Anda di halaman 1dari 11

KABAR UNTUK KELUARGA PENCURI

Sayang hari ini aku pulang petang.

Jangan cari aku diberanda senja.

Atau dibawah sinar lampu jalanan kota.

Aku tak pulang sebelum kemiskinan ini binasa.

Sayang hari ini, aku akan masuk Koran.

Jangan kau cari wajahku di kolom wacana atau berita ekonomi dunia.

Karna aku bukan pejabat yang doyan uang rakyat.

Atau tentara yang suka belagak heroic untuk negaranya.

Aku hanya akan masuk Koran sebagai seorang kepala keluarga.

Yang dihakimi tanpa bukti.

Yang diadili tanpa alibi.

Yang mati sahit karna ketahuan mencuri.

Bila nanti jua petang aku belum pulang.

Jangan kau bangunkan bayi-bayi kita.

Atau menangisi nasib kita yg senja.

Cukup kau bisikan kepada bayi-bayi kita.

“ayahmu hari ini tengah masuk berita”

(Cepu, 5 Juli 2016)


SEORANG LELAKI YANG MENYANYIKAN LAGU EPICA.

Tlah ku hela ribuan nama-nama.

Dari Helen hingga Athena.

Dari Cleopatra hingga shinta.

Tak pernah ku jumpai perempuan serupa engkau.

Kunang-kunang yang selalu mengingatkanku tuk pulang.

(Dan lelaki itu memulai gemetaran.

Sembari memainkan fon disekitar tubuhnya.)

Mungkin Indonesia raya atau rayuan pulau kelapa.

Mungkin 8-bit alone atau suara merdu Swan Song.

Orang-orang berjingkrak karenanya.

Tapi tak pernah kujumpai perempuan selain engkau.

Monarch yang selalu mengingatkanku pada kampung halaman.

(Malang, 12 september 2016)


SAJAK UNTUK MARYAM

Kepada Maryam yang mencari suamiNya.

Disini ada sepenggal kata.

Yang mengurai namaNya.

Menggambar sedikit guratan parasNya.

Kepada Maryam yang mencari suamiNya.

Dalam setumpuk kitabku.

Dia sedang duduk menunggumu.

Menunggu do’a-do’amu di seperempat pagi itu.

Agar rindumu yang tidur itu, bangun dan mengambil wudhlu.

(Malang, 13 april 2016)


KABBAH

(untuk bojonegoro yang dirindukan rakyat miskin)

Kabbah ada dalam perutmu.

Setiap tahun dipuja-puja manusia

Berduyun-duyun mendatanginya.

Bagi mereka yang kaya.

Kabbah ada dalam perutmu.

Tiap tahun diratapi.

Tiap musim ditangisi.

Bagi kaum miskin yang sangat merindukanmu (haji).

Kabbah ada dalam perutmu.

Dikeruk dibawa lari.

Yang kaya merayakannya.

Yang miskin meratapinya.

Bojonegoro kabbah ada dalam perutmu.

(Malang, 18 Maret 2016)


NEGERI MINYAK

(untuk bojonegoro yang bermimpi menjadi negeri arab).

Negeriku negeri kilang minyak.

Tambang minyak bertaburan dimana-mana.

Corong-corong api menjulang menyaingi mentari.

Tapi, Rakyatnya hanya menikmati panas

Dari penyulingan saban hari.

Negeriku negeri kilang minyak.

Tiap hari sumur minyak beroprasi.

Tiap hari rakyat menikmati bau tai.

Tiap hari minyak diambil dari bumi.

Tiap hari rakyat satu persatu mati.

(Malang, 22 Maret 2016)


BAGAIMANA?

Bagaimana bisa, aku seorang lelaki.

Menulis sebuah diksi.

Dan merangkainya menjadi pusi.

Bagaimana bisa, aku seorang lelaki.

Menyebut diri seorang penulis.

Sedang selalu saja yang ku tulis adalah sepi.

Bagaimana bisa, aku seorang lelaki.

Menulis sebuah rindu.

Sedang kau bukan siapa siapaku.

Bagaimana bisa, aku seorang lelaki.

Menjadi seekor nyamuk.

Yang tiap waktu dapat mengendus bau tubuhmu.

Sedang merek parfummu saja aku tak pernah tahu.

(Malang, 20 Februari 2016)


NAMA LAIN SEPI

Apa yang kalian kenal akan sepi?

Aku mengenalinya sebagai seorang wanita yang menghapus air mata.

Dengan tisu bekas polesan sperma dalam kelaminnya.

Apa yang kalian tahu akan sepi?

Aku mengetahuinya sebagai seorang lelaki yg tengah tertawa.

Disamping tubuh bugil wanita yang ia renggut keperawanannya.

Sepi yang sering aku kenali

Menumbuhkan nafsu birahi.

Meleburnya atas nama cinta.

Tapi ada air mata yang harus menahan nyeri diselangkangannya.

Tapi ada tawa bangga mengaga, sembari memegang alat kelaminnya.

(Pakisaji, 25 april 2016)


AIR MATA.

Sehelai air mata.

Jatuh berlinang di sebuah lautan.

Mengarungi ombak pasang.

Merangkai gugusan bintang.

Ingin ku seka barangkali sekali saja.

(Malang, 21 Mei 2016)


SEMACAM TANAH

Rinduku ialah tanah.

Menguruk diri dalam lithosphere.

Mengunci sepi pada jurang, ladang, hutan hingga lembah.

Kubiarkan rinduku kemana-mana.

Menjadi peradaban di ayodya.

Menjadi kesunyian di itaca.

Menjadi kesombongan di mesir tua.

Menjadi porak-poranda di babilonia.

Hingga di hadapanmu, ia tak berdaya.

(Pakisaji, 8 Mei 2016)


KEMARAU

Kemarau: entah berapa jarak kira menukar ilalang.

Dedaunan kering, terik sengat mentari dan tetarian kemuning ladang-ladang petani.

Entah berapa musim kita menukar ilalang.

Hingga musim ini, maut sedekat nadi.

Satu jantungku berdetak membaca tanda keheningan.

Nafas dan namamu.

Engkau yang kusangka the eye of London.

Membuatku terpana.

Raut mata, sudut pandang dan maskara wanita-wanita impian.

Sungguh bila musim ini, maut sedekat nadi.

Aku kan jelma reranting kering dan dedaunan pertama yang tanggal sebelum panas tiba.

Agar tak terlambat menyapa senyummu.

(Malang, 28 September 2016)


BIOGRAFI PENULIS

Ali Mahmud, lahir di Bojonegoro pada 27 januari 1994. Penulis sedang menempuh Studi S1
Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Negeri Malang. Penulis memiliki domisili yang
nomaden. Alamat asal penulis tepat berada pada desa besah, kecamatan kasiman, kabupaten
bojonegoro. Sementara ini tinggal di jl. Jombang gg. 1A No. 99C Malang.

Penulis dapat dihubungi melalui CP dibawah ini :

Telp. : 085741710954

BBM : 7E69E1A1

Instagram : @mahmudali741

Email : mahmudali741@gmail.com

Facebook : Mahmud_170845@yahoo.co.id

Anda mungkin juga menyukai