Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

ANESTESI UMUM PADA PASIEN CA MAMMAE

DENGAN HIPERTENSI

Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Pembelajaran

Program Studi Pprofesi Dokter

Pembimbing

dr. H. Ucu Nurhadiat, Sp.An

Disusun oleh:

Rima Januaristi 030.14.166

Novella Putri Wanda 030.14.144

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI

RSUD KARAWANG

PERIODE 4 JUNI – 21 JULI 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas segala anugerah dan
nikmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah laporan kasus berjudul
“Anestesi Umum pada Pasien dengan Hipertensi”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesiologi di
Rumah Sakit Umum Daerah Karawang.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dan ikut berkontribusi dalam penyusunan makalah laporan kasus ini,
terutama kepada dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An, dr. Ade Nurkacan, Sp.An dan dr. Catur
Pradono, Sp.An selaku pembimbing yang telah memberikan masukan dalam
pembuatan makalah laporan kasus. Terima kami penulis ucapkan untuk para staf
Ilmu Anestesiologi Rumah Sakit Umum Daerah Karawang yang telah ikut
membantu dan membimbing penulis selama menjalani Kepaniteraan Klinik Ilmu
Anestesiologi di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang .
Kami menyadari sepenuhnya masih terdapat kekurangan dalam penulisan
makalah laporan kasus ini, oleh karena itu kritik dan saran yang dapat membangun
sangat diperlukan. Semoga makalah referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Juli 2018

Penulis

i
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Judul :

Anestesi Umum pada Pasien Ca Mammae

Dengan Hipertensi

Disusun oleh:

Rima Januaristi 030.14.166

Novella Putri Wanda 030.14.144

Ditunjukan untuk memenuhi nilai dalam menempuh

Kepaniteraan Klinik Anestesi

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti – RSUD Karawang

Periode 4 Juni – 21 Juli 2018

Karawang, Juli 2018

Pemimbing

dr. H. Ucu Nurhadiat, Sp.An

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

BAB II ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas Pasien .......................................................................................... 3

2.2 Assesment Pre-Operatif ............................................................................. 5

2.2.1 Anamnesis ........................................................................................ 6

2.2.2 Pemeriksaan Fisik ............................................................................. 7

2.2.3 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................

2.2.4 Diagnosis ...........................................................................................

2.3 Pre-Operatif ................................................................................................ 8

2.4 Intraoperatif ................................................................................................ 10

2.5 Post Operatif ............................................................................................... 10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


3.1 Definisi Anestesi Umum ................................................................................... 6
3.2 Keuntungan Anestesi Umum ............................................................................. 6
3.3 Kerugian Anestesi Umum ................................................................................ 6
3.4 Stadium-stadium Anestesi ................................................................................ 7
3.5 Persiapan dan Penilaian Pra Anestesi ............................................................... 7
3.6 Induksi Anestesi ................................................................................................ 9

iii
3.7 Tatalaksana Jalan Napas ................................................................................. 11
3.8 Indikasi Intubasi Trakea ................................................................................. 12
3.9 Kesulitan Intubasi ........................................................................................... 13
3.10 Komplikasi Intubasi ....................................................................................... 13
3.11 Ekstubasi ....................................................................................................... 14
BAB IV ANALISIS KASUS .......................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 14

LAMPIRAN .................................................................................................... 13

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Homeostasis adalah hal yang esensial bagi kelangsungan hidup. Faktor yang
yang harus dipertahankan secara homeostatis adalah konsentrasi garam, air dan
elektrolit lain. Hal tersebut dikarenakan konsentrasi garam dan air di cairan
ekstrasel mempengaruhi seberapa banyak air yang masuk atau keluar sel, maka
konsentrasi keduanya diatur secara cermat untuk mempertahankan volume sel. Air
adalah komponen tubuh manusia paling banyak, rata-rata membentuk 60% berat
tubuh. Faktor volume dan tekanan yang adekuat juga perlu dipertahankan karena
untuk menjamin distribusi penghubung antara lingkungan eksternal dan sel yang
penting ini ke seluruh tubuh.(1)

Gangguan keseimbangan cairan dan elektolit dapat terjadi saat perioperatif


dan intraoperatif. Adanya gangguan keseimbangan cairan elektrolit dapat
menyebabkan gangguan kardiovaskular, neurologi dan fungsi neuromuskular. Oleh
karena itu, seorang ahli anestesi perlu memahami fisiologi air dan elektrolit.(2).

Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interior


dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma
expander) secara intravena. Terapi cairan dibutuhkan kalau tubuh tidak dapat
memasukkan air, elektrolit dan zat-zat makanan secara oral, misalnya pada keadaan
pasien harus puasa lama, karena pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak,
syok hipovolemik, anorexia berat, mual muntah tak berkesudahan dan lain-lainnya.
Dengan terapi cairan kebutuhan akan air dan elektrolit dapat dipenuhi. Selain itu
dalam keadaan tertentu adanya terapi cairan dapat digunakan sebagai tambahan
untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau dapat juga digunakan
untuk menjaga keseimbangan asam basa.(3)

1
Pentingnya mempelajari terapi cairan untuk mencegah dan mengatasi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, maka pada makalah referat ini akan
dibahas mulai dari fisiologi cairan, jenis-jenis cairan hingga terapi cairan.

2
BAB II

ILUSTRASI KASUS

2. 1 Identitas Pasien
Nama : Ny. Marsih
Usia : 48 th 0 bln 23 hr
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No.RM : 00.72.76.51
Alamat : Krajan
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 24 Juni 2018

2.2 Assesment Pre-Operatif


2.2. 1 Anamnesis
 Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 25 Juni
2018 pukul 06.00
 Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan ada benjolan di
payudara kiri sejak setahun lalu sebelum masuk rumah sakit.
 Keluhan Tambahan : Pasien mengeluh sering demam di pagi dan
siang hari.
 Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke rumah sakit dengan
keluhan benjolan di payudara kiri sejak setahun lalu sebelum masuk
rumah sakit. Benjolan dirasakan semakin membesar namun tidak
nyeri.
 Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien memilik riwayat hipertensi sejak
5 tahun lalu dan tidak rutin mengonsumsi obat hipertensi. Riwayat
kencing manis dna penyakit jantung dan paru disangkal.

3
 Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga pasien tidak ada yang
memiliki keluhan yang sama. Ibu pasien memiliki riwayat darah
tinggi.
 Riwayat Kebiasaan : Pasien memiliki kebiasaan sering memakan
makanan bersantan dan asin serta jarang melakukan olahraga.
Kebiasaan mengonsumsi obat tertentu dalam jangka Panjang,
meminum alkohol dan merokok disangkal.
 Riwayat Operasi dan Pengobatan : Pasien sudah pernah berobat ke
puskesmas sebelumnya dan melakukan operasi biopsy pada benjolan
di payudara kirinya pada bulan Mei lalu.
 Riwayat Sosial Ekonomi : Pekerjaan sehari-hari pasien adalah
sebagai ibu rumah tangga, terkadang berjualan bubur di dekat rumah.
Saat ini pasien memiliki 2 orang anak dan tinggal di rumah sendiri
dengan 3 buah kamar tidur.

2.2.2 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan Umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Kesan Gizi : Gizi cukup
 Tanda Vital
- Tekanan Darah : 130/90 mmHg
- Nadi : 81 x/menit
- Suhu : 37,3°C
- Saturasi Oksigen : 98%
- Pernapasan : 20 x/menit
 Status Generalis
- Kepala : Normocephaly, distribusi rambut merata
- Mata : Ca (-/-), Si(-/-)
- Mulut : Sianosis (-), mukosa tidak ada kelainan
- Leher : Pembesaran KGB (-)

4
- Thorax : Simetris, SNV (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-),
Bunyi Jantung I dan II regular, Murmur (-),
Gallop (-), terdapat benjolan di payudara
kiri, benjolan tidak kemerahan dan tidak
hangat
- Abdomen : Supel, Bising usus (+)
- Extremitas : Akral hangat, oedem (-)

2.2.3 Pemeriksaan Penunjang


Tanggal Pemeriksaan : 24 Juni 2018

Tabel 1. Hasil Uji Laboratorium Ny. Marsih 24 Juni 2018


Parameter Hasil Satuan Remarks Nilai
Rujukan

Hematologi

Hemoglobin 12,4 g/dl 11,7 – 15,5

Eritrosit 4,56 x 106 /µL 4,1 – 5,1

Leukosit 9,68 x 103 /µL 4,4 – 11,3

Trombosit 335 x 103 /µL 150 - 400

Hematokrit 36,2 % 35 - 47

MCV 79 fL * 80 - 100

MCH 27 Pg 26 - 34

MCHC 34 g/dl 32 -36

RDW-CV 14,8 % 12 – 14,8

5
Kimia

Gula Darah 100 Mg/dl 70 - 110


Sewaktu
Ureum 14.2 Mg/dl * 15 - 50

Kreatinin 0,67 Mg/dl 0.50 – 0.90

2.2.4 Diagnosis
 Diagnosis Pembedahan : Ca Mammae sinistra
 Tindakan Pembedahan : Mastektomi
 Kriteria ASA : ASA III dengan hipertensi tidak terkkontrol

2.3 Pre-Operatif
 Memastikan identitas pasien sudah lengkap dan benar
 Diagmosa Pre-operatif : Ca Mammae sinistra
 Tindakan : Mastektomi
 Mempersiapkan dokumen persetujuan tindakan anestesi, pembedahan dan
assessment pre anestesi
 Pasien diminta berpuasa sejak pukul 00.00
 Pemberian obat untuk menurunkan tekanan darah sebelum dilakukan
operasi
 Akses intravena terpasang di tangan kanan pasien
 Persiapkan obat dan alat anestesi umum
 Persiapkan monitor, saturasi oksigen, pengukur tekanan darah, nadi
 Persiapkan obat-obatan emergensi : Efedrin HCL, Adrenalin, Atropine,
Aminofilin dan Natrium Bikarbonat
 Keadaan umum :
- Compos mentis
- Tampak sakit sedang

6
 Hasil pemeriksaan pre operatif subjektif : Demam (-), Alergi (-), asma (-),
riwayat hipertensi tidak rutin meminum obat (+), riwayat diabetes melitus
(-), riwayat Tuberkulosis (-), kebiasaan merokok (-), riwayat anestesi dan
komplikasi (-), puasa sejak pukul 00.00
 Hasil pemeriksaan pre operatif objektif :
- Tekanan Darah : 180/110 mmHg
- Nadi : 102 x/menit
- Suhu : 37,3°C
- Saturasi Oksigen : 100%
- Pernapasan : 20 x/menit
 Hasil penilaian pre operatif menurut klasifikasi American Society of
Anestheosilogist (ASA) : ASA III dengan hipertensi

2.4 Intra Operatif


Tabel 2. Perjalanan Tindakan Anestesi pada Ny. Marsih
Pukul Tindakan Anestesi

07.50 Pasien masuk ke dalam ruang operasi, diposisikan di atas meja


operasi dan dipasang alat monitoring (NIBP dan SpO2)

08.00 Pemberian obat anestesi umum propofol 100 mg i.v bolus,


midazolam 3 mg i.v bolus, fentanyl 50 mg i.v bolus

08.05 Pemasangan LMA

08.30 Operasi dimulai

09.15 Penggantian infus Asering 500 cc

10.15 Pemberian Ondansetron 4 mg i.v bolus, ketorolac 30 mg i.v bolus,


tramadol HCL 100 mg drip

10.20 Operasi selesai

7
 Keadaan Intra Operatif
Jenis Anestesi : Anestesi umum
Tindakan pembedahan : Mastektomi
Lama pembiusan : 2 jam 20 menit
Lama pembedahan : 1 jam 50 menit
Posisi : Terlentang
Akses Intravena : Tangan kanan dengan Asering
Medikasi : Propofol 100 mg i.v bolus,
Midazolam 3 mg i.v bolus
Fentanyl 50 mg i.v bolus
Ondansetron 4 mg i.v bolus
Ketorolac 30 mg i.v bolus
Tramadol HCL 100 mg drip
Jumlah cairan : 1000 cc
Keadaan setelah pembedahan
- Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 100 x/menit
- Saturasi Oksigen : 100%
- Pernapasan : 18 x/menit

2.5 Post Operatif


Pembedahan selesai dilakukan pada pukul 10.20 tanggal 25 Juni 2018.
Diagnosa post pembedahan adalah ca mammae. Setelah pembedahan selesai,
LMA dilepaskan dan diberikan ventilasi kemudian dipindahkan ke recovery
room.

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi anestesi umum

Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat reversible.

3.2 Keuntungan anestesi umum

 Efek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang didapat akibat


ansietas dari berbagai kejadian intraoperatif yang mungkin memberikan
trauma psikologis

 Penghapusan kapasitas sensorik untuk merasakan rasa sakit selama prosedur


pembedahan.
 Memudahkan kontrol penuh ventilasi pasien

3.3 Kerugian anestesi umum

 Tidak dapat memprediksi gangguan susunan saraf pusat misalnya perubahan


kesadaran.
 Sangat memengaruhi fisiologi. Hampir semua regulasi tubuh menjadi tumpul di
bawah anestesi umum
 Memerlukan pemantauan yang lebih holistik dan rumit
 Memerlukan persiapan pasien yang lebih seksama.
3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi anestesi umum
 Respirasi gas anestesi
 Sirkulasi
 Jaringan
 Mean alveoar concentration
 Faktor lain seperti ventilasi, curah jantung dan suhu

3.5 Stadium anestesi

 Stadium 1 : stadium analgesia atau disorientasi, disebut juga stadium induksi


dengan hilangnya kesaadaran dan menghilangnya refleks bulu mata

9
 Stadium 2 : stadium hipersekresi atau eksitasi atau delirium, terjadi depresi pada
ganglia basalis reaksi berlebihan bila ada rangsangan hidung, cahaya,nyeri, rasa
dan raba.
 Stadium 3 : disebut stadium pembedahan, ventilasi teratur dan dibagi menjadi 4
plana
1. Plana 1 :
- ventilasi teratur : torako abdominal
- pupil terfiksasi, miosis
- refleks cahaya +
- lakrimasi meningkat
- refleks faring dan muntah –
- tonus otot mulai menurun
2. plana 2 :
- ventilasi teratur: abdominal torakal
- volume tidal menurun
- frekuensi nafas meningkat
- pupil : terfiksasi ditengah, midriasi
- refleks cahaya mulai menurun
- refleks kornea –
3. plana 3 :
- ventilasi terartur : abdominal dengan kelumpuhan saraf interkostal
- lakrimasi –
- pupil melebar dans sentral
- refleks laring dan peritoneum –
- tonus otot menurun
4. plana 4 :
- ventilasi tidak teratur dan tidak adekuat oleh karena otot diafrgama
lumpuh
- tous ott menurun
- pupil midriasi
- refleks sfingter ani dan kelenjar lakrimalis –
 stadium 4 : stadium paralisis, terjadi henti nafas sampai henti jantung.
3.6 Penilaian dan persiapan pra anestesi

10
1. Anamnesis
- Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya
- Riwayat penyakit sistemik (diabetes melitus, hipertensi ,
kardiovascular, TB, asma)
- Pemakaian obat obat tertentu seperti antidiabetik,
antikoaguan, kortikosteroid, antihipertensi secara teratur.
Dua obat terakhir harus diteruskan selama operasi dan
anestesi.
- Riawayat diet (makan dan minum terakhir)
- Kebiasaan pasien (perokok berat, peakaian alkohol atau
obat-obatan)
2. Pemeriksaan fisik
- Breath
Keadaan jalan napas pasien, bentuk pipi dan dagu, mulut dan
gigi, lidah dan tonsil. Apakah jalan napas mudah tersumbat?
Apakah intubasi akan sulit? Apakah pasien ompong atau
menggunakan gigi palsu atau mempunyai rahang yang kecil
yang akan mempersulit laringoskopi? Apakah ada gangguan
membuka mulut atau kekauan leher?
Tentukn frekuensi napas, tipe napas apakah cuping hidung,
abdominal atau torakal, apakah terdapat nafas dengan
bantuan otot pernapasan (retraksi kosta). Nilai ronki,
wheezing, mur mur dan stridr.
- Blood
Tekanan darah, nadi , tekanan nadi, perfusi perifer. Nilai
syok atau perdarahan. Dan pemeriksaan jantung.
- Brain
GCS dan tanda tanda TIK
- Bladder
Produksi urin dan pemeriksaan faal ginjal
- Bowel

11
Pembesaram hepar, bising usus dan peristaltik usus. Cairan
bebas dalam perut atau mass abdominal
- Bone
Kaku kuduk atau patah tulang? Pemeriksaan bentuk leher
dan tubuh dan kelainan tulang belakang.
3. Pemeriksaan laboratorium dan radiologi
- Pemeriksaan standar yaitu darah rutin ( kadar haemoglobin,
leukosit, bleeding time, clothing time atau APTT&PTT)
- Pemeriksaan kadar gula darah
- Liver function test
- Renal function test
- Pemeriksaan foto toraks
- Pemeriksaan pelengkap atas indikasi seperti gula darah 2 jam
post prandial, pemeriksaan EKG untuk pasien > 40 tahun
4. Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik
seseorang berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA):
1. ASA I : Pasien sehat organik, fiisiologik, psikiatri dan biokimia
2. ASA II : Penyakit sistemik ringan-sedang
3. ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, dan aktivitas rutin
terganggu
4. ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat dan tidak dapat
melakukan aktivitas rutin dari penyakitnya merupakan ancaman
kehidupannya setiap saat.
5. ASA V : pasien kritis yang diperkirakan dengan atau tanpa operasi,
hidupnya lebih dari 24 jam
6. E : Cito atau emergency
5. Masukan oral
Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas
merupakan risiko utama pada pasien yang menjalani anestesi maka
untuk meminimalkan risiko tersebut, pasien di jadwalka untuk operasi

12
elektif di wajibkan puasa. Pada pasien dewasa puasa 6-8 jam, pada anak
kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam.
6. Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat dalam waktu 1-2 jam sebelum
operasi untuk melancarkan induksi yang berguna untuk :
- Meredakan kecemasan dan ketakutan
- Memperlancar induksi anestesia
- Mengurangi kelenjar ludah dan bronkus
- Meminimalkan jumlah obat anestesi
- Mengurangi mual-muntah pasca bedah
- Menciptakan amnesia
- Mengurangi isis cairan lambung
3.6 Induksi Anestesia
Induksi anestesia adalah membuat pasien sadar menjadi tidak sadar,
sehingga dimungkinkan untuk memulai anestesi dan pembedahan. Induksi
anetesia dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuskular, atau rektal.
1. Induksi intravena

Anestesi umum intravena adalah satu tehnik anestesi umum yang


dilakukan dengan cara menyuntikan obat anestesi parenteral langsung ke
dalam pembuluh darah vena. Obat-obatan anestesi yang dapat di berikan
melalui intravena terdiri dari : obat-obat induksi, obat-obat penghambat
neuromuskular dan obat-obat golongan opioid.

 Tiopental

Dikemas dalam bentuk tepung atau bubuk bewarna kuning, berbau


belerang, biasanya dalam ampul 500 mg atau 1000 mg,sebelum digunakan
dilarutkan dalam aquadest steril sampai kepekatan 2,5%. Hanya boleh
digunakan intuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg. Larutan ini bersifat
sangat basa sehingga jika suntikan keluar dari vena maka akan

13
menimbulkan nyeri dan jika masuk ke arteri bisa terjadi vasokontriksi dan
nekrosis jaringan sekitar. Jika hal ini terjadi dapat diberikan suntikan
infiltrasi lidokain. Tiopental menurunkan alirah darah ke otak, tekanan
likuor, tekanan intrakranial serta dapat menyebabkan depresi napas.
Tiopental didalam darah 70% diikat oleh albumin dan 30% bersifat bebas
jadi jika albumin rendah maka dosis tiopental juga harus dikurangi.

 Propofol

Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu


bersifat isotonik dengan kepekatan 1%. Suntikan intravena dapat
menyebabkan nyeri sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan
lidokain 1-2mg/kg intravena. Dosis bolus 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan 4-12
mg/kg/jam dan fase sedasi untuk perawat intensif 0,2 mg/kg. Peengenceran
hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Pada anak <3 tahun dan wanita hamil
tidak dianjurkan.

 Ketamin

Sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala,


pasca anestesi menimbulkan mual-mutah, pandangan kabur dan mimpi
buruk. Dosis bolus untuk induksi intravena 1-2m/kg dan untuk
intramuskular 3-10 mg.

 Opioid

Untuki induksi diberikan dosis tinggi, opioid tidak mengganggu sistem


kardioaskuler sehingga banyak digunakan untuk pasien dengan kelainan
jantung. Untuk anestesi opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50
mg/kg dilanjutkan dengan dosis rumtan 0,3-1 mg/kg/menit

2. Induksi intramuscular

Sampai sekarang hanya kentamin yang dapat di berikan secara inramuscular


dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

14
3. Induksi inhalasi
Hanya dikerjakan dengan halotan atau sevofluran.cara induksi ini
dikerjakan pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur vena atau
pada dewasa yang takut disuntik.
Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O
dan O2. Induksi dimulai dengan aliran O2>4 liter/menit ata campuran
N2O:O2=3:1 aliran 4 liter/menit, dimulai dengan halotan 0,5 vol sampai
konsentrasi yang dibutuhkan. kalau pasien batuk konsentrasi halotan
diturunkan untuk kemudian kalau sudah tenang dinaikkan lagi sampai
konsentrasi yang diperlukan.
Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang
batuk, walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai
8 vol%. Seperti dengan halotan konsentrasi dipertahankan sesuai
kebutuhan. Induksi dengan enfluran, isofluran atau desfluran jarang
dilakukan karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lama.
3.8 Tatalaksana jalan napas
1. Hidung
Menuju nasofaring
2. Mulut
Menuju orofaring

Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum


durum dan palatum molle dan dibagian belakang bersatu di
hipofaring. Hipofaring menuju esophagus dan laring dipisahkan
oleh epiglotis menuju ke trakea. Laring terdiri dari tulang rawan
tiroid, krikoid, epiglotis dan sepasang aritenoid, kornikulata dan
kuneiform.

A. Manuver tripel jalan napas


Terdiri dari:
1. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.
2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula

15
3. Mulut dibuka

Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas,
sehingga gas atau udara lancer masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.

B. Jalan napas faring


Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan
napas mulut-faring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan
napas lewat hidung (naso-pharyngeal airway).
C. Sungkup muka
Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system
anestesi ke jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa
sehingga ketika digunakan untuk bernapas spontan atau dengan tekanan
positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakea lewat mulut atau
hidung.
D. Sungkup laring (Laryngeal mask)
Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar
berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat
dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA
dapat berupa pipa kerasdari polivinil atau lembek dengan spiral untuk
menjaga supaya tetap paten.
Dikenal 2 macam sungkup laring:
1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas
2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan
lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan
esophagus.

E. Pipa trakea (endotracheal tube)


Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya
dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan
melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal
tube).

16
F. Laringoskopi dan intubasi
Fungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru. Laringoskop
merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung
supaya kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar.
Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop:
1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa
2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.
Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka
maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallapati dibagi
menjadi 4 gradasi.

3.9 Indikasi intubasi trakea

I ntubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea


melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea
antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya
digolongkan sebagai berikut:

1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.

Kelainan anatomi, bedah kasus, bedah posisi khusus, pembersihan


sekret jalan napas, dan lain-lainnya.

2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi


Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan
efisien, ventilasi jangka panjang.
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi

3.10 Kesulitan intubasi

1. Leher pendek berotot


2. Mandibula menonjol
3. Maksila/gigi depan menonjol
4. Uvula tak terlihat
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas

17
6. Gerak vertebra servikal terbatas

3.11 Komplikasi intubasi

1. Selama intubasi
a. Trauma gigi geligi
b. Laserasi bibir, gusi, laring
c. Merangsang saraf simpatis
d. Intubasi bronkus
e. Intubasi esophagus
f. Aspirasi
g. Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
a. Spasme laring
b. Aspirasi
c. Gangguan fonasi
d. Edema glottis-subglotis
e. Infeksi laring, faring, trakea

3.11 Ekstubasi

1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:


a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan
b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi
2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan
catatan tak akan terjadi spasme laring.
3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan
cairan lainnya.

18
BAB IV

ANALISIS KASUS

Seorang pasien berusia 48 tahun datang ke RSUD karawang dengan keluhan


terdapat benjolan dipayudara kiri sejak satu tahun yang lalu. Benjolan semakin
membesar namun tidak nyeri, tidak ada tanda-tanda peradang. Pasien sering
merasakan demam pada pagi dan siang hari sejak bulan mei 2018. Pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak lima tahun yang lalu dan tidak rutin minum obat anti
hipertensi. Riwayat penyakit dahulu seperti alergi, asma, sesak napas, kencing
manis, jantung, ginjal, paru disangkal oleh pasien. Di keluarga pasien tidak
memiliki keluhan yang sama namun ibu pasien memiliki riwayat hipertensi. Pasien
memiliki kebiasaan memakan makanan yang asin dan jarang berolahraga. Pasien
tidak memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol, mengkonsumsi obat-obatan
herbal. Sebelumnya pasien sudah pernah berobat kepuskesman dan pernah
melakukan biopsy pada payudara kiri nya satu blan yang lalu. Diagnosis pasien ini
adalah Ca mamae dan direncanakan tindakan mastektomi pada tanggal 25 juni
2018.

Saat dilakukan pemeriksaan preoperative didapatkan tanda vital tekanan


darah pasien 130/90 mmHG, nadi 81x/m, suhu 37,3c, respirasi 20x/m, SpO2 98%.
Pada pemeriksaan status generalis, kepala, leher, thorak, abdomen, ekstremitas
didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis didapatkan
benjolan di payudara kiri sebesar telur puyuh dan konsistensi keras. Pada
pemeriksaan penunjang hematologi didapatkan kadar MCV menurun yaitu 79%.
Pada pemeriksaan kimia didapatkan kadar ureum menurun yaitu 14,2 fl.

Pada pasien ini dapat disimpulkan bahwa pasien termasuk ASA (American
Society of Anestheologist) III yaitu keadaan pasien dengat penyakit, karena
didapatkan kelainan berupa hipertensi tidak terkontrol. Berdasarkan klasifikasi
American Heart Association (AHA), tekanan darah pasien sebesar termasuk dalam
hipertensi derajat 1.

19
Untuk premedikasi diberikan midazolam 3 mg sebagai anti axietas pada
pasien dan fentanyl 100 mcg. Pemilihan fentanyl sebagai premedikasi karena
merupakan obat analgesik yang sangat kuat berupa cairan isotonik steril untuk
penggunaan i.v. Sehingga sangat membantu untuk memberikan rasa nyaman bagi
pasien selama melewati proses pembedahan. Dosis fentanyl adalah 2 mcg/kgBB
dimana berat badan pasien ini adalah 75 sehingga dosis yang diberikan 150 mcg.
Namun pada pasien hanya di berikan 100 mcg di awal operasi.

Propofol digunakan sebagai obat induksi karena propofol dapat


menurunkan tekanan darah (inhibisi aktivitas simpatis dari vasokonstriktor) dan
menyebabkan depresi pernapasan. Dosis propofol adalah 1.5 – 2.5 mg/kgBB, dan
pada orang yang memiliki BB 75 kg adalah 112.5 – 187,5 mg. Dosis propofol pada
saat induksi adalah 40 mg. Dosis pada pasien ini diberikan 100 mg.

Atracurium digunakan pada pasien ini karena akan dilakukan pemasangan


LMA, sehingga dibutuhkan pelumpuh otot guna mencegah terjadinya spasme
laring. Dengan pemberian atracurium tersebut, dan dosisnya pun sesuai yaitu 0.5 –
0.6 mg/kgBB dimana pada pasien ini seharusnya diberikan 37,5 - 45 mg. Diberikan
bertahap pada awal sebanyak 30 mg dan ditengah operasi dengan masing-masing
20 mg.

Penggunaan inhalasi O2 2 liter/menit, N2O 2 liter/menit, Sevoflurane 2 vol%


sebagai maintenance anesthesia. Dengan pemberian gas – gas tersebut karena pada
pemberian N2O harus disertai pemberian O2 minimal 25%. Isoflurane memiliki
nilai 1 MAC pada pemberian 1,2 vol%. Dimana pada pemberian 1 MAC akan
mencegah gerakan respon terhadap insisi pertama pada 50% orang. Pada kasus ini
diberikan 1 vol % yaitu antara 1 MAC.

Pada saat akhir anestesi sebelum di ekstubasi pasien diberikan ondancentron


4 mg i.v bolus, untuk mengurangi rasa mual, lalu ketorolac 30 mg i.v bolus sebagai
analgesic da tramadol HCL 100 mg drip.

Setelah dioperasi dan selesai, di tempatkan ke ruang ICU karena


membutuhkan monitoring lebih lanjut yang ketat. Saya setuju dengan perawatan

20
pasien ke ruang ICU karena pasien merupakan pasca operasi besar dan
hemodinamik pasien tidak stabil ketika di ruang pemulihan.

PEMBERIAN CAIRAN

Kebutuhan Cairan Basal (M) : 4 x 10 kg = 40 cc

2 x 10 kg = 20 cc

1 x 55 kg = 55 cc

Total : 115 cc

Kebutuhan Cairan Operasi (O) : Operasi besar

8 x 75 kg = 600 cc

Kebutuhan Cairan Puasa (P) : Lama jam puasa x Kebutuhan Cairan Basal

10 jam x 115 cc = 1.150 cc

Pemberian Cairan Jam Pertama: M + O + 1/2P

= 115 + 600 + 575 = 1290 cc

Pemberian Cairan Jam Kedua: M + O + 1/4P

115 + 600 + 287 = 1002 cc

Pemberian Cairan Jam Ketiga: M + O + 1/4P

115 + 600 + 287 = 1002 cc

Kebutuhan cairan : Jam I + Jam II + Jam III

: 1290 + 1002 + 1002

: 3294 cc

21
 Cairan yang masuk selama operasi = Asering 500 x 3= 1500 ml
NaCl 500 x 2 = 1000 ml

Transfusi PRC 250 x 1 = 250 cc

 Jumlah darah keluar = darah di tabung suction(500ml) + (darah


di kassa sedang 20 buah x 20) = 900 ml
 Allowed Blood Loss (ABL) = 20 % x Estimated Blood Volume (EBV)
= 20% x (70 x BB)

= 20 % x (70 x 75 kg)

= 20 % x 5250 = 1,050 cc

 Blood loss (%) = (900 cc : 5250 cc) x 100% = 17,1 %

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta:EGC.


2011.p.11, 607
2. Butterworth Jf, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology fifth edition. New York:McGraw Hill.p. 1107—1137
3. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi
kedua. Jakarta:Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.p.133-139
4. Guyton hal 307-308
5. Salam SH. Dasar terapi cairan. Available at
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/10/DASAR-
DASAR-TERAPI-CAIRAN-DAN-ELEKTROLIT.pdf
diakses pada 10 Juni 2018
6. Posangi I. Penatalaksanaan Cairan Perioperatif Pada Kasus Trauma. Jurnal
Biomedik.2012;4(1):6-9
7. Padhi S. Intravenous Fluid therapy for adults in hospital : summary of NICE
guidance. BMJ. 2013; 347
available at https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK333097/ diakses
pada 10 Juni 2018
8. Tatalaksana pemberian cairan
Available at http://www.ichrc.org/102-tatalaksana-pemberian-cairan
diakses pada 10 Juni 2018

9. American Society of Anesthesiologist. Practice advisory for preanesthesia


evaluation. Anesthesiology. 2017

10. Miller RD. Anesthesia. 5th ed Churcill Livingstone Philadelphia 2000; 228-
27

23
LAMPIRAN

24
LAMPIRAN

25
LAMPIRAN

26
LAMPIRAN

27
28

Anda mungkin juga menyukai