Ketuban Pecah Dini
Ketuban Pecah Dini
Definisi
Ketuban pecah dini (premature rupture of the membrane/PROM) adalah
pecahnya selaput ketuban secara spontan sebelum proses persalinan berlangsung
1,2
(spontaneous membrane rupture that occurs before the onset of labor). Pada
kondisi normal, selaput ketuban akan pecah dalam proses persalinan (in partu) yaitu
pada fase aktif.
Ketuban pecah dini merupakan masalah yang penting dalam bidang obstetri.
Kondisi ini menyebabkan 30% kelahiran preterm dan merupakan penyebab terpenting
morbiditas dan mortalitas perinatal karena meningkatkan risiko terjadinya kelahiran
preterm, infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat (sebagai akibat berkurangnya cairan
ketuban). 1,2
Berdasarkan usia kehamilan, ketuban pecah dini dapat dibagi dua:
1. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm (aterm PROM), yaitu pecahnya selaput
1,3
ketuban secara spontan pada usia kehamilan 37 minggu atau lebih ; secara
statistik pada suatu studi yang dilakukan di UCLA, ditemukan bahwa persalinan
akan dimulai dalam 24 jam setelah ketuban pecah, pada 81% kasus. 2
2. Ketuban pecah dini pada kehamilan preterm (preterm PROM), yaitu pecahnya
selaput ketuban secara spontan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu;
secara statistik ditemukan bahwa wanita hamil yang mengalami ketuban pecah
dini pada usia kehamilan ini akan mengalami proses persalinan dan melahirkan
dalam waktu 1 minggu setelah ketuban pecah, walaupun telah dilakukan terapi
konservatif. Kondisi ini dibagi lagi atas: 1
ketuban pecah dini pada usia kehamilan 32-36 minggu (preterm PROM near
term)
ketuban pecah dini pada usia kehamilan 23-31 minggu (preterm PROM
remote from term),
ketuban pecah pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu (previable PROM);
bila proses persalinan segera berlangsung sesudahnya maka akan terjadi
kematian neonatus.
Insidens
Ketuban pecah dini secara umum terjadi pada 2,7% sampai 17% kehamilan
(insidensnya rata-rata 3% di negara maju)1,2 dan umumnya terjadi spontan tanpa
penyebab yang jelas. Ketuban pecah dini pada kehamilan preterm, secara statistik,
terjadi pada 0,6-0,7% kehamilan.1
Amnionitis dan abruptio placentae paling sering terjadi pada ketuban pecah
dini pada kehamilan preterm, dengan insidens 13%-60% (amnionitis) dan 4-12%
(abruptio placentae).1
Masalah pada ibu dan janin yang berhubungan dengan ketuban pecah dini
1. Infeksi
Korioamnionitis sering sekali terjadi pada pasien dengan ketuban pecah dini,
insidensnya berkisar antara 4,2% sampai 10,5% dan merupakan risiko utama
pada pasien dengan ketuban pecah dini pada usia kehamilan antara 32-36
minggu. 1,2,4,5
Diagnosis adanya infeksi bisa dilakukan secara klinis saja, yaitu demam
(peningkatan suhu menjadi 38 C atau lebih) disertai dua atau lebih tanda berikut
ini: takikardia pada ibu, takikardia pada janin, nyeri tekan uterus, cairan amnion
menjadi kental dan berbau, atau leukositosis pada ibu (leukosit di atas 18.000
dengan pergeseran ke kiri).
Secara histopatologi, ditemukan infiltrasi sel-sel polimorfonuklear pada cairan
amnion. Tanda ini lebih sering ditemukan sebelum adanya gejala klinis bila
dilakukan pemeriksaan histopatologi sebagai pemeriksaan rutin.
2. Penyakit membran hialin
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa penyakit membran hialin
merupakan ancaman terbesar bagi janin yang ibunya mengalami ketuban pecah
dini sebelum kehamilannya aterm terutama pada usia kehamilan 28-32 minggu.
Didapatkan bahwa 29,8% kematian neonatus sebelum 36 minggu disebabkan
oleh penyakit membran hialin, 14% karena komplikasi penyakit membran hialin,
dan 12,3% karena komplikasi pengobatan untuk penyakit membran hialin. Berarti
terdapat 56,1% kematian neonatus yang berhubungan langsung maupun tidak
langsung terhadap penyakit membran hialin.
Terdapat hubungan yang bermakna antara usia kehamilan dengan insidens
penyakit membran hialin. Pada neonatus dengan usia kehamilan 33-34 minggu,
insidens penyakit membran hialin hanya 2% sampai 3% dan korioamnionitis
terjadi pada 18% kasus.
Pada usia kehamilan 32 minggu, risiko penyakit membran hialin meningkat
menjadi 14,8% dan risiko infeksi menjadi 22,2%. Dan pada usia kehamilan yang
lebih muda, risiko penyakit membran hialin lebih tinggi dibanding risiko infeksi.
3. Hipoplasia pulmoner
Hal yang paling ditakutkan sebagai komplikasi ketuban pecah dini pada usia
kehamilan preterm adalah hipoplasia pulmoner, terutama bila usia kehamilan
kurang dari 26 minggu dan masa laten (yaitu masa antara pecahnya ketuban
sampai pasien melahirkan) memanjang lebih dari 5 minggu.
Adanya hipoplasia pulmoner ditandai dengan distres pernafasan yang terjadi
segera setelah bayi lahir dan membutuhkan dukungan maksimal ventilator. Paru-
paru kecil dan terlihat opak pada foto toraks. Perjalanan penyakit berikutnya
adalah munculnya pneumotoraks multipel dan emfisema interstisial. Akibatnya
biasanya fatal.
Diagnosis adanya hipoplasia pulmoner seringkali tidak akurat. Cara terbaik
adalah dengan mengukur rasio lingkar dada terhadap lingkar perut. Rasio ini akan
tetap konstan selama hamil dan bila mencapai 0,89 atau lebih maka prognosisnya
baik.
4. Abruptio placentae
Risiko terjadinya abruptio placentae pada pasien yang mengalami ketuban
pecah dini, rata-rata 6% dan 2% bisa terjadi pada pasien tanpa ketuban pecah
dini. Kondisi ini biasanya terjadi bila air ketuban menjadi jauh berkurang
sehingga terjadi perburukan yang progresif pada tempat menempelnya plasenta
dan menyebabkan plasenta lepas.
Tanda klinis yang ditemukan adalah perdarahan pervaginan ringan sampai
sedang dan persalinan preterm.
5. Distress pada janin
Dapat diketahui dari adanya perubahan pada pola denyut jantung janin. Hal ini
terjadi pada 7,9% janin yang ibunya mengalami ketuban pecah dini dan 1,5%
janin yang ibunya tidak mengalami ketuban pecah dini.
Perubahan yang paling sering terlihat pada pola denyut jantung janin adalah
adanya deselerasi variabel yang menggambarkan adanya kompresi tali pusat.
Sebagai konsekuensinya, tindakan operasi sesar tinggi pada kasus ini.
6. Deformitas pada janin
Seperti halnya hipoplasia pulmoner, deformitas pada wajah dan sistim
muskuloskeletal bisa terjadi sebagai konsekuensi ketuban pecah dini preterm
yang memanjang.
Penatalaksanaan
1. Identifikasi pasien yang membutuhkan terminasi kehamilan segera
Langkah pertama untuk menatalaksana kasus dengan ketuban pecah dini
adalah mengidentifikasi pasien yang membutuhkan terminasi kehamilan segera, yaitu
a. pasien yang sedang dalam proses persalinan
b. pasien yang paru janinnya sudah matang
c. pasien yang janinnya mengalami malformasi
d. ada distress pada janin
e. bila ada infeksi
f. pasien dengan amnionitis subklinis
g. pasien dengan risiko tinggi mengalami infeksi, yaitu
pasien yang mendapat obat-obat imunosupresan
pasien dengan riwayat penyakit jantung rheuma
pasien dengan riwayat insulin-dependen diabetes
pasien dengan anemia sel sabit
pasien dengan prostesis katup jantung
pasien yang mengalami beberapa kali pemeriksaan dalam
setelah pecahnya ketuban
2. Tentukan usia kehamilan pasien
a. pasien dengan ketuban pecah dini pada usia kehamilan 37 minggu atau lebih,
harus segera diakhiri kehamilannya.
Tidak ada keuntungan yang diperoleh dengan penundaan proses
persalinan. Observasi hanya dibenarkan dalam waktu 24 jam, tidak lebih,
untuk menilai apakah pasien akan memasuki proses persalinan atau tidak.
Masa observasi ini tidak menyebabkan infeksi menurut penelitian yang
dilakukan oleh Conway et al apabila kepala bayi sudah cakap dan tidak ada
kelainan pada pola denyut jantung janin dan selama itu dilakukan pemantauan
terhadap frekuensi nadi dan suhu tubuh ibu. 2
Pada pasien juga diberikan ampisilin 500 mg setiap 6 jam secara oral atau
eritromisin 250 mg setiap 6 jam secara oral sambil menunggu hasil
pemeriksaan kultur vagina terhadap kuman streptokokus grup B.
Bila proses persalinan tidak terjadi spontan dalam 24 jam, lakukan
penilaian pada serviks, bila serviks belum matang, lakukan pematangan
serviks dan dilanjutkan dengan induksi persalinan.
b. pasien dengan ketuban pecah dini pada usia kehamilan antara 32-36 minggu
Komplikasi tersering pada pasien dengan ketuban pecah usia kehamilan
32-36 minggu adalah korioamnionitis, karena itu penatalaksanaannya
cenderung ke arah terminasi kehamilan dan pemberian antibiotik.
c. pasien dengan ketuban pecah dini pada usia kehamilan antara 23-31 minggu
Kelahiran sebelum usia 32 minggu berhubungan serat dengan komplikasi
neonatal yang bermakna, termasuk risiko kematian. Karena alasan ini, dipilih
terapi konservatif sebagai usaha untuk memperpanjang usia kehamilan
sehingga mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas terhadap neonatus. Pada
kenyataannya, walaupun telah menjalani terapi konservatif, sebagian besar
akan mengalami proses persalinan setelah masa laten yang singkat.
Selama menjalani terapi konservatif, ibu harus tirah baring, dan dilakukan
pemantauan yang teliti terhadap kondisi ibu dan janin untuk mendeteksi
adanya infeksi dan tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dalam. Bila
terjadi infeksi, segera akhiri kehamilan.
Daftar Pustaka
1. Mercer, MB. High risk pregnancy series: an expert’s view. Preterm premature
rupture of the membranes. Am J Obstr&Gynecol 2003; 189: 111-8.
2. Arias, F. Practical Guide to High Risk Pregnancy and Delivery, 2 nd ed. St Louis:
Mosby Year Book, 1993:100-10.
3. Cunningham GF, Gant NF, Leveno JK, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Williams Obstetrics, 21st ed. New York: McGraw-Hill, 1997: 101-5.
4. Grable IA. Cost-effectiveness of induction after preterm premature rupture of the
membranes. Am J Obstr&Gynecol 2002; 187:1153-8.
5. Romero R, Chaiworapongsa T, Espinoza J, Gomez R, Yoon Bh, Edwin S, et al.
Fetal plasma MMP-9 concentration are elevated in preterm premature rupture of
the membranes. Am J Obstr&Gynecol 2002; 187: 1101-8.