net/publication/327392075
CITATIONS READS
0 507
3 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Sacha Amaruzaman on 03 September 2018.
PANDUAN PELAKSANAAN
INSTRUMEN EKONOMI
PEMBAYARAN dan KOMPENSASI/IMBAL
JASA LINGKUNGAN
Daftar Isi
i
Final draft
3.10.4 Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan Pelestarian Keindahan Alam dan Pariwisata ....... 49
Referensi ............................................................................................................................................... 92
Lampiran ............................................................................................................................................... 94
Tabel indikator kualitas air............................................................................................................... 94
Daftar Tabel
Tabel 1.1 Klasifikasi jasa lingkungan berbasis penggunaan lahan dan manfaat ..................................... 5
Tabel 1.2 Jasa lingkungan berdasarkan skala spasial, organisasi, dan konteks penyediaan .................. 6
Tabel 1.3 Perkembangan Definisi Pembayaran Jasa Lingkungan ........................................................... 9
Tabel 1.4 Tujuan Penilaian Ekonomi Jasa Lingkungan .......................................................................... 13
Tabel 1.5 Metode penilaian jasa lingkungan ........................................................................................ 14
Tabel 2.1 Rangkuman ruang lingkup kebijakan terkait jasa lingkungan di tingkat nasional ................ 19
ii
Final draft
Tabel 2.2 Rangkuman lingkup kebijakan terkait jasa lingkungan di tingkat daerah ............................. 20
Tabel 3.1 Skala spasial lingkup penyediaan jasa lingkungan ................................................................ 26
Tabel 3.2 Ruang Lingkup dan Kegiatan Jasa Lingkungan Perlindungan Tata Air .................................. 27
Tabel 3.3 Ruang Lingkup dan Kegiatan Jasa Lingkungan Perlindungan Keanekaragaman hayati ....... 28
Tabel 3.4 Ruang Lingkup dan Kegiatan Jasa Lingkungan Penyerapan dan Penyimpanan Karbon ....... 29
Tabel 3.5 Ruang Lingkup dan Kegiatan Jasa Lingkungan Pelestarian Alam dan Pariwisata ................. 30
Tabel 3.6 Sumber dana dan Alokasi Pemanfaatan Dana Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan ............ 35
Tabel 3.7 Penyedia dan Pemanfaat dalam Mekanisme Instrumen Ekonomi Jasa Lingkungan ............ 39
Tabel 4.1 Skala spasial lingkup penyediaan jasa lingkungan ................................................................ 58
Tabel 4.2 Ruang Lingkup dan Kegiatan Jasa Lingkungan Perlindungan Tata Air .................................. 60
Tabel 4.3 Ruang Lingkup dan Kegiatan Jasa Lingkungan Perlindungan Keanekaragaman hayati ....... 61
Tabel 4.4 Ruang Lingkup dan Kegiatan Jasa Lingkungan Penyerapan dan Penyimpanan Karbon ....... 61
Tabel 4.5 Ruang Lingkup dan Kegiatan Jasa Lingkungan Pelestarian Alam dan Pariwisata ................. 62
Tabel 4.6 Sumber dana dan Alokasi Pemanfaatan dana Pembayaran dan Imbal Jasa Lingkungan ..... 68
Tabel 5.1 Perbedaan antara monitoring dan evaluasi .......................................................................... 78
Tabel 5.2 Indikator monitoring dan evaluasi jasa lingkungan perlindungan tata air ........................... 84
Tabel 5.3 Indikator monitoring dan evaluasi jasa lingkungan perlindungan keanekaragaman hayati 87
Tabel 5.4 Indikator monitoring dan evaluasi jasa lingkungan penyerapan dan penyimpanan karbon 88
Tabel 5.5 Indikator monitoring dan evaluasi jasa lingkungan keindahan alam dan pariwisata ........... 89
Tabel 5.6 Contoh kasus monitoring dan evaluasi di beberapa lokasi IEJL di Indonesia ....................... 91
Daftar Gambar
Gambar 1.1 Alur penyediaan jasa ingkungan pada sistem ekologi-ekonomi (d) ................................... 3
Gambar 1.2 Manfaat jasa lingkungan bagi kesejahteraan manusia ....................................................... 4
Gambar 1.3 Alur skema Pembayaran dan Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan .................................. 11
Gambar 3.1 Skala spasial berdasarkan matrik penggunaan lahan dan Daerah Aliran Sungai ............. 27
Gambar 3.2 Ilustrasi pelaksanaan Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan secara terpisah dan terpadu . 39
Gambar 3.3 Ilustrasi mekanisme Kompensasi Jasa Lingkungan Perlindungan Tata Air ....................... 40
Gambar 3.4 Ilustrasi mekanisme Imbal Jasa Lingkungan Perlindungan Tata Air 1 ............................... 42
Gambar 3.5 Ilustrasi mekanisme Imbal Jasa Lingkungan Perlindungan Tata Air 2............................... 43
Gambar 3.6 Ilustrasi mekanisme Imbal Jasa Lingkungan Keanekaragaman hayati 1 ........................... 45
Gambar 3.7 Ilustrasi mekanisme Imbal Jasa Lingkungan Keanekaragaman hayati 2 ........................... 46
Gambar 3.8 Ilustrasi mekanisme Imbal Jasa Lingkungan Karbon 1 ...................................................... 47
Gambar 3.9 Ilustrasi mekanisme Imbal Jasa Lingkungan Karbon 2 ...................................................... 48
Gambar 3.10 Imbal Jasa Lingkungan Pelestarian Keindahan Alam dan Pariwisata .............................. 49
Gambar 4.1 Skala spasial berdasarkan matrik penggunaan lahan dan Daerah Aliran Sungai ............. 59
Gambar 4.2 Ilustrasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan ........................................................... 70
Gambar 4.3 Ilustrasi Pembayaran Jasa Lingkungan Perlindungan Tata Air .......................................... 71
Gambar 4.4 Ilustrasi Pembayaran Jasa Lingkungan Keanekaragaman Hayati...................................... 74
Gambar 4.5 Ilustrasi Pembayaran Jasa Lingkungan Penyerapan dan Penyimpanan Karbon ............... 75
Gambar 4.6 Ilustrasi Pembayaran Jasa Lingkungan Pelestarian Alam dan Pariwisata ......................... 76
Gambar 5.1 Tahapan pelaksanaan monev dengan beberapa periode monitoring dan satu evaluasi . 82
Gambar 5.2 Tahapan pelaksanaan monev dengan beberapa periode monitoring dan evaluasi ......... 82
iii
Final draft
Daftar Kotak
Kotak 1.1 Definisi Jasa Lingkungan menurut regulasi di Indonesia ........................................................ 1
Kotak 1.2 Definisi Instrumen Ekonomi Jasa Lingkungan berdasarkan peraturan di Indonesia .............. 8
Kotak 1.3 Para pihak terkait pelaksanaan instrumen ekonomi jasa lingkungan .................................... 9
Kotak 3.1 Sekretariat Lembaga Perantara Jasa Lingkungan ................................................................. 32
Kotak 3.2 Proporsi pemanfaatan Kompensasi/Imbal jasa lingkungan oleh Lembaga Perantara ......... 35
Kotak 3.3 Memadukan skema Kompensasi dan Imbal Jasa Lingkungan .............................................. 43
Kotak 3.4 Imbal Jasa Lingkungan di Kabupaten Lombok Barat............................................................. 51
Kotak 3.5 Kompensasi Jasa Lingkungan di Kabupaten Kuningan dan Kota Cirebon............................. 52
Kotak 4.1 Ko-investasi untuk pengelolaan jasa lingkungan bersama ................................................... 65
Kotak 4.2 Metode lelang konservasi jasa lingkungan ........................................................................... 67
Kotak 4.3 Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau ...................................................................... 72
iv
Final draft
Bagian ini merupakan pendahuluan yang memberikan tinjauan teoritis terhadap konsep Jasa
Lingkungan (Ecosystem Services) dan Pembayaran Jasa Lingkungan (Payment for Ecosystem Services).
Definisi terminologi terkait instrumen ekonomi jasa lingkungan berdasarkan peraturan yang berlaku
di Indonesia lebih lanjut dijelaskan di Kotak 1.1 dan Kotak 1.2.
Jasa Lingkungan Hidup adalah manfaat dari ekosistem dan lingkungan hidup bagi manusia dan
keberlangsungan kehidupan di antaranya mencakup penyediaan sumber daya alam, pengaturan
alam dan lingkungan hidup, penyokong proses alam, dan pelestarian nilai budaya
(PP 46 tahun 2017 Pasal 1 ayat 8)
Jasa Lingkungan atau sering disebut pula sebagai jasa ekosistem (ecosystem services) adalah
kontribusi langsung dan tidak langsung dari ekosistem bagi kesejahteraan manusia (TEEB, 2010;
Braat and de Groot, 2012)
Jasa lingkungan dimodelkan sebagai hasil perpaduan dari proses alami dengan factor sosial dan
ekonomi yang dimiliki manusia. Millennium Ecosystem Assessment (2005) dan TEEB (2010)
mendeskripsikan jasa lingkungan berkaitan dengan kondisi ekosistem dan kesejahteraan
manusia.
Interaksi antara struktur ekologi dan proses alami serta fungsi ekosistem (ecosystem function)
menghasilkan jasa lingkungan yang dimanfaatkan oleh manusia
Secara eksplisit, jasa lingkungan merupakan ‘pertemuan’ antara sistem alam dan manusia, yang
menghasilkan manfaat bagi manusia melalui nilai yang dimiliki.
Gambar 1.1 mendeskripsikan alur penyediaan jasa lingkungan, yang dapat terjadi secara alami
ataupun dipengaruhi kegiatan manusia melalui keputusan (kebijakan dan tindakan) di skala
individu maupun institusi dalam mengelola sumber daya alam.
Gambar 1.1 Alur penyediaan jasa lingkungan pada sistem ekologi-ekonomi (a)
1
Final draft
Gambar 1.1a menunjukkan proses alami yang terjadi di dalam lingkup suatu system ekologi
(ekosistem) yang membentuk karakteristik ekosistem (Kotak sebelah kiri), dijabarkan sebagai
berikut:
Sistem ekologi tersebut memiliki property yang unik, antara lain diwakili oleh karakteristik
tata kelola air, kandungan karbon (CO2), dan biomassa yang terdapat di dalamnya.
Sistem ekologi digerakkan oleh energi yang berasal dari luar system. Ekosistem merupakan
suatu sistem terbuka, sehingga dapat mendapatkan input lain dari luar, yang mempengaruhi
karakteristik property ekosistem.
Interaksi antara energi dan input yang berasal dari luar system dengan properti yang dimiliki
ekosistem alami seperti air, karbon, dan biomassa, mempengaruhi struktur, fungsi, proses,
dan keanekaragaman hayati dari ekosistem.
Fungsi ekosistem merupakan kapasitas atau daya dukung dari ekosistem untuk
menghasilkan berbagai jenis jasa lingkungan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia (de
Groot, 2002)
Properti system ekologi beserta struktur, fungsi, proses, dan keanekaragaman hayati yang
dimiliki merupakan bagian dari modal sumber daya alam yang dimiliki system tersebut.
Proses interaksi ini juga menghasilkan sisa energy yang tidak terpakai (limbah energy) yang
akan dikeluarkan dari sistem tersebut.
Gambar 1.1 Alur penyediaan jasa lingkungan pada sistem ekologi-ekonomi (b)
Gambar 1.1b menggambarkan bagaimana hasil interaksi interaksi antara energi dengan properti
ekosistem pada Gambar 1.1a menghasilkan berbagai jasa, manfaat, dan nilai yang mempengaruhi
modal fisik, sumberdaya manusia, dan modal sosial.
Jasa lingkungan yang dihasilkan dari interaksi tersebut merupakan proses ataupun fungsi
yang terjadi di alam yang bermanfaat bagi penghidupan manusia. Jasa lingkungan tersebut
terdiri dari jasa pendukung, jasa pengaturan, jasa penyediaan, dan jasa sosial-budaya
(digambarkan pada kotak panah di tengah).
Jasa, manfaat, maupun nilai yang diperoleh dari ekosistem dapat digunakan manusia sebagai
modal penghidupan (digambarkan di kotak sebelah kanan).
2
Final draft
Gambar 1.1 Alur penyediaan jasa lingkungan pada sistem ekologi-ekonomi (c)
Gambar 1.1c menunjukkan bahwa di dalam sistem ekonomi (digambarkan di kotak sebelah kanan)
pemanfaatan jasa, manfaat, dan nilai yang dihasilkan oleh ekosistem oleh manusia dipengaruhi oleh
banyak aspek, antara lain:
Aspek internal sumberdaya manusia, terdiri dari persepsi dan preferensi, kebutuhan dan
keinginan, serta kesejahteraan manusia yang berada di system tersebut
Aspek kelembagaan, terdiri dari institusi, regulasi, dan tata kelola pemerintah
Aspek ekonomi, merupakan kegiatan produksi yang menjalankan system ekonomi.
Pemanfaatan jasa lingkungan tersebut akan mempengaruhi dan juga dipengaruhi oleh berbagai
modal penghidupan yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup manusia, yaitu
antara lain: modal fisik; modal sumberdaya manusia; modal sosial; maupun modal keuangan
(digambarkan di kotak sebelah kanan Gambar 1.1c).
Gambar 1.1 Alur penyediaan jasa ingkungan pada sistem ekologi-ekonomi (d)
sumber: diadaptasi dari Costanza et al. (2017)
3
Final draft
Gambar 1.1d menunjukkan bahwa umpan balik (feed-back) maupun respon dari kegiatan manusia
yang menjalankan sistem ekonomi akan mempengaruhi kondisi sumberdaya alam yang ada di sistem
ekologi (ditunjukkan oleh panah dari kotak sebelah kanan ke bagian tengah dan ke kotak sebelah
kiri).
Pengalaman maupun pengetahuan yang diperoleh dari pemanfaatan jasa lingkungan sosial-
budaya;
Proses ekosistem yang terkelola dengan baik, diperoleh dari jasa lingkungan pengaturan;
Ekstraksi produk-produk yang dihasilkan dari jasa lingkungan penyediaan;
Polusi atau degradasi yang dapat ditimbulkan dari pemanfaatan jasa lingkungan secara tidak
berkelanjutan.
Umpan balik tersebut dapat juga langsung dilakukan terhadap sistem ekologi yang menyediakan jasa
lingkungan, berupa:
Kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang ada di sistem ekologi, didukung oleh aspek
kelembagaan dan regulasi;
Kegiatan pengelolaan, investasi, maupun restorasi pada sumber daya alam yang ada di
sistem ekologi.
4
Final draft
Tabel 1.1 Klasifikasi jasa lingkungan berbasis penggunaan lahan dan manfaat
Tipologi jasa Tipologi jasa lingkungan berdasarkan fungsi ekosistem (kapasitas ekosistem)
lingkungan
berdasarkan Manfaat tidak langsung Manfaat langsung
Manfaat
Mitigasi
bagi
Perlindungan perubahan
manusia Produksi
Keanekaragaman iklim dan
Tata Kelola DAS
hayati dan perlindungan (memiliki pasar)
Keindahan Alam cadangan
karbon
Penyediaan Air bersih untuk Produk hutan (kayu Produk ramah Tanaman; Pohon; Ternak;
keperluan rumah dan non-kayu); lingkungan; Ikan; dan Produk turunan
tangga & industri; Sertifikasi untuk makanan, serat, dan
Perburuan/ produk ramah bahan bangunan.
Air untuk pembangkit bushmeat; lingkungan
listrik (energi); Irigasi
pertanian; Perikanan Flora dan fauna yang
dipelihara/
dikembangbiakkan -
domestikasi;
Polinasi [untuk
keperluan pertanian]
Budaya dan Air terjun, sungai, Kegiatan religi, Peningkatan Ekowisata sebagai peluang
spiritual danau sebagai hutan keramat; tata kelola bisnis
peluang sebagai pembangunan
tempat rekreasi dan Objek ekowisata; untuk
edukasi Nilai eksistensi dari mengurangi
margasatwa emisi
5
Final draft
terjadinya
hujan asam]
Jasa lingkungan yang dijelaskan di Tabel 1.1 dapat dijabarkan lagi berdasarkan unit, skala
penyediaan, tingkatan organisasi, dan konteks penyediaan sebagai berikut:
Tabel 1.2 Jasa lingkungan berdasarkan skala spasial, organisasi, dan konteks penyediaan
Jasa Lingkungan Tingkatan organisasi Konteks
Skala spasial penyedia penyediaan
Umum Khusus
PENYEDIAAN
Air bersih untuk rumah Lokal, Terukur Ekosistem Sosial–teknologi,
tangga, irigasi ekologi
pertanian, perikanan
dan peternakan,
pembangkit listrik
(energy), dan industri
PENGATURAN
Pencegahan banjir Regional Kawasan DAS dan Ekosistem Ekologi, Masalah
Sub-DAS
Mitigasi limpasan Lokal Tingkat plot Populasi Ekologi, Masalah,
air hujan Sosial–Teknologi
Peningkatan Lokal Tingkat plot Individu, populasi
infiltrasi
Pengurangan Regional Kawasan DAS dan Ekosistem Ekologi, Masalah
kekeringan Sub-DAS
Pencegahan siltasi dan Regional Kawasan DAS dan Ekosistem Ekologi, Sosial-
sedimentasi Sub-DAS Teknologi,
Masalah
Mitigasi limpasan Lokal Tingkat plot Individu, Populasi Masalah
air hujan
Pencegahan erosi Lokal Tingkat plot Individu, Populasi
Pencegahan longsor Lokal Tingkat plot Individu, Populasi
Peningkatan kualitas air Regional Kawasan DAS dan Individu atau Ekosistem Ekologi, Sosial-
(N, P, koliform, jumlah Sub-DAS (bergantung pada proses) Teknologi,
total sedimen) Masalah
Peningkatan Lokal Tingkat Plot atau
kualitas air pada sumber air
lokasi-lokasi
tertentu
Penyerapan karbon Regional Kawasan/Lanskap Individu, populasi
Penyerapan karbon Lokal Bidang penggunaan Individu
pada tipe lahan
penggunaan lahan
Penyimpanan cadangan Regional Kawasan/Lanskap Individu, populasi
karbon
Penyimpanan Lokal Bidang penggunaan Individu
cadangan karbon lahan
pada tipe
penggunaan lahan
Pengaturan iklim-mikro Lokal Bidang penggunaan Individu Masalah
lahan
6
Final draft
Pengaturan hama dan Regional Metrik penggunaan Populasi atau Ekosistem Ekologi, Masalah
penyakit lahan
Pengaturan hama Lokal Bidang tutupan Individu, populasi
dan penyakit pada lahan
tipe penggunaan
lahan
Penyediaan habitat bagi Regional Kawasan (mis: Populasi, Komunitas,
spesies lokal hutan lindung, ekosistem
taman nasional)
Penyediaan habitat Lokal Sub-kawasan Populasi, Komunitas,
bagi spesies lokal ekosistem
Perlindungan habitat Regional Kawasan (mis: Populasi, Komunitas,
flora dan fauna hutan lindung, ekosistem
taman nasional)
Perlindungan Lokal Sub-kawasan Populasi, Komunitas,
habitat flora dan ekosistem
fauna
Menjaga hubungan Regional Matrik penggunaan Populasi, Komunitas,
antara kawasan lindung lahan ekosistem
melalui koridor ekologi
PENDUKUNG
Polinasi dan Lokal Individu atau Populasi Ekologi
penyebaran bibit,
Fungsi Hidrologi Lokal, Regional Ekosistem Ekologi
BUDAYA
Nilai estetik Lokal Sub-Lanskap Individu, Populasi, Ekologi, Sosial–
komunitas, Ekosistem Teknologi, Budaya
Rekreasi, pariwisata Lokal Sub-Lanskap Individu, Populasi, Ekologi, Sosial–
dan perkembangan komunitas, Ekosistem Teknologi, Budaya
kognitif
Pendidikan dan Lokal Sub-Lanskap Individu, Populasi, Ekologi, Sosial–
pengetahuan komunitas, Ekosistem Teknologi, Budaya
Keanekaragaman hayati Lokal Sub-Lanskap Individu, Populasi, Ekologi, Sosial–
flora dan fauna komunitas Teknologi
Sumber: diadaptasi dari Andersson et al. (2015)
Tabel 1.2 diatas mengilustrasikan bagaimana penyediaan jasa lingkungan dipengaruhi unit penyedia
dan skala serta konteksnya. Penyediaan jasa lingkungan sangat bergantung pada tempat/lanskap
7
Final draft
dan waktu dimana jasa lingkungan diproduksi, namun pemanfaatan jasa lingkungan seringkali terjadi
tidak pada lanskap maupun periode saat jasa lingkungan dihasilkan. Pemahaman tersebut
diperlukan untuk mengidentifikasi jenis kegiatan konservasi maupun indikator kinerja jasa
lingkungan yang dibutuhkan sebagai bagian dari suatu program PJL. Keterkaitan antara jasa
lingkungan dengan unit penyedia, beserta skala dan konteks penyediaan, idealnya harus dipahami
oleh pelaksana Program PJL.
Kompensasi/Imbalan Jasa Lingkungan Hidup Antar Daerah adalah pengalihan sejumlah uang
dan/atau sesuatu yang dapat dinilai dengan uang antara Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup
dengan Penyedia Jasa Lingkungan Hidup melalui perjanjian terikat berbasis kinerja untuk
meningkatkan Jasa Lingkungan (PP 46 tahun 2017 Pasal 1 ayat 11)
Pembayaran jasa lingkungan hidup adalah pembayaran/imbal yang diberikan oleh pemanfaat
jasa lingkungan hidup kepada penyedia jasa lingkungan hidup. (Penjelasan UU 32 tahun 2009
Pasal 43 ayat 3e)
Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup adalah pengalihan sejumlah uang dan/atau sesuatu yang
dapat dinilai dengan uang antar orang atau kelompok masyarakat sebagai Pemanfaatan Jasa
Lingkungan Hidup dan Penyedia jasa Lingkungan Hidup melalui perjanjian terikat berbasis kinerja
untuk meningkatkan Jasa Lingkungan” (PP 46/2017 Pasal 1 ayat 12)
Wunder (2005) mendefinisikan Pembayaran Jasa lingkungan (PJL) atau Payment for Ecosystem
Services sebagai “Transaksi sukarela untuk jasa lingkungan ataupun guna lahan yang berkontribusi
dalam penyediaan jasa lingkungan, antara minimal satu orang pembeli dan satu orang penjual jasa
lingkungan, jika dan hanya jika penyedia berhasil memastikan ketersediaan jasa lingkungan”.
Mengacu pada definisi tersebut, pembayaran jasa lingkungan dapat dipahami sebagai transaksi yang
mengacu kepada transaksi pasar (market-based transaction), dimana proses penyediaan jasa
lingkungan dianggap seperti barang ekonomi pada umumnya, dimana umumnya faktor sebab-akibat
yang menentukan ketersediaan maupun jumlah dan besaran nilainya dapat dijelaskan dengan lugas.
Salah satu permasalahan yang sering ditemui saat pelaksanaan PJL adalah seringkali nilai jasa
lingkungan tidak dapat terdefinisikan dengan baik, karena banyak jasa lingkungan tidak memiliki nilai
pasar (market value). Di sisi lain, banyak program PJL yang menetapkan nilai pembayaran jasa
lingkungan berdasarkan kesepakatan para pihak, bukan mengacu pada valuasi ekonomi. Dari sisi
penyediaan jasa lingkungan, aspek yang menentukan ketersediaan jasa lingkungan sangat kompleks,
baik dari aspek biofisik maupun sosial-ekonomi, sehingga faktor yang menentukan jumlah dan
produksi jasa lingkungan belum tentu dipahami oleh actor yang terlibat dalam PJL. Sebagai
konsekuensi, penentuan kegiatan PJL sebagai syarat atau kondisionalitas seringkali berdasarkan
8
Final draft
asumsi bahwa kegiatan yang disepakati dalam PJL akan berkontribusi terhadap penyediaan jasa
lingkungan (asas penambahan), bukan melalui perhitungan yang akurat.
Dengan berbagai keterbatasan di dalam pelaksanaan PJL, Wunder merevisi definisi pembayaran jasa
lingkungan dengan definisi yang lebih umum dan tidak terpaku kepada mekanisme transaksi
ekonomi. Dengan demikian, Pembayaran Jasa Lingkungan dapat didefinisikan sebagai transaksi
sukarela antara penyedia dengan pengguna jasa lingkungan yang bersifat kondisional (berbasis
kinerja yang disyaratkan) dalam melakukan pengelolaan sumber daya alam sesuai aturan yang
disepakati guna menjamin ketersediaan jasa lingkungan (Wunder, 2015).
Tabel berikut menjelaskan perkembangan definisi pembayaran jasa lingkungan menurut Wunder
(2005 dan 2015)
Tabel 1.3 Perkembangan Definisi Pembayaran Jasa Lingkungan
Aspek PJL 2005 2015
Kesukarelaan Transaksi/partisipasi sukarela Transaksi/partisipasi sukarela
Pihak penyedia Penjual jasa lingkungan Penyedia jasa lingkungan
Pihak pemanfaat Pembeli jasa lingkungan Pengguna/pemanfaat jasa
lingkungan
Aspek Jika dan hanya jika penjual bisa Pengelolaan sumber daya alam
kinerja/persyaratan/kondisionalitas memastikan ketersediaan jasa sesuai aturan yang disepakati
lingkungan
Definisi penyediaan jasa lingkungan Proses penyediaan jasa lingkungan, Tidak disebutkan
atau konservasi guna lahan yang
memastikan ketersediaan jasa
lingkungan, dipahami dengan baik
Penyedia Jasa Lingkungan Hidup adalah Setiap Orang, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah
yang menjaga dan/atau mengelola lingkungan hidup untuk mempertahankan dan/atau
meningkatkan kualitas Jasa Lingkungan Hidup (PP 46 tahun 2017 Pasal 1 ayat 9)
Pemanfaatan (sic) Jasa Lingkungan Hidup adalah Setiap Orang, Pemerintah Pusat, dan
Pemerintah Daerah yang menggunakan Jasa Lingkungan Hidup (PP 46 tahun 2017 Pasal 1 ayat 9)
Dalam melaksanakan Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan Hidup Antar Daerah, Penyedia dan
Pemanfaat Jasa Lingkungan hidup dapat membentuk wadah atau forum kerjasama
Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan Hidup antar Daerah dan/atau meminta bantuan fasilitator (PP
46 tahun 2017 Pasal 16 ayat 1)
Terdapat dua pihak utama yang terlibat dalam suatu Program Jasa Lingkungan: Penyedia Jasa
Lingkungan dan Pemanfaat Jasa Lingkungan. Berdasarkan pembelajaran dari pelaksanaan Program PJL
9
Final draft
di Indonesia, keberhasilan dan keberlanjutan program PJL sangat dipengaruhi oleh peran dari
Lembaga Perantara Jasa Lingkungan (intermediary) yang memfasilitasi keberlangsungan pelaksanaan
Program PJL.
Penyedia jasa lingkungan merupakan pihak yang memiliki akses, kewenangan, penguasaan dan/atau
bukti pemilikan/penguasaan terhadap bentang alam/plot/lahan yang menyediakan jasa lingkungan,
serta memiliki komitmen dan kontribusi untuk menjaga dan meningkatkan ketersediaan jasa
lingkungan melalui pengelolaan lahan mereka. Penyedia harus dapat menjamin terlaksananya
kegiatan yang berkontribusi terhadap penyediaan jasa lingkungan, sesuai dengan kesepakatan dalam
perjanjian kontrak PJL. Penyedia jasa lingkungan merupakan pihak yang diberikan
kompensasi/imbalan/pembayaran untuk kinerja dan kontribusi mereka dalam upaya penyediaan jasa
lingkungan.
Pemanfaat jasa lingkungan merupakan pihak yang memperoleh manfaat dari jasa lingkungan yang
dihasilkan dari alam atau ekosistem dengan bantuan penyedia jasa lingkungan. Pemanfaat jasa
lingkungan dari pelaku usaha (sektor privat), yang dapat berupa satu perusahaan atau sekelompok
perusahaan yang menggunakan jasa lingkungan yang sama (misalnya operator pariwisata, atau
perusahaan industri di hilir yang menggunakan air dari hulu). Beberapa contoh pemanfaat jasa
lingkungan antara lain:
Warga kota dan industri yang berlokasi di daerah hilir yang memanfaatkan air bersih dari hulu
daerah aliran sungai;
Kegiatan industri dan komersial yang memanfaatkan air dari sumber air untuk kegiatan usaha
mereka;
Pemerintah daerah yang terletak di kawasan hilir, yang daerahnya memanfaatkan air bersih
dari daerah hulu di bawah pengelolaan pemerintah daerah lain
Negara maupun perusahaan yang ingin mengkompensasi emisi karbon dari kegiatan mereka.
Sehingga membeli kredit karbon melalui skema transaksi karbon sukarela ataupun REDD
Di dalam program PJL, Lembaga Perantara Jasa Lingkungan berfungsi untuk menjembatani
kepentingan para pihak, serta mendukung pelaksanaan dan keberlanjutan Program PJL. Untuk itu,
keanggotaan lembaga perantara terdiri dari perwakilan semua pihak yang berkepentingan dalam
penyediaan jasa lingkungan, guna memastikan keterwakilan aspirasi, keadilan, dan transparansi
program PJL. Bentuk lembaga perantara multi-pihak yang berperan dalam pelaksanaan PJL dapat
berupa Forum Daerah Aliran Sungai ataupun Kelompok Kerja. Idealnya lembaga perantara juga
memiliki landasan hukum dari pemerintah, misalnya melalui surat keputusan bupati atau gubernur,
sebagai basis pelaksanaan kegiatan mereka.
10
Final draft
Beberapa tugas dan fungsi yang diemban Lembaga Perantara antara lain (Amaruzaman et al., 2017)
Memfasilitasi kerjasama dan sinergi multi-pihak, terutama antara penyedia dan
pemanfaat;
Memfasilitasi peningkatan kapasitas pemangku kepentingan terkait pengelolaan Jasa
Lingkungan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program PJL;
Mengelola dan menyalurkan dana PJL untuk mendukung pelaksanaan program;
Memberikan masukan dan laporan bagi pemerintah daerah terhadap progress
pelaksanaan PJL;
Memfasilitasi kepentingan penyedia dan pemanfaat jasa lingkungan, serta memfasilitasi
penyelesaian konflik di dalam program PJL;
Mengkomunikasikan pentingnya menjaga ketersediaan jasa lingkungan kepada pihak
luar;
Melakukan monitoring, evaluasi dan verifikasi kontrak jasa lingkungan dan/atau
mengawasi pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan verifikasi kontrak jasa lingkungan yang
dilaksanakan oleh pihak lain yang memiliki kapasitas untuk melakukan monitoring (mis.
Lembaga Monitoring Jasa Lingkungan);
Skema pembayaran jasa lingkungan secara umum diilustrasikan dalam Gambar 1.3. Gambar tersebut
memuat keterkaitan antar-pihak, alur dari penyediaan jasa lingkungan, serta alur dari
imbalan/kompensasi jasa lingkungan. Kegiatan monitoring dapat dilakukan oleh Lembaga Perantara
ataupun melibatkan pihak ketiga bila dibutuhkan.
11
Final draft
Kekayaan akan flora dan fauna di suatu lanskap dapat dinyatakan dengan indeks
keanekaragaman hayati;
Kemampuan lanskap suatu Daerah Aliran Sungai untuk mencegah erosi dan menyerap air
dapat dinyatakan dalam nilai infiltrasi dan debit air;
Kemampuan suatu lanskap dalam mengurangi emisi karbon dapat dinyatakan dalam nilai
penyerapan karbon.
Penilaian ekologi dapat dilakukan menggunakan metode penelitian biofisik, seperti pengukuran
karbon, pengukuran keanekaragaman pohon, pengukuran hidrologi, serta permodelan ekologi.
Pendekatan ini memberikan dasar pemahaman mengenai keterkaitan antara kondisi dan fungsi
ekosistem yang dibutuhkan untuk mendukung penyediaan jasa lingkungan di suatu lanskap.
Nilai sosial-budaya jasa lingkungan dapat diukur menggunakan metode penelitian sosial dan
etnografi, seperti diskusi kelompok, wawancara, dan pengamatan. Beberapa indikator penilaian
sosial budaya antara lain berupa pentingnya nilai identitas, reliji, keindahan alam, serta nilai edukasi
yang disediakan suatu lanskap bagi masyarakat di skala lokal maupun di skala yang lebih luas.
Valuasi ekonomi tidak boleh dipahami sebagai tujuan akhir dan instrument utama dalam membuat
kebijakan maupun menetapkan nilai pembayaran/kompensasi jasa lingkungan. Hal ini dikarenakan
penilaian ekonomi jasa lingkungan memiliki berbagai keterbatasan dan ketidakpastian, dan sangat
dipengaruhi subjektivitas yang ditimbulkan antara lain dari asumsi maupun metode yang digunakan
untuk menilai jasa lingkungan dari suatu ekosistem.
Pada tahun 1997, sekelompok peneliti yang dipimpin Robert Constanza telah menginisasi penilaian
ekonomi jasa lingkungan ekosistem global. Mereka menyimpulkan bahwa nilai jasa lingkungan yang
dihasilkan oleh semua ekosistem di dunia jauh melebihi total jumlah Pendapatan Domestik Regional
Bruto (PDRB) semua negara (Costanza et al., 1997). Hal ini menyiratkan bahwa jasa lingkungan yang
dihasilkan ekosistem sangat penting untuk dikonservasi, untuk menopang dan melanjutkan
kehidupan kita.
Namun, Costanza et al. (1997) juga menegaskan bahwa tujuan utama penilaian ekonomi terhadap
jasa lingkungan harus dimaknai sebagai upaya penyadaran masyarakat bahwa pembangunan yang
tidak memperhatikan aspek keberlanjutan ekosistem dan jasa lingkungan dalam jangka panjang
akan mendegradasi kualitas kehidupan manusia. Pelaksana Program PJL perlu memahami bahwa
12
Final draft
tujuan utama melakukan valuasi ekonomi adalah untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian
publik terhadap pentingnya melakukan konservasi jasa lingkungan.
Costanza et al. (2014) mensintesakan tujuan penilaian ekonomi jasa lingkungan sebagai berikut:
Tabel 1.4 Tujuan Penilaian Ekonomi Jasa Lingkungan
Tujuan penilaian Nilai yang sesuai Lingkup spasial Kebutuhan presisi
Meningkatkan kesadaran Regional hingga
Nilai total, agregat makro Rendah
dan kepedulian global
Menghitung pendapatan
Nilai total berdasarkan sektor
dan indikator Nasional Moderat
dan agregat makro
kesejahteraan nasional
Perubahan (biaya, dampak) Mengikuti lingkup
Analisa kebijakan Moderat ke tinggi
akibat kebijakan kebijakan
Perencanaan guna lahan Perubahan (biaya, dampak) dari
Regional Rendah ke moderat
wilayah dan kota skenario guna lahan
Berdasarkan lingkup
Pembayaran/Imbal jasa Perubahan yang terjadi dari
lanskap pelaksanaan Moderat ke tinggi
lingkungan kegiatan PJL
PJL
Total nilai dari sektor usaha, Regional hingga
produk, ataupun kegiatan, serta global, mengikuti
Perhitungan biaya Moderat ke tinggi
perubahan dari sektor usaha, skala dari bisnis
produk, ataupun kegiatan internasional
Jumlah total penilaian aset dan
Regional hingga
Pengelolaan aset bersama perubahan untuk mengestimasi Moderat
global
pendapatan dan kerugian
Sumber: Constanza et al. (2014)
Beberapa metode ekonomi yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian jasa lingkungan adalah
metode valuasi nilai pasar secara langsung (direct market-value), maupun tidak langsung
(revealed/stated preference). Metode valuasi langsung menggunakan referensi dari transaksi jasa
lingkungan yang memiliki nilai pasar, umumnya digunakan untuk menilai jasa lingkungan dengan
manfaat penyediaan, seperti kayu, material bangunan, dan air. Pengecualian untuk jasa lingkungan
pengaturan karbon, yang saat ini juga sudah diperdagangkan secara global sehingga memiliki nilai
pasar sebagai acuan.
Metode penilaian ekonomi tidak langsung umumnya dilakukan untuk manfaat jasa lingkungan yang
tidak memiliki nilai pasar, meliputi jasa lingkungan pengaturan, sosial-budaya, dan jasa lingkungan
pendukung, seperti jasa lingkungan pengurangan sedimen, dan keindahan alam. Beberapa teknik
penilaian yang digunakan antara lain melalui teknik Kesediaan untuk Membayar/Menerima
(willingness to pay/accept), transfer manfaat (benefit transfer), dan biaya pengganti kerugian
(replacement cost).
Seringkali penilaian ekologi dan penilaian sosial-budaya jasa lingkungan di suatu lanskap belum
terintegrasi di dalam desain program PJL. Trade-off atau nilai-tukar dari kegiatan jasa lingkungan
terhadap nilai ekonomi, ekologi, dan sosial-budaya dari lanskap harus ikut diintegrasikan dalam
penetapan nilai kontrak maupun desain jasa lingkungan. Untuk itu, pengetahuan dan pemahaman
mengenai nilai ekologi, nilai sosial-budaya, dan nilai ekonomi jasa lingkungan di suatu lanskap
idealnya dimiliki oleh pelaksana program PJL.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 7 tahun 2014 telah menjabarkan secara detail mengenai
metode penilaian ekonomi lingkungan. Table 1.4 memuat beberapa metode maupun teknik yang
dapat digunakan dalam penilaian jasa lingkungan dari sisi ekonomi, ekologi, maupun sosial-budaya.
13
Final draft
Dalam implementasinya, penetapan nilai ekonomi pembayaran jasa lingkungan dalam suatu
program PJL dapat dilakukan dengan memperhitungkan beberapa biaya berikut
Biaya peluang (opportunity cost) bagi pihak penyedia jasa lingkungan apabila mereka harus
mempertahankan atau merubah guna lahan mereka. Apabila peluang penerimaan yang
diperoleh penyedia dari mengganti suatu guna lahan yang menyediakan jasa lingkungan
lebih besar daripada penerimaan saat mempertahankan guna lahan, maka insentif atau
kompensasi idealnya ditetapkan minimal sebesar selisih antara biaya peluang dengan
penerimaan dari guna lahan yang dipertahankan;
Biaya pelaksanaan kegiatan konservasi, misalnya biaya membangun perangkap sedimen,
biaya pengadaaan bibit, biaya penanaman, biaya perawatan, biaya patroli, dan lain
sebagainya;
Biaya untuk melakukan kegiatan pendukung dalam pelaksanaan kontrak jasa lingkungan,
misalnya biaya untuk kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat serta biaya pelatihan
bagi masyarakat untuk menanam atau membuat perangkap sedimentasi;
Biaya operasional pelaksanaan Program PJL, antara lain digunakan untuk membiayai
pertemuan antara penyedia dan pemanfaat, kunjungan lapangan, estimasi kuantitas dan
kualitas jasa lingkungan, biaya monitoring, verifikasi, dan evaluasi, dan biaya lain yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan program PJL.
Selain itu, sebagai upaya mendapatkan nilai pembanding, pihak Pemanfaat jasa lingkungan maupun
Lembaga Perantara dapat menghitung biaya manfaat dari ketersediaan jasa lingkungan. Sebagai
ilustrasi, suatu perusahaan pengguna air di wilayah hilir dapat menghitung biaya operasional
penjernihan air yang dapat dihemat apabila mereka membayar kompensasi bagi masyarakat untuk
mengurangi sedimentasi dari bagian hulu sungai.
Sejak program PJL dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2002, nilai insentif atau kompensasi
finansial yang diberikan kepada Penyedia Jasa Lingkungan melalui program Pembayaran maupun
Kompensasi/Imbal jasa lingkungan di Indonesia belum pernah sesuai dengan nilai ekonomi yang
diestimasi melalui metode penilaian ekonomi lingkungan. Hal ini dikarenakan keterbatasan sumber
14
Final draft
daya yang dimiliki oleh Pemanfaat Jasa Lingkungan untuk memberikan kompensasi. Seringkali nilai
ekonomi jasa lingkungan serta jumlah penyedia jasa lingkungan yang harus diberikan kompensasi
jauh lebih besar dari sumber daya yang tersedia.
Pada akhirnya, nilai pembayaran/kompensasi jasa lingkungan yang diberikan harus disesuaikan
dengan ketersediaan sumber daya dari Pemanfaat Jasa Lingkungan yang disepakati melalui negosiasi
dengan melibatkan semua pihak, baik dari Penyedia dan Pemanfaat Jasa Lingkungan, melalui
fasilitasi lembaga perantara.
Beberapa contoh program PJL di Indonesia menunjukkan imbal jasa maupun kompensasi dalam
bentuk non-finansial yang cukup berhasil. Kompensasi non-finansial tersebut antara lain
dilaksanakan melalui pemberian prioritas untuk mendapat program pembangunan dan pemberian
izin pemanfaatan pengelolaan lahan bagi masyarakat yang terlibat dalam penyediaan jasa
lingkungan. Hal ini merupakan suatu bentuk ko-investasi jasa lingkungan dengan menerapkan prinsip
pengelolaan bersama (Kotak 4.1).
15
Final draft
1
Saat ini Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menerbitkan
beberapa peraturan mengenai pedoman pemanfaatan dan penyelenggaraan kegiatan usaha panas bumi
yang umumnya disediakan oleh kawasan konservasi.
2
Berbeda dengan jasa lingkungan lainnya, proses ekstraksi untuk pemanfaatan panas bumi memerlukan
investasi yang tidak bisa dilakukan di skala individu ataupun rumah tangga, sehingga aktivitas sehari-hari
tidak banyak mempengaruhi kualitas dan kuantitas jasa lingkungan panas bumi.
3
Hingga kajian ini dilakukan, cukup banyak pemerintah daerah yang telah mengeluarkan Peraturan Daerah
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup berdasarkan pedoman PermenLH 15/2011, antara
lain Provinsi Sumatera Barat (Perda 14/2012), Jambi (Perda 6/2012) dan Provinsi Bali (Perda 1/2017). Dari
tingkat Kabupaten/Kota antara lain Kabupaten Grobogan (Perda 4/2011), Kabupaten Pemalang (Perda
15/2012), Kabupaten Kuningan (Perda 7/2014), Kota Padang (Perda 5/2015) dan Kabupaten Bogor (Perda
6/2016).
16
Final draft
4
Salah satu definisi yang banyak diadopsi adalah definisi dari Wunder (2005) yang dalam perjalanannya
mengalami revisi (Wunder, 2015) berdasarkan pengalaman pelaksanaan PJL di lapangan. Pembahasan detail
mengenai definisi teoritis bisa dilihat pada Bab 1.
5
Selain kehutanan, sektor lain yang cukup berpengaruh dalam penyediaan jasa lingkungan antara lain
pertanian yang mencakup perkebunan, terutama pertanian berbasis pohon dan agroforestri
17
Final draft
18
Final draft
Namun, di sisi lain, peraturan daerah yang telah ada dapat memberikan masukan bagi pedoman
pelaksanaan di tingkat nasional. Beberapa peraturan daerah telah memuat berbagai aspek yang
menjadi faktor pemungkin dalam keberhasilan program PJL. Aspek-aspek tersebut antara lain dalam
hal definisi penyedia dan pemanfaat jasa lingkungan, tipologi objek jasa lingkungan, kelembagaan,
monitoring dan evaluasi pelaksanaan, serta alokasi penggunaan penerimaan anggaran dari program
PJL.
2.2.2 Aspek kelembagaan IEJL sebagai faktor pemungkin
Aspek kelembagaan merupakan salah satu faktor pemungkin yang menentukan keberhasilan
pelaksanaan program PJL. Mengacu pada pelaksanaan di lapangan, keberhasilan berbagai program
PJL di Indonesia sangat dipengaruhi keberadaan kelembagaan multi-pihak yang mampu
memfasilitasi dan menjembatani kepentingan berbagai aktor pembangunan terkait jasa lingkungan.
Aspek kelembagaan yang belum tercakup di UU 32/2009 dan beberapa peraturan nasional lainnya
akhirnya diatur di PP 46/2017. Namun, sebelum itu banyak daerah telah menyadari urgensi serta
memasukkan mengenai lembaga perantara multi-pihak tersebut di dalam peraturan daerah. Selain
itu, terdapat beberapa peraturan daerah yang telah mengatur mengenai keterlibatan pemerintahan
desa dalam kegiatan PJL, sehingga memberikan peluang bagi Desa, baik dari sisi pemberdayaan
masyarakat maupun dalam kegiatan konservasi.
Dari sisi penganggaran, beberapa peraturan daerah telah mengakomodir alokasi penggunaan
penerimaan jasa lingkungan oleh pemerintah daerah untuk konservasi jasa lingkungan di lokasi
terkait (earmarking). Alokasi tersebut diperlukan untuk menjamin dana pembayaran jasa lingkungan
memang secara khusus digunakan untuk menjamin ketersediaan jasa lingkungan tersebut. Namun,
sistem penganggaran pemerintah Indonesia di tingkat nasional hingga saat ini belum mengatur
mengenai earmarking dana lingkungan, yaitu alokasi penerimaan dana lingkungan yang
dikembalikan untuk konservasi lingkungan yang menjadi objek penerimaan dana tersebut. Untuk itu,
perlu diidentifikasi lebih lanjut apakah praktek pemanfaatan dan alokasi anggaran jasa lingkungan di
lapangan dapat mengakomodasi pasal ini.
Tabel 2.1 Rangkuman ruang lingkup kebijakan terkait jasa lingkungan di tingkat nasional
Definisi, terminology, konteks Peraturan perundangan nasional yang memuat
Jasa Lingkungan Peraturan Pemerintah 46/2017
Undang-Undang 41/2009
Peraturan Pemerintah 46/2017
Peraturan Pemerintah 6/2007
Peraturan Pemerintah 28/2011
Pemanfataan jasa lingkungan Peraturan Menteri Kehutanan 30/2009
Peraturan Menteri Kehutanan 36/2009
Peraturan Menteri Kehutanan 22/2012
Peraturan Menteri Kehutanan 47/2013
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan 31/2016
Undang-Undang 32/2009
Kompensasi/imbal jasa
Peraturan Pemerintah 6/2007
lingkungan
Peraturan Pemerintah 46/2017
Undang-Undang 32/2009
Pembayaran jasa lingkungan
Peraturan Pemerintah 46/2017
Penyedia jasa lingkungan Peraturan Pemerintah 46/2017
Pemanfaat jasa lingkungan Peraturan Pemerintah 46/2017
lembaga perantara multi-pihak Peraturan Pemerintah 46/2017
19
Final draft
Tabel 2.2 Rangkuman lingkup kebijakan terkait jasa lingkungan di tingkat daerah
Definisi, terminology, konteks Peraturan daerah yang memuat
Peraturan Daerah Lombok Barat 4/2007
Peraturan Daerah Donggala 5/2010
Peraturan Bupati Donggala 21/2011
Peraturan Daerah Lombok Tengah 1/2014
Jasa Lingkungan
Peraturan Bupati Raja Ampat 18/2014
Peraturan Daerah Sigi 16/2014
Peraturan Daerah Jawa Barat 5/2015
Peraturan Bupati Bantaeng 5/2015
Peraturan Daerah Jawa Tengah 5/2007
Peraturan Daerah NTB 5/2007
Pemanfataan jasa lingkungan Peraturan Daerah Lamongan 11/2008
Peraturan Daerah Ciamis 22/2011
Peraturan Daerah Jawa Barat 5/2015
Kompensasi/imbal jasa Peraturan Daerah Donggala 5/2010
lingkungan Peraturan Daerah Lombok Tengah 1/2014
Kompensasi jasa lingkungan Peraturan Daerah Jawa Barat 5/2015
Peraturan Daerah Lombok Barat 4/2007
Pembayaran jasa lingkungan Peraturan Daerah Lombok Tengah 1/2014
Peraturan Daerah Jawa Barat 5/2015
Peraturan Daerah Donggala 5/2010
Peraturan Daerah Lombok Tengah 1/2014
Penyedia jasa lingkungan
Peraturan Daerah Sigi 16/2014
Peraturan Daerah Jawa Barat 5/2015
Peraturan Daerah Donggala 5/2010
Peraturan Daerah Lombok Tengah 1/2014
Pemanfaat jasa lingkungan
Peraturan Daerah Sigi 16/2014
Peraturan Daerah Jawa Barat 5/2015
Peraturan Daerah Lombok Barat 4/2007
Lembaga multi-pihak sebagai Peraturan Daerah Donggala 5/2010
perantara Peraturan Bupati Donggala 21/2011
Peraturan Daerah Jawa Barat 5/2016
Peraturan Bupati Donggala 21/2011
Tata cara pungutan dan Peraturan Bupati Donggala 188/2012
penetapan tarif jasa lingkungan Peraturan Daerah Lombok Tengah 1/2014
Peraturan Bupati Raja Ampat 18/2014
20
Final draft
Tabel 2.2 Rangkuman lingkup kebijakan terkait jasa lingkungan di tingkat daerah
Definisi, terminology, konteks Peraturan daerah yang memuat
Peraturan Daerah Lombok Barat 4/2007
Peraturan Daerah Sigi 16/2014
Tipologi/obyek jasa lingkungan Peraturan Daerah Lombok Tengah 1/2014
Peraturan Daerah Jawa Barat 5/2015
Peraturan Bupati Bantaeng 41/2015
Peraturan Daerah Lombok Barat 4/2007
Pengawasan pelaksanaan
Peraturan Daerah Donggala 5/2010
instrument ekonomi jasa
Peraturan Daerah Jawa Barat 5/2015
lingkungan
Peraturan Bupati Bantaeng 41/2015
Peraturan Daerah Sigi 16/2014
Pengelolaan jasa lingkungan Peraturan Daerah Lombok Tengah 1/2014
Peraturan Daerah Jawa Barat 5/2015
Iuran jasa lingkungan Peraturan Daerah Lombok Tengah 1/2014
Peraturan Daerah Lombok Barat 4/2007
Peraturan Daerah Sigi 16/2014
Earmarking
Peraturan Daerah Lombok Tengah 1/2014
Peraturan Daerah Jawa Barat 5/2015
Imbal jasa lingkungan sebagai Peraturan Daerah Sigi 16/2014
bentuk kompensasi/pembayaran Peraturan Bupati Bantaeng 2015
finansial maupun non finansial Peraturan Daerah Jawa Barat 5/015
Imbal jasa lingkungan sebagai
skema pembayaran jasa
Peraturan Daerah Jawa Barat 5/215
lingkungan antara penyedia dan
pemanfaat
21
Final draft
Bagian ini merangkum pembelajaran dari program Pembayaran Jasa Lingkungan eksisting di
Indonesia yang dalam pelaksanaannya melibatkan lembaga pemerintah sebagai Penyedia dan/atau
Pemanfaat Jasa Lingkungan, yang disebut sebagai Mekanisme Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan
Antardaerah. Bagian ini juga merangkum regulasi yang mengatur pelaksanaan instrumen ekonomi
Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan Antardaerah yang dijabarkan dalam Undang-Undang nomer 32
tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah nomer 46 tahun 2017.
Di tingkat nasional, peraturan yang ada di Indonesia tidak membedakan antara kompensasi dan
imbal jasa lingkungan secara tegas. Secara prinsip maupun teknis dari pelaksanaan kedua
mekanisme tersebut sangat serupa dan hanya dibedakan dari pihak yang dilibatkan. Untuk itu,
panduan ini secara umum menjabarkan prinsip dan pelaksanaan Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan
sebagai suatu hal yang sama, serta memberikan catatan pada saat perbedaan antara Kompensasi
dan Imbal Jasa Lingkungan diperlukan.
22
Final draft
1. Tahap persiapan
Pada tahapan ini dilakukan berbagai identifikasi aspek-aspek yang diperlukan dalam
pelaksanaan program, antara lain:
Skala spasial penyediaan jasa lingkungan (Sub Bab 3.4 Skala Spasial Penyediaan Jasa
Lingkungan);
Ruang lingkup jasa lingkungan beserta jenis kegiatan yang mendukung penyediaan jasa
lingkungan (Sub-bab 3.5 Ruang lingkup jasa lingkungan dan jenis kegiatan);
Parapihak yang terlibat dalam penyediaan dan pemanfaatan jasa lingkungan (Sub-bab
3.6 Pihak yang terlibat dalam Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan);
Penilaian jasa lingkungan sebagai basis data untuk penetapan indikator kinerja yang
akan dimonitor dan dievaluasi (Sub-bab 3.7 Bentuk dan Penetapan Nilai
Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungandan Sub-bab 1.4 Penilaian Jasa Lingkungan);
Penetapan bentuk dan nilai kompensasi/imbal jasa lingkungan (Sub-bab 3.7 Bentuk dan
Penetapan Nilai Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan);
Penyiapan dasar hukum dan kelembagaan bagi pelaksanaan program, termasuk bagi
Lembaga Perantara dan Mata Anggaran yang akan digunakan jika Penyedia Jasa
Lingkungan merupakan lembaga pemerintah;
Bila diperlukan, dapat dilakukan berbagai kegiatan penyadartahuan dan peningkatan
kapasitas bagi Penyedia maupun Pemanfaat Jasa Lingkungan.
2. Tahap pelaksanaan
Tahapan ini meliputi:
Perjanjian Kerjasama Penyediaan Jasa Lingkungan antara Penyedia dan Pemanfaat.
Cakupan Perjanjian Kerjasama mengacu kepada hasil identifikasi yang dilakukan pada
tahap persiapan (Sub-bab 3.8 Sumber Dana dan Alokasi Pemanfaatan
Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan);
Pelaksanaan kegiatan konservasi jasa lingkungan seperti yang tercantum di dalam
Kontrak/Perjanjian Kerjasama Jasa Lingkungan,
23
Final draft
yaitu pengetahuan ilmiah melalui proses penelitian, pengetahuan lokal masyarakat, dan
persepsi pemerintah.
Untuk mendorong sinergi tersebut, tahapan persiapan memerlukan konsultasi partisipatif dan
inklusif yang melibatkan semua pihak terkait penyediaan jasa lingkungan, baik masyarakat,
pemerintah, aktivis lingkungan, serta pakar dan akademisi jasa lingkungan.
Seperti disajikan pada Tabel 1.2, terdapat dua skala spasial utama dimana jasa lingkungan dihasilkan,
yaitu: skala regional dan skala lokal. Apabila diperlukan, skala regional dapat diperinci menjadi skala
sub-regional. Skala terkecil penyediaan jasa lingkungan adalah skala lokal.
Pada skala regional, jasa lingkungan dihasilkan dari suatu lanskap atau bentang lahan yang memiliki
karakteristik ekosistem yang serupa. Suatu lanskap atau bentang alam dapat meliputi wilayah
dataran tinggi, wilayah Daerah Aliran Sungai, hutan dan hutan bakau, maupun lanskap pertanian
yang terhubung menjadi suatu koridor ekologi. Pemahaman mengenai skala regional atau skala
kawasan sejalan dengan konsep ekoregion, dimana keduanya umumnya mengacu pada batasan
fisik/geografis dari ekosistem.
Ekosistem pada skala regional dapat terdiri dari berbagai sub-ekosistem yang menyediakan berbagai
jasa lingkungan di skala sub-regional. Skala lokal merupakan skala terkecil dimana jasa lingkungan
tersebut diproduksi, yaitu di tingkat tapak atau plot yang tersebar di dalam lingkup sub-regional
ataupun regional.
25
Final draft
Tidak ada batasan yang pasti mengenai luasan yang pasti untuk skala regional, sub-regional maupun
tapak/plot. Namun, dapat dipastikan bahwa skala tapak ada di dalam skala sub-regional maupun
regional.
Tabel 3.1 berikut menyajikan skala spasial yang dapat menjadi batasan dimana jasa lingkungan
dihasilkan dan dimanfaatkan.
Tabel 3.1 Skala spasial lingkup penyediaan jasa lingkungan
Skala Tata air Penyerapan/penyimpanan Perlindungan Keindahan
spasial karbon kehati alam/pariwisata
Regional DAS, CAT Kabupaten, provinsi Kawasan Kawasan
Sub-regional Sub-DAS, Kelas tutupan lahan Habitat Kawasan
CAT ekowisata/pariwisata
Tapak Sub-sub- Blok plot/tapak Blok plot/tapak Blok
DAS, plot
Kebutuhan untuk menetapkan skala penyediaan jasa lingkungan berbeda-beda, dan kegiatan
penyediaan jasa lingkungan membutuhkan sinergi antara aktivitas di tingkat plot hingga regional. Isu
yang ada di tiap skala tidak selalu sama, sehingga memerlukan klarifikasi isu maupun kegiatan
konservasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan ketersediaan jasa lingkungan.
Identifikasi skala penyediaan jasa lingkungan penyediaan air membutuhkan klarifikasi pada lingkup
regional, yaitu pada skala Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk air permukaan maupun Cekungan Air
Tanah (CAT) untuk air tanah/mata air. Setelah wilayah DAS/CAT dari sumber air tersebut
teridentifikasi, kegiatan selanjutnya adalah mengidentifikasi lokasi wilayah hulu (sub-DAS hulu) dari
DAS/CAT yang merupakan daerah tangkapan air dimana air permukaan ataupun air tanah dihasilkan.
Selanjutnya dilakukan identifikasi area tapak/plot yang ideal di sub-DAS hulu tersebut untuk
melakukan konservasi maupun rehabilitasi guna meningkatkan ketersediaan jasa lingkungan dari
DAS ataupun CAT. Kegiatan monitoring dan evaluasi dapat dilakukan pada skala lokal (plot/tapak)
dimana kegiatan konservasi dilakukan, maupun skala regional dan sub-regional dimana air tersebut
dimanfaatkan.
Jasa lingkungan penyerapan dan penyimpanan karbon sangat bergantung pada tipe tutupan lahan.
Pada jasa lingkungan penyerapan dan penyimpanan karbon, kegiatan konservasi dan rehabilitasi
tutupan lahan dapat dilakukan pada skala regional, sub-regional, maupun pada skala tapak/plot dan
disesuaikan dengan skala program. Skala regional jasa lingkungan penyerapan dan penyimpanan
karbon dapat menggunakan batas admistratif seperti batas kabupaten maupun provinsi, yang pada
merupakan matriks dari berbagai guna-lahan maupun tutupan lahan (Gambar 3.1). Selanjutnya pada
skala sub-regional penyediaan jasa lingkungan karbon dapat difokuskan pada kelas tutupan lahan
seperti pada area hutan, kebun campur(agroforestry), sawah dll. Skala terkecil dimana kegiatan
konservasi jasa lingkungan karbon dapat dilakukan adalah pada skala tapak, yaitu pada plot-plot
lahan pertanian masyarakat yang tersebar pada blok-blok kecil.
26
Final draft
Gambar 3.1 Skala spasial berdasarkan matrik penggunaan lahan dan Daerah Aliran Sungai (DAS) (ki-ka)
Pembagian skala spasial menjadi skala yang lebih kecil perlu diperhatikan untuk memudahkan dalam
proses mengidentifikasi indikator monitoring dan evaluasi. Sebagai contoh indikator jasa lingkungan
pencegahan banjir dilakukan pada DAS/sub-DAS, namun pada skala lokal/plot, maka indikator yang
digunakan adalah penurunan aliran air permukaan.
Kompensasi atau imbal jasa lingkungan untuk kegiatan yang disepakati melalui Perjanjian Kerjasama
Jasa Lingkungan dapat dikombinasikan untuk beberapa jenis jasa lingkungan, dikenal sebagai konsep
bundling jasa lingkungan. Dari satu skala lokasi penyediaan jasa lingkungan yang sama, Penyedia jasa
lingkungan juga dapat melakukan kegiatan konservasi untuk menyediakan beragam jenis jasa
lingkungan yang digunakan Pemanfaat Jasa Lingkungan yang berbeda melalui beberapa Perjanjian
Kerjasama, dikenal juga sebagai konsep stacking jasa lingkungan.
Tabel 3.2 Ruang Lingkup dan Kegiatan Jasa Lingkungan Perlindungan Tata Air
Ruang Lingkup Skala Jenis Kegiatan
1. Pencegahan banjir Regional Mempertahankan tutupan lahan di wilayah
dan sub- hulu Daerah Aliran Sungai dan dataran tinggi
regional
27
Final draft
1a. Mitigasi limpasan air hujan Tapak Restorasi dan rehabilitasi lahan;
Menanam rumput strip di lereng dan area
rawan longsor
1b. Meningkatkan infiltrasi lahan Tapak Restorasi dan rehabilitasi lahan;
Membuat biopori
Tabel 3.3 Ruang Lingkup dan Kegiatan Jasa Lingkungan Perlindungan Keanekaragaman hayati
Ruang Lingkup Jasa Lingkungan Skala Jenis Kegiatan
28
Final draft
1.Perlindungan flora dan fauna Regional, Penetapan peraturan dan penerapan kegiatan
sub- patrol untuk mencegah perusakan habitat,
regional perburuan, serta penyelundupan satwa dan
dan plot tanaman terancam
2. Penyediaan dan perlindungan Regional, Restorasi dan rehabilitasi habitat tanaman dan
habitat sub- satwa terancam;
regional
2a. Penyediaan habitat Tapak Restorasi dan rehabilitasi guna lahan sebagai
habitat dan koridor ekologi bagi satwa dan
tanaman langka
2b. Perlindungan habitat Tapak Perlindungan guna lahan habitat satwa dan
tanaman;
Mempertahankan koridor ekologi di kawasan
konservasi dan lahan pertanian sebagai bagian
dari lanskap keanekaragaman hayati
Tabel 3.4 Ruang Lingkup dan Kegiatan Jasa Lingkungan Penyerapan dan Penyimpanan Karbon
Ruang Lingkup Jasa Lingkungan Skala Jenis Kegiatan
1. Penyerapan Karbon Regional, Restorasi dan rehabilitasi lahan terdegradasi
sub- dengan guna lahan atau tutupan lahan yang
regional memiliki tingkat serapan karbon tinggi (mis. hutan
dan primer, hutan bakau, pertanian berbasis pohon)
tapak
2. Penyimpanan cadangan karbon Regional, Konservasi guna lahan dan tutupan lahan yang
sub- memiliki cadangan karbon tinggi
regional
dan
tapak
29
Final draft
- Upaya pelestarian keindahan alam umumnya dilakukan di skala plot atau tapak maupun
regional/kawasan yang menyediakan jasa lingkungan tersebut.
Tabel 3.5 Ruang Lingkup dan Kegiatan Jasa Lingkungan Pelestarian Alam dan Pariwisata
Ruang Lingkup Jasa Lingkungan Skala Jenis Kegiatan
Konservasi nilai estetika, budaya, Tapak Mempertahankan dan mengelola fungsi
religi, pendidikan, pengetahuan, dan plot ekosistem yang menyediakan keindahan alam
serta rekreasi yang dimiliki suatu dan nilai budaya;
kawasan Menghubungkan kegiatan pengelolaan dan
konservasi kawasan ekowisata dengan
kegiatan yang dikelola masyarakat lokal
secara cermat tanpa mengubah fungsi ekologi
dan sosial dari kawasan;
Keanggotaan lembaga perantara sebaiknya terdiri dari perwakilan semua pihak yang
berkepentingan dalam penyediaan jasa lingkungan, guna memastikan keterwakilan aspirasi,
keadilan, dan transparansi program Kompensasi ataupun Imbal Jasa Lingkungan.
30
Final draft
Perwakilan lembaga pemerintah pusat dan daerah yang dapat dilibatkan dalam keanggotaan
Lembaga Perantara Jasa Lingkungan antara lain: Badan Perencanaan Pembangunan daerah; Dinas
Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Badan Pemerintahan Desa; Taman Nasional; Kesatuan
Pengelolaan Hutan; Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai; Badan Koordinasi Sumber Daya Air;
dan lain-sebagainya, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kelembagaan di lokasi penyedia jasa
lingkungan. Keanggotaan Lembaga Perantara juga dapat melibatkan Dinas Pertanian, Dinas
Perkebunan, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat, sesuai dengan sector kegiatan yang
dilaksanakan di dalam mekanisme KIJL.
Perwakilan dari institusi non-pemerintah yang dapat terlibat sebagai anggota Lembaga Perantara
Jasa Lingkungan antara lain: Lembaga Swadaya Masyarakat dan Donor; Praktisi konservasi; Pihak
Swasta pemanfaat jasa lingkungan; Universitas dan Lembaga Penelitian; Kelompok Masyarakat di
lokasi penyedia jasa lingkungan; serta pihak lain yang terkait dengan penyediaan jasa lingkungan.
Tugas dan fungsi yang dapat diemban Lembaga Perantara Jasa Lingkungan antara lain
1. Memfasilitasi kerjasama dan sinergi multi-pihak, terutama antara pihak penyedia dan
pemanfaat jasa lingkungan;
2. Memfasilitasi peningkatan kapasitas pemangku kepentingan, baik bagi penyedia,
pemanfaat maupun pihak lain yang terkait, yang dibutuhkan untuk pelaksanaan
program KIJL;
3. Memfasilitasi penetapan nilai kompensasi/imbalan dalam program KIJL;
4. Memfasilitasi penyelesaian konflik di dalam program KIJL;
5. Memberikan masukan dan laporan bagi pemerintah dan para pihak terhadap progress
pelaksanaan KIJL;
6. Mengkomunikasikan pentingnya menjaga ketersediaan jasa lingkungan kepada pihak
luar dan melibatkan semua pihak yang memiliki potensi sebagai penyedia maupun
pemanfaat jasa lingkungan di dalam program KIJL;
7. Melakukan monitoring, evaluasi dan verifikasi kontrak jasa lingkungan dan/atau
mengawasi pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan verifikasi kontrak jasa lingkungan
yang dilaksanakan oleh pihak lain yang memiliki kapasitas untuk melakukan monitoring
(mis. Universitas atau lembaga lain yang ditunjuk untuk monitoring jasa lingkungan);
8. Mengelola Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan untuk mendukung kelancaran program
konservasi Jasa Lingkungan;
9. Mendistribusikan pemberian kompensasi/imbal jasa lingkungan dari Pemanfaat Jasa
Lingkungan kepada Penyedia Jasa Lingkungan berdasarkan hasil monitoring, evaluasi,
dan verifikasi.
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut, Lembaga Perantara Jasa Lingkungan sebaiknya
didukung oleh kesekretariatan khusus yang berfungsi untuk mengawal dan memastikan
keberlangsungan tugas Lembaga Perantara (Kotak 3.1).
Lembaga perantara idealnya memiliki landasan hukum dari pemerintah, antara lain melalui
keputusan bupati atau keputusan gubernur maupun peraturan daerah ataupun dasar hukum
lainnya yang sah dan mengikat, sebagai dasar pelaksanaan kegiatan mereka. Operasional kegiatan
Lembaga Perantara Jasa Lingkungan beserta sekretariatnya juga dapat didukung oleh pemerintah
selama tidak mengganggu independensi dalam menjalankan tugasnya.
31
Final draft
Lembaga koordinasi yang diperlukan dalam rangka pembangunan daerah, seperti Forum
Komunikasi, Forum Daerah Aliran Sungai, ataupun Kelompok Kerja.
Organisasi Kemasyarakatan, Perkumpulan, atau Yayasan dengan implementasi kegiatan
mengacu pada Undang-Undang 16/2001 dan Undang-Undang 28/2004 tentang Yayasan dan
Undang-Undang 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Kegiatan operasional dari Sekretariat Lembaga Perantara Jasa Lingkungan tersebut dijalankan oleh
lembaga non-pemerintah seperti LSM ataupun donor, sehingga tidak tumpang tindih dengan tugas
pokok dan fungsi dari staf lembaga pemerintah.
LSM atau donor yang menjalankan kesekretariatan Lembaga Perantara Jasa Lingkungan dapat
lebih fleksibel dan pro-aktif dalam menjalin hubungan dengan pihak luar, seperti lembaga
penelitian, universitas, dan lembaga donor, untuk mendorong kemajuan program Jasa Lingkungan.
Beberapa contoh Lembaga Perantara Jasa Lingkungan yang memiliki kesekreariatan didukung
lembaga non-pemerintah antara lain:
- Forum Komunikasi DAS Cidanau di Banten: kesekretariatannya dijalankan oleh LSM Rekonvasi
Bhumi
- Institusi Multi-Pihak Jasa Lingkungan di Lombok Barat: kesekretariatannya didukung oleh
perwakilan World Wildlife Fund Indonesia
- Kelompok Kerja Way Besay di Lampung Barat: kesekretariatannya dijalankan oleh anggota
kelompok Forum Komunikasi Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan (FKKT-HKm)
Dengan desain tersebut, anggota Lembaga Perantara Jasa Lingkungan dari lembaga pemerintah
dapat berkonsentrasi mendukung KIJL melalui kebijakan maupun alokasi sumber daya yang sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi lembaganya.
Kompensasi/imbal jasa lingkungan finansial berupa uang dalam jumlah tertentu yang diberikan
langsung kepada penyedia berdasarkan kinerjanya.
2. Imbalan non-finansial
Kompensasi/imbalan non-finansial antara lain berupa sumber daya pembangunan yang bersifat
fisik dan dapat dinilai langsung dengan uang, seperti pembangunan sarana dan prasarana publik,
pemberian bibit, alat produksi, ternak, dan sebagainya.
Beberapa kompensasi/imbal jasa lingkungan tidak selalu dapat dinilai dengan uang. Dalam hal ini,
Kompensasi/Imbalan non-finansial juga dapat berupa pemberian akses kepada sumber daya
pembangunan yang bersifat non-fisik, seperti kegiatan peningkatan kapasitas, pendampingan,
pemberian program pembangunan, serta membuka akses pasar bagi penyedia jasa lingkungan.
Apabila kompensasi/imbal jasa lingkungan diberikan dalam bentuk uang, perhitungan nilai
pembayaran dapat dilakukan dengan mempertimbangkan biaya-biaya berikut:
Biaya peluang (opportunity cost) bagi pihak penyedia jasa lingkungan apabila mereka harus
mempertahankan atau merubah guna lahan mereka. Apabila peluang penerimaan yang
diperoleh penyedia dari mengganti suatu guna lahan yang menyediakan jasa lingkungan
lebih besar daripada penerimaan saat mempertahankan guna lahan, maka insentif atau
kompensasi idealnya ditetapkan minimal sebesar selisih antara biaya peluang dengan
penerimaan dari guna lahan yang dipertahankan;
Biaya pelaksanaan kegiatan konservasi, misalnya biaya membangun perangkap sedimen,
biaya pengadaaan bibit, biaya penanaman, biaya perawatan, biaya patroli, dan lain
sebagainya;
Biaya untuk melakukan kegiatan pendukung dalam pelaksanaan kontrak jasa lingkungan,
misalnya biaya untuk kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat serta biaya pelatihan
bagi masyarakat untuk menanam atau membuat perangkap sedimentasi;
Biaya operasional pelaksanaan Program KIJL, antara lain digunakan untuk membiayai
pertemuan antara penyedia dan pemanfaat, kunjungan lapangan, estimasi kuantitas dan
kualitas jasa lingkungan, biaya monitoring, verifikasi, dan evaluasi, dan biaya lain yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan program KIJL.
Sebagai upaya mendapatkan nilai pembanding, pihak Pemanfaat jasa lingkungan maupun Lembaga
Perantara dapat menghitung biaya manfaat dari ketersediaan jasa lingkungan. Sebagai ilustrasi,
suatu perusahaan pengguna air di wilayah hilir dapat menghitung biaya operasional penjernihan
air yang dapat dihemat apabila mereka membayar kompensasi bagi masyarakat untuk mengurangi
sedimentasi dari bagian hulu sungai. Namun, pada akhirnya ketersediaan sumber daya untuk
membayar kompensasi/imbal jasa akan mempengaruhi rancangan program termasuk nilai riil
kompensasi/imbal jasa yang akan diberikan oleh pemanfaat.
33
Final draft
Rincian metode penilaian jasa lingkungan untuk penetapan nilai kompensasi/imbal jasa lingkungan
dapat dilihat lebih lanjut pada Sub-bab 1.4 Penilaian Jasa Lingkungan dan Kotak 4.2 pada panduan
ini.
Beberapa contoh indikator kinerja sebagai acuan pemberian kompensasi/imbal jasa lingkungan
antara lain:
Jumlah dan jenis pohon yang ditanam dan dipertahankan per hektar lahan KIJL;
Jumlah peningkatan debit air di sungai;
Jumlah penurunan sedimentasi air di sungai;
Jumlah ketersediaan keanekaragamanhayati;
Jumlah serapan dan cadangan karbon;
dan lain sebagainya.
Rincian kompensasi/imbal jasa yang diberikan dan diterima oleh lembaga pemerintah ditetapkan
dalam dokumen rencana kerja dan anggaran Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada situasi dimana pemerintah menjadi Pihak Penyedia dan menerima dana kompensasi/Imbalan
Jasa Lingkungan, dana tersebut harus dialokasikan dalam suatu mata anggaran khusus yang
diperuntukkan untuk konservasi jasa lingkungan maupun pemberdayaan masyarakat di lokasi
penyediaan jasa lingkungan. Hal ini untuk memastikan bahwa dana kompensasi yang diberikan
seoptimal mungkin digunakan untuk mendukung pemulihan dan peningkatan jasa lingkungan di
lokasi penyediaan, guna menjamin keefektifan dari pelaksanaan mekanisme KIJL.
Apabila kompensasi/imbal jasa lingkungan yang diterima berbentuk uang, dana yang diterma
semaksimal mungkin harus dialokasikan secara langsung untuk kegiatan pemulihan dan peningkatan
ketersediaan jasa lingkungan, antara lain melalui kegiatan:
Restorasi, rehabilitasi, dan konservasi lingkungan hidup;
Perlindungan dan pengayaan keanekaragaman hayati;
Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pelestarian fungsi lingkungan untuk mendukung
penyediaan jasa lingkungan;
Pengembangan energi terbarukan.
Selain kegiatan diatas, dana kompensasi/imbal jasa lingkungan dapat pula digunakan untuk kegiatan
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok masyarakat yang berkontribusi dalam
34
Final draft
penyediaan jasa lingkungan. Kegiatan tersebut antara lain berupa kegiatan peningkatan kapasitas
parapihak untuk mendukung konservasi dan ekonomi, pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta
pembangunan infrastruktur secara berkelanjutan di wilayah penyedia jasa lingkungan.
Tabel 3.6 Sumber dana dan Alokasi Pemanfaatan Dana Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan
No Pihak yang terlibat Sumber dana/Mata Anggaran Alokasi pemanfaatan
1 Penyedia Pemerintah Anggaran Pendapatan dan
Belanja pemerintah
Pemanfaat Pemerintah Hibah Konservasi jasa lingkungan
Belanja bantuan keuangan Pemberdayaan masyarakat
urusan lingkungan hidup Infrastruktur berkelanjutan
Biaya transaksi KIJL
2 Penyedia Pemerintah Anggaran Pendapatan dan
Belanja pemerintah
Hasil kompensasi/imbal jasa
lingkungan antardaerah
Pemanfaat Non- Hibah Konservasi jasa lingkungan
Pemerintah Belanja barang dan jasa Pemberdayaan masyarakat
urusan lingkungan hidup Infrastruktur berkelanjutan
Bantuan sosial Biaya transaksi KIJL
3 Penyedia Non- Dana konservasi jasa
Pemerintah lingkungan
Pemanfaat Pemerintah Hibah Konservasi jasa lingkungan
Pemberdayaan masyarakat
Infrastruktur berkelanjutan
Biaya transaksi KIJL
1: Kompensasi Jasa Lingkungan, 2&3: Imbal Jasa Lingkungan
Sumber: dirangkum dari PP 46/2017
Kotak 3.2 Proporsi pemanfaatan Kompensasi/Imbal jasa lingkungan oleh Lembaga Perantara
Sesuai dengan prinsip Pembayaran Jasa Lingkungan, dana maupun kompensasi yang diterima dari
penyediaan jasa lingkungan semaksimal mungkin harus dikembalikan untuk pemulihan dan
penyediaan jasa lingkungan.
sebagainya. Untuk itu, kompensasi yang dikelola oleh Lembaga Perantara tidak semuanya
disalurkan kepada Penyedia Jasa Lingkungan.
Berdasarkan pengalaman dari program Jasa Lingkungan yang telah berjalan di DAS Cidanau
Banten, Sumber Jaya di Kabupaten Lampung Barat, dan Kabupaten Lombok Barat, alokasi
pemanfaatan dana jasa lingkungan yang diterima dari Pemanfaat untuk kegiatan Pembayaran
maupun Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan berada di rentang 69-79%. Di DAS Cidanau, dana
kompensasi/imbal jasa lingkungan yang dberikan oleh beberapa Pemanfaat dikenai pajak sebesar
6%. Di Sumber Jaya, penyedia jasa lingkungan diminta untuk melakukan teknik konservasi yang
mensyaratkan masyarakat untuk membangun infrastruktur sederhana dan memerlukan biaya.
Rincian alokasi pemanfaatan dana jasa lingkungan di beberapa lokasi tersebut adalah sebagai
berikut:
Kegiatan monitoring dan evaluasi jasa lingkungan merupakan bagian dari pendataan dan
pengawasan lingkungan yang harus dilakukan secara berkala. Untuk itu, sedapat mungkin kegiatan
monitoring dan evaluasi jasa lingkungan diselaraskan dengan kegiatan pemerintah dengan
menggunakan anggaran pemerintah di daerah penyediaan. Dengan demikian, dana jasa lingkungan
yang diperoleh dari Pemanfaat Jasa Lingkungan dapat dioptimalkan untuk kegiatan konservasi jasa
lingkungan maupun pemberdayaan masyarakat di daerah penyediaan jasa lingkungan.
36
Final draft
b. Tujuan
Bagian ini memaparkan tujuan dari pelaksanaan skema Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan
Hidup Antar Daerah.
c. Jumlah
Bagian ini memaparkan mengenai Ruang Lingkup Jasa Lingkungan, Skala Penyediaan Jasa
Lingkungan, serta Bentuk dan Nilai kompensasi/imbal jasa lingkungan yang diberikan. Ruang
lingkup jasa lingkungan meliputi jenis jasa lingkungan yang akan dipulihkan dan/atau
ditingkatkan. Skala penyediaan menjelaskan mengenai skala dimana kegiatan
konservasi/rehabilitasi jasa lingkungan dilaksanakan.
Bentuk dan nilai kompensasi jasa lingkungan meliputi bentuk kompensasi/imbal jasa
lingkungan serta besaran nilai kompensasi/imbal jasa lingkungan.
d. Sumber pendanaan
Bagian ini memuat mengenai sumber pendanaan dari Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan yang
diberikan. Apabila pihak penyedia merupakan lembaga pemerintah, maka mata anggaran
yang digunakan untuk menerima kompensasi/imbal jasa juga harus dinyatakan di dalam
Perjanjian Kerjasama.
e. Persyaratan
Bagian ini memuat rincian target indikator kinerja yang harus dilaksanakan sebagai bagian dari
kegiatan penyediaan jasa lingkungan.
Target dapat berupa rincian kegiatan yang harus dilaksanakan ataupun indikator kinerja yang
harus dicapai oleh pihak penyedia jasa lingkungan pada kurun waktu tertentu yang disepakati.
37
Final draft
Tata cara penyaluran mencakup mekanisme penyaluran dana yang diberikan sebagai
kompensasi/imbal jasa lingkungan; tata-laksana kelembagaan dan administrasi antardaerah;
jangka waktu penyaluran; serta frekuensi penyaluran.
Selain delapan poin diatas, Kontrak atau Perjanjian Kerjasama Jasa Lingkungan juga sebaiknya
memuat rincian alokasi pemanfaatan dana jasa lingkungan, untuk memastikan keefektifan dan
keberlanjutan dari skema KIJL maupun manfaat dari kompensasi/imbal jasa lingkungan.
(a) Ilustrasi Kompensasi Jasa Lingkungan terpisah antara (b) Ilustrasi Imbal jasa lingkungan terpisah antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pemerintah dan individu/masyarakat di daerah
administrasi yang sama
38
Final draft
(c) Ilustrasi pelaksanaan Kompensasi dan Imbal Jasa Lingkungan antardaerah secara terpadu antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah
(d) Ilustrasi pelaksanaan Kompensasi dan Imbal Jasa Lingkungan antardaerah secara terpadu antar Pemerintah Daerah
Gambar 3.2 Ilustrasi pelaksanaan Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan secara terpisah dan terpadu
Ilustrasi pada Gambar 3.2c dan Gambar 3.2d masing-masing menunjukkan mekanisme KIJL terpadu
yang melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.
Pada mekanisme KIJL terpadu yang melibatkan pemerintah pusat dan daerah, Pemerintah Pusat
dapat bertindak sebagai Pemanfaat Jasa Lingkungan yang disediakan oleh plot-plot lahan penduduk
di suatu lanskap di wilayah administrasi Daerah A. Pemerintah Daerah A menerima
Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan dari Pemerintah Pusat dalam bentuk hibah daerah ataupun
bantuan belanja keuangan urusan Lingkungan Hidup. Pemerintah Daerah A kemudian
memanfaatkan Kompensasi/Imbalan tersebut untuk kegiatan konservasi dan pemberdayaan yang
melibat masyarakat di lanskap penyedia Jasa Lingkungan (Gambar 3.2c).
Pada Gambar 3.2d, mekanisme KIJL terpadu melibatkan pihak swasta (non-pemerintah) sebagai
Pemanfaat Jasa Lingkungan yang dihasilkan plot lahan dari lanskap yang ada di Daerah A.
Pemerintah Daerah A menerima Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan dari Pemanfaat Jasa Lingkungan
tersebut dalam bentuk hibah daerah ataupun bantuan belanja keuangan urusan Lingkungan Hidup.
Pemerintah Daerah A kemudian memanfaatkan Kompensasi/Imbalan tersebut untuk kegiatan
konservasi dan pemberdayaan yang melibat masyarakat di lanskap penyedia Jasa Lingkungan
(Gambar 3.2d).
Tabel 3.7 Penyedia dan Pemanfaat dalam Mekanisme Instrumen Ekonomi Jasa Lingkungan
Penyedia\Pemanfaat Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Non-pemerintah
Pemerintah Pusat Kompensasi Jasa Kompensasi Jasa Imbal Jasa Lingkungan
Lingkungan Lingkungan
Antardaerah
39
Final draft
Ilustrasi mekanisme KIJL beserta para pihak yang terlibat untuk berbagai jenis jasa lingkungan
dijabarkan sebagai berikut:
Rincian kegiatan yang dapat dilakukan pada tiap skema di Gambar 3.3 s/d Gambar 3.5 mengacu
pada Tabel 3.2 di Sub-bab 3.5.
Gambar 3.3 Ilustrasi mekanisme Kompensasi Jasa Lingkungan Perlindungan Tata Air
Pada Gambar 3.3, Kompensasi Jasa Lingkungan Perlindungan Tata Air dapat dilakukan di skala
Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan melibatkan pihak-pihak berikut:
• Penyedia (Hulu DAS)
Dalam mekanisme Kompensasi Jasa Lingkungan perlindungan tata air, penyediaan jasa
lingkungan dilakukan di daerah hulu lanskap DAS atau wilayah dataran tinggi yang
kewenangan pengelolaannya dimiliki oleh:
- Pemerintah Pusat: diwakili oleh Unit Pengelola Taman Nasional, Kesatuan
Pengelolaan Hutan, maupun unit Pengelola Kawasan Konservasi lainnya;
- Pemerintah Daerah provinsi, kabupaten, kota, dan desa.
40
Final draft
Contoh mekanisme Kompensasi Jasa Lingkungan Perlindungan Tata Air yang sudah berjalan di
Indonesia antara lain oleh Kabupaten Lombok Barat dengan Kota Mataram (
41
Final draft
Skala penyediaan jasa lingkungan: Cekungan air tanah DAS Jangkok, Kabupaten Lombok Barat
dengan wilayah hulu berada di Kabupaten Lombok Barat dan wilayah hilir berada di Kota
Mataram.
Jenis Jasa Lingkungan: Perlindungan tata air, meliputi pasokan dan kualitas air bersih.
Penyedia: Empat Kelompok Petani Jasa Lingkungan yang mencakup desa-desa di wilayah Hulu
DAS Jangkok yang mengajukan proposal penyediaan jasa lingkungan yang meliputi kegiatan
pengelolaan sumber daya alam dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Pemanfaat: PDAM Giri Menang yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dan Kota
Mataram.
Lembaga Perantara: Institusi Multi-Pihak (IMP) yang merupakan badan independen mitra
Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Barat dalam pengelolaan jasa lingkungan di Kabupaten
Lombok Barat. Keanggotaan IMP terdiri dari berbagai pihak perwakilan pemerintah Kabupaten
Lombok Barat, LSM, Pihak Swasta, PDAM, masyarakat dan perusahaan pengelola air
Kegiatan dan Indikator kinerja: Terlaksananya kegiatan yang diajukan masyarakat melalui
proposal jasa lingkungan, meliputi kegiatan restorasi dengan system agroforestry, pembibitan
pohon, dan kegiatan pemberdayaan ekonomi.
Skala waktu Perjanjian Kerjasama Jasa Lingkungan relatif pendek (empat bulan hingga satu tahun),
dan setiap tahun kelompok dari desa yang berhak mendapatkan dana kompensasi jasa lingkungan
dapat berubah berdasarkan persetujuan proposal jasa lingkungan yang diajukan kepada IMP.
Lembaga monitoring dan evaluasi: Kegiatan monitoring evaluasi serta penyaluran dana
kompensasi/imbal jasa lingkungan dilakukan oleh Institusi multi-pihak pada kurun waktu yang
disepakati di perjanjian kerjasama, antara lain dalam kurun waktu 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan
sejak perjanjian ditetapkan.
Dasar hukum:
- Peraturan Daerah Nomer 4 tahun 2007 tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan
- Perbub Lombok Barat No. 7/2009 tentang pembentukan Instutusi Multipihak (IMP)
Kendala yang dihadapi: Karena dana jasa lingkungan dari PDAM masuk ke kas daerah Kabupaten
lombok barat maka diperlukan mata anggaran khusus untuk pengelolaan dana jasa lingkungan
42
Final draft
sehingga dapat memudahkan IMP dalam mengelola dan menarik dana jasa lingkungan dari kas
daerah dan menyalurkannya ke kelompok tani
Pembelajaran: Peran lembaga perantara (IMP) sangat penting karena selain sebagai perantara
antara penyedia dan pemanfaat jasa lingkungan, IMP juga merupakan penggerak kegiatan
konservasi jasa lingkungan. Selain itu IMP juga aktif untuk mencari pemanfaat lain yang berminat
untuk bergabung dalam kegiatan pengelolaan jasa lingkungan di kabupaten Lombok Barat.
Kajian ilmiah yang dilakukan oleh berbagai instansi termasuk universitas menjadi pendukung
kegiatan konservasi jasa lingkungan di Lombok Barat seperti identifikasi skala spasial sehingga
memungkinkan untuk mengidentifikasi lokasi konservasi yang merupakan lokasi penyedia jasa
lingkungan. Selain itu penelitian/survey terhadap kesediaan pembayaran jasa lingkungan beserta
nilai besarnya juga telah dilakukan sehingga dapat mengetahui kesediaan pemanfaat untuk ikut
terlibat dalam pembayaran jasa lingkungan.
43
Final draft
Gambar 3.4 Ilustrasi mekanisme Imbal Jasa Lingkungan Perlindungan Tata Air 1
Seperti ilustrasi pada Gambar 3.4, Imbal Jasa Lingkungan Perlindungan Tata Air dapat dilakukan di
skala DAS antara masyarakat/perseorangan sebagai Penyedia dan lembaga pemerintah sebagai
Pemanfaat Jasa Lingkungan sebagai berikut:
• Penyedia (Hulu DAS)
Dalam mekanisme Imbal Jasa Lingkungan perlindungan tata air dimana Penyedia Jasa
Lingkungan berasal dari kelompok masyarakat, penyediaan jasa lingkungan dilakukan di
lahan perseorangan atau kelompok masyarakat di daerah hulu DAS ataupun dataran tinggi
yang berpotensi menyediakan jasa lingkungan.
Mekanisme Imbal Jasa Lingkungan pada Gambar 3.2b dapat dikombinasikan menjadi mekanisme
Kompensasi/Imbal JAsa Lingkungan Terpadu, pada saat Pemerintah Pusat menjadi pemanfaat
utama yang memberikan kompensasi jasa lingkungan kepada Pemerintah Daerah. Pemerintah
Daerah tersebut kemudian melanjutkan pemberian kompensasi/imbal jasa lingkungan tersebut
kepada masyarakat Penyedia Jasa Lingkungan di wilayah kewenangannya. Ilustrasi mekanisme
Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan Terpadu dapat dilihat lebih lanjut di Gambar 3.2c dan 3.1d.
Gambar 3.5 Ilustrasi mekanisme Imbal Jasa Lingkungan Perlindungan Tata Air 2
45
Final draft
Pada Gambar 3.5, Imbal Jasa Lingkungan Perlindungan Tata Air lainnya dapat dilakukan di skala DAS
antara lembaga pemerintah sebagai pihak Penyedia dan kelompok masyarakat/perseorangan
sebagai pihak Pemanfaat Jasa Lingkungan dengan penjelasan sebagai berikut.
• Penyedia (Hulu DAS)
Dalam mekanisme Imbal Jasa Lingkungan perlindungan tata air dimana Penyedia Jasa
Lingkungan berasal dari lembaga pemerintah, penyediaan jasa lingkungan dilakukan di
daerah hulu lanskap DAS atau wilayah dataran tinggi yang kewenangan pengelolaannya
dimiliki oleh:
- Pemerintah Pusat: diwakili oleh Unit Pengelola Taman Nasional, Kesatuan
Pengelolaan Hutan, maupun unit Pengelola Kawasan Konservasi lainnya;
- Pemerintah Daerah provinsi, kabupaten, kota, dan desa.
46
Final draft
yang dimiliki pemerintah, seringkali lembaga konservasi dan donor ikut berkontribusi dalam
mendukung pemerintah dalam melakukan perlindungan keanekaragaman hayati (Gambar 3.6).
Pemerintah dapat meneruskan dana tersebut kepada masyarakat lokal yang berkontribusi terhadap
perlindungan keanekaragaman hayati di wilayahnya (Gambar 3.7), melalui mekanisme Imbal Jasa
Lingkungan terpadu seperti dijelaskan pada Kotak 3.3.
Rincian kegiatan yang dapat dilakukan pada tiap skema di Gambar 3.6 dan Gambar 3.7 mengacu
pada Tabel 3.3.
Gambar 3.6 memberikan ilustrasi Imbal Jasa Lingkungan Perlindungan Keanekaragaman Hayati yang
dilakukan antara pemerintah selaku pengelola kawasan yang menyediakan Jasa Lingkungan
Keanekaragaman Hayati, dengan lembaga donor internasional maupun lembaga konservasi sebagai
pihak Pemanfaat Jasa Lingkungan.
• Penyedia
Penyedia Jasa Lingkungan merupakan perwakilan Pemerintah Pusat maupun Daerah
provinsi, kabupaten, kota, maupun desa yang memiliki kewenangan dalam mengelola
maupun melakukan kegiatan di kawasan konservasi keanekaragaman hayati.
• Pemanfaat
Pihak Pemanfaat Jasa Lingkungan Keanekaragaman Hayati antara lain:
- Lembaga Swadaya Masyarakat maupun lembaga konservasi lingkungan;
- Lembaga donor nasional dan internasional terkait keanekagaraman hayati
47
Final draft
Gambar 3.7 mengilustrasikani Imbal Jasa Lingkungan Perlindungan Keanekaragaman Hayati yang
dilakukan antara pemerintah sebagai Pemanfaat Jasa Lingkungan dengan kelompok masyarakat atau
perseorangan yang menjadi pihak Penyedia Jasa Lingkungan.
• Penyedia
Penyedia Jasa Lingkungan merupakan masyarakat yang melakukan kegiatan konservasi dan
pengelolaan sumber daya untuk menjaga dan meningkatkan Jasa Lingkungan
Keanekaragaman Hayati di kawasan yang menyediakan jasa lingkungan.
• Pemanfaat
Pihak Pemanfaat Jasa Lingkungan Keanekaragaman Hayati pada Gambar 3.6 merupakan
perwakilan pemerintah terkait konservasi Jasa Lingkungan Keanekaragaman Hayati.
48
Final draft
Pemerintah dapat menyalurkan Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan kepada masyarakat lokal yang
berkontribusi terhadap perlindungan keanekaragaman hayati di wilayahnya (Gambar 3.9), melalui
mekanisme Imbal Jasa Lingkungan terpadu seperti dijelaskan pada Kotak 3.3.
Rincian kegiatan yang dapat dilakukan pada tiap skema di Gambar 3.8 dan Gambar 3.9 mengacu
pada Tabel 3.4.
Gambar 3.8 memberikan ilustrasi Imbal Jasa Lingkungan Penyerapan dan Penyimpanan Karbon yang
dilakukan antara pemerintah sebagai Penyedia Jasa Lingkungan karbon dengan pembeli kredit
karbon sebagai Pemanfaat Jasa Lingkungan.
• Penyedia
Penyedia Jasa Lingkungan merupakan perwakilan Pemerintah Pusat maupun Daerah
provinsi, kabupaten, kota, maupun desa yang memiliki kewenangan dalam memulihkan
maupun mengelola lahan/kawasan/lanskap yang memiliki tingkat penyerapan maupun
penyimpanan karbon yang baik.
• Pemanfaat
Pihak Pemanfaat Jasa Lingkungan Karbon melalui skema sukarela adalah perusahaan
perantara kredit karbon (carbon-broker).
49
Final draft
Lembaga perantara jasa lingkungan multi-pihak dalam mekanisme Imbal Jasa Lingkungan
Perlindungan Karbon terdiri dari:
- Perwakilan pemerintah yang membawahi kewenangan lembaga pemerintah
Penyedia Jasa Lingkungan
- Perwakilan pihak Penyedia dan Pemanfaat Jasa Lingkungan;
- Lembaga non-pemerintah terkait konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati,
termasuk lembaga penelitian, universitas, LSM maupun donor.
Gambar 3.9 merupakan ilustrasi Imbal Jasa Lingkungan Karbon yang dilakukan antara pemerintah
sebagai Pemanfaat Jasa Lingkungan dengan kelompok masyarakat atau perseorangan yang menjadi
pihak Penyedia Jasa Lingkungan. Mekanisme Imbal Jasa Lingkungan pada Gambar 3.8 dapat
dikombinasikan dengan mekanisme pada Gambar 3.9 sebagai Imbal Jasa Lingkungan terpadu (lihat
Kotak 3.3). Beberapa pihak yang dapat terlibat antara lain:
• Penyedia
Penyedia Jasa Lingkungan merupakan masyarakat yang melakukan kegiatan konservasi dan
pengelolaan sumber daya untuk menjaga dan meningkatkan Jasa Lingkungan Penyerapan
dan Penyimpanan Karbon di lahan yang dimiliki.
• Pemanfaat
Pihak Pemanfaat Jasa Lingkungan pada Gambar 3.9 merupakan perwakilan pemerintah
terkait Jasa Lingkungan Karbon.
Rincian kegiatan yang dapat dilakukan pada tiap skema di Gambar 3.10 mengacu pada Tabel 3.5.
Gambar 3.10 Imbal Jasa Lingkungan Pelestarian Keindahan Alam dan Pariwisata
Gambar 3.10 merupakan ilustrasi Imbal Jasa Lingkungan Ekowisata yang dilakukan antara
pemerintah sebagai Penyedia Jasa Lingkungan di kawasan konservasi yang digunakan untuk kegiatan
ekowisata dengan turis maupun lembaga konservasi dan lembaga pariwisata yang memanfaatkan
Jasa Lingkungan ekowisata. Dari kompensasi/imbal jasa lingkungan yang diterima melalui kegiatan
ekowisata, pemerintah dapat melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan konservasi dan pariwisata
serta melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Beberapa pihak yang terlibat dalam skema Imbal Jasa Lingkungan Ekowisata antara lain:
• Penyedia
Penyedia Jasa Lingkungan merupakan lembaga pemerintah yang berwenang untuk
mengelola kawasan ekowisata.
• Pemanfaat
Pihak Pemanfaat Jasa Lingkungan ekowisata antara lain:
- Pengunjung kawasan konservasi;
- Lembaga operator pariwisata yang memanfaatkan kawasan konservasi;
- Lembaga konservasi lingkungan.
51
Final draft
52
Final draft
Latar belakang: Eskalasi kerusakan lingkungan di wilayah hulu DAS Jangkok di Kabupaten Lombok
Barat mempengaruhi pasokan air dari wilayah hulu yang dimanfaatkan PDAM Giri Menang untuk
melayani daerah perkotaan di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram. Masyarakat yang
tinggal di daerah hulu sebagian besar berada pada tingkat sosial-ekonomi yang lemah yang
mendorong mereka untuk melakukan degradasi lingkungan di wilayah hulu DAS Jangkok.
Terbatasnya kapasitas dan sumberdaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan lingkungan
membuat Pemerintah Kabupaten Lombok Barat mengadopsi skema Kompensasi/Imbal Jasa
Lingkungan.
Skala penyediaan jasa lingkungan: Cekungan air tanah DAS Jangkok, Kabupaten Lombok Barat
dengan wilayah hulu berada di Kabupaten Lombok Barat dan wilayah hilir berada di Kota
Mataram.
Jenis Jasa Lingkungan: Perlindungan tata air, meliputi pasokan dan kualitas air bersih.
Penyedia: Empat Kelompok Petani Jasa Lingkungan yang mencakup desa-desa di wilayah Hulu
DAS Jangkok yang mengajukan proposal penyediaan jasa lingkungan yang meliputi kegiatan
pengelolaan sumber daya alam dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Pemanfaat: PDAM Giri Menang yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dan Kota
Mataram.
Lembaga Perantara: Institusi Multi-Pihak (IMP) yang merupakan badan independen mitra
Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Barat dalam pengelolaan jasa lingkungan di Kabupaten
Lombok Barat. Keanggotaan IMP terdiri dari berbagai pihak perwakilan pemerintah Kabupaten
Lombok Barat, LSM, Pihak Swasta, PDAM, masyarakat dan perusahaan pengelola air
Kegiatan dan Indikator kinerja: Terlaksananya kegiatan yang diajukan masyarakat melalui
proposal jasa lingkungan, meliputi kegiatan restorasi dengan system agroforestry, pembibitan
pohon, dan kegiatan pemberdayaan ekonomi.
Skala waktu Perjanjian Kerjasama Jasa Lingkungan relatif pendek (empat bulan hingga satu tahun),
dan setiap tahun kelompok dari desa yang berhak mendapatkan dana kompensasi jasa lingkungan
dapat berubah berdasarkan persetujuan proposal jasa lingkungan yang diajukan kepada IMP.
Lembaga monitoring dan evaluasi: Kegiatan monitoring evaluasi serta penyaluran dana
kompensasi/imbal jasa lingkungan dilakukan oleh Institusi multi-pihak pada kurun waktu yang
disepakati di perjanjian kerjasama, antara lain dalam kurun waktu 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan
sejak perjanjian ditetapkan.
Dasar hukum:
- Peraturan Daerah Nomer 4 tahun 2007 tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan
- Perbub Lombok Barat No. 7/2009 tentang pembentukan Instutusi Multipihak (IMP)
53
Final draft
Kendala yang dihadapi: Karena dana jasa lingkungan dari PDAM masuk ke kas daerah Kabupaten
lombok barat maka diperlukan mata anggaran khusus untuk pengelolaan dana jasa lingkungan
sehingga dapat memudahkan IMP dalam mengelola dan menarik dana jasa lingkungan dari kas
daerah dan menyalurkannya ke kelompok tani
Pembelajaran: Peran lembaga perantara (IMP) sangat penting karena selain sebagai perantara
antara penyedia dan pemanfaat jasa lingkungan, IMP juga merupakan penggerak kegiatan
konservasi jasa lingkungan. Selain itu IMP juga aktif untuk mencari pemanfaat lain yang berminat
untuk bergabung dalam kegiatan pengelolaan jasa lingkungan di kabupaten Lombok Barat.
Kajian ilmiah yang dilakukan oleh berbagai instansi termasuk universitas menjadi pendukung
kegiatan konservasi jasa lingkungan di Lombok Barat seperti identifikasi skala spasial sehingga
memungkinkan untuk mengidentifikasi lokasi konservasi yang merupakan lokasi penyedia jasa
lingkungan. Selain itu penelitian/survey terhadap kesediaan pembayaran jasa lingkungan beserta
nilai besarnya juga telah dilakukan sehingga dapat mengetahui kesediaan pemanfaat untuk ikut
terlibat dalam pembayaran jasa lingkungan.
Kotak 3.5 Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan di Kabupaten Kuningan dan Kota Cirebon
Latar belakang: PDAM Kota Cirebon mengandalkan pasokan air dari Kabupaten Kuningan untuk
memasok air bersih mereka. Oleh karena itu PDAM Kota Cirebon dan Kabupaten Kuningan
melakukan kerjasamaa pengelolaan sumber mata air di Desa Paniis Kabupaten Kuningan pada
tahun 2009.
Skala penyediaan jasa lingkungan: Saat ini secara spesifik kerjasama Kompensasi Jasa Lingkungan
difokuskan pada Desa Paniis, dikarenakan mata air utama terdapat di desa tersebut. Namun, para
aktor yang terlibat dalam Kompensasi Jasa Ligkungan menyebutkan bahwa lokasi spesifik dari
54
Final draft
daerah resapan mata air yang menyediakan jasa lingkungan di Desa Paniis Kabupaten Kuningan
belum teridentifikasi secara jelas
Jenis Jasa Lingkungan: Perlindungan tata air, meliputi pasokan dan kualitas air bersih.
Lembaga Perantara: Forum Kemitraan Kawasan Gunung Ciremai (FKKGC), dikenal juga sebagai
Forum Ciremai
Indikator kinerja: Pembayaran kompensasi jasa lingkungan dilakukan oleh PDAM Kota Cirebon ke
Kota Cirebon, kemudian dana tersebut disalurkan dari Pemerintah Kota Cirebon ke Pemerintah
Kabupaten Kuningan didasarkan pada jumlah m3 air yang diambil/dimanfaatkan oleh PDAM. Saat
ini dana kompensasi digunakan untuk kegiatan pemeliharaan dan pelestarian sumber mata air
desa Paniis kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan. Selain itu PDAM sebagai pemanfaat juga
memiliki kewajiban untuk memelihara dan melestarikan lingkungan sekitar lokasi pengambilan air
dan turut menjagaan memelihara hubungan yang harmonis dengan masyarakat sekitar mata.
Dana kompensasi disalurkan melalui Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kuningan melakukan
penanaman pohon di lahan desa, hanya saja belum diketahui apakah lokasi penanaman pohon
tersebut berada di dalam daerah serapan CAT untuk mata air Paniis dan berkontribusi langsung
untuk konservasi jasa mata air Paniis.
Dasar hukum:
Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Bupati Kuningan dengan
Walikota Cirebon tentang Kerjasama pengelolaan sumber mata air Desa Paniis Kecamatan
Mandirancan Kabupaten Kuningan tahun 2009.
Keputusan DPRD Kabupaten Kuningan nomor 172.4/KPTS.07-PIMP/2004 tentang
pengelolaan dan pemanfaatan sumber mata air
Kendala yang dihadapi: Pajak ganda (double tax) antara PNBP dan pembayaran kompensasi jasa
lingkungan. Selain itu dana hasil kompensasi jasa lingkungan untuk kegiatan konservasi di lokasi
penyedia belum sepenuhnya dimanfaatkan.
Pelaksanaan Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan perlu didukung dengan kajian ilmiah untuk
mengidentifikasi skala spasial penyediaan jasa lingkungan (batas cekungan air tanah (CAT) dimana
mata air Paniis diproduksi) serta jenis-jenis kegiatan konservasi yang dapat melibatkan
masyarakat namun tetap memperhatikan kebutuhan social-ekonomi masyarakat.
55
Final draft
56
Final draft
Bagian ini merangkum pembelajaran dari program Pembayaran Jasa Lingkungan eksisting di
Indonesia yang dalam pelaksanaannya melibatkan lembaga non-pemerintah sebagai Penyedia
dan/atau Pemanfaat Jasa Lingkungan, sesuai dengan panduan pelaksanaan instrumen ekonomi
Pembayaran Jasa Lingkungan maupun Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan yang termuat di dalam
Undang-Undang nomer 32 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah nomer 46 tahun 2017.
57
Final draft
1. Tahap persiapan
Pada tahapan ini dilakukan berbagai identifikasi aspek-aspek yang diperlukan dalam
pelaksanaan program, antara lain:
Skala spasial penyediaan jasa lingkungan (Sub-bab 4.4 Skala Spasial Penyediaan Jasa
Lingkungan);
Ruang lingkup jasa lingkungan beserta jenis kegiatan yang mendukung penyediaan jasa
lingkungan (Sub-bab 4.5 Ruang lingkup jasa lingkungan dan jenis kegiatan);
Parapihak yang terlibat dalam penyediaan dan pemanfaatan jasa lingkungan (Sub-bab
4.6 Pihak yang terlibat dalam Pembayaran Jasa Lingkungan);
Penilaian jasa lingkungan sebagai basis data untuk penetapan indikator kinerja yang
akan dimonitor dan dievaluasi (Sub-bab 4.7 Bentuk dan penetapan nilai
Pembayaran/Imbal Jasa Lingkungan dan Sub-bab 1.4 Penilaian Jasa Lingkungan);
Penetapan bentuk dan nilai kompensasi/imbal jasa lingkungan (Sub-bab 4.7 Bentuk dan
penetapan nilai Pembayaran/Imbal Jasa Lingkungan);
Penyiapan dasar hukum dan kelembagaan bagi pelaksanaan program;
Bila diperlukan, dapat dilakukan berbagai kegiatan penyadartahuan dan peningkatan
kapasitas bagi Penyedia maupun Pemanfaat Jasa Lingkungan.
2. Tahap pelaksanaan
Tahapan ini meliputi:
Perjanjian Kerjasama Penyediaan Jasa Lingkungan antara Penyedia dan Pemanfaat.
Cakupan Perjanjian Kerjasama mengacu kepada hasil identifikasi yang dilakukan pada
tahap persiapan (Sub-bab 4.8 Sumber dana dan alokasi pemanfaatan pembayaran jasa
lingkungan);
Pelaksanaan kegiatan konservasi jasa lingkungan seperti yang tercantum di dalam
Kontrak/Perjanjian Kerjasama Jasa Lingkungan,
58
Final draft
perlu disinergikan, yaitu pengetahuan ilmiah melalui proses penelitian, pengetahuan local
masyarakat, dan persepsi pemerintah.
Untuk mendorong sinergi tersebut, tahapan persiapan memerlukan konsultasi partisipatif dan
inklusif yang melibatkan semua pihak terkait penyediaan jasa lingkungan, baik masyarakat,
pemerintah, aktivis lingkungan, serta pakar dan akademisi jasa lingkungan.
Terdapat dua skala spasial utama dimana jasa lingkungan dihasilkan, yaitu: skala regional dan skala
lokal. Apabila diperlukan, skala regional dapat diperinci menjadi skala sub-regional. Skala terkecil
penyediaan jasa lingkungan adalah skala lokal.
Pada skala regional, jasa lingkungan dihasilkan dari suatu lanskap atau bentang lahan yang memiliki
karakteristik ekosistem yang serupa. Suatu lanskap atau bentang alam dapat meliputi wilayah
dataran tinggi, wilayah Daerah Aliran Sungai, hutan dan hutan bakau, maupun lanskap pertanian
yang terhubung menjadi suatu koridor ekologi. Pemahaman mengenai skala regional atau skala
kawasan sejalan dengan konsep ekoregion, dimana keduanya umumnya mengacu pada batasan
fisik/geografis dari ekosistem.
Ekosistem pada skala regional dapat terdiri dari berbagai sub-ekosistem yang menyediakan berbagai
jasa lingkungan di skala sub-regional. Skala lokal merupakan skala terkecil dimana jasa lingkungan
tersebut diproduksi, yaitu di tingkat tapak atau plot yang tersebar di dalam lingkup sub-regional
ataupun regional.
Tabel 4.1 berikut menyajikan skala spasial yang dapat menjadi batasan dimana jasa lingkungan
dihasilkan dan dimanfaatkan.
60
Final draft
Kebutuhan untuk menetapkan skala penyediaan jasa lingkungan berbeda-beda, dan kegiatan
penyediaan jasa lingkungan membutuhkan sinergi antara aktivitas di tingkat plot hingga regional. Isu
yang ada di tiap skala tidak selalu sama, sehingga memerlukan klarifikasi isu maupun kegiatan
konservasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan ketersediaan jasa lingkungan.
Gambar 4.1 Skala spasial berdasarkan matrik penggunaan lahan dan Daerah Aliran Sungai (DAS) (ki-ka)
Pembagian skala spasial menjadi skala yang lebih kecil perlu diperhatikan untuk memudahkan dalam
proses mengidentifikasi indikator monitoring dan evaluasi. Sebagai contoh indikator jasa lingkungan
pencegahan banjir dilakukan pada DAS/sub-DAS, namun pada skala lokal/plot, maka indikator yang
digunakan adalah penurunan aliran air permukaan. Contoh lain pada jasa lingkungan perlindungan
satwa langka, indikator monitoring pada tingkat kawasan/habitat adalah tingkat kerusakan habitat,
namun pada tingkat plot/blok berupa jumlah dan jenis tanaman penyusun habitat tersebut.
Kompensasi atau imbal jasa lingkungan untuk kegiatan yang disepakati melalui Perjanjian Kerjasama
Jasa Lingkungan dapat dikombinasikan untuk beberapa jenis jasa lingkungan, dikenal sebagai konsep
bundling jasa lingkungan. Dari satu skala lokasi penyediaan jasa lingkungan yang sama, Penyedia jasa
lingkungan juga dapat melakukan kegiatan konservasi untuk menyediakan beragam jenis jasa
lingkungan yang digunakan Pemanfaat Jasa Lingkungan yang berbeda melalui beberapa Perjanjian
Kerjasama, dikenal juga sebagai konsep stacking jasa lingkungan.
61
Final draft
Tabel 4.2 Ruang Lingkup dan Kegiatan Jasa Lingkungan Perlindungan Tata Air
Ruang Lingkup Skala Jenis Kegiatan
1. Pencegahan banjir Regional, Mempertahankan tutupan lahan di wilayah
sub- hulu Daerah Aliran Sungai dan dataran tinggi
regional
1a. Mitigasi limpasan air hujan Tapak Restorasi dan rehabilitasi lahan;
Menanam rumput strip di lereng dan area
rawan longsor
1b. Meningkatkan infiltrasi lahan Tapak Restorasi dan rehabilitasi lahan;
Membuat biopori
Tabel 4.3 Ruang Lingkup dan Kegiatan Jasa Lingkungan Perlindungan Keanekaragaman hayati
Ruang Lingkup Jasa Lingkungan Skala Jenis Kegiatan
1. Perlindungan flora dan fauna Regional, Patroli masyarakat untuk mencegah perusakan
sub- habitat, perburuan, serta penyelundupan satwa
regional dan tanaman terancam
dan plot
2. Penyediaan dan perlindungan Regional, Restorasi dan rehabilitasi habitat tanaman dan
habitat sub- satwa terancam;
regional
2a. Penyediaan habitat Tapak Restorasi dan rehabilitasi guna lahan sebagai
habitat dan koridor ekologi bagi satwa dan
tanaman langka
2b. Perlindungan habitat Tapak Perlindungan guna lahan habitat satwa dan
tanaman;
Mempertahankan koridor ekologi di kawasan
konservasi dan lahan pertanian sebagai bagian
dari lanskap keanekaragaman hayati
Tabel 4.4 Ruang Lingkup dan Kegiatan Jasa Lingkungan Penyerapan dan Penyimpanan Karbon
Ruang Lingkup Jasa Lingkungan Skala Jenis Kegiatan
1. Penyerapan Karbon Regional, Restorasi dan rehabilitasi lahan terdegradasi
sub- dengan guna lahan atau tutupan lahan yang
regional memiliki tingkat serapan karbon tinggi (mis. hutan
dan primer, hutan bakau, pertanian berbasis pohon)
tapak
63
Final draft
2. Penyimpanan cadangan karbon Regional, Konservasi guna lahan dan tutupan lahan yang
sub- memiliki cadangan karbon tinggi
regional
dan
tapak
Tabel 4.5 Ruang Lingkup dan Kegiatan Jasa Lingkungan Pelestarian Alam dan Pariwisata
Ruang Lingkup Jasa Lingkungan Skala Jenis Kegiatan
Konservasi nilai estetika, budaya, Regional, Mempertahankan dan mengelola fungsi
religi, pendidikan, pengetahuan, sub- ekosistem yang menyediakan keindahan alam
serta rekreasi yang dimiliki suatu regional dan nilai budaya;
kawasan dan Menghubungkan kegiatan pengelolaan dan
tapak konservasi kawasan ekowisata dengan
kegiatan yang dikelola masyarakat lokal
secara cermat tanpa mengubah fungsi ekologi
dan sosial dari kawasan;
Penyedia jasa lingkungan melaksanakan kegiatan pengelolaan sumber daya alam yang
berkontribusi terhadap penyediaan jasa lingkungan, sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian
kerjasama jasa lingkungan. Penyedia Jasa Lingkungan akan menerima kompensasi atau imbalan
berdasarkan kinerja dalam pengelolaan sumber daya alam terkait dengan penyediaan jasa
lingkungan.
Keanggotaan lembaga perantara sebaiknya terdiri dari perwakilan semua pihak yang
berkepentingan dalam penyediaan jasa lingkungan, baik dari lembaga pemerintah maupun non-
pemerintah yang memiliki kepentingan dan kepedulian terhadap Jasa Lingkungan. Hal ini guna
memastikan keterwakilan aspirasi, keadilan, dan transparansi program Pembayaran Jasa
Lingkungan.
Perwakilan lembaga pemerintah pusat dan daerah yang dapat dilibatkan dalam keanggotaan
Lembaga Perantara Jasa Lingkungan antara lain: Badan Perencanaan Pembangunan daerah; Dinas
Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Badan Pemerintahan Desa; Taman Nasional; Kesatuan
Pengelolaan Hutan; Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai; Badan Koordinasi Sumber Daya Air;
dan lain-sebagainya, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kelembagaan pemerintah di lokasi
penyedia jasa lingkungan. Keanggotaan Lembaga Perantara juga dapat melibatkan Dinas Pertanian,
Dinas Perkebunan, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat, sesuai dengan sector kegiatan yang
dilaksanakan di dalam mekanisme PJL.
Perwakilan dari institusi non-pemerintah yang dapat terlibat sebagai anggota Lembaga Perantara
Jasa Lingkungan antara lain: Lembaga Swadaya Masyarakat dan Donor; Praktisi konservasi; Pihak
Swasta pemanfaat jasa lingkungan; Universitas dan Lembaga Penelitian; Kelompok Masyarakat di
lokasi penyedia jasa lingkungan; serta pihak lain yang terkait dengan penyediaan jasa lingkungan.
Tugas dan fungsi yang dapat diemban Lembaga Perantara Jasa Lingkungan antara lain:
1. Memfasilitasi kerjasama dan sinergi multi-pihak, terutama antara pihak penyedia dan
pemanfaat jasa lingkungan;
2. Memfasilitasi peningkatan kapasitas pemangku kepentingan, baik bagi penyedia,
pemanfaat maupun pihak lain yang terkait, yang dibutuhkan untuk pelaksanaan
program PJL;
3. Memfasilitasi penetapan nilai kompensasi/imbalan dalam program PJL;
4. Memfasilitasi penyelesaian konflik di dalam program PJL;
5. Memberikan masukan dan laporan bagi pemerintah dan para pihak terhadap progress
pelaksanaan PJL;
6. Mengkomunikasikan pentingnya menjaga ketersediaan jasa lingkungan kepada pihak
luar dan melibatkan semua pihak yang memiliki potensi sebagai penyedia maupun
pemanfaat jasa lingkungan di dalam program PJL;
65
Final draft
Dalam pelaksanaan tugasnya, Lembaga Perantara Jasa Lingkungan sebaiknya didukung oleh
kesekretariatan khusus yang berfungsi untuk mengawal dan memastikan keberlangsungan tugas
Lembaga Perantara (Lihat Kotak 3.1).
Lembaga perantara idealnya memiliki landasan hukum dari pemerintah daerah penyedia jasa
lingkungan, antara lain melalui keputusan bupati atau keputusan gubernur maupun peraturan
daerah, sebagai dasar pelaksanaan kegiatan mereka. Operasional kegiatan Lembaga Perantara Jasa
Lingkungan beserta sekretariatnya juga dapat didukung oleh pemerintah selama tidak
mengganggu independensi dalam menjalankan tugasnya.
Lembaga perantara idealnya memiliki landasan hukum dari pemerintah, antara lain melalui
keputusan bupati atau keputusan gubernur maupun peraturan daerah ataupun dasar hukum
lainnya yang sah dan mengikat, sebagai dasar pelaksanaan kegiatan mereka. Operasional kegiatan
Lembaga Perantara Jasa Lingkungan beserta sekretariatnya juga dapat didukung oleh pemerintah
selama tidak mengganggu independensi dalam menjalankan tugasnya.
Lembaga koordinasi yang diperlukan dalam rangka pembangunan daerah, seperti Forum
Komunikasi, Forum Daerah Aliran Sungai, ataupun Kelompok Kerja.
Organisasi Kemasyarakatan, Perkumpulan, atau Yayasan dengan implementasi kegiatan
mengacu pada Undang-Undang 16/2001 dan Undang-Undang 28/2004 tentang Yayasan dan
Undang-Undang 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
2. Imbalan non-finansial
66
Final draft
Pembayaran/imbal jasa non-finansial antara lain berupa sumber daya pembangunan yang
bersifat fisik dan dapat dinilai langsung dengan uang, seperti pembangunan sarana dan prasarana
publik, pemberian bibit, alat produksi, ternak, dan sebagainya.
Beberapa tipe imbal jasa lingkungan tidak selalu dapat dinilai dengan uang. Imbalan non-finansial
dapat berupa pemberian akses kepada sumber daya pembangunan yang bersifat non-fisik,
seperti kegiatan peningkatan kapasitas, pendampingan, pemberian program pembangunan, serta
membuka akses pasar bagi penyedia jasa lingkungan. Prinsip pengelolaan bersama atau ko-
manajemen juga dapat diterapkan melalui pemberian imbalan non-finansial untuk mendukung
penyediaan jasa lingkungan (Kotak 4.1).
Pembayaran atau imbal jasa lingkungan non-finansial tidak harus diberikan oleh Pemanfaat
langsung dari jasa lingkungan, namun juga dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang peduli dan
mau berkontribusi (ko-investasi) terhadap penyediaan jasa lingkungan. Pemerintah daerah
provinsi, kabupaten, kota maupun desa dapat mengalokasikan program maupun kegiatan
melalui dana publik yang dikelola, untuk mendorong dan memberikan insentif bagi masyarakat
terlibat dalam penyediaan jasa lingkungan.
Beberapa contoh kegiatan ko-investasi dan pengelolaan jasa lingkungan bersama yang ada di
Indonesia adalah sebagai berikut:
Pada akhir pelaksanaan di fase awal program, kelompok masyarakat yang telah
melaksanakan kegiatan sesuai dengan kontrak belum berhasil memenuhi target
pengurangan sedimentasi di sungai yang disyaratkan melalui Perjanjian Kerjasama. Namun
PLN tetap memberikan imbalan bagi masyarakat berupa PLTA Mikrohidro bagi penduduk
desa tersebut, karena mereka telah melaksanakan semua kegiatan yang diperlukan untuk
mengurangi sedimentasi.
Kegiatan monitoring jasa lingkungan membuat kelompok tani dan desa penerima PJL
menjadi lebih sering berinteraksi dengan perwakilan pemerintah, terutama dari Dinas
Pertanian, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Kehutanan. Intensitas interaksi dan apresiasi
keterlibatan masyarakat penyedia jasa lingkungan membuat anggota kelompok penyedia
jasa lingkungan sering mendapat prioritas dalam pemberian program maupun bantuan oleh
67
Final draft
dinas tersebut. Hal ini membuat lebih banyak kelompok masyarakat tertarik untuk
bergabung dalam program PJL.
Pada tahun 2017, Pemerintah Kabupaten Buol dan pemerintah desa mereplikasi kegiatan
pendampingan pembibitan pohon, pembuatan pupuk organic, serta monitoring dan evaluasi
Daerah Aliran Sungai dan kawasan restorasi yang dilakukan ICRAF bersama masyarakat
dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun Dana Desa.
Apabila pembayaran/imbal jasa lingkungan diberikan dalam bentuk uang, perhitungan nilai
pembayaran dapat dilakukan dengan mempertimbangkan biaya-biaya berikut:
Biaya peluang (opportunity cost) bagi pihak penyedia jasa lingkungan apabila mereka harus
mempertahankan atau merubah guna lahan mereka. Apabila peluang penerimaan yang
diperoleh penyedia dari mengganti suatu guna lahan yang menyediakan jasa lingkungan
lebih besar daripada penerimaan saat mempertahankan guna lahan, maka insentif atau
kompensasi idealnya ditetapkan minimal sebesar selisih antara biaya peluang dengan
penerimaan dari guna lahan yang dipertahankan;
Biaya pelaksanaan kegiatan konservasi, misalnya biaya membangun perangkap sedimen,
biaya pengadaaan bibit, biaya penanaman, biaya perawatan, biaya patroli, dan lain
sebagainya;
Biaya untuk melakukan kegiatan pendukung dalam pelaksanaan kontrak jasa lingkungan,
misalnya biaya untuk kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat serta biaya pelatihan
bagi masyarakat untuk menanam atau membuat perangkap sedimentasi;
Biaya operasional pelaksanaan Program PJL, antara lain digunakan untuk membiayai
pertemuan antara penyedia dan pemanfaat, kunjungan lapangan, estimasi kuantitas dan
kualitas jasa lingkungan, biaya monitoring, verifikasi, dan evaluasi, dan biaya lain yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan program PJL.
Sebagai upaya mendapatkan nilai pembanding, pihak Pemanfaat jasa lingkungan maupun Lembaga
Perantara dapat menghitung biaya manfaat dari ketersediaan jasa lingkungan. Sebagai ilustrasi,
suatu perusahaan pengguna air di wilayah hilir dapat menghitung biaya operasional penjernihan
air yang dapat dihemat apabila mereka membayar kompensasi bagi masyarakat untuk mengurangi
sedimentasi dari bagian hulu sungai. Namun, pada akhirnya ketersediaan sumber daya untuk
membayar kompensasi/imbal jasa akan mempengaruhi rancangan program termasuk nilai riil
kompensasi/imbal jasa yang akan diberikan oleh pemanfaat.
Rincian metode penilaian jasa lingkungan untuk penetapan nilai kompensasi/imbal jasa lingkungan
dapat dilihat lebih lanjut pada Bab 1 dan Kotak 4.2 pada panduan ini.
68
Final draft
Beberapa contoh indikator kinerja sebagai acuan pemberian kompensasi/imbal jasa lingkungan
antara lain:
Jumlah dan jenis pohon yang ditanam dan dipertahankan per hektar lahan KIJL;
Jumlah peningkatan debit air di sungai;
Jumlah penurunan sedimentasi air di sungai;
Jumlah ketersediaan keanekaragamanhayati;
Jumlah serapan dan cadangan karbon;
dan lain sebagainya.
Selain menggunakan metode penilaian jasa lingkungan, nilai kompensasi/imbal jasa lingkungan
dapat ditetapkan dengan menggunakan metode lelang konservasi. Metode Lelang Konservasi
telah diterapkan di beberapa lokasi Pembayaran Jasa Lingkungan di Indonesia yang difasilitasi
oleh lembaga penelitian agroforestry The World Agroforestry Centre (ICRAF). Beberapa wilayah
program Pembayaran Jasa Lingkungan yang sudah menerapkan metode ini antara lain di Sumber
Jaya – Lampung, Cidanau – Banten, dan Rejoso – Jawa Timur.
Metode Lelang Konservasi menggunakan prinsip lelang terbalik dimana Pemilik lahan calon
Penyedia Jasa Lingkungan menjadi penawar di dalam lelang, dan mengajukan harga sebagai
imbal jasa untuk melakukan kegiatan konservasi jasa lingkungan di lahan mereka. Pemilik lahan
yang mengajukan penawaran terendah untuk melakukan kegiatan konservasi akan menjadi
pemenang untuk mendapatkan kontrak jasa lingkungan.
Sebelum mengikuti lelang dan mengajukan penawaran, calon penyedia jasa lingkungan diminta
menghitung penawaran kontrak jasa lingkungan yang diajukan meliputi biaya operasional
kegiatan, biaya transaksi, serta keuntungan yang diharapkan dari partisipasi mereka di
Pembayaran atau Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan. Jumlah pemenang lelang konservasi
ditentukan berdasarkan ketersediaan dana kompensasi/imbal jasa lingkungan dari Pemanfaat
Jasa Lingkungan.
Setiap pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Pembayaran Jasa Lingkungan harus aktif memastikan
pembayaran atau imbal jasa lingkungan yang diberikan digunakan untuk mendukung pemulihan dan
69
Final draft
peningkatan jasa lingkungan di lokasi penyediaan, guna menjamin keefektifan dari pelaksanaan
mekanisme PJL.
Apabila imbal jasa lingkungan yang diterima berbentuk uang, dana yang diterma semaksimal
mungkin harus dialokasikan secara langsung untuk kegiatan pemulihan dan peningkatan
ketersediaan jasa lingkungan, antara lain melalui kegiatan:
Restorasi, rehabilitasi, dan konservasi lingkungan hidup;
Perlindungan dan pengayaan keanekaragaman hayati;
Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pelestarian fungsi lingkungan untuk mendukung
penyediaan jasa lingkungan;
Pengembangan energi terbarukan.
Selain kegiatan diatas, dana kompensasi/imbal jasa lingkungan dapat pula digunakan untuk kegiatan
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok masyarakat yang berkontribusi dalam
penyediaan jasa lingkungan. Kegiatan tersebut antara lain berupa kegiatan peningkatan kapasitas
parapihak untuk mendukung konservasi dan ekonomi, pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta
pembangunan infrastruktur secara berkelanjutan di wilayah penyedia jasa lingkungan.
Dalam menentukan alokasi pemanfaatan pembayaran atau imbal jasa lingkungan, Pihak Pemanfaat
maupun Lembaga Perantara Jasa Lingkungan sebaiknya berkonsultasi dengan Pihak Penyedia untuk
mengembangkan rencana pemanfaatan kompensasi yang dapat meningkatkan kesejahteraan pihak
Penyedia serta keberlanjutan penyediaan jasa lingkungan. Hal ini untuk mengetahui kebutuhan
Pihak Penyedia, mendorong prinsip keadilan dan transparansi, serta mengeliminir resiko yang dapat
mengganggu penyediaan jasa lingkungan. Alokasi pemanfaatan dana jasa lingkungan perlu
ditegaskan secara jelas di dalam Perjanjian Kerjasama Jasa Lingkungan.
Tabel 4.6 Sumber dana dan Alokasi Pemanfaatan dana Pembayaran dan Imbal Jasa Lingkungan
No Pihak yang terlibat Sumber dana/anggaran Alokasi pemanfaatan
1 Pelaku usaha Anggaran CSR; Konservasi jasa lingkungan
Anggaran operasional usaha; Pemberdayaan masyarakat
Retribusi dari pelanggan Infrastruktur berkelanjutan
usaha. Biaya transaksi dan
operasional PJL, termasuk
2 Lembaga konservasi dan Donasi dan hibah dari donor monitoring dan evaluasi
kelompok masyarakat individu maupun lembaga;
Sumber dana lainnya yang
diperoleh dan dikelola secara
legal dan sah.
70
Final draft
Kegiatan monitoring dan evaluasi jasa lingkungan merupakan bagian dari pendataan dan
pengawasan lingkungan yang harus dilakukan secara berkala. Untuk itu, sedapat mungkin kegiatan
monitoring dan evaluasi jasa lingkungan diselaraskan dengan kegiatan pemerintah dengan
menggunakan anggaran pemerintah di daerah penyediaan. Dengan demikian, dana pembayaran jasa
lingkungan yang diperoleh dari Pemanfaat Jasa Lingkungan dapat dioptimalkan untuk kegiatan
konservasi jasa lingkungan maupun pemberdayaan masyarakat di daerah penyediaan jasa
lingkungan.
b. Tujuan
Bagian ini memaparkan tujuan dari pelaksanaan skema Pembayaran Jasa Lingkungan.
c. Jumlah
Bagian ini memaparkan mengenai Ruang Lingkup Jasa Lingkungan serta Bentuk dan Nilai
pembayaran atau imbal jasa lingkungan yang diberikan. Ruang lingkup jasa lingkungan
meliputi jenis jasa lingkungan yang akan dipulihkan dan/atau ditingkatkan. Skala penyediaan
menjelaskan mengenai skala dimana kegiatan konservasi/rehabilitasi jasa lingkungan
dilaksanakan.
Bentuk dan nilai kompensasi jasa lingkungan meliputi bentuk kompensasi/imbal jasa
lingkungan serta besaran nilai kompensasi/imbal jasa lingkungan.
d. Sumber pendanaan
Bagian ini memuat mengenai sumber pendanaan dari pembayaran jasa lingkungan yang
diberikan Pemanfaat. Bagian ini opsional pada skema Pembayaran Jasa Lingkungan,
bergantung pada kebijakan pendanaan dari Pemanfaat Jasa Lingkungan.
71
Final draft
e. Persyaratan
Bagian ini memuat rincian target indikator kinerja yang harus dilaksanakan sebagai bagian dari
kegiatan penyediaan jasa lingkungan.
Target dapat berupa rincian kegiatan yang harus dilaksanakan ataupun indikator kinerja yang
harus dicapai oleh pihak penyedia jasa lingkungan pada kurun waktu tertentu yang disepakati.
Selain delapan poin diatas, Kontrak atau Perjanjian Kerjasama Jasa Lingkungan juga sebaiknya
memuat rincian alokasi pemanfaatan dana jasa lingkungan, untuk memastikan keefektifan dan
keberlanjutan dari skema KIJL maupun manfaat dari kompensasi/imbal jasa lingkungan.
72
Final draft
Gambaran mengenai mekanisme pembayaran jasa lingkungan untuk setiap jenis jasa lingkungan
dijabarkan pada sub-bab berikut.
Rincian kegiatan yang dapat dilakukan pada tiap skema di Gambar 4.3 mengacu pada Tabel 4.2 di
Sub-bab 4.5.
Pada Gambar 4.3, Pembayaran Jasa Lingkungan Perlindungan Tata Air umumnya dilakukan di skala
Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan melibatkan pihak-pihak berikut:
• Penyedia (Hulu DAS)
Penyediaan jasa lingkungan dilakukan di daerah hulu lanskap DAS atau wilayah dataran
tinggi dimana kepemilikian dan kewenangan pengelolaannya dimiliki oleh lembaga non-
pemerintah, seperti kelompok masyarakat maupun perseorangan.
73
Final draft
Latar belakang: Permasalahan air yang dihadapi pengguna air di hilir DAS Cidanau seperti
sedimentasi, degradasi lahan dan penurunan kualitas dan kuantitas air akibat deforestasi dan
konversi lahan pertanian di hulu.
Tingkat kemiskinan dan rendahnya kesadaran lingkungan masyarakat petani di hulu merupakan
pemicu deforestasi. Program Jasa Lingkungan di DAS Cidanau bertujuan untuk memberikan
insentif bagi masyarakat petani agar mampu mengelola lahan pertanian dan meningkatkan
penghidupan secara berkelanjutan.
Skala penyediaan jasa lingkungan: Daerah Aliran Sungai Cidanau, Provinsi Banten dengan
wilayah hulu yang berada di Kabupaten Serang dan Pandeglang, dan wilayah hilir berada di Kota
Cilegon.
Jenis Jasa Lingkungan: Perlindungan tata air, meliputi pasokan dan kualitas air bersih.
Penyedia: Kelompok tani yang ada di desa-desa di hulu Daerah Aliran Sungai Cidanau.
Pemanfaat: Perusahaan Air Krakatau Tirta Industri dan beberapa perusahaan pengguna air
lainnya di Kota Cilegon (daerah hilir Das Cidanau).
Lembaga Perantara: Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC), yang antara lain terdiri dari LSM
Rekonvasi Bhumi, Bappeda Prov.Banten, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Prov.Banten;
Dinas Pertanian Kab.Serang; Dinas Lingkungan Hidup Kab.Serang; Dinas Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Kab.Pandeglang; Krakatau Tirta Industri; BPDAS Citarum – Ciliwung. Sekretariat harian
dijalankan oleh LSM Rekonvasi Bhumi.
Kegiatan dan Indikator kinerja: Kelompok tani mengalokasikan 25 hektar lahan milik anggotanya
untuk mengikuti program Jasa Lingkungan DAS Cidanau selama periode 5 tahun, untuk:
1. Mempertahankan tegakan pohon tertentu sebanyak 500 batang/hektar di lahan pertanian
2. Melakukan kegiatan konservasi tanah dan air sesuai dengan kebutuhan konservasi di
lahan pertanian.
Setelah periode kontrak habis, partisipasi kelompok dapat diperpanjang berdasarkan kinerja dan
ketersediaan dana kompensasi/imbal jasa dari Pemanfaat Jasa Lingkungan.
74
Final draft
Lembaga monitoring dan evaluasi: Kegiatan monitoring evaluasi dan penyaluran dana
kompensasi dilakukan oleh FKDC setiap dua kali setahun dalam periode kontrak. Perwakilan
anggota FKDC terlibat dalam verifikasi lapangan.
Dasar hukum:
- Keputusan Gubernur Banten No. 124.3/2002 tentang Pembentukan Forum Komunikasi DAS
Cidanau
- Keputusan Gubernur Banten No.614/ 2006 tentang perubahan struktur inti organisasi FKDC
- Keputusan Kepala Bapedalprov Banten No.38/2006 tentang visi, misi, struktur organisasi,
jobdesk dan mekanisme kerja FKDC
- Keputusan Kepala Bapedalprov Banten No.01/ 2007 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan
Jasa Lingkungan di DAS Cidanau
Kendala yang dihadapi: Kesadaran Pemanfaat Jasa Lingkungan mengenai perbedaan antara
pungutan air dengan dana pembayaran jasa lingkungan.
75
Final draft
Gambar 4.4 memberikan ilustrasi Imbal Jasa Lingkungan Perlindungan Keanekaragaman Hayati yang
dilakukan antara lembaga donor sebagai Pemanfaat Jasa Lingkungan dengan kelompok masyarakat
atau perseorangan yang menjadi pihak Penyedia Jasa Lingkungan.
Rincian kegiatan yang dapat dilakukan pada tiap skema di Gambar 4.4 mengacu pada Tabel 4.3.
• Pemanfaat
Pihak Pemanfaat Jasa Lingkungan Keanekaragaman Hayati merupakan lembaga donor
maupun lembaga konservasi terkait konservasi Jasa Lingkungan Keanekaragaman Hayati.
76
Final draft
Gambar 4.5 Ilustrasi Pembayaran Jasa Lingkungan Penyerapan dan Penyimpanan Karbon
Program REDD sebagai bentuk Pembayaran Jasa Lingkungan karbon belum berjalan sepenuhnya
mebuat mekanisme Imbal Jasa Lingkungan Karbon berjalan melalui skema karbon sukarela
(Voluntary carbon mechanism). Pada mekanisme ini, perantara kredit karbon dapat memberikan
kompensasi kepada masyarakat yang berkontribusi dalam penyerapan maupun penyimpanan
karbon melalui pengelolaan lahan yang dimilikinya (Gambar 4.5).
Rincian kegiatan yang dapat dilakukan pada Gambar 4.5 mengacu pada Tabel 4.4.
Parapihak yang terlibat dalam Pembayaran Jasa Lingkungan penyerapan dan penyimpanan karbon
antara lain:
• Penyedia
Penyedia Jasa Lingkungan merupakan masyarakat yang melakukan kegiatan konservasi dan
pengelolaan sumber daya untuk menjaga dan meningkatkan Jasa Lingkungan Penyerapan
dan Penyimpanan Karbon di lahan yang dimiliki.
• Pemanfaat
Pihak Pemanfaat Jasa Lingkungan merupakan lembaga yang memerlukan kredit karbon, baik
pelaku usaha maupun perantara kredit karbon (carbon broker).
77
Final draft
- Perwakilan pemerintah pusat, provinsi, kabupaten maupun kota dan desa yang
memiliki tupoksi terkait penyediaan jasa lingkungan karbon di wilayah penyediaan
jasa lingkungan;
- Perwakilan pihak Penyedia dan Pemanfaat Jasa Lingkungan;
- Lembaga non-pemerintah terkait jasa lingkungan karbon, termasuk lembaga
penelitian, universitas, LSM maupun donor.
Rincian kegiatan yang dapat dilakukan pada tiap skema di Gambar 4.6 mengacu pada Tabel 4.5 (Sub-
bab 4.5).
Gambar 4.6 Ilustrasi Pembayaran Jasa Lingkungan Pelestarian Alam dan Pariwisata
Dari pembayaran jasa lingkungan yang diterima melalui kegiatan ekowisata, lembaga multi-pihak
dan/atau lembaga pengelola kawasan ekowisata dapat memberdayakan masyarakat lokal dalam
kegiatan konservasi dan pariwisata serta pemberdayaan ekonomi masyarakat secara berkelanjutan.
Beberapa pihak yang terlibat dalam skema Pembayaran Jasa Lingkungan Ekowisata antara lain:
• Penyedia
Penyedia Jasa Lingkungan merupakan masyarakat lokal pengelola lahan di kawsan
ekowisata.
• Pemanfaat
Pihak Pemanfaat Jasa Lingkungan ekowisata antara lain:
78
Final draft
79
Final draft
Monitoring merupakan suatu proses pengumpulan data dan fakta melalui pengamatan, pengukuran
atau inventarisasi secara sistimatis dan berkala terhadap suatu indikator dengan tujuan untuk
memperoleh informasi mengenai jalannya suatu program serta perubahan yang disebabkan oleh
program tersebut. Evaluasi merupakan suatu penilaian secara sistematis terhadap tingkat
keberhasilan atau pencapaian suatu program berdasarkan analisis data hasil monitoring (UNDP,
2009; RLPS, 2009). Tabel 5.1 berikut menunjukan perbedaan antara monitoring dan evaluasi.
Tabel 5.1 Perbedaan antara monitoring dan evaluasi
Ruang lingkup Monitoring Evaluasi
Waktu pelaksanaan Secara berkala selama pelaksanaan Setelah tahap monitoring
program/kegiatan
Tujuan Pengumpulan informasi/data mengenai Menilai tingkat keberhasilan suatu
kondisi suatu program/kegiatan program/kegiatan
Mencari pembelajaran dari suatu
program/kegiatan
Pelaksana Dilakukan oleh orang/badan yang Dilakukan oleh orang/badan yang telah
terlibat dalam program/kegiatan miliki serfifikasi
input Data pelaksanaan suatu Hasil monitoring
program/kegiatan
Output Rangkuman pelaksanaan suatu Tingkat keberhasil suatu
program/kegiatan program/kegiatan
Rekomendasi untuk program/kegiatan
selanjutnya
Sumber: Gunawan et al. (2015), dengan beberapa modifikasi
Monitoring dan evaluasi dalam Instrumen Ekonomi Jasa Lingkungan (Monev IEJL) merupakan
serangkaian aktivitas yang terdiri dari pengumpulan data/fakta secara berkala dan sistematis
terhadap kondisi suatu jasa lingkungan untuk menilai tingkat keberhasilan suatu program konservasi
jasa lingkungan. Tujuan monev dalam IEJL antara lain:
Memastikan/menjaga pelaksanaan kegiatan pengelolaan jasa lingkungan sejalan dengan
perencanaan yang telah dibuat yaitu jasa lingkungan yang berkelanjutan
Meningkatkan ketertiban dan kepatuhan terhadap peryaratan hukum/peraturan/kontrak
yang telah disepakati
Mengidentifikasi adanya perubahan terhadap suatu jasa lingkungan sebagai dampak dari
suatu program
Sebagai pedoman dalam melakukan pembayaran jasa lingkungan
Memberikan rekomendasi/masukan terhadap kegiatan/program pengelolaan jasa
lingkungan selanjutnya
80
Final draft
Monev kegiatan konservasi jasa lingkungan dilakukan terhadap pelaksanaan kegiatan yang
bertujuan untuk mempertahankan, memperbaiki dan/atau meningkatkan jasa lingkungan yang
terkait, seperti melalui monitoring kegiatan restorasi, mempertahankan tegakan pohon, atau
rehabilitasi sumber daya. Pada monev kegiatan, monitoring dan evaluasi difokuskan pada aspek
terlaksananya kegiatan.
Monev perubahan kondisi jasa lingkungan dilakukan terhadap perubahan karakteristik suatu jasa
lingkungan sebagai akibat dari suatu kegiatan/program konservasi. Kegiatan monev ini difokuskan
pada indikator karakteristik jasa lingkungan, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.
Setiap daerah memiliki jenis jasa lingkungan dan kondisi yang berbeda, sehingga tidak ada bentuk
monev IEJL yang pasti.
Secara umum terdapat empat prinsip yang harus terpenuhi dalam menyusun monev IEJL, yaitu:
1. Disesuaikan dengan program/kegiatan yang dilakukan dan jenis jasa lingkungan yang
diharapkan
Sesuai dengan tujuan utama dilakukannya monev IEJL, yaitu untuk memastikan kelestarian
suatu jasa lingkungan, hasil monev diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
keberlanjutan suatu jasa lingkungan. Oleh karena itu harus ada kesesuaian antara
program/kegiatan dengan sistem monev yang dibangun.
2. Mengikuti metodologi yang disepakati semuapihak serta sesuai dengan kajian ilmiah dalam
pengumpulan dan analisis data/fakta.
Untuk meningkatkan kredibilitas hasil monev maka pengumpulan dan analisis data sebaiknya
menggunakan metode yang teruji secara ilmiah. Kepatuhan terhadap metode yang disepakati
bertujuan untuk memudahkan pengelolaan data dalam jumlah besar, mengurangi bias dan
menjaga efisiensi kinerja monev. Seandainya dalam pelaksanaan monev IEJL terdapat
perubahan metode hendaknya perubahan tersebut telah melalui persetujuan dari semua pihak
yang terlibat serta tercatat waktu dan alasan perubahannya. Hal ini dapat menjadi salah satu
bahan evaluasi untuk kegiatan PJL selanjutnya
3. Berpedoman pada data/kondisi awal (baseline study) sebagai tolak ukur perubahan
ketersediaan maupun kualitas jasa lingkungan
Agar perubahan kondisi suatu jasa lingkungan akibat penerapan program jasa lingkungan dapat
terpantau, maka perlu diketahui kondisi awal (baseline) jasa lingkungan tersebut sebelum
program diterapkan. Kondisi awal ini akan menjadi tolak ukur penilaian tingkat keberhasilan
dari pelaksanaan program Pembayaran Jasa Lingkungan.
4. Melibatkan berbagai pihak yang terkait seperti pemanfaat, penyedia dan lembaga perantara.
Pelaksanaan monev sebaiknya dilakukan parapihak secara bersama-sama untuk meningkatkan
transparansi antara lembaga monitoring dengan pihak Penyedia, Pemanfaat dan Lembaga
Perantara Jasa Lingkungan. Lembaga Monitoring Jasa Lingkungan dapat berupa lembaga
independen atau unit dari Lembaga Perantara Jasa Lingkungan.
81
Final draft
5.2 Penyusunan kegiatan monitoring dan evaluasi Instrumen Ekonomi Jasa Lingkungan
Bersamaan dengan penyusunan perencanaan pengelolaan jasa lingkungan maka skema monev juga
perlu disusun pada awal kegiatan. Skema monev ini menjadi panduan dalan melakukan kegiatan
monev selanjutnya. Proses penyusunan skema monev perlu mengidentifikasi:
Secara umum pelaksana monitoring dan evaluasi (monev) perlu memiliki kepasitas sebagai berikut:
Berdasarkan skala spasialnya, pelaksana kegiatan monitoring dan evaluasi pada skala yang besar
seperti DAS atau bentang lahan dengan berbagi tipe penggunaan lahan dilakukan oleh para ahli yang
memahami metode monitoring dan evaluasi. Beberapa metode monitoring dan evaluasi skala
lanskap yang dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan metode pengukuran kuantitas dan
kualitas jasa lingkungan yang dapat diekstrapolasi menggunakan metode analisa spasial maupun
remote sensing.
Pada skala yang lebih kecil masyarakat sebaiknya didorong untuk ikut terlibat dalam kegiatan
monitoring dan evaluasi. Selain untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai jasa
lingkungan, hal ini sebagai tambahan sumber daya manusia karena terdapat banyak lokasi yang
perlu dimonitor dan memerlukan periode pengambilan data yang lebih sering.
82
Final draft
5. Berbasis waktu (Time-based) – dapat menunjukan adanya perubahan dalam suatu periode
tertentu (sensitive terhadap waktu) termasuk perbedaan musim.
Pengukuran lapangan diperlukan untuk indikator-indikator yang dapat dan mudah diukur, antara
lain: tinggi muka air; tingkat sedimentasi; jumlah pohon; diameter pohon; populasi flora dan fauna;
jumlah rorak; dan lain sebagainya.
Diskusi kelompok atau wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi yang bersifat umum,
seperti: frekuensi kejadian banjir dalam 1 tahun; luasan area yang terkena kekeringan untuk
mengetahui intensitas kejadian kekeringan; kerugian kejadian longsor untuk mengetahui intensitas
kejadian longsor; dan lain-lain.
Setelah data dari monitoring terkumpul, selanjutnya perlu dilakukan analisis data untuk menilai
tingkat keberhasilan suatu program/kegiatan melalui proses evaluasi. Proses evaluasi juga dapat
menghasilkan masukan/rekomendasi untuk meningkatkan keluaran dari pelaksanaan kegiatan
selanjutnya.
Rutin (harian, mingguan, bulanan, triwulan atau setiap 6 bulan), seperti tinggi muka air,
populasi flowa dan fauna, jumlah pohon, diameter pohon, dll.
Per kejadian (setiap ada kejadian), seperti kejadian banjir, kejadian kekeringan, kejadian
longsor
g. Metode pelaporan
Format pelaporan monitoring dan evaluasi sebaiknya dilakukan secara:
konservasi maupun kondisi jasa lingkungan sebelum program/kegiatan berlangsung. Nilai atau
kondisi awal ini sangat penting karena menjadi dasar dalam menentukan tingkat keberhasilan suatu
program/kegiatan.
1. Kegiatan monitoring dilakukan beberapa kali dalam suatu periode kegiatan/program dan
evaluasi hanya dilakukan satu kali pada akhir kegiatan (Gambar 5.1)
2. Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan beberapa kali dalam suatu periode
kegiatan/program. (Gambar 5.2) – (berdasarkan nilai/target capaian pada masing-masing
termin di dalam perjanjian kerjasama)
Gambar 5.1 Tahapan pelaksanaan monev dengan beberapa periode monitoring dan satu evaluasi
Gambar 5.2 Tahapan pelaksanaan monev dengan beberapa periode monitoring dan evaluasi
Nilai Indikator setiap tahapan monev (Gambar 5.1) berfungsi sebagai tolak ukur kemajuan suatu
kegiatan atau program. Sebagai contoh indikator monev kegiatan konservasi tahap 1: penanaman
telah dilakukan di 25% area konservasi, tahap 2: penanaman telah dilakukan di 50% area konservasi,
dst. Nilai indikator monev perubahan jasa lingkungan tahap 1: berhasil menurunkan sedimentasi
sebanyak 5%, tahap 2: berhasil menurunkan sedimentasi sebanyak 10%. Jika setelah pelaksanaan
monev ternyata tidak mencapai kemajuan yang diharapkan maka perlu dilakukan kajian mengapa
target tidak tercapai dan apakah terdapat faktor dari dalam atau luar yang menjadi kendalanya.
5.4 Ilustrasi Monev Berdasarkan Ruang Lingkup Jasa Lingkungan dan Jenis Kegiatan
Berdasarkan ruang lingkup jasa lingkungan dan kegiatannya yang dijabarkan pada Bab 3 dan Bab 4,
indikator monitoring dan evaluasi beserta skala spasial dan temporal dapat dijabarkan seperti pada
Tabel 5.2 s/d Tabel 5.5.
84
Final draft
Namun demikian, kegiatan evaluasi disarankan dilakukan oleh lembaga perantara, pemerintah dan
tenaga ahli karena terkait proses analisis data yang memerlukan keahlian spesifik serta pengalaman
untuk meningkatkan akurasi dan reliabilitas hasil analisis.
85
Final draft
Tabel 5.2 Indikator monitoring dan evaluasi jasa lingkungan perlindungan tata air
N Jasa lingkungan Skala Jenis Kegiatan Kegiatan pendukung penyediaan jasa Perubahan kondisi jasa lingkungan
o spasial lingkungan
Indikator kegiatan Skala Indikator perubahan Skala temporal
temporal jasa lingkungan
1. Pencegahan banjir Lanskap Mempertahankan dan Perubahan tutupan lahan Rutin (1 Debit air Rutin (harian)
(DAS, memperbaiki tutupan lahan pada tingkat DAS tahun
Sub- di DAS Persentase pelaksanaan dan sekali)
DAS) Mengurangi limpasan tingkat keberhasilan kegiatan
permukan dan pengurangan limpasan dan Frekuensi kejadian Per kejadian
meningkatkan infiltrasi pada peningkatan infiltrasi pada banjir banjir
tingkat plot tingkat plot Intensitas kejadian
banjir
Mengurangi Sub- Menambah jumlah Jumlah pohon yang ditanam dan Rutin jumlah limpasan Per kejadian
limpasan air hujan DAS, pohon/tanaman berkayu berhasil tumbuh (setiap 3-6 permukaan hujan
dan meningkatkan Plot bulan sekali)
infiltrasi
Membuat biopori/rorak Jumlah biopori/rorak yang dibuat Rutin Tingkat infiltrasi Per kejadian
(setiap 3-6 hujan
bulan sekali)
2. Pencegahan Lanskap Mempertahankan dan Perubahan tutupan lahan Rutin (1 Debit air Rutin (harian)
kekeringan (DAS, memperbaiki tingkat pada tingkat lanskap DAS tahun
Sub- tutupan lahan pada tingkat Persentase pelaksanaan dan sekali)
DAS) DAS tingkat keberhasilan kegiatan
Mengurangi limpasan dan pencegahan kekeringan pada
permukaan dan tingkat plot
86
Final draft
a. Pengurangan Sub- Menambah jumlah Jumlah pohon yang ditanam dan Rutin Jumlah limpasan Per kejadian
limpasan DAS, pohon/tanaman berkayu berhasil tumbuh (setiap 3-6 permukaan
permukaan dan Plot bulan sekali)
peningkatan Membuat biopori/rorak Jumlah biopori/rorak yang dibuat Rutin Tingkat infiltrasi Per kejadian
infiltrasi saat musim (setiap 3-6
hujan sebagai bulan sekali)
cadangan air untuk
musim kemarau
b. Pemanfaatan Sub- Menerapkan metode-metode Jumlah rumah tangga, lahan Rutin Banyaknya air yang Rutin
sumber daya air DAS, pemanfaatan air secara bijak pertanian, perikanan, (6-12 tahun digunakan (6-12 tahun
secara efektif dan Plot seperti penggunaan kran peternakan dan industri yang sekali) sekali)
efisien menerapkan metode
pemanfaatan air secara bijak
c. Pengelolaan mata Plot Membuat peraturan dan Keberadaan peraturan Rutin (1 Debit mata air Rutin (saat
air pada melaksanakan kegiatan pengelolaan mata air tahun musim hujan
CAT perlindungan mata air; Tingkat kepatuan sekali) dan musim
Mempertahankan tutupan terhadaperaturan tersebut kemarau)
lahan di disekitar mata air Tutupan lahan disekitar mata
air
d. Pemulihan mata air Plot Restorasi dan rehabilitasi guna Jumlah pohon yang ditanam Rutin Debit mata air Rutin (saat
pada lahan pendukung sumber air dan berhasil tumbuh musim hujan
CAT Membuat biopori/rorak dan musim
kemarau)
87
Final draft
3. Pencegahan Lanskap Mempertahankan tutupan Perubahan tutupan lahan pada Rutin (1 Tingkat sedimentasi Rutin (saat
sedimentasi (DAS, lahan di wilayah hulu tingkat DAS tahun sekali musim hujan
Sub/DA Daerah Aliran Sungai dan Persentase pelaksanaan dan dan musim
S) dataran tinggi; tingkat keberhasilan kegiatan kemarau
Membuat perangkap pengurangan limpasan terutama saat
sedimen di sungai permukaan dan erosi di tingkat puncak musim
plot hujan)
a. Pengurangan Sub- Menambah jumlah Jumlah pohon yang ditanam dan Rutin jumlah limpasan Per kejadian
limpasan air hujan DAS, pohon/tanaman berkayu berhasil tumbuh (setiap 3-6 permukaan hujan
dan peningkatan Plot bulan sekali)
infiltrasi Membuat biopori/rorak Jumlah biopori/rorak yang dibuat Rutin Tingkat infiltrasi Per kejadian
(setiap 3-6 hujan
bulan sekali)
b. Pencegahan erosi Sub- Restorasi dan rehabilitasi Jumlah pohon yang ditanam dan Rutin Frekuensi kejadian Per kejadian
dan longsor DAS, guna lahan; berhasil hidup (setiap 3-6 longsor longsor
Plot Penanaman pohon yang bulan sekali) Intensitas kejadian
sesuai dilokasi-lokasi kritis longsor
Penerapan teknik konservasi Jumlah teras-teras yang Rutin Tingkat erosi Per kejadian
tanah sesuai dengan dibuat, jumlah rorak dan strip (setiap 3-6 hujan
kelerengannya seperti pebuatan rumput yang ditanam bulan sekali)
teras, penanaman strip rumput,
pembuatan rorak
4. Peningkatan kualitas Lanskap Membuat aturan untuk Keberadaan peraturan dan Rutin (1 Indikator kualitas air Rutin (6 bulan
air (DAS. mengurangi dan mencegah tingkat kepatuhan terhadap tahun sekali (lihat Lampiran) sekali)
Sub- penggunaan bahan kimia peraturan yang dibuat
DAS) dari kegiatan domestik, Persentase pelaksanaan dan
pertanian dan industry; keberhasilan kegiatan di
tingkat plot
a. Pencegahan Sub- Perlindungan sumber air; Banyaknya petani yang Rutin (6-12 Indikator kualitas air Rutin (6 bulan
pencemaran air DAS, menerapkan pertanian ramah bulan sekali (lihat Lampiran) sekali)
Plot lingkungan
88
Final draft
Penggunaan bahan-bahan
yang ramah lingkungan
untuk pertanian
b. Pencegahan Sub- Restorasi dan rehabilitasi Jumlah pohon yang ditanam dan Rutin Frekuensi kejadian Per kejadian
erosi dan DAS, guna lahan; berhasil hidup (setiap 3-6 longsor longsor
sedimentasi Plot Penanaman pohon yang bulan sekali) Intensitas kejadian
sesuai dilokasi-lokasi kritis longsor
Penerapan teknik konservasi Jumlah teras-teras yang dibuat, Rutin Tingkat erosi Per kejadian
tanah sesuai dengan tipe jumlah rorak dan strip rumput (setiap 3-6 hujan
lereng, melalui pembuatan yang ditanam bulan sekali)
teras, penanaman strip
rumput, pembuatan rorak
Tabel 5.3 Indikator monitoring dan evaluasi jasa lingkungan perlindungan keanekaragaman hayati
N Jasa Lingkungan Skala Jenis Kegiatan Indikator kegiatan konservasi Skala temporal Indikator perubahan Skala temporal
o kegiatan jasa lingkungan perubahan jasa
lingkungan
1 Perlindungan flora Lanskap Mencegah perusakan habitat, Tingkat perusakan habitat, Rutin (setiap 3- Jumlah dan jenis Rutin
dan fauna (bidang perburuan, serta perburuan dan penyelundupan 4 bulan sekali) flora dan fauna (harian/bulanan
pengguna penyelundupan satwa dan flora dan fauna tergantung jenis
an lahan) tanaman terancam satwa/tanaman)
a Perlindungan flora Plot Patroli masyarakat untuk Pelaksanaan patroli Rutin (harian) Jumlah dan jenis Rutin
dan fauna (patch mencegah perusakan habitat flora dan fauna pada (harian/bulanan
pengguna dan perburuan pada tingkat tingkat blok tergantung jenis
an lahan blok satwa/tanaman))
atau blok)
2 Penyediaan dan Lanskap Restorasi dan rehabilitasi Luas area yang direstorasi Rutin (setiap 3- Populasi Rutin
perlindungan habitat (bidang habitat tanaman dan satwa sebagai habitat satwa/tanaman 4 bulan sekali) satwa/tanaman (harian/bulanan
terancam; langka
89
Final draft
Tabel 5.4 Indikator monitoring dan evaluasi jasa lingkungan penyerapan dan penyimpanan karbon
N Ruang Lingkup Jasa Skala Jenis Kegiatan Indikator monev kegiatan Skala temporal Indikator perubahan Skala temporal
o Lingkungan konservasi kegiatan jasa lingkungan perubahan jasa
lingkungan
1 Penyerapan Karbon Lanskap Restorasi dan rehabilitasi Perubahan tipe guna atau Rutin (1 tahun Perubahan cadangan Rutin (1 tahun
lahan terdegradasi dengan tutupan lahan pada tingkat sekali) karbon pada tingkat sekali)
guna lahan atau tutupan lanscape lanskap
lahan yang memiliki tingkat
serapan karbon tinggi (mis.
hutan primer, hutan bakau,
pertanian berbasis pohon)
90
Final draft
Peningkatan Lahan Restorasi/rehabilitasi lahan Jumlah, jenis dan diameter Rutin (3-4 bulan Perubahan cadangan Rutin (1 tahun
penyerapan karbon di terdegra yang terdegradasi dengan pohon dilahan terdegradasi sekali) karbon pada lahan sekali)
lahan-lahan yang dasi/ penambahan jumlah pohon terdegradasi
terdegradasi plot yang berpotensi dalam
penyerapan karbon tinggi
2 Penyimpanan Lanskap Konservasi guna lahan dan Perubahan guna dan tutupan Rutin (1 tahun Jumlah cadangan Rutin (1 tahun
cadangan karbon tutupan lahan yang memiliki lahan sekali) karbon pada tingkat sekali)
cadangan karbon tinggi Persentase kegiatan dan lanskap
Peningkatan cadangan karbon tingkat keberhasilan
di berbagai tipe guna dan peningkatan cadangan
tutupan lahan karbon pada tipe tutupan
lahan/plot
Penyimpanan Tipe Penambahan jumlah Jumlah, jenis dan diameter Rutin (3-4 bulan Jumlah cadangan Rutin (1 tahun
cadangan karbon di tutupan pohon/tananam berkayu pohon sekali) karbon di tipe sekali)
tipe tutupan lahan lahan/pl yang berpotensi sebagai tutupan lahan/plot
ot penyimpan cadangan karbon
Tabel 5.5 Indikator monitoring dan evaluasi jasa lingkungan keindahan alam dan pariwisata
N Ruang Lingkup Jasa Skala Jenis Kegiatan Indikator kegiatan konservasi Skala temporal Indikator monev Skala temporal
o Lingkungan kegiatan perubahan jasa perubahan jasa
lingkungan lingkungan
1 Konservasi nilai Lanskap Mempertahankan dan Pelaksanaan kegiatan Rutin (minimal 6 Tingkat kerusakan Rutin (minimal 6
estetika, budaya, mengelola fungsi pengelolaan kawasan bulan sekali) kawasan bulan sekali)
religi, pendidikan, ekosistem yang Jumlah pelanggaran terhadap
pengetahuan, serta menyediakan keindahan SOP wisata yang ramah
rekreasi yang dimiliki alam dan nilai budaya; lingkungan yang telah dibuat
suatu kawasan Menghubungkan kegiatan
pengelolaan dan
konservasi kawasan
91
Final draft
ekowisata dengan
kegiatan yang dikelola
masyarakat lokal secara
cermat tanpa mengubah
fungsi ekologi dan sosial
dari kawasan;
Penerapan pariwisata
yang ramah lingkungan
Konservasi nilai Plot Konservasi dan rehabilitasi Tingkat keberhasilan Rutin (minimal 6 Tingkat kerusakan
estetika, budaya, (patch kawasan ekowisata pada pelaksanaan kegiatan bulan sekali) lingkungan pada
religi, pendidikan, penggun tingkat blok, seperti konservasi dan rehabilitasi tingkat blok
pengetahuan, serta aan penanaman tanaman Jumlah tanaman endemik yang Jumlah dan jenis
rekreasi pada tingkat lahan endemik ditanam dan berhasil hidup flora dan fauna pada
blok atau tingkat blok
blok) Pembangunan fasilitas Keberadaan fasilitas pendukung
pendukung yang tidak yang merusak/mengganggu
merusak/mengganggu ekosistem
ekosistem atau tidak di lahan
kritis
Patroli masyarakat untuk Pelaksanaan patroli
mencegah perusakan dan Tingkat perburuan liar
perburuan pada tingkat blok
Sertifikasi masyarakat lokal Jumlah masyarakat lokal yang
sebagai pemandu atau memiliki sertifikasi
pengelola pariwisata
92
Final draft
Monitoring/pengumpulan data dilakukan oleh Lembaga Perantara Jasa Lingkungan yang terdiri dari
berbagai pihak, termasuk kelompok tani sebagai bagian dari Penyedia jasa lingkungan. Namun
demikian monitoring terhadap perubahan jasa lingkungan belum secara terstruktur. Oleh karena itu
selanjutnya sistem monitoring terhadap perubahan jasa lingkungan perlu dibuat untuk melihat
apakah kegiatan konservasi yang selama ini dilakukan memberikan dampak positif terhadap jasa
lingkungan tersebut.
Tabel 5.6 Contoh kasus monitoring dan evaluasi di beberapa lokasi IEJL di IndonesiaTabel 5.6
menunjukan kegiatan monev terkait kegiatan pembayaran/imbal/kompensasi jasa lingkungan yang
sudah berjalan dibeberapa kabupaten di Indonesia.
Tabel 5.6 Contoh kasus monitoring dan evaluasi di beberapa lokasi IEJL di Indonesia
Wilayah Cidanau Sumberjaya, Lombok Kuningan
Pelaksanaan Lampung
Jenis Jasa Tata air Tata air terutama Tata air Tata air
lingkungan sedimentasi
Skala spasial DAS Cidanau DAS Besai CAT dari DAS CAT
Jangkok
Program/ Pengayaan pohon Konservasi tanah di Konservasi daerah Penanaman pohon dan
kegiatan dan menjaga lahan masyarakat di hulu melalui pemberdayaan di Desa
jumlah tegakan daerah hulu dengan penanaman/ Paniis
pohon di lahan penaman strip pengayaan lahan
masyarakat rumput, pembuatan
dam penahan
erosi/sedimen di
sungai
Tujuan kegiatan Menjaga/ Mengurangi erosi Menjaga/ -
mempertahankan dan sedimentasi mempertahankan
debit air yang yang masuk ke PLTA debit air untuk
dapat masyarakat daerah
dimanfaatkan oleh hilir
daerah hilir
Pihak yang FKDC Masyarakat Peduli IMP (institusi multi Forum Ciremai (namun
melakukan monev Sungai pihak) tidak diketahui sejauh
apa monitoring dan
evaluasi yang dilakukan)
Monitoring Monitoring jumlah Monitoring Monitoring Kegiatan
pelaksanaan tegakan pohon pelaksanaan pelaksanaan pengawasan/monitoring
kegiatan secara berkala di berbagai upaya berbagai upaya yang dilakukan terkait
konservasi lahan masyarakat konservasi tanah di konservasi tanah di dengan pencatatan
yang ikut PJL daerah hulu daerah hulu seperti meter air induk yang
penanaman dilaksanakan setiap
tanggal 1 sebagai tolok
93
Final draft
ukur pembayaran
kompensasi jasa
lingkungan, disaksikan
oleh kedua belah pihak
(PDAM dan perwakilan
Kabupaten Kuningan)
Monitoring Pencatatan tinggi Pengukuran tingkat Tidak ada Tidak ada
perubahan jasa muka air di outlet sedimentasi di
lingkungan DAS Didanau oleh sungai di lokasi yang
KTI (?) telah ditentukan
pada awal sebelum
pelaksanaan
kegiatan dan 6
bulan berikutnya
Indikator Masyarakat tidak Penurunan tingkat - -
keberhasilan melanggar sedimentasi yang
kegiatan perjanjian yang ada di sungai
telah disepakati
dengan
mempertahankan
sejumlah tegakan
pohon di lahan
mereka
Sangsi Peringatan hingga - Kelompok tidak Penerapan sangsi -
pelanggaran pemutusan memperoleh dari kelompok
terhadap kontrak terhadap pembayaran terhadap anggota
kesepakatan atau kelompok tani berikutnya yang melakukan
jika tidak yang melanggar pelanggaran/tidak
mencapai target kesepakatan memenuhi
yang ditentukan kesepakatan
Kesesuaian Sesuai (FKDC Sesuai (Telah Sesuai (IMP bekerja -
program/kegiatan melakukan dilakukan sama dengan
dengan identifikasi awal identifikasi hulu universitas lokal
monitoring dan dimana DAS dan termasuk kondisi mengidentifikasi
evaluasi yang hulu dari air yang tutupan lahan dari dimana CAT dari
dilaksanakan dimanfaatkan oleh DAS Besai dimana mata air yang
KTI) PLTA digunakan
memanfaatkan air
untuk pembangkit
listrik)
Sumber: Pasha (2010), Sriani (2012), Amaruzaman dkk (2017) dan observasi lapangan
Referensi
Amaruzaman, S., Rahadian, N., Leimona, B., 2017. Role of intermediaries in the Payment for
Environmental Services Scheme: Lessons learnt in the Cidanau watershed, Indonesia. In:
Namirembe, S., Leimona, B., van Noordwijk, M., Minang, P. (Eds.), Co-investment in ecosystem
94
Final draft
services: global lessons from payment and incentive schemes. World Agroforestry Centre (ICRAF),
Nairobi, Kenya, p. 15p.
Andersson, E., McPhearson, T., Kremer, P., Gomez-Baggethun, E., Haase, D., Tuvendal, M., Wurster,
D., 2015. Scale and context dependence of ecosystem service providing units. Ecosystem Services 12,
157-164.
Braat, L.C., de Groot, R., 2012. The ecosystem services agenda: Bridging the worlds of natural science
and economics, conservation and development, and public and private policy. Ecosystem Services 1,
4-15.
Christie, M., Fazey, I., Cooper, R., Hyde, T., Deri, A., Hughes, L., Bush, G., Brander, L., Nahman, A., de
Lange, W., 2008. An Evaluation of Economic and Non-economic Techniques for Assessing the
Importance of Biodiversity to People in Developing Countries. Defra, London.
Costanza, R., d'Arge, R., De Groot, R., Farber, S., Grasso, M., Hannon, B., Limburg, K., Naeem, S.,
O'neill, R.V., Paruelo, J., 1997. The value of the world's ecosystem services and natural capital.
nature 387, 253-260.
Costanza, R., de Groot, R., Braat, L., Kubiszewski, I., Fioramonti, L., Sutton, P., Farber, S., Grasso, M.,
2017. Twenty years of ecosystem services: How far have we come and how far do we still need to
go? Ecosystem Services 28, 1-16.
Costanza, R., de Groot, R., Sutton, P., van der Ploeg, S., Anderson, S.J., Kubiszewski, I., Farber, S.,
Turner, R.K., 2014. Changes in the global value of ecosystem services. Global environmental change
26, 152-158.
de Groot, R., Fisher, B., Christie, M., Aronson, J., Braat, L., Gowdy, J., Haines-Young, R., Maltby, E.,
Neuville, A., 2010. Integrating the ecological and economic dimensions in biodiversity and ecosystem
service valuation. In: Kumar, P. (Ed.), The Economics of Ecosystems and Biodiversity: Ecological and
Economic Foundations. EarthScan, London and Washington.
Gunawan, H., Rachim, S., Sihombing, V.S., Rianti, A., Setio, P., 2015. Sistem Monitoring dan Evaluasi
Keanekaragaman Hayati di Taman Kehati. Forda Press, Bogor.
Millennium Ecosystem Assessment, 2005. Ecosystems and Human Well-being: a Framework for
Assessment. Millennium Ecosystem Assessment, Washington DC.
RLPS, D., 2009. Peraturan Dirjen RLPS No 04/2009 tentang Pedoman Monitoring dan Rehabilitasi
Daerah Aliran Sungai. Dirjen RLPS Kementerian Kehutanan, Jakarta.
TEEB, 2010. The economics of ecosystems and biodiversity: ecological and economic foundations.
UNEP/Earthprint.
UNDP, 2009. Handbook for Planning, Monitoring and Evaluating for Development result. United
Nation Development Programes, New York.
Wunder, S., 2005. Payments for environmental services: some nuts and bolts. CIFOR Occasional
Paper no. 42. CIFOR, Bogor, Indonesia, p. 24p.
Wunder, S., 2015. Revisiting the concept of payments for environmental services. Ecological
Economics 117, 234-243.
95
Final draft
Lampiran
Tabel indikator kualitas air
No PARAMETER METODE PERALATAN
2. Temperatur SNI-06-6989.23-2004
96