Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
2.1 Skizofrenia
2.1.1 Pengertian
Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada
proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan
psikomotor disertai distorsi kenyataaan terutama karena waham dan halusinasi,
assosiasi terbagi-bagi sehingga muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat,
psikomotor menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizar. Skizofrenia
berasal dari dua kata “skizo” yang berarti retak atau pecah (split), dan ”frenia” yang
berarti jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita gangguan jiwa skizofrenia
adalah orang yang mengalami keretakan atau keretakan kepribadian (splitting of
personality). 1,3
Skizofrenia merupakan sebuah sindrom kompleks yang dapat merusak pada
efek kehidupan penderita maupun anggota-anggota keluarganya atau gangguan mental
dini untuk melukiskan bentuk psikosis tertentu yang sesuai dengan pengertian
skizofrenia sekarang. Hal tersebut dilaporkan dalam bentuk kasus yang terjadi pada
seorang pemuda yang ditandai adanya kemunduran atau keruntuhan fungsi intelek
yang gawat, berikutnya menjadi dementia yanc, merupakan kemerosotan otak
(dementia) yang diderita oleh orang muds (praecox) yang pada akhirnya dapat
menyebabkan kekaburan keseluruhan kepribadian. Bahwa halusinasi, delusi dan
tingkah laku yang aneh pada penderita skizofrenia dapat dikatakan sebagai kelainan
fisik atau suatu penyakit. Eugen Bleuler dalam Kaplan & Sadock, memperkenalkan
istilah skizofrenia atau jiwa yang terbelah, sebab gangguan ini ditandai dengan
disorganisasi proses berpikir, rusaknya koherensi antara pikiran dan perasaan, serta
berorientasi dini kedalam dan menjauh dari realitas yang intinya terjadi perpecahan
antara intelek dan emosi.4,5
2.1.2 Etiologi Skizofrenia
a. Keterlibatan faktor keturunan
Secara umum dapat dikatakan semakin dekat hubungan genetiknya dengan
pasien, maka semakin besar pula kemungkinannya untuk menderita gangguan tersebut.
Hal ini sering disebut concordant, yaitu anak kembar dari satu telur mempunyai
kemungkinan tiga sampai enam kali lebih besar untuk sama-sama menderita gangguan
skizofrenia dibandingkan dengan anak kembar dari dua telur.5,7
b. Faktor lingkungan
Penelitian menyatakan bahwa ibu yang terlalu melindungi, hubungan
perkawinan orang tua yang kurang sehat, kesalahan dalam pola komunikasi diantara
anggota keluarga dapat menimbulkan skizofrenia. Skizofrenia tidak diduga sebagai
suatu penyakit tunggal tetapi sebagai sekelompok penyakit dengan ciri-ciri klinik
umum. Banyak teori penting telah diajukan mengenai etiologi dan ekspresi gangguan
ini, salah satunya yang diungkapkan oleh Residen Bagian Psikiatri UCLA.5,7
c. Teori biologik dan genetik
Penelitian keluarga (termasuk penelitian kembar dan adopsi) sangat
mendukung teori bahwa faktor genetik sangat penting dalam transmisi mendukung
skizofrenia atau paling tidak memberi suatu sifat kerawanan dan juga dapat menjadi
penyebab peningkatan insiden dari sindrom, yang mirip dengan skizofrenia (gangguan
kepribadian skizoafektif, skizotipik dan lainnya) yang terjadi dalam keluarga.5,7
d. Hipotesis neurotransmitter
Penelitian terakhir memperlihatkan adanya kelebihan reseptor dopaminergik
dalam susunan syaraf pusat (SSP) penderita skizofrenik. Pada hakekatnya neuroleptik
diduga efektif karena kemampuannya memblokir reseptor dopaminergik. Penelitian
mengenai skizofrenik yang tidak di obati juga mengungkapkan suatu kelebihan dari
reseptor dopaminergik yang secara langsung berlawanan dengan teori bahwa temuan
ini berhubungan dengan pemberian neuroleptik.5
e. Pencetus psikososial
Stressor sosio lingkungan sering menyebabkan timbulnya serangan awal dan
kekambuhan skizofrenia serta dapat diduga sebagai suatu terobosan kekuatan protektif
dengan tetap mempertahankan kerawanan secara psiko biologik dalam pengendalian.
Tiga tindakan emosi yang dinyatakan di lingkungan rumah : komentar kritis,
permusuhan dan keterlibatan emosional yang berlebihan terbukti menyebabkan
peningkatan angka kekambuhan skizofrenia. Etiologi atau penyebab skizofrenia yang
lebih rinci dijelaskan oleh Kaplan dan Sadock sebagai berikut:
1. Model diatesis-stress
Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan
lingkungan adalah model diatesis-stress. Model ini merumuskan bahwa seseorang
mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis) yang jika dikenai oleh suatu
pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress akan memungkinkan perkembangan
gejala skizofrenia.5,7
2. Faktor biologis
Semakin banyak penelitian telah melibatkan peranan patofiologis untuk daerah
tertentu di otak termasuk sistem limbik, korteks frontalis dan ganglia basalis. Ketiga
daerah tersebut saling berhubungan sehingga disfungsi pada salah satu daerah tersebut
mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya sehingga menjadi suatu tempat
potensial untuk patologi primer pasien skizofrenik.5,7
2.2 Depresi
2.2.1 Pengertian Depresi
Menurut sejarah psikiatri dapat dilihat bahwa pengertian depresi sebagai
gangguan tersendiri terpisah dari gangguan mental lain yang telah sama ada sejak
zaman Hipocrates (460-377 SM). Hipocrates inilah yang berusaha mengklasifikasikan
gangguan jiwa dalam beberapa penyakit yang berdiri sendiri: epilepsi, mania (gaduh,
gelisah, melankoli (depresi), paranoid. Walaupun namanya berbeda, waktu itu diberi
nama melancholy, yang digambarkan sebagai kemurungan atau kesedihan yang
ditimbulkan oleh karena kelebihan cairan empedu yang berwarna hitam
(zwartgalligheid). Kemudian pada tahun 1905 istilah melancholy diganti dengan
depresi oleh Meyer dengan alasan etiologi yang luas. Depresi merupakan kata
Indonesia yang disadur dari bahasa Inggris yaitu depression, sadness dan low spirit .
Depresi adalah suatu penyakit jiwa yang gejala utamanya adalah sedih, yang dapat
disertai gejala-gejala psikologik lainnya, gangguan somatik maupun gangguan
psikomotor dalam kurun waktu tertentu dan digolongkan kedalam penyakit jiwa
afektif. Stuart (2006) berpendapat bahwa depresi atau melankolia adalah suatu
kesedihan dan perasaan yang berkepanjangan atau abnormal. Dapat digunakan untuk
menunjukkan berbagai fenomena, seperti tanda, gejala, sindrom, emosional, reaksi.
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnostik Gangguan Jiwa III di Indonesia yang
dimaksud depresi adalah sekumpulan gejala dengan gambaran utama gangguan mood
yang mempengaruhi penampilan kognitif, psikomotor dan psikososial disertai
kesulitan hubungan interpersonal.6,11
2.2.2 Teori Penyebab Depresi
Adapun teori penyebab terjadinya depresi meliputi:
a. Teori biologi: depresi berhubungan dengan gangguan pada ritme sirkadian,
disfungsi otak, aktivitas kejang limbik, disfungsi neuroendokrin, defisiensi biogenik
amine, cacat pada sistem imun dan genetic.5,12
b. Teori psikoanalitical: depresi berasal dari respon terhadap kehilangan, kekecewaan
atau kegagalan. Rasa marah dipindahkan dan dikembalikan pada diri sendiri,
ketidakmampuan untuk berduka cita karena adanya kehilangan. 5,12
c. Teori Behavioral: kegagalan untuk menerima reinforcement positif dari orang lain
dan lingkungan merupakan predisposisi bagi seseorang untuk mengalami gangguan
depresi.12
d. Teori kognitif: konsep negatif dari diri, pengalaman, orang lain dan lingkungan
merupakan kontribusi terjadinya depresi. Kepercayaan bahwa seseorang tidak dapat
mengontrol situasi memberikan kontribusi terjadinya depresi. 5,12
e. Teori sociological: kehilangan kekuasaan, status, identitas, nilai dan tujuan untuk
menciptakan eksistensi yang tepat akan menyebabkan depresi. 5,12
f. Teori Holism: depresi adalah hasil dari genetik, biologi, psikoanalisa, tingkah laku,
kognitif dan pengalaman sosiologis. 5,12
5) Depresi itu sendiri adalah perasaan negatif. Jika seseorang menyimpan perasaan
negatif maka jelas akan membuat letih karena membebani pikiran dan perasaan dan
ia harus memikulnya dimana saja dan kapan saja, suka tidak suka. 8,15
b. Gejala Psikis
1) Kehilangan rasa percaya diri
Penyebabnya, orang yang mengalami depresi cenderung memandang segala
sesuatu dari sisi negatif, termasuk menilai diri sendiri. Pasti mereka senang sekali
membandingkan antara dirinya dengan orang lain. Orang lain dinilai lebih
sukses, pandai, beruntung, kaya, lebih berpendidikan, lebih berpengalaman, lebih
diperhatikan oleh atasan dan pikiran negatif lainnya. 8,15
2) Sensitif
Orang yang mengalami depresi senang sekali mengkaitkan segala sesuatu dengan
dirinya perasaannya sensitive sekali, sehingga sering peristiwa yang netral jadi
dipandang dari sudut pandang yang berbeda oleh mereka, bahkan disalahartikan.
Akibatnya, mereka mudah tersinggung, mudah marah, perasa, curiga akan
maksud orang lain (yang sebenarnya tidak ada apa-apa), mudah sedih, murung,
dan lebih suka menyendiri8,15
3) Merasa diri tidak berguna
Perasaan tidak berguna ini muncul karena mereka merasa menjadi orang yang
gagal terutama dalam bidang atau lingkungan yang seharusnya mereka kuasai.
Misalnya seorang manager mengalami depresi karena ia dimutasikan ke bagian
lain. Dalam persepsinya, pemutasian itu disebabkan ketidakmampuannya dalam
bekerja dan pimpinan menilai dirinya tidak cukup memberikan kontribusi sesuai
dengan yang diharapkan. 8,15
4) Perasaan Bersalah
Perasaan bersalah terkadang timbul dalam pemikiran orang yang mengalami
depresi. Mereka memandang suatu kejadian yang menimpa dirinya sebagai suatu
hukuman atau akibat dari kegagalan mereka melaksanakan tanggung jawab yang
seharusnya dikerjakan. Banyak pula yang merasa dirinya menjadi beban bagi
orang lain dan menyalahkan diri mereka atas situasi tersebut. 8,15
5) Perasaan terbebani
Banyak orang yang menyalahkan orang lain atas kesusahan yang dialami.
Mereka merasakan beban yang terlalu berat karena merasa dibebani tanggung
jawab yang berat. 8,15
c. Gejala Sosial
Masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada akhirnya mempengaruhi
lingkungan dan pekerjaan (atau aktivitas lainnya). Bagaimana tidak, lingkungan tentu
akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi tersebut yang pada umumnya
negatif (mudah marah, tersinggung, menyendiri, sensitive, mudah letih, mudah sakit).
Masalah sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah yang berinteraksi dengan
rekan kerja, atasan, atau bawahan. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, namun
masalah lainnya juga seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada diantara
kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal. Mereka
merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin hubungan
dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan. 8,15
b. Depresi Sedang
Pedoman yang dipakai adalah :
1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode
depresi ringan
2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya
3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu
4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan
urusan rumah tangga. 8,17
c. Depresi Berat
Pedoman yang dipakai adalah:
1) Semua 3 gejala depresi harus ada
2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya
harus berintensitas berat
3) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi dan retardasi psikomotor) yang mencolok,
maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejala
secara rinci. 8,17
c. Terapi Senam
Pendekatan psikoterapi bagi pasien terdepresi adalah pendekatan kognitif dan
pendekatan yang lebih terarah dan lebih terstruktur. Walaupun setelah periode depresif
menghilang, intervensi keterampilan jangka panjang masih diperlukan. Pada beberapa
program terapi, modelling dan permainan peran dapat membantu menegakkan
keterampilan pemecahan masalah yang baik. Beberapa pendekatan psikoterapi berbeda
yang digunakan telah menunjukkan hasil, yaitu psikoterapi perorangan, terapi
berorientasi kesadaran, terapi tingkah laku, terapi bermain, model stress hidup,
psikoterapi kognitif, terapi aktivitas kelompok, terapi kerja, pendidikan remedial,
penempatan di luar rumah serta ECT (Weller, 1990). Terapi aktivitas kelompok
merupakan suatu jenis terapi aktivitas yang dilaksanakan oleh pasien dengan depresi
secara bersama-sama dalam usaha penyaluran energy secara benar dalam bentuk
senam. Pengertian senam adalah aktivitas fisik yang dilakukan baik sebagai cabang
olahraga tersendiri maupun sebagai latihan untuk cabang olahraga lainnya. Berbeda
dengan cabang olahraga lain umumnya yang mengukur hasil aktivitasnya pada obyek
tertentu, senam mengacu pada bentuk gerak yang dikerjakan dengan kombinasi terpadu
dan menjelma dari setiap bagian anggota tubuh dari komponen-komponen kemampuan
motorik seperti : kekuatan, kecepatan, keseimbangan, kelentukan, agilitas dan
ketepatan. Dengan koordinasi yang sesuai dan tata urutan gerak yang selaras akan
terbentuk rangkaian gerak artistik yang menarik (Brick, 2002). Sedangkan menurut
Hidayat (1990) menyatakan senam ialah latihan tubuh yang diciptakan dengan sengaja,
disusun secara sistematik dan dilakukan secara sadar dengan tujuan membentuk dan
mengembangkan pribadi secara harmonis. Olahraga senam sendiri ada bermacam-
macam, seperti : senam kuno, senam sekolah, senam alat, senam korektif, senam irama,
turnen, senam artistik dan senam ritmik atau modern ritmik seperti senam aerobic. 19,20
Depresi pada pasien pasca skizofrenia ini dapat mempengaruhi hubungan sosial
mereka, seperti kehilangan orang-orang yang dikasihi dalam hidup dan dapat menjadi
pemicu menurunnya keinginan hidup pasien bila tidak ditangani dengan baik. Hal ini
menunjukkan pada kita tentang betapa pentingnya mengenali depresi pasca skizofrenia
dan penanganannya.21,22