Anda di halaman 1dari 17

REFLEKSI KASUS

HERPES ZOSTER

Guna Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin
di RST dr. Soedjono Magelang

Disusun oleh :
Ananta Hutagalung
30101407132

Pembimbing :
LetKol CKM (K) dr. Susilowati, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RST dr. SOEDJONO MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Ananta Hutagalung


NIM : 30101407132
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Judul : Herpes Zoster

Semarang, November 2018


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RST dr. Soedjono Magelang

Pembimbing,

LetKol CKM (K) dr. Susilowati, Sp.KK


BAB I
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 20 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki - laki
Pekerjaan : Pendidikan Tentara
Alamat : Asrama Secaba, Magelang
Status Perkawinan : Lajang
No. CM : 176XXX
Tanggal Datang : 22 November 2018

2. DATA DASAR
2.1 Anamnesis (Autoanamnesis)
Autonamnesis dengan pasien dilakukan pada hari Kamis, 22 November 2018
jam 11.00 WIB di Poli Kulit dan Kelamin RST dr. Soedjono Magelang.
a. Keluhan Utama
Gatal dan Perih
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RST. dr. Soedjono
Magelang dengan keluhan gatal dan perih disertai munculnya bintil-bintil
berwarna merah berisi cairan dan bergerombol di perut kanan menjalar ke
punggung kanan. Keluhan dimulai sejak ± 1 minggu yang lalu, diawali
dengan munculnya beberapa bintil merah bergerombol berisi cairan pada
bagian perut kanan yang disertai rasa gatal, lalu 3 hari setelahnya disusul
dengan bertambahnya bintil dengan pola serupa di daerah sekitar lesi awal
yang menjalar hingga ke punggung kanan. Selain disertai rasa gatal pada
awal muncul lesi, rasa perih seperti terbakar muncul beberapa hari setelah
lesi dengan pola serupa mulai bertambah hingga menjalar ke punggung
kanan. Keluhan perih seperti terbakar timbul sepanjang hari dan dapat
ditahan, sedangkan keluhan gatal paling berat dirasakan pada malam hari.
Keluhan mulai muncul setelah pasien merasa kelelahan dan tidak enak
badan 1 minggu yang lalu. Sebelumnya pasien telah diberikan obat salep dan
tablet namun keluhan belum menghilang. Tidak ada keluhan lain yang
dikeluhkan pasien. Riwayat mandi 1 kali sehari dan sering berganti pakaian.
Riwayat bertukar pakaian dengan anggota keluarga dan teman se-asrama
disangkal. Sebab keluhan yang tidak berkurang dan makin bertambah banyak
maka pasien memutuskan untuk berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RST dr. Soedjono Magelang.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal
 Riwayat menderita Varicella saat usia 9 tahun, diobati hingga sembuh
 Riwayat alergi disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
 Riwayat keluarga dengan penyakit serupa disangkal
 Riwayat teman se-asrama dengan penyakit serupa disangkal
 Lingkungan sekitar asrama bersih
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berobat menggunakan BPJS

2.2 Pemeriksaan Fisik


2.2.1. Status Generalis :
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda vital
- Nadi : 96x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- Respirasi : 22x/menit
- Suhu : 36,70C
- TD : tidak dilakukan
d. BB : 55 kg
e. TB : tidak diukur
2.2.2. Status Dermatologis

Lokasi : Perut Kanan


Efloresensi : Terdapat sekelompok vesikel dengan pola herpetiformis
dan dasar eritem yang terletak unilateral sepanjang
distribusi saraf thorakal pada perut kanan
Lokasi : Punggung Kanan
Eflouresensi : Terdapat sekelompok vesikel dengan pola herpetiformis
dan dasar eritem yang terletak unilateral sepanjang
distribusi saraf thorakal pada punggung kanan

2.3 Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan

3. RESUME
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RST. dr. Soedjono Magelang
dengan keluhan gatal dan perih disertai munculnya bintil-bintil berwarna merah berisi
cairan dan bergerombol di perut kanan menjalar ke punggung kanan. Keluhan dimulai
sejak ± 1 minggu yang lalu, diawali dengan munculnya beberapa bintil merah
bergerombol berisi cairan pada bagian perut kanan yang disertai rasa gatal, lalu 3 hari
setelahnya disusul dengan munculnya bintil dengan pola serupa di daerah sekitar lesi
awal yang menjalar hingga ke punggung kanan. Selain disertai rasa gatal pada awal
muncul lesi, rasa perih seperti terbakar muncul beberapa hari setelah lesi dengan pola
serupa mulai bertambah hingga menjalar ke punggung kanan. Keluhan perih seperti
terbakar timbul sepanjang hari dan dapat ditahan, sedangkan keluhan gatal paling
berat dirasakan pada malam hari.
Keluhan mulai muncul setelah pasien merasa kelelahan dan tidak enak badan 1
minggu yang lalu. Sebelumnya pasien telah diberikan obat salep dan tablet namun
keluhan belum menghilang. Pada dada kanan dan punggung kanan ditemukan
sekelompok vesikel dengan pola herpetiformis dan dasar eritem yang terletak
unilateral sepanjang distribusi saraf thorakal pada perut kanan.

4. DIAGNOSIS BANDING
 Herpes Zoster
 Herpes Simpleks
 Dermatitis Venenata

5. DIAGNOSIS KERJA
 Herpes Zoster

6. TERAPI
Medikamentosa
Sistemik
 Obat Anti-Virus
o Asiklovir 5 x 800 mg
o Valasiklovir 3 x 1000 mg
o Famsiklovir 3 x 500 mg
 Analgetik
o Asam Mefenamat
 Antidepresan/Antikonvulsan
o Golongan Trisiklik
o Gabapentin
Topikal
 Analgetik Topikal
o Kompres
 Solusio Burowi (Alumunium Asetat 5%) 4-6x/hari selama 30-60 menit
o Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)
 Indometasin krim

Edukasi
 Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan penatalaksanaannya.
 Menghindari gesekan kulit yang mengakibatkan pecahnya vesikel.
 Menganjurkan istirahat dan mencegah kontak dengan orang lain.
 Menganjurkan untuk menjaga kebersihan badan.
 Menghindari garukan apabila gatal, karena garukan dapat menyebabkan infeksi.
 Menjelaskan mengenai seringnya komplikasi neuralgia pasca-herpetik

7. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus varisela zoster yang
menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela zoster dari
infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus.
Kadang-kadang infeksi primer berlangsung subklinis. Frekuensi penyakit pada pria dan
wanita sama, lebih sering mengenai usia dewasa.

Gambar 2.1 Herpes Zoster

2.2. Etiologi
Virus varisela zoster (VZV) tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-
200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya
seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten
diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VZV dalam subfamili
alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes
alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang
laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro
virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus
pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi
virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang
disintesis di dalam sel yang terinfeksi.
2.3. Patogenesis
Infeksi primer dari VZV ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus
mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang
sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam
Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang
sifat viremia nya lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan
mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih
ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Virus berdiam diri di
ganglion posterior saraf tepi dan ganglion kranialis. Selama antibodi yang beredar
didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi
pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah
reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.

Gambar 2.2 Varicella

Herpes Zoster Ophtalmicus (HZO) terjadi sekitar 10-15% dari kasus Zoster. HZO
terjadi karena virus menginvasi ganglion Gasserian. Untuk alasan yang belum jelas,
keterlibatan cabang ophtalmicus (N. V1) 5 kali lebih sering daripada keterlibatan dari
cabang maksilaris (N. V2) atau cabang mandibularis (N. V3).
Gambar 2.3. Herpes Zoster Oftalmika (N. V1)

2.4. Gejala Klinis


Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada
dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi.
Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita
(terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan
unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas
pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.
Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. 12 – 24 jam kemudian terbentuk vesikula
yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari
kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu.
Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya
timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita
lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang. Frekuensi herpes
zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial (20%),
lumbal (15%), dan sakral (5%). Kelainan pada wajah diakibatkan oleh gangguan nervus
trigeminus (dengan ganglion gaseri) yang salah satu gejalanya adalah herpes zoster
ophtalmicus atau nervus fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum) yang disebut
Ramsay Hunt Sindrom.
Gambar 2.4 Distribusi Dermatom

Pada Herpes zoster oftalmikus ditandai erupsi herpetic unilateral pada kulit. Gejala
prodromal seperti lesu, demam ringan, mual muntah dapat timbul. Gejala prodromal
berlangsung 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Tanda iritasi meningeal
seperti kaku kuduk juga dapat timbul. Selain itu timbul juga gejala fotofobia, banyak
keluar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka karena perjalanan cabang dari
nervus ophtalmicus yang memberi cabang ke nervus Arnold rekuren dan N III dan N VI.

2.5. Diagnosis dan Pemeriksaan Klinis


Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia
beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit. Adakalanya
sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan
malaise. Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang
menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga
terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan
dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta.
Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri
lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan
sebagainya. Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik
dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan
dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom.

Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan


diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan
cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik. Pada
pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel
dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi
bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen
virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi. Apabila gejala klinis sangat
jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang
meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain:

1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan mikroskop
elektron
2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
3. Tes serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik

Gambar 2.5 Tzanck Test pada Herpes Zoster

2.6. Diagnosis Banding


1. Herpes Simpleks
Herpes simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol, di atas
dasar kulit yang kemerahan. Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa
gatal atau seperti terbakar yang terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit. Herpes
simpleks terdiri atas 2, yaitu tipe 1 dan 2. Lesi yang disebabkan herpes simpleks tipe 1
biasanya ditemukan pada bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan jari tangan.
Lokalisasi penyakit yang disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 umumnya adalah di
bawah pusat, terutama di sekitar alat genitalia eksterna.

Gambar 2.6 Herpes Simpleks Tipe 1

2. Dermatitis Venenata
Dermatitis venenata ditandai dengan erupsi berupa vesikel berbentuk linear
dengan sekitar kulit berwarna kemerahan. Dermatitis venenata termasuk kedalam
dermatitis kontak iritan tipe akut lambat yang disebabkan oleh gigitan, liur, atau bulu
serangga dimana gejala klinis mulai muncul sekitar 8 – 24 jam setelah kontak
Lesi awal biasa berupa makula eritema berbentuk linear yang dapat berkembang
menjadi vesikel atau bula yang dapat berubah menjadi pustul.

Gambar 2.7 Dermatitis Venenata

2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk :
1. Mengatasi infeksi virus akut
2. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster
3. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetic.

Pengobatan Umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan
kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi
imun. Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang
longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.

Pengobatan Khusus
1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya
valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase
pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya
pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah
5×800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan
pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat
lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir.
Valasiklovir diberikan 3×1000 mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi dalam
plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja
sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3×500 mg/hari selama 7
hari.

2. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus
herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam
mefenamat adalah 500 mg/kali diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai
seperlunya ketika nyeri muncul.

3. Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian
harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan ialah
prednison dengan dosis 3×20 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara
bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih
baik digabung dengan obat antivirus.

Pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel
diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak
terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi
dapat diberikan salap antibiotic.

Pada HZO dibutuhkan pengobatan yang agresif dan monitoring karena kemungkinan
keterlibatan infeksi mata. Keterlibatan infeksi pada mata terjadi pada setengah dari
herpes zoster ophtalmicus. Secara sederhana, keterlibatan mata ditandai dengan adanya
vesikel pada ujung hibung karena keterlibatan cabang nasociliar (hukum Hutchinson).

2.8. Komplikasi
1. Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik (PHN) adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai
beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,
persentasenya 10-15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur
penderita maka semakin tinggi persentasenya. Pada HZO, kejadian PHN lebih sering
daripada manifestasi zoster yang lain.

2. Infeksi Sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau
berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan
nekrotik.

3. Kelainan pada mata


Keterlibatan mata dapat mengancam penglihatan jika tidak terdeteksi dan diterapi
dengan tepat. Adanya edem orbita adalah emergensi ophtalmologi dan pasien harus
dirujuk ke spesialis mata. Iritis, iridocyclitis, glaucoma, dan ulkus kornea dapat terjadi
pada kasus ini. Keterlibatan hanya di daerah dibawah fisura palpebra inferior tanpa
disertai keterlibatan dari kelopak atas dan nasal menunjukkan tidak adanya
komplikasi pada mata karena daerah kelopak bawah diinervasi oleh nervus maksillaris
superior.

4. Sindrom Ramsay Hunt


Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus
ganglion genikulatum, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis
Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.

5. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan
virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan.
Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai
paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika
urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.

2.9. Prognosis
Terhadap penyakitnya pada dewasa dan anak-anak umumnya baik, tetapi usia tua
risiko terjadinya komplikasi semakin tinggi, dan secara kosmetika dapat menimbulkan
makula hiperpigmentasi atau sikatrik. Dengan memperhatikan higiene & perawatan yang
teliti akan memberikan prognosis yang baik & jaringan parut yang timbul akan menjadi
sedikit.

Anda mungkin juga menyukai