otot-otot
yang memiliki hubungan dengan kedua sisi korteks primer, maka pada sisi tubuh yang
lumpuh terdapat otot-otot yang tampaknya tidak lumpuh. Otot-otot tersebut adalah otot-
otot leher, toraks, abdomen dan selanjutnya otot-otot wajah, rahang bawah, farings, dan
larings, yang perlu dijelaskan secara terperinci. Pada tahap pertama hemiparesis karena
lesi kortikal sesisi, otot wajah yang berada di atas fisura palpebrale masih dapat
digerakkan secara wajar. Pada tahap ini, lidah menunjukkan kelumpuhan pada sisi
kontralateral yang dapat diungkapkan jika lidah dikeluarkan secara aktif oleh penderita. Ia
akan menyimpang dari sisi yang lumpuh. Kelump uhan-kelumpuhan tersebut pada tahap
berikutnya akan memperlihatkan perbaikan, bahkan dapat sembuh kembali dengan
sempurna, kendati pun kelumpuhan pada anggota gerak masih cukup jelas.
2. Hemiplegia akibat hemilesi di kapsula interna
Tergantung pada arteri yang tersumbat, maka lesi vascular yang merusak kapsula
interna dapat melibatkan-bangunan-bangunan fungsional lainnya juga, yaitu radiasio
optika, nucleus kaudatus dan putamen. Oleh karena itu, maka hemiplegia akibat lesi
kapsular memperlihatkan tanda-tanda kelumpuhan UMN yang dapat disertai oleh
rigiditas, atetosis, dystonia, tremor, atau hemianopia.
Gangguan berbahasa tidak menyertai hemiplegia kapsular, oleh karena mekanisme
neuronalnya terjadi ditingkat kortikal melulu. Karena lidah ikut terkena hemiparesis,
maka artikulasi kata-kata terganggu. Orang awam menyatakannya dengan kata pelo atau
cadel. Istilah kedokterannya disartria.
4. Adakah hubugan riwayat penyakit terdahulu dengan keluhan pasien sekarang? Jelaskan!
Riwayat penyakit terdahulu yaitu DM dan Hipertensi tidak berhubungan secara langsung
dengan keluhan tetapi berkaitan. DM dan Hipertensi dapat meningkatkan faktor resiko
terjadinya hemiparesis. Hal ini diakibatkan dari gangguan vascular. Pada penderita DM,
karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh lebih banyak daripada hormone insulin yang
diproduksi oleh tubuh. Sehingga banyak karbohidrat yang tidak dipecah, akibatnya
karbohidrat bertumpuk di aliran darah. Karbohidrat yang berada di aliran darah akan
melewati sirkulasi di otak. Lama kelamaan karbohidrat akan menempel di dinding pembuluh
darah, lalu terbentuklah trombus. Thrombus tersebut akan memperkecil lumen pembuluh
darah dan akibatnya aliran darah ke otak berkurang. Hal ini bias mengakibatkan iskemik pada
organ yang divaskularisasikan oleh pembuluh darah yang tersumbat oleh trombus tadi.
Apabila terjadi iskemik pada otak, misalnya pada bagian hemispherium kiri. Maka terjadi
hemiparesis kanan seperti yang terjadi pada skenario. 11
5. Jelaskan klasifikasi dari hemiparesis !
Klasifikasi hemiparesis : 3,4
a. Hemiparesis tidak disertai peninggian tekanan intracranial : kelemahan yang terjadi
akibat adanya penyumbatan pembuluh darah seperti :
1) Stroke nonhemorragik thrombotic: Terjadi karena ada nya penggumpalan
pembuluh darah ke otak. Dapat dibagi menjadi stroke pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) merupakan 70% kasus stroke non hemoragik
trombus dan stroke pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus
posterior). Trombosis pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah terhalang,
biasanya ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
atherosklerosis.
2) Stroke nonhemorragik embolik: Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh
darah otak, melainkan di tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler
sistemik. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan
shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau
ventrikel. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan embolus
yang berasal dari vena pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah
jantung berkurang dan serangan biasanya muncul disaat penderita tengah
beraktivitas fisik seperti berolahraga.
b. Hemiparesis disertai dengan peninggian tekanan intracranial : kelemahan yang terjadi
akibat adanya keganasan atau infeksi
1) Tumor intracranial merupakan lesi ekspansif bersifat jinak atau ganas membentuk
massa dalam ruang tengkorak kepala (intracranial) atau di sum sum tulang
belakang (medulla spinalis)
2) suatu lesi desak ruang berupa suatu penumpukan materi piogenik yang terjadi
akibat invasi dan perkembangan mikroorganisme yang terlokalisir di dalam atau
di antara jaringan otak (intracranial)
6. Sebutkan faktor-faktor risiko dari skenario !
Faktor-faktor risiko antara lain: 5,6

a. Faktor Risiko yang tidak bisa dimodifikasi


1) Usia
2) Jenis Kelamin
3) Genetik
b. Faktor Risiko yang dapat dimodifikasi
1) Hipertensi
2) Diabetes Melitus
3) Penyakit Jantung
4) Dislipidemia
5) Merokok
6) Pernah mengalami TIA atau stroke
7) Polisitemia
8) Obesitas
9) Kurang Olahraga
10) Fibrinogen Tinggi
c. Dalam penelitian lebih lanjut
1) Sindroma metabolik
2) Penyalahgunaan zat
3) Kontrasepsi oral
4) Obstructive Sleep Apnea
5) Migrain
6) Hiper
7) homosisteinemia
8) Hiperkoagulabilitas
9) Inflamasi
10) Infeksi
7. Bagaimana langkah-langkah diagnosis dari scenario?
Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis pada scenario diatas:12
a. Anamnesis
Deficit neurologis yang terjadi tiba-tiba, saat aktivitas/ istirahat, kesadaran baik/
terganggu, nyeri kepala/tidak, riwayat hipertensi (factor –faktor resiko strok lainnya),
lamanya omset, serangan pertama berulang
b. Pemeriksaan Fisik (Neurologis Dan Internis)
Ada defenisi neurologis, hipertensi/hipotensi/normotensi,aritmia jantung.
c. Pemeriksaan Laboratorium :
Hb, hematocrit, hitung leukosit, laju endap darah, kimia darah(glukosa, kolesterol,
trigliserida, LDL,HDL,As.urat, SGOT,SGPT, Ureum, kratinin) dan bila perlu: Trombosit,
waktu pendarahan, waktu bekuan, APTT, fibrinogen, rumple leede, likuor serebspinal,serta
urine lengkap.
d. Pemeriksaan Radiologic
CT Scan kepala, bila perlu angiografi dan transcanial Doppler, foto toraks.
e. Pemeriksaan Penunjang Lain
Sistem skoring (Djoenaedi,Siriraj.Algoritme Gadjah Mada), EKG,Ekhokaardiografi.
8. Apa saja diagnosis banding dari scenario?
1) Non hemoragik stroke 7,8
a) Definisi dan klasifikasi
Stroke non hemoragik atau strok iskemik merupakan terhentinya sebagian atau
keseluruhan aliran darah ke otak akibat tersumbatnya pembuluh darah ke otak yang dapat
disebakan thrombosis maupun emboli.
Klasifikasi berdasarkan perjalanan perjalanan klinis stroke non hemoragik terbagi atas
a. TIA ( Transient Ischemic Attack )
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam. Disebabkan
oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun trombosis.
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang dari 21
hari.
c. Stroke in Evolution
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.
d. Completed Strok
Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi.
Klasifikasi stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan yaitu :
a. Stroke Non Hemoragik Embolik
Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di tempat
lain seperti di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi
pada penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian
kiri atrium atau ventrikel. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan
embolus yang berasal dari vena pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan
curah jantung berkurang dan serangan biasanya muncul disaat penderita tengah
beraktivitas fisik seperti berolahraga.
b. Stroke Non Hemoragik Trombus
Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat dibagi menjadi
strok pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) merupakan 70% kasus stroke
non hemoragik trombus dan stroke pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan
sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah terhalang,
biasanya ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis.
b) Epidemiologi
Lebih banyak dialami laki- laki dibandingkan perempuan. Jumlah penderita stroke
meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
c) Patofisiologi
Stroke non hemoragik erat hubungannya dengan plak arterosklerosis yang dapat
mengaktifkan mekanisme pembekuan darah sehingga terbentuk trombus yang dapat
disebabkan karena hipertensi (Muttaqin, 2011). Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh
darah dan akan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah mengakibatkan terjadinya iskemia
jaringan otak dan menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut atau permanen pada area
yang teralokasi (Guyton & Hall,2007).
Iskemia pada otak akan merusak jalur motorik pada serebrum (Potter & Perry, 2005).
Iskemia pada otak juga mengakibatkan batang otak yang mengandung nuclei sensorik dan
motorik yang membawa fungsi motorik dan sensorik mengalami gangguan sehingga
pengaturan gerak seluruh tubuh dan keseimbangan terganggu (Guyton & Hall, 2007).
Area di otak yang membutuhkan sinyal untuk pergerakkan dan koordinasi otot tidak
ditrasmisikan ke spinal cord, saraf dan otot sehingga serabut motorik pada sistem saraf
mengalami gangguan untuk mengontrol kekuatan dan pergerakan serta dapat mengakibatkan
terjadinya kecacatan pada pasien stroke (Frasel, Burd, Liebson, Lipschick & Petterson, 2008).
Iskemia pada otak juga dapat mengakibatkan terjadinya defisit neurologis (Smeltzer & Bare,
2010).
d) Tanda dan gejala stroke non hemoragik
Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat ringannya
lesi dan juga topisnya. Namun ada beberapa tanda dan gejala yang umum dijumpai pada
penderita stroke non hemoragik yaitu:
1. Gangguan Motorik
o Tonus abnormal (hipotonus/ hipertonus)
o Penurunan kekuatan otot
o Gangguan gerak volunter
o Gangguan keseimbangan
o Gangguan koordinasi
o Gangguan ketahanan
2. Gangguan Sensorik
o Gangguan propioseptik
o Gangguan kinestetik
o Gangguan diskriminatif

3. Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi


o Gangguan atensi
o Gangguan memori
o Gangguan inisiatif
o Gangguan daya perencanaan
o Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah

4. Gangguan Kemampuan Fungsional


Gangguan dalam beraktifitas sehari- hari seperti mandi, makan, ke toilet dan
berpakaian.
e) Faktor risiko stroke non hemoragik
Stroke non hemoragik merupakan proses yang multi kompleks dan didasari oleh
berbagai macam faktor risiko. Ada faktor yang tidak dapat dimodifikasi, dapat dimodifikasi
dan masih dalam penelitian yaitu:
1. Tidak dapat dirubah :
o Usia
o Jenis kelamin
o Ras
o Genetik

2. Dapat dirubah :
o Hipertensi
o Merokok
o Diabetes
o Fibrilasi atrium
o Kelainan jantung
o Hiperlipidemia
o Terapi pengganti hormon
o Anemia sel sabit
o Nutrisi
o Obesitas
o Aktifitas fisik

f) Diagnosis
a. Anamnesis
1. Gejala yang mendadak pada saat awal, lamanya awitan, dan aktivitas saat
serangan
2. Deskripsi gejala yang muncul beserta kelanjutannya : progresif memberat,
perbaikan atau menetap
3. Gejala penyerta : penurunan kesadaran, nyeri kepala , mual, muntah, rasa berputar
, kejang, gangguan penglihatan , atau gangguan fungsi kognitif
4. Ada tidaknya factor resiko stroke

b. Pemeriksaan fisis
1. Tanda vital
2. Pemerikasaan kepala dan leher ( mencari cedera kepala akibat jatuh , bruit karotis,
peningkatan tekanan vena jugularis)
3. Pemeriksaan fisis umum
4. Pemeriksaan neuorologis meliputi :
o Pemeriksaan kesadaran
o Pemriksaan nervus kranialis
o Pemriksaan kaku kuduk ( biasanya positif pada pada perdarahan
subarachnoid)
o Pemriksaan motoric, reflex, dan sensorik
o Pemeriksaan fungsi kognitif sederhana berupa ada tidaknya afasia atau dengan
pemeriksaan mini mental state examination saat di ruangan

c. Pemeriksaan penunjang
1. Elektrokardiografi
2. Laboratorium ( kimia darah , fungsi ginjal , hematologi , hemostasis, gula darah,
urinalisis, analisis gas darah dan elektrolit)
3. Foto thoraks
Untuk melihat adanya gambaran kardiomegali sebagai penanda adanya hipertensi
untuk factor resiko stroke
4. CT scan / MRI
Gambaran hipodens/hipointens didapatkan pada stroke iskemik dan hiperdens /
hipertintens pada stroke hemoragik
5. Transcranial Doppler dan Doppler karotis
Untuk melihat adanya penyumbatan dan potensi dinding pembuluh darah sebagai
stroke
6. Analisis cairan serebrospinal

g) Penatalaksanaan
1) Umum :
Ditujukan terhadap fungsi vital : paru-paru, jantung, ginjal, keseimbangan
elektrolit dan cairan, gizi, higiene.
2) Khusus
a. Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol, cilostazol
b. Trombolitik : Alteplase (recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA))
c. Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli)
d. Neuroprotektan
3) Terapi non medikamentosa
a. Operatif
b. Phlebotomi
c. Neurorestorasi (dalam fase akut) dan rehabilitasi medik
d. Low Level Laser Therpahy (ekstravena/intravena)
e. Edukasi (aktifitas sehari-hari, latihan pasca stroke, diet).

h) Komplikasi Stroke Non Hemoragik


Menurut (Smeltzer & Bare, 2010) komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral,
penurunan aliran darah serebral, dan embolisme serebral.
1) Hipoksia serebral
Fungsi otak bergantung pada kesediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Hipoksia serebral diminimalkan dengan pemberian oksigenasi adekuat ke otak.
Pemberian oksigen, mempertahankan hemoglobin serta hematokrit akan membantu
dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2) Penurunan aliran darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integrasi
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat cairan intravena, memerbaiki aliran darah dan
menurunkan viskositas darah. Hipertensi atau hipotensi perlu dihindari untuk mencegah
perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3) Embolisme serebral
Terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium. Embolisme akan menurunkan
aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah ke serbral. Disritmia
dapat menimbulkan curah jantung tidak konsisten, disritmia dapat menyebabkan
embolus serebral dan harus segera diperbaiki.

2) EPIDURAL DAN SUBDURAL HEMATOM TRAUMATIK10


DEFINISI
Epidural Hematom adalah perdarahan intrakranial yang terjadi karena fraktur tulang
tengkorak dalam ruang antara tabula interna kranii dengan duramater. Hematoma epidural
merupakan gejala sisa yang serius akibat cedera kepala dan menyebabkan angka mortalitas
sekitar 50%. Hematoma epidural paling sering terjadi di daerah perietotemporal akibat
robekan arteria meningea media.

Gambar. Epidural hematom dan subdural hematom


Subdural Hematoma adalah perdarahan yang terjadi antara duramater dan araknoid,
biasanya sering di daerah frontal, pariental dan temporal.Pada subdural hematoma yang
seringkali mengalami pendarahan ialah “bridging vein” , karena tarikan ketika terjadi
pergeseran rotatorik pada otak. Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan
lateral dan atas hemisferium dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan distribusi
“bridging vein”.
ETIOLOGI
Epidural hematom utamanya disebabkan oleh gangguan struktur duramater dan pembuluh
darah kepala biasanya karena fraktur. Akibat trauma kapitis,tengkorak retak.Fraktur yang
paling ringan, ialah fraktur linear. Jika gaya destruktifnya lebih kuat, bisa timbul fraktur yang
berupa bintang (stelatum), atau fraktur impresi yang dengan kepingan tulangnya menusuk ke
dalam ataupun fraktur yang merobek dura dan sekaligus melukai jaringan otak
(laserasio).Pada pendarahan epidural yang terjadi ketika pecahnya pembuluh darah, biasanya
arteri, yang kemudian mengalir ke dalam ruang antara duramater dan tengkorak.

Gambar. Coup and countercoup lesion14


Sedangkan pada subdural hematom. keadaan ini timbul setelah trauma kepala hebat,
seperti perdarahan kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan
subdural . Pergeseran otak pada akselerasi dan de akselerasi bisa menarik dan memutuskan
vena- vena.Pada waktu akselerasi berlangsung, terjadi 2 kejadian, yaitu akselerasi tengkorak
ke arah dampak dan pergeseran otak ke arah yang berlawanan dengan arah dampak
primer.Akselerasi kepala dan pergeseran otak yang bersangkutan bersifat linear. Maka dari
itu lesi- lesi yang bias terjadi dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah dampak disebut
lesi kontusio “coup” di seberang dampak tidak terdapat gaya kompresi, sehingga di situ tidak
terdapat lesi. Jika di situ terdapat lesi, maka lesi itu di namakan lesi kontusio “contercoup”.
PATOMEKANISME
Pada perlukaan kepala , dapat terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid,
kedalam rongga subdural (hemoragi subdural) antara dura bagian luar dan tengkorak
(hemoragi ekstradural) atau ke dalam substansi otak sendiri.
Pada hematoma epidural, perdarahan terjadi diantara tulang tengkorak dan duramater.
Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila slaah satu cabang arteria meningea
media robek. Robekan ini sering terjadi buka fraktur tulang tengkorak di daerah yang
bersangkutan. Hematom pun dapat terjadi di daerah frontal dan oksipital.
Putusnya vena-vena penghubung antara permukaan otak dan sinus dural adalah
penyebab perdarahan subdural yang paling sering terjadi. Perdarahan ini seringkali terjadi
sebagai akibat dari trauma yang relatif kecil, dan mungkin terdapat sedikit darah di dalam
rongga subaraknoid. Anak-anak ( karena anak-anak memiliki vena- vena yang halus ) dan
orang dewasa dengan atropi otak ( karena memiliki vena-vena penghubung yang lebih
panjang ) memiliki resiko yang lebih besar.
Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral dan atas
hemisferium dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan distribusi “bridging veins” .
Karena perdarahan subdural sering disebabkan olleh perdarahan vena, maka darah yang
terkumpul hanya 100-200 cc saja. Perdarahan vena biasanya berhenti karena tamponade
hematom sendiri. Setelah 5-7 hari hematom mulai mengadakan reorganisasi yang akan
terselesaikan dalam 10-20 hari. Darah yang diserap meninggalkan jaringan yang ka ya
pembuluh darah. Disitu timbul lagi perdarahan kecil, yang menimbulkan hiperosmolalitas
hematom subdural dan dengan demikian bisa terulang lagi timbulnya perdarahan kecil dan
pembentukan kantong subdural yang penuh dengan cairan dan sisa darah (higroma). Kondisi-
kondisi abnormal biasanya berkembang dengan satu dari tiga mekanisme.
Terdapat 2 teori yang menjelaskan terjadinya perdarahan subdural kronik, yaitu teori
dari Gardner yang mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan mencair sehingga
akan meningkatkan kandungan protein yang terdapat di dalam kapsul dari subdural
hematoma dan akan menyebabkan peningkatan tekanan onkotik didalam kapsul subdural
hematoma. Karena tekanan onkotik yang meningkat inilah yang mengakibatkan pembesaran
dari perdarahan tersebut. Tetapi ternyata ada kontroversial dari teori Gardner ini, yaitu
ternyata dari penelitian didapatkan bahwa tekanan onkotik di dalam subdural kronik ternyata
hasilnya normal yang mengikuti hancurnya sel darah merah.
Teori yang ke dua mengatakan bahwa, perdarahan berulang yang dapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, faktor angiogenesis juga ditemukan
dapat meningkatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, karena turut memberi bantuan
dalam pembentukan peningkatan vaskularisasi di luar membran atau kapsul dari subdural
hematoma. Level dari koagulasi, level abnormalitas enzim fibrinolitik dan peningkatan
aktivitas dari fibrinolitik dapat menyebabkan terjadinya perdarahan subdural kronik.
GEJALA KLINIS
Gejala yang sangat menonjol pada epidural hematom adalah kesadaran menurun
secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memardisekitar mata
dan dibelakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung dan
telingah. Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam- macam akibat dari cedera
kepala. Banyak gejala yang timbul akibat dari cedera kepala. Gejala yang sering tampak :
1. Penurunan kesadaran , bisa sampai koma
2. Bingung
3. Penglihatan kabur
4. Susah bicara
5. Nyeri kepala yang hebat
6. Keluar cairan dari hidung dan telingah
7. Mual
8. Pusing
9. Berkeringat

Gejala yang timbul pada subdural :


1. Subdural Hematoma Akut
o Gejala yang timbul segera hingga berjam - jam setelah trauma sampai dengan hari
ke tiga
o Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat mengakibatkan
perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya sudah terganggu kesadaran dan
tanda vitalnya
o Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas
o Secara klinis subdural hematom akut ditandai dengan penurunan kesadaran,
disertai adanya lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi
o pada pemeriksaan radiologis (CT Scan) didapatkan gambaran hiperdens yang
berupa bulan sabit

2. Subdural Hematoma Subakut


o Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar hari ke 3 – minggu ke 3
sesudah trauma
o Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di sekitarnya
o adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti
perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan.
o Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status
neurologik yang memburuk.
o Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam.
o Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran hematoma,
penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respon
terhadap rangsangan bicara maupun nyeri.

3. Subdural Hematoma Kronis


o Biasanya terjadi setelah minggu ketiga
o SDH kronis biasanya terjadi pada orang tua
o Trauma yang menyebabkan perdarahan yang akan membentuk kapsul, saat
tersebut gejala yang terasa Cuma pusing.
o Kapsul yang terbentuk terdiri dari lemak dan protein yang mudah menyerap cairan
dan mempunyai sifat mudah ruptur.
o Karena penimbunan cairan tersebut kapsul terus membesar dan mudah ruptur, jika
volumenya besar langsung menyebabkan lesi desak ruang. Jika volume kecil akan
menyebabkan kapsul terbentuk lagi >> menimbun cairan >> ruptur lagi >> re-
bleeding. Begitu seterusnya sampai suatu saat pasien datang dengan penurunan
kesadaran tiba-tiba atau hanya pelo atau lumpuh tiba-tiba.

DIAGNOSIS
Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah
dikenali.
Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural
hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami
trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria
meningea media.
Computed Tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara
intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula
terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah
temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong
ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang
tinggi pada stage yang akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari
pembuluh darah.
Gambar .Epidural hematom Gambar .Subdural hematom
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi
duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan
batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk
menegakkan diagnosis.

Gambar.Subdural hematom6

PENATALAKSANAAN
1. EPIDURAL HEMATOM
Penanganan darurat :
o Dekompresi dengan trepanasi sederhana
o Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
Terapi medikamentosa
2. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat
menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal
dan pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk membuka jalur intravena :
guna-kan cairan NaC10,9% atau Dextrose in saline
3. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
a. Hiperventilasi. Bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga mencegah
vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat
membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi
kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, paO2 dipertahankan > 100 mmHg
dan paCO2 diantara 2530 mmHg.
b. Cairan hiperosmoler. Umumnya digunakan cairan Manitol 1015% per infus untuk
“menarik” air dari ruang intersel ke dalam ruang intra-vaskular untuk kemudian
dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, manitol
hams diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan
: 0,51 gram/kg BB dalam 1030 menit. Cara ini berguna pada kasus-kasus yang
menunggu tindak-an bedah. Pada kasus biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek
rebound; mungkin dapat dicoba diberikan kembali (diulang) sete lah beberapa jam
atau keesokan harinya.
c. Kortikosteroid.
Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa waktu
yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa kortikosteroid
tidak/kurang ber- manfaat pada kasus cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan
pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak.

Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi :


Dexametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4
dd 4 mg. Selain itu juga Metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg
dan Triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.
d. Barbiturat.
Digunakan untuk membius pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan
serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena
kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan kemsakan
akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat
digunakan dengan pengawasan yang ketat.
INDIKASI
Operasi di lakukan bila terdapat :
o Volume hamatom > 30 ml
o Keadaan pasien memburuk
o Pendorongan garis tengah > 5 mm
o fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depres dengan kedalaman >1 cm
o EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan
GCS 8 atau kurang
o Tanda-tanda lokal dan peningkatan TIK > 25 mmHg

2. SUBDURAL HEMATOM
Dalam menentukan terapi apa yang akan digunakan pada pasien SDH, tentu kita harus
memperhatikan antara kondisi klinis dengan radiologinya. Dalam masa mempersiapkan
operasi, perhatiaan hendaknya ditujukan kepada pengobatan dengan medika mentosa
untuk menurunkan peningkatan tekanan intracranial. Seperti pemberian mannitol 0,25
gr/kgBBatau furosemide 10 mg intavena, dihiperventilasikan.

Tindakan operatif
Baik pada kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan ada gejala- gejala yang
progresif maka jelas diperlukan tindakan operasi untuk melakukan pengeluaran hematom.
Tetapi seblum diambil kepetusan untuk tindakan operasi yang harus kita perhatikan
adalah airway, breathing, dan circulatioan. Kriteria penderita SDH dilakukan operasi
adalah
a. Pasien SDH tanpa melihat GCS, dengan ketebalan >10 mm atau pergeseran midline
shift >5 mm pada CT-Scan
b. Semua pasien SDH dengan GCS <9 harus dilakukan monitoring TIK
c. Pasien SDH dengan GCS <9, dengan ketebalan perdarahan <10 mm dan
pergerakan struktur midline shift. Jika mengalami penurunan GCS >2 poin antara saat
kejadian sampai saat masuk rumah sakit.
d. Pasien SDH dengan GCS<9, dan atau didapatkan pupil dilatasi asimetris/fixed
e. Pasien SDH dengan GCS < 9, dan /atau TIK >20 mmhg
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy.
Tindakan yang paling banyak diterima karena minimal komplikasi. Trepanasi atau
burr holes dimaksudkan untuk mengevakuasi SDH secara cepat dan local anastesi
Kraniotomi dan membranektomi merupakan tindakan prosedur bedah yang infasih
dengan tingkat komplikasi yang lebih tinggi.

KOMPLIKASI
Hematoma epidural dapat memberikan komplikasi :
1. Edema serebri, merupakan keadaan gejala patologis, radiologis di mana keadaan ini
mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian pergeseran otak (brain
shift) dan peningkatan tekanan intracranial.
2. Kompresi batang otak.
Subdural hematom dapat memberikan komplikasi berupa :
1. Hemiparese/hemiplegia.
2. Disfasia/afasia
3. Epilepsi.
4. Hidrosepalus.
5. Subdural empiema

PROGNOSIS
Prognosis Epidural Hematom tergantung pada :
 Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )
 Besarnya
 Kesadaran saat masuk kamar operasi.
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena
kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Prognosis sangat buruk pada pasien
yang mengalami koma sebelum operasi.
Prognosis dari penderita SDH ditentukan dari:
o GCS awal saat operasi
o lamanya penderita datang sampai dilakukan operasi
o lesi penyerta di jaringan otak
o serta usia penderita
Pada penderita dengan GCS kurang dari 8 prognosenya 50 %, makin rendah GCS,
makin jelek prognosenya makin tua pasien makin jelek prognosenya adanya lesi lain akan
memperjelek prognosenya.
9. Bagaimana prognosis dari skenario?
Prognosis dipengaruhi pada sifat dan tinkgkat keparahannya. Indikator untuk menentukan
prognosis dilihat dari Usia, Onset serangan, Tipe stroke. Prognosis dari skenario diatas:9
a) Dubia ad bonam → Sekitar 30-40% masih dapat sembuh apabila ditangani dengan
cepat dan tepat setelah terjadinya serangan.
b) Dubia ad malam → Sekitar 20% pasien mengalami kefatalan dan meninggal

Prognosis lebih buruk apabila pasien dengan penyakit gagal jantung kongesif dan PJK.
10. Bagaiman perspektif islam dari skenario?
“ Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : “Tidaklah seorang
muslim tertimpa musibah walau hanya tertusuk duri, kecuali Allah akan mencatat baginya
kebaikan dan dihapus baginya kesalahan dan dosanya.”” (HR. Muslim)

“Tidaklah sakit seorang mukmin, laki- laki dan perempuan, dan tidaklah pula dengan
seorang muslim, laki- laki dan perempuan, melainkan Allah SWT. Menggugurkan
kesalahan-kesalahannya dengan hal itu, sebagaimana bergugurannya dedaun dari pohon”
(HR. Ahmad, 3/346)
Daftar Pustaka
1. Mardjono, Mahar & Sidharta, Priguna. 2014. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta:
Dian Rakyat.
2. http://erepo.unud.ac.id/17414/3/1102106073-3-BAB%20II.pdf
3. http://eprints.undip.ac.id/46789/3/_22010111140160pdf
4. http://perspebsi.org/doc/info/regulation/26/ABSES_SEREBRI.pdf
5. Buku Panduan Praktis Klinis Bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer.
Edisi I. IDI halaman 244
6. http://eprints.undip.ac.id/46789/3/Masayu_Prakasita_22010111140160_Lap.KTI_
Bab2.pdf
7. Tanto, chris & liwang ,frans. Kapita selekta kedokteran. Edisi IV. Jakarta : media
Aesculapius. 975-977
8. Prakasita, M. stroke non hemoragik. Universitas diponegoro. Halaman : 7-14
9. Price, Sylvia A. 2012. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC
10. Med.unhas.ac.id
11. Price, Sylvia Snderson, PATOFISIOLOGI KEDOKTERAN, EGC; 2005
12. Repository.USU.ac.id

Anda mungkin juga menyukai