Anda di halaman 1dari 5

Mengungkap Makna Kerajaan Allah

Yang Sejati Sebagai Visi Setiap Para


Mesias
Gerakan setiap para Rasul atau Utusan Allah adalah gerakan mesianis , yakni
gerakan yang membebaskan umatnya dari keterpurukan dan keterkutukan dosa,
mengeluarkan umatnya dari kondisi yang gelap kepada terang, disebabkan
karena umat tersebut telah melanggar atau merusak perjanjian abadi yang
mengakibatkan runtuhnya kerajaan Allah. Dengan demikian gerakan setiap para
rasul adalah membangkitkan kerajaan Allah yang telah runtuh di muka bumi.
Gerakan mereka juga disebut gerakan apokaliptik yang menantikan tindakan
campur tangan Allah di dalam sejarah “sesegera mungkin” untuk menegakkan
kerajaan Allah sebagaimana yang telah dijabarkan secara rinci oleh para nabi
yang telah bernubuat tentang kedatangan para mesias yang akan menggenapi
nubuat para nabi. Gerakan apokaliptik memberikan penekanan pada hampir
tibanya “akhir zaman” beserta penggenapan janji-janji Allah pada saat tersebut.
Akhir zaman disini yang dimaksudkan bukanlah hari Armagedon, bukan pula
persepsi eskatologis tetapi adalah akhir dari zaman dunia lama dan berganti
kepada zaman dunia baru, atau disebut dengan istilah suksesi kekuasaan
peradaban di dunia.

Kerajaan Allah ini adalah sebuah era baru yang diwarnai oleh keadilan,
kebenaran, damai dan sejahtera bagi seluruh umat manusia, yang dipusatkan
kepada bangsa yang dipilih oleh Allah sebagai pusat peradaban dunia, dari
sanalah akan memancar pengetahuan tentang Allah serta etika universal yang
dikandung dalam hukum Allah bagi semua bangsa di seluruh dunia.

Kerajaan Allah merupakan politik legal yang harus tergenapi dalam kehidupan
masyarakat dunia. Kerajaan Allah merupakan lembaga resmi yang menjalankan
aturan Allah, menjalankan kekuasaan Allah, dan menjalankan ketaatan hanya
kepada Allah semata. Di dalam Al-kitab banyak ayat-ayat yang mendeskripsikan
tentang kerajaan Allah yang dimaksud oleh Yesus, dan secara kongkrit Kerajaan
Allah itu sendiri adalah kekuasaan politik yang dibangun oleh Yesus.

Kerajaan Allah bukanlah sebuah sekadar perasaan ataupun konsep abstrak. Ia


dijelaskan dengan bahasa yang konkrit dan spesifik. Kata “Kerajaan”, baik dalam
bahasa Ibrani dan Yunani, berarti “pemerintahan” atau “penguasaan”. Makna
yang sama ini kita temukan dalam frasa “kerajaan” Herodes maupun
“penguasaan” Romawi. Doa yang diajarkan Yohanes dan Yesus mendefinisikan
Kerajaan Allah sebagai “terjadinya kehendak Allah di bumi ini” seperti yang
sudah terlaksana di sorga. Yang dimaksud bukanlah sebuah kerajaan yang ada
di sorga, tetapi mengemukakan ide tentang penguasaan sorgawi yang
menerobos ke dalam sejarah manusiawi dan menyatakan dirinya di muka bumi.
Frasa ini dipahami secara harfiah, implikasinya jelas-jelas sebuah revolusi di
bumi manusia, penghancuran secara penuh dari status quo tatanan (politik,
social, dan ekonomi) yang lama, dan berganti dengan tatanan yang baru seperti
kehidupan yang ada di sorga.

Yesus berkata : “Berbaliklah dari dosa-dosamu, karena kerajaan Allah sudah


dekat di ambang pintu, penghakiman sudah menjelang tiba.” Tentu apa yang Dia
katakan adalah sebuah nubuat yang akan segera terjadi pada zaman nya sendiri
yang akan segera tiba, bukanlah terjadi pada nanti waktu akhir zaman yesus
turun yang kedua kali. Orang menggambarkan diri Yesus adalah tokoh mesias
rohanis, sedangkan dalam setiap ucapannya dan tindakannya mencerminkan
Dia adalah tokoh politis yang revolusioner , yang benar-benar mengharapkan
penghancuran kerajaan-kerajaan duniawi (bumi) dan berganti dengan kerajaan
Allah.

Yesus mempunyai program atau agenda dalam misi mesianiknya, yaitu : “


Berkuasa atas Israel dengan menduduki tahta Daud, Membersihkan Yerusalem
dan Tanah Israel dari penguasa asing, Menegakkan kekuasaan berlandaskan
kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan, Memisahkan para pendosa dari umat
Israel, Mengumpulkan suku-suku Israel yang selama ini tercerai berai (yang
diamsalkan mengumpulkan tulang-tulang yang berserakan, seperti dalam
Yehezkiel pasal 37 ), dan Meluaskan kekuasaannya kepada semua bangsa-
bangsa di dunia yang tidak mengenal Allah, sehingga bumi menjadi buminya
Allah.”

Sebagai Raja yang akan duduk dalam kerajaan Allah nantinya, dalam artian
sebelum Kerajaan Allah tegak secara nyata di muka bumi (ini sudah terjadi pada
zamannya), Yesus mengambil langkah untuk mendirikan sebuah “pemerintahan”
sementara yang terdiri dari sebuah kabinet inti atau Kelompok Dua Belas. Dari
antara para pengikut-Nya, Yesus memilih dua belas orang yang Ia tunjuk sebagai
“utusan-utusan” atau wakil-wakil. Dan Dua belas orang tersebut tentu masing-
masing akan menunjuk dua belas orang dibawahnya secara sistematik. Inilah
makna dari kata yunani yang biasanya diterjemahkan sebagai “rasul”. Maksud
utama dari langkah ini mengisyaratkan bahwa ketika pemerintahan-Nya dapat
beroperasi secara penuh, masing-masing dua belas orang ini akan menduduki
sebuah tahta, masing-masing satu tahta bagi dua belas suku Israel (Lukas 22 :
30).
Jadi sebelum tegaknya kerajaan Allah di bumi, pasti yang dilakukan oleh para
Utusan Allah yakni Muhammad, Yesus, dan Musa adalah menghimpun umat
dalam “sebuah komunitas” untuk membangkitkan kerajaan Allah di muka bumi.
Inilah yang dimaksud sebagai kitab kejadian , yakni "menjadikan" ummat yang
independent, yang mempunyai "ideologi" yang satu (esa/tauhid) kepada Allah,
hanya kepada Allah saja, bukan lagi kepada sesembahan-sesembahan raja-raja
di bumi. "Menjadikan" Allah sebagai raja di bumi manusia, yang secara konkrit
adalah tegaknya kerajaan Allah di muka bumi. Firman Allah, jangan ada padamu
allah lain di hadapan-Ku, Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa
pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di
dalam air di bawah bumi, Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah
kepadanya, sebab Aku, TUAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu.

Kita lihat fakta sejarah perjalanan Bani Isr ae l . Sebelum dibebaskan oleh Musa
pada kali yang pertama, mereka adalah bangsa budak, yang diperbudak oleh
fir’aun di negeri Mesir, mereka tidak punya tanah air, hidup numpang di negeri
mesir. T atkala Musa datang untuk menyadarkan Bani Israel tentang esensi
pengabdian kepada Allah, maka mereka mengetahui akan dirinya, mereka tidak
mau diperbudak lagi , karena esensinya dia adalah budak Allah, tidak boleh ada
yang berhak menjadi tuan dalam dirinya kecuali Allah. Maka Musa dalam kitab
kejadian "menjadikan" Bani Israel sebagai umat atau komunitas yang
independent, yang mempunyai "ideologi" yang satu (esa/tauhid/ekhad) kepada
Allah, hanya kepada Allah saja, bukan lagi kepada raja di bumi, yakni Fir’aun.
Tatkala Bani Israel, mengetahui dirinya bahwa esensinya dia adalah budak Allah,
yang di dalam kitab Allah tertulis, Firman Allah: “Aku tidak menciptakan jin dan
manusia kecuali untuk menjadi abdi atau budak Aku”, sesungguhnya mereka
(bani Israel) diciptakan untuk mengabdi hanya kepada Allah, bukan kepada
Fir’aun yang mengaku diri sebagai tuan. Maka terjadilah sebuah kebangkitan.
Ruh All a h masuk di dalam diri bani Israel . Bani Isr ae l bangkit untuk
melepaskan diri dari perbudakan . Apa yang dimaksud dengan membangkitkan?
yakni d ari tidak sadar, menjadi sadar. Dari orang yang tidak tahu harga dirinya,
menjadi tahu harga dirinya. Dari orang yang tadinya mati, sekarang dia bangkit
hidup. Tentu saja setelah ditiupkan ruh kepadanya . Maka Bani Isr ae l bangkit
dari kematian nya . Dan sejarah mencatat, bani Israel yang tadinya menjadi
bangsa budak, kemudian dia sadar dan bangkit dari perbudakan, dan Allah telah
menuntunnya, maka Bani Israel diangkat oleh Allah, ditinggikan derajatnya,
dimuliakan di antara bangsa-bangsa yang lain, menjadi bangsa yang memimpin
dunia, menjadi wasit daripada dunia. Itulah nikmat yang dulu pernah Allah
berikan kepada Bani Israel, karena bani Israel mau beriman kepada Allah. Tetapi
sekarang Bani Israel telah meninggalkan Allah, dan Allah pun meninggalkan Bani
Israel.
Kerajaan Allah adalah suatu keniscayaan yang ada di muka bumi, yang tentu
sesuai dengan hukum tradisi Allah akan saling silih berganti dengan kerajaan
bangsa-bangsa. Dengan kata lain, Kerajaan Allah kadang eksis di muka bumi,
kadang tenggelam di muka bumi. Itu suatu keniscayaan. Bagimana mungkin
manusia bisa beribadah kepada Allah kalau tidak ada tempatnya, bagaimana
mungkin pula manusia bisa melakukan persembahan-persembahan kepada
Allah kalau tidak ada wadahnya. Tempat-tempat peribadatan, sebenarnya adalah
simbol dari perwujudan kerajaan Allah yang tegak di muka bumi. Segala sesuatu
ada simbolnya, dan segala simbol ada maknanya. Amerika serikat mempunyai
simbol patung liberty, Indonesia mempunyai simbol tugu monument nasional.
Jadi kalau kerajaan Allah sudah tidak ada lagi dalam artian sudah hancur dan
berganti dengan kerajaan bangsa-bangsa yang berdiri atas pilar ideologi
manusia, terus apakah fungsi dari pada tempat-tempat peribadatan itu sendiri?
Sehingga mengertilah kita mengapa Tu(h)an Allah dalam kitabnya sangat
membenci adanya persembahan-persembahan di bait Allah itu sendiri,
sementara Kerajaan Allah hancur di muka bumi. Selama kerajaan Allah tidak ada
di muka bumi, selama itu pula manusia tidak bisa beribadat kepada Tu(h)an
semesta alam. Bangun dulu kerajaan Allah, baru bisa melakukan peribadatan
kepada-Nya.

Perhatikan Kitab ratapan 2 : 7 : “Tuhan membuang mezbah-Nya, meninggalkan


tempat kudus-Nya, menyerahkan ke dalam tangan seteru tembok puri-purinya.”

Perlu difahami bahwa Kitab Ratapan adalah bani Israel meratap kepada tu(h)an
Allahnya. Itu terjadi ketika kerajaan Allah yang dibangun oleh Musa sudah
hancur berganti dengan kerajaan bangsa-bangsa. Mereka dalam kondisi yang
benar-benar meratap, yakni sangat menderita dan sengsara karena dijajah dan
diperbudak oleh bangsa-bangsa (Babilonia, Media persia, Yunani, Romawi).
Sehingga untuk mengenang itu dibangunlah Tembok Ratapan". Pada saat itu
Tu(h)an membuang Mezbah-Nya, meninggalkan tempat kudus-Nya. Sehingga
mereka (Bani Israel) tidak bisa melakukan persembahan-persembahan lagi di
mezbah atau di tempat-tempat kudus mereka.

Setelah meratap sekian abad (ratusan tahun), maka ratapan mereka akhirnya
didengar oleh Tu(h)an Allah. Allah hendak mengampuni dosa-dosa mereka (dosa
karena merusak perjanjian, dosa karena Yerusalem telah jatuh), dengan terlebih
dahulu mereka yakni Bani Israel harus mengadakan ikatan perjanjian dulu
kepada Allah, karena perjanjian yang pertama di waktu Musa (perjanjian lama)
telah mereka khianati. Maka dengan demikian mengertilah kita kenapa ada
perjanjian baru atau perjanjian yang kedua bagi Bani Israel. Perjanjian ini diikat
oleh seoarang pembebas yaitu Yesus atau Isa Al-Masih. Dia-lah yang
membebaskan Bani Israel dari keterkutukan dosa, dan mengangkatnya kembali
menjadi umat yang diberkati oleh Allah.

Tetapi setelah mereka diangkat kembali yang kedua kali oleh Yesus Utusan Allah
untuk menjadi umat yang diberkati, maka setelah sekian abad mereka
menguasai dunia, mereka lupa lagi terhadap perjanjiannya, sama seperti yang
pertama di waktu Musa, mereka merusaknya kembali, dan akhirnya mereka
kembali jatuh menjadi umat kutuk lagi atau umat budak bangsa-bangsa lagi.

Anda mungkin juga menyukai