Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Ulkus peptikum adalah erosi mukosa saluran gastrointestinal yang

disebabkan oleh terlalu banyaknya asam hidroklorida dan pepsin. (Monica,

Ester.2002)
Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa

lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa

yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali

dianggap juga sebagai ulkus. (Price Sylvia A & Lorraine M. Wilson. 2006)
Ulkus peptikum adalah ekskavalasi(area berlubang) yang terbentuk

dalam dinding mukosa lambung, pilorus, duodenum, atau esofagus. (Brunner

& Suddarth. Edisi 8. 2002)


Ulkus peptikum adalah suatu luka terbuka yang berbentuk bundar atau

oval pada lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum).

(http://indonesiaindonesia.com/f/12980-ulkus-peptikum/)
2

2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan

Gambar 1.1 Sistem pencernaan

a. Anatomi Sistem Pencernaan

Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima

makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh

dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan, dan

pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari

mulut sampai anus (Syaifudin, 2006).


3

Susunan saluran pencernaan adalah sebagai berikut :

1) Oris (mulut)

2) Faring (tekak)

3) Esofagus (kerongkongan)

4) Ventrikulus ( lambung )

5) Intestinum minor (usus kecil) :

a) Duodenom (usus 12 jari)

b) Yeyenum

c) Ileum

6) Intestinal mayor (usus besar) :

a) Sekum

b) Kolon asendens

c) Kolon transversum

d) Kolon desendens

e) Kolon sigmoid

7) Rektum

8) Anus

b. Struktur Pencernaan

1) Mulut, Di dalam rongga mulut terdapat :

a) Geligi
4

(1) Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan,

lengkap pada umur 2 ½ tahun jumlahnya 20 buah, disebut juga

gigi susu.

(2) Gigi tetap (gigi permanen) tumbuh pada umur 6-18 bulan

tahun jumlahnya 32 buah.

Fungsi gigi terdiri dari gigi seri untuk memotong makanan, gigi

taring untuk memutuskan makanan yang keras dan liat, dan gigi

geraham gunanya untuk mengunyah makanan yang sudah dipotong-

potong.

b) Lidah

Lidah dibagi atas tiga bagian, yaitu radiks (pangkal) lidah,

dorsum (punggung) lidah, dan apeks (ujung) lidah. Fungsinya yaitu

mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat pengecap dan

menelan, serta merasakan makanan.

2) Faring

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan

esofagus, didalam lengkung faring terdapat tonsil yang merupakan

kumpulan dari kelenjar limfe dan banyak mengandung limfosit serta

merupakan pertahanan terhadap infeksi.


5

3) Esofagus

Merupakan saluran yang menghubungkan faring dengan lambung,

panjangnya ±25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak

dibawah lambung.

4) Lambung

Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling

banyak terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian

fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik,

terletak dibawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel

disebelah kiri fundus uteri.

Fungsi lambung terdiri dari :

(1) Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan

makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.

(2) Getah cerna lambung yang dihasilkan :

(a) Pepsin fungsinya memecah putih telur menjadi asam

amino (albumin dan peptone).

(b) Asam garam (HCl) fungsinya mengasamkan makanan,

sebagai anti septic dan desinfektan,serta membuat suasana

asam pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin.

(c) Renin fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan

membentuk kasein dari karsinogen (karsinogen dan protein

susu).
6

(d) Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak

menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah

lambung

5) Intestinum minor (usus halus)

Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan

yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ±6

meter, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan

dan absorpsi hasil pencernaan

Fungsi usus halus, terdiri dari :

(1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap

melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.

(2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.

(3) Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.

6) Intestinum mayor (usus besar)

Panjangnya ±1 ½ meter, lebarnya 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus

besar dari dalam keluar yaitu, selaput lendir, lapisan otot melingkar,

lapisan otot memanjang, dan jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah

menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli dan tempat

feses. Usus besar terdiri dari sekum, kolon asendens, kolon

transversum, dan kolon desendens.

c) Rektum

d) Anus
7

3. Etiologi

Penyebab terjadinya ulkus peptikum belum jelas tetapi banyak teori

yang menerangkan terjadinya ulkus peptikum diantaranya adalah :

a. Resistensi mukosa terhadap asam getah lambung

b. Kerusakan pada susunan saraf pusat

c. Kondisi psikologis seseorang berpengaruh pada munculnya ulkus

lambung.

d. Infark pada dinding lambung karena asam lambung.

e. Faktor hormonal berpengaruh menimbulkan ulkus lambung seperti

pada penyakit addison’s,pasien mengkonsumsi obat kortison untuk

dosis maitenens menambah timbulnya ulkus lambung.

f. Obat-obatan yang menyebabkan terjadinya ulkus lambung seperti

aspirin, ibuprofen, naproxen dan diklofenak

(Suratun.2010)

Ulkus atau tukak terbentuk apabila sel-sel mukosa usus tidak

menghasilkan mokus yang adekuat untuk melindungi diri terhadap pencernaan

asam, atau apabila terjadi produksi asam yang berlebihan dilambung yang

mengalahkan sawar pertahanan mokus. Penyaluran asam yang berlebihan

keduodenum juga dapat menyebabkan ulkus. (Corwin, Elizaberth J.2000)

4. Klasifikasi/Jenis-jenis
Menurut Suratun (2010) klasifikasi ulkus peptikum dibagi menjadi 3 bagian:
a. Berdasarkan kejadianya
8

1) Ulkus peptikum akut. Timbul mendadak dan terjadi oleh adanya

penyebab seperti luka bakar dan operasi berat atau karena obat-

obatan.
2) Ulkus peptikum kronis. Gejalah menahun, pasien memiliki

riwayat penyakit nyeri ulu hati, nyeri lebih dari 2 bulan yang

timbul terkait dengan makanan atau minuman.


b. Berdasarkan letak ulkus
1) Ulkus lambung, biasanya diderita pada usia 65 tahun
2) Ulkus duodenum, biasanya diderita pada usia 45-65 tahun
3) Ulkus esofagus dan ulkus yeyunum, ulkus ini jarang terjadi
5. Patofisiologi
Menurut (Suratun, 2010) ulkus lambung disebabkan oleh rusaknya pertahanan

mukosa lambung. Mukosa lambung terdiri atas 3 tipe sistem pertahanan:

a. Lapisan preepitel, memproduksi mucus yang mengandung bikarbonat.

b. Lapisan epitel, merupakan garis pertahanan kedua setelah preepitel

dengan memproduksi mucus yang memelihara PH intrasel dan produksi

bikarbonat.

c. Lapisan subepitel, membentuk sistem mikrovaskuler.

Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan

ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidrochlorida

dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan

kerja asam pepsin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari

mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus yang cukup

bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.


Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :
a. Sefalik
9

Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau

atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada

gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak

menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit efek pada sekresi

lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara konvensional

diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli

gastroenterology menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek

signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus. Namun,

aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong adalah

iritan yang signifikan.


b. Fase lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari

rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung.

Refleks vagal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap

distensi lambung oleh makanan.


c. Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon

(dianggap menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi

asam lambung.

(Brunner & Suddarth. Edisi 8. 2002)

6. Manifestasi Klinis
a. Perubahan nafsu makan dan perubahan berat badan
b. Nyeri lambung yang sangat hebat
c. Muntah yang berdarah dan feses yang berdarah, bila terjadi kerusakan

kapiler lambung
d. Takikardi
10

e. Sendawa atau nyeri dada


(Suratun, 2010)
f. Mual, muntah dan anoreksia sering terjadi pada ulkus lambung
(Braunwald et al,2001 dalam Suratun,2010)
Gejalah menyangkut ulkus gastrik mencakup rasa panas dilokasi

epigastrik yang dapat menyebar kepunggung. Rasa sakit ini biasanya muncul

1-2 jam setelah makan. Makanan dapat menurunkan rasa sakit namun

seringkali lebih memperparah.


(Reeves, Gayle Roux, & Robin lockhart.2001)
7. Diagnosis
Diagnosis ulkus peptikum biasanya dipastikan dengan pemeriksaan

barium radiogram. Bila radiografi barium tidak berhasil membuktikan adanya

ulkus dalam lambung atau duodenum namun gejala tetap ada, maka ada

indikasi untuk melakukan pemeriksaan endoskopi. Pengujian kadar serum

gastrin dapat dilakukan jika dicurigai terdapat Zollinger-Ellison.


(Price Sylvia A & Lorraine M. Wilson. 2006)
8. Penatalaksanaan
a. Penurunan stress dan istirahat. Penurunan stress lingkungan adalah tugas

sulit yang memerlukan intervensi fisik dan mental pada pihak pasien dan

bantuan serta kerjasama anggota keluarga dan orang terdekat.


b. Penghentian merokok, penelitian telah menunjukkan bahwa merokok

menurunkan sekresi bikarbonat dari pancreas kedalam duodenum.


c. Modifikasi diet, hal ini untuk menghindari sekresi asam yang berlebihan

dan hipermotilitas saluran GI.


d. Obat-obatan. Obat-obatan yang paling sering digunakan dalam

pengobatan ulkus mencakup antagonis reseptor histamine yang

menurunkan sekresi asam lambung, inhibitor pompa protor, NSAID.


( Suddarth & Brunner. 2002).
11

e. Terapi pembedahan, yaitu vagotomi, pyloroplasty, antrectomy, reseksi

gastrik.
(Reeves, Gayle Roux, & Robin lockhart.2001)

Obat yang diresepkan pada klien dengan ulkus peptikum untuk empat alasan

utama :

a. Untuk menghilangkan bakteri H. Pylori dari saluran

gasrointstinal( antibiotika ).

b. Untuk menurunkan sekresi ( obat hiposekresi [antagonis

r e s e p t o r H 2 , analog prostaglandin, antikolonergik, inhibitor pompa

proton, antasida] ).

c. Untuk menetralisasi asam ( antasida )

d. Untuk melindungi barier mukosa ( sukrafal [carafate])

(Monica, Ester.2001)

9. Komplikasi
Ulkus peptikum dapat menimbulkan komplikasi berikut:
a. Hemoragi– gastrointestinal atas
b. Perforasi
c. Penetrasi
d. Obstruksi pilorik (obtruksi jalan keluar lambung)
( Suddarth & Brunner. 2002).

B. Pendekatan Proses Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem

Gastrointestinal : Ulkus Peptikum


1. Data Dasar Pengkajian
12

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2008)


Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis

yang teroganisir yang meliputi tiga aktivitas dasar yaitu: pertama,

mengumpulkan data secara sistematis; kedua: memilih dan mengatur data

yang dikumpulkan; dan ketiga, mendokumentasikan data dalam format yang

dapat dibuka kembali. (Tarwoto,Wartonah.2006)


Data fokus keperawatan merupakan data tentang perubahan atau respons

klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta mencakup data-data

yang berhubungan dengan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada

klien. (Nursalam, 2008)

Menurut Marilynn E. Doenges, dkk. (2000), Data dasar pengkajian pasien

Ulkus Peptikum adalah:

a. Aktivitas/Istirahat

Gejala : Kelemahan, kelelahan

Tanda : Takikardia, takipnea/hiperventilasi

b. Sirkulasi

Gejala : Takikardi, hipotensi, disritmia, pengisian

kapiler lambat/perlahan, Warna kulit: Pucat, sianosis

(tergantung pada jumlah kehilangan darah), berkeringat.


13

c. Integritas Ego

Gejala : Faktor stress akut atau kronis, perasaan tidak berdaya.

Tanda : Gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar,

suara gemetar

d. Eliminasi

Gejala : Riwayat perawatan dirumah sakit sebelumnya, perubahan

pola defekasi/karakteristik feses.

Tanda : Nyeri tekan abdomen, distensi, bunyi usus sering hiperaktif

selama perdarahan, karakteristik feses ada darah, berbusa, bau

busuk, konstipasi (perubahan diet dan penggunaan antasida)

e. Makanan/Cairan

Gejala : Anoreksia, mual, muntah, nyeri ulu hati, masalah menelan,

sendawa bau asam, tidak toleran terhadap makanan, BB

menurun

Tanda : Muntah: warna kopi gelap atau merah, membran mukosa

kering, turgor kulit buruk, berat jenis urine meningkat

f. Neurosensori
Gejala : Rasa berdenyut, pusing/sakit kepala karena sinar, kelemahan
g. Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar,

perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi, rasa


14

ketidaknyamanan / distress samar-samar setelah makan

banyak dan hilang setelah makan, nyeri epigastrium kiri

sampai tegang, atau menyebar ke punggung

Tanda : Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat

berkeringat, perhatian menyempit

h. Keamanan
Gejalah : Alergi terhadap obat
Tanda : peningkatan suhu, spider angioma

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Carpenito, 2000 dikutip dalam Nursalam, 2008), diagnosa

keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia

(status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari individu atau kelompok di

mana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasikan dan memberikan

intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,

membatasi, mencegah, dan mengubah.

Menurut Arif Muttaqin & Kumala Sari (2011), diagnosa keperawatan

dari ulkus peptikum adalah:


15

a. Aktual/resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan penurunan

volume darah sekunder akibat hematemesis dan melena masif

b. Pemenuhan informasi berhubungan dengan ketidakseimbangan informasi

penatalaksanaan diet dan faktor pencetus iritan pada mukosa lambung,

adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemotrapi, radioterpi, rencana

pembedahan gastrektomi, dan rencana perawatan rumah

c. Aktual/resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

penurunan kemampuan batuk, nyeri pasca operasi

d. Resiko injuri berhubungan dengan pascaprosedur bedah gastrektomi

e. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung, perforasi mukosa,

kerusakan jaringan lunak pasca operasi

f. Aktual/resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan intake makanan inadekuat

g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entree luka

pasca operasi

h. Aktual/resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan

dengan keluarnya cairan akibat muntah yang berlebihan, repons

perubahan pascagastrektomi

i. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit , kesalahan

interprestasi terhadap informasi, dan rencana pembedahan

3. Rencana Keperawatan
16

Menurut (Iyer, Taptich, dan Bernocchi-Losey, 1996 dikutip dalam

Nursalam, 2008), perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi, atau mengoreksi masalah-masalah yang telah

diidentifikasikan pada diagnosis keperawatan. Tahap ini dimulai setelah

menentukan diagnosis keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi.

Secara sederhana, rencana keperawatan dapat diartikan sebagai suatu

dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi

keperawatan. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, rencana keperawatan

merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan kepada klien.

Setiap klien yang memerlukan asuhan keperawatan perlu suatu perencanaan

yang baik. (Nursalam, 2008)

Menurut Arif Muttaqin & Kumala Sari (2011). Rencana keperawatan

dari ulkus peptikum adalah

a. DX 1 : Aktual/resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan

penurunan volume darah sekunder akibat hematemesis dan melena masif

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi syok hipovolemik

Kriteria Evaluasi:
1) Pasien menunjukan perbaikan sistem kardiovaskuler
2) Hematemesis dan melena terkontrol
3) Konjungtiva tidak anemis
4) Pasien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembat, turgor kulit

elastis, dan akral hangat


5) TTV dalam batas normal, CRT >3 detik, urine >600ml/hari
6) Laboratorium: hemoglobin, sel darah merah, hematokrit, dan

BUN/kreatinin dalam batas normal


17

Intervensi Rasional
1. Kaji sumber dan respons 1. Deteksi awal mengenai seberapa jauh

pendarahan dari melena dan tingkat pemberian intervensi yang

hematemesis akan diberikan


2. Monitor TTV 2. Mengindentifikasi masalah baru yang

kemungkinan terjadi
3. Monitor status cairan (turgor kulit,
3. Mengindentifikasi tanda-tanda
membran mukosa dan keluaran
terjadinya syok hipovolemik
urine)
4. Lakukan gastric cooling 4. Bertujuan untuk melakukan

vasokontaksi pembulu darah lambung

5. Kolaborasi pemberian tranfusi dan diharapkan dapat menurunkan

paket sel darah merah pendarahan


5. Menurunkan resiko syok
(PRC=packed red cells)
6. Kolaborasi pemberian terapi
6. Untuk mengontrol pendarahan dari
endoskopik
7. Kolaborasi dalam tindakan ulkus peptikum
7. Untuk menghilangkan sumber
pembedahan gastrektomi
pendarahan pada lambung dan

duodenum

b. DX II : Pemenuhan informasi berhubungan dengan

ketidakseimbangan informasi penatalaksanaan diet dan faktor pencetus

iritan pada mukosa lambung, adanya evaluasi diagnostik, intervensi


18

kemotrapi, radioterpi, rencana pembedahan gastrektomi, dan rencana

perawatan rumah

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam informasi kesehatan terpenuhi

Kriteria evaluasi:
1) Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatn yang

diberikan
2) Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah

diberikan

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien 1. Agar lebih terarah dalam

tentang prosedur diagnostik, memberikan pendidikan yang sesuai

intervensi kemotrapi, radiasi, dengan pengetahuan pasien secara

pembedahan gastrektomi, dan efektif daan efisien

rencana perawatan drumah 2. Pengetahuan pasien tentang ulkus


2. Jelaskan tentang proses terjadinya
dievaluasi sehingga rencana
ulkus peptikum sampai
penyuluhan dapat bersifat individual
menimbulkan keluhan pada
3. Penurunan stres lingkungan adalah
pasien
3. Anjurkan untuk istirahat dan tugas sulit yang memerlukan

melakuan aktivitas yang intervensi fisik dsan mental dari

menurunkan stres pihak pasien


4. Diet TKTP dan cairan yang adekuat
4. Tekankan pentingnya
memenuhi peningkatan metabolik
mempertahankan intake nutrisi
tubuh
yang mengandung protein dan
19

kalori yang tinggi, serta intake


5. Penelitian telah menunjukan bahwa
cairan yang cukup setiap hari
5. Intruksikan untuk berhenti merokok menurunkan sekresin

merokok bikarbonat dari pankreas kedalam

duodenum. Sebagai akibatnya

keasaman doudenum lebih tinggi


6. Jelaskan prosedur diagnostik
bila seorang merokok
radiografi dengan barium 6. Mengurangi kecemasan klien
7. Lakukan pendidikan kesehatan
terhadap prosedur yang akan dijalani
praoperatif 7. Untuk mempertimbangkan segala
8. Beri informasi tentang
keunikan ansietas
manajemen nyeri 8. Manajemen nyeri dilakukan untuk

9. Beri motivasi dan dukungan meningkatkan kontrol nyeri pada

moral pasien
9. Intervensi untuk meningkatkan

keinginan pasien dalam pelaksanaan

prosedur pengembalian fungsi

pascabedah

c. DX III : Aktual/resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas

berhubungan dengan penurunan kemampuan batuk, nyeri pasca operasi

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam pascabedah gastrektomi, kebersihan

jalan nafas tetap optimal.


Kriteria evaluasi:
1) Jalan nafas bersih dan tidak adaakumulasi darah
2) Suara nafas normal, tidak ada bunyi nafas tambahan seperti stridor
20

3) Tidak ada penggunaan otot bantu nafas


4) RR dalam batas normal

Intervensi Rasional
1. Kaji dan monitor jalan nafas 1. Deteksi awal untuk interprestasi

2. Beri oksigen 3 liter/ menit intervensi selanjutnya


2. Membantu meningkatkan PaO2

3. Bersihkan sekresi pada jalan nafas dicairan otak yang akan

dan lakukan suctioning apabila mempengaruhi pengaturan pernafasan


3. Kesulitan bernafas dapat terjadi akibat
kemampuan mengevakuasi sekret
sekresi mukus yang berlebihan
tidak efektif
4. Intruksikan pasien untuk
4. Pernafasan diagfragma dapat
melakukan nafas dalam dan batuk
meningkatkan ekspansi paru dan batuk
efektif
juga didorong untuk melonggarkan
5. Lakukan fisioterapi dada
sumbatan mukus
5. Menfasilitasi pembersihan jalan nafas
6. Lakukan nebulizer
dari sekret yang tidak dapat

dikeluarkan
6. Mengencerkan sekret pada jalan nafas

d. DX IV : Resiko injuri berhubungan dengan pascaprosedur gastrektomi

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam pascaintervensi gastrektomi pasien tidak

mengalami injuri
Kriteria evaluasi:
1) TTV dalam batas normal
2) Tidak terjadi infeksi pada area insisi
21

Intervensi Rasional
1. Lakukan perawatan diruang 1. Menurunkan resiko injuri dan

intensif memudahkan intervensi pasien

2. Kaji faktor-faktor yang selama 48 jam diruang rawat intensif


2. Keterampilan keperawatan kritis
meningkatkan resiko injuri
diperlukan agar pengkajian vital dapat
3. Pertahankan status hemodinamik
dilakukan secara sistematis
yang optimal 3. Pasien akan mendapatkan cairan

4. Monitor kondisi selang intravena sebagai pemeliharaan status

pascaoperasi hemodinamik
4. Mengindentifikasi tanda

5. Bantu menyangga sekitar luka adanyakebocoran dari anastomosis

pasien pada saat latihan batuk dan menjadi salah satu komplikasi

efektif dari gastrektomi


6. Kolaborasi dalam pemberian 5. Menurunkan tarikan pada kulit akibat

antibiotik pascabedah peningkatan tekanan intraabdomen

sekunder dari batuk


6. Antibiotik menurunkan resiko infeksi

e. DX V : Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung,

kerusakan jaringan pascabedah gastrektomi

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam pascabedah gastrektomi, nyeri

berkurang/hilang atau teradaptasi


22

Kriteria evaluasi:

1) Secara objektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi


2) Skala nyeri 0-1 dari skala (0-4)
3) Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau

menurunkan nyeri
4) Pasien tidak gelisah

Intervensi Rasional
1. Istirahatkan klien saat nyeri muncul 1. Menurunkan kebutuhan oksigen

yang diperlukan untuk memenuhi


2. Ajarkan teknik relaksasi nafas
kebutuhan metabolisme basal
dalam, distraksi dan guided imagery 2. Menurunkan sensasi nyeri pasien
3. Berikan lingkungan yang tenang dan
3. Menurunkan stimulus nyeri external
membatasi pengunjung
dan membantu meningkatkan
4. Lakukan manajemen sentuhan
kondisi oksigen diruangan
4. Merupakan dukungan psikologis
5. Berikan terapi analgetik dan antasida
yang dapat membantu menurunkan

nyeri
5. Untuk menghilangkan nyeri

lambung

f. DX VI : Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

berhubungan dengan keluarnya cairan akibat muntah yang berlebihan


23

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

tidak terjadi

Kriteria evaluasi:

1) Pasien menunjukan perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan

dengan tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit

normal
2) TTV dalam batas normal, CRT > 3 detik, produksi urine > 600ml/hari
3) Laboratorium : Nilai elektrolit normal, nilai hematokrit dan protein

serum meningkat, BUN/kreatinin menurun.

Intervensi Rasional
1. Pengukuran tekanan darah 1. Hipotensi dapat terjadi pada

2. Monitor status cairan (turgor kulit, hipovolemia


2. Mengindentifikasi tanda-tanda
membran mukosa dan urine output)
3. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, terjadinya syok hipovolemik
3. Mengetahui adanya pengaruh
nadi parifer, dan diaforesis secara
peningkatan tahanan parifer
teratur
4. Pertahankan tirah baring, untuk 4. Muntah meningkatkan tekanan

mencegah muntah dan tekanan intraabdomen dan dapat mencetus

intraabdomen saat defikasi perdarahan lebih lanjut


5. Tinggikan kepala tempat tidur 5. Mencegah refluks gaster dan aspirasi

saat/selama pemberian antasida antasida yang dapat menyebabkan

6. Kolaborasi dalam mempertahankan komplikasi paru yang serius


6. Jalur yang paten untuk pemberian
pemberian cairan intavena
cairan yang cepat
24

g. DX VII : Resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan inadekuat, efek

sekunder akibat mual, muntah, anoreksia

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam asupan nutrisi terpenuhi

Kriteria evaluasi:

1) Pasien dapat mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat


2) Pernyataan motivasi yang kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya

Intervensi Rasional
1. Kaji turgor kulit, berat badan, 1. Menetapkan derajat masalah untuk

kemampuan menelan dan memilih intervensi yang tepat

mual/muntah 2. Berguna dalam mengukur


2. Pantau intake dan output
keefektifan nutrisi dan dukungan

3. Berikan makan dengan perlahan cairan


3. Pasien dapat berkonsentrasi pada
pada lingkungan yang tenag
mekanisme makan tanpa adanya
4. Berikan diet secara rutin
ganguan dari luar
5. Auskutasi bising usus 4. Memberikan kondisi normal

terhadap fungsi gastrointestinal


6. Kolaborasi dalam pemberian terapi 5. Bising usus yang terdengar

antasid sesuai program medik merupakan parameter fungsi

gastrointestinal sudah optimal


6. Untuk meningkatkan nafsu makan

dan menghilangkan mual


25

h. DX VIII : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de

entree luka pasca operasi

Tujuan : Dalam waktu 12 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadinya

perbaikan pada integritas jaringan lunak

Kriteria evaluasi:

1) Jahitan terlepas pada hari ke 12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan

peradangan pada area luka pembedahan


2) Leukosit dalam batas normal
3) TTV dalam batas normal

Intervensi Rasional
1. Jaga kondisi balutan dalam keadaan 1. Untuk menghindari kontaminasi

bersih dan kering yang akan menyebabkan inflamasi


2. Lakukan perawatan luka 2. Mencegah agar infeksi tidak terjadi
3. Angkat drain pascabedah sesuai 3. Pelepasan drain sesuai indikasi

intruksi medis bertujuan untuk menurunkan resiko

4. Kolaborasi dalam pemberian infeksi


4. Mencegah infeksi pada klien
antibiotik

i. DX IX : Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit ,

kesalahan interprestasi terhadap informasi, dan rencana pembedahan

Tujuan : Secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang

Kriteria evaluasi:

1) Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat


26

2) Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah

standar

3) Pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik

Intervensi Rasional
1. Monitor respons fisik seperti 1. Digunakan dalam mengevaluasi

kelemahan, perubahan tanda-tanda derajat/tingkat kesadaran/

vital, dan gerakan yang berulang- konsentrasi, khususnya ketika

ulang melakukan komunikasi verbal

2. Anjurkan pasien dan keluarga 2. Untuk mengurangi cemas yang

untuk mengungkapkan dan berlebihan

mengekpresikan rasa takutnya

3. Catat reaksi dari pasien dan 3. Kecemasan serta respons anggota

keluarga keluarga terhadap apa yang terjadi

dapat disampaikan kepada perawat

4. Anjurkan aktivitas pengalihan 4. Menurunkan tingkat kebosanan yang

perhatian sesuia kemampuan dapat menjadi stimulus kecemasan

Anda mungkin juga menyukai