Anda di halaman 1dari 12

# bermain bermartabat menang terhormat kalah terhormat#

Di tengah kerinduan akan prestasi, dunia sepak bola dipanaskan dengan skandal pengaturan skor.
Manager Madura FC Januar Herwanto buka-bukaan mengenai pengaturan skor liga sepak bola.
Ia menuding Hidayat, anggota Exco (Komite Eksekutif) PSSI meminta Madura FC mengalah
dengan imbalan uang Rp 100-150 juta saat akan bertanding melawan Sleman.

Bambang Suryo-mantan runner pengatur skor menguatkan modus-modus pengaturan skor di liga
sepak bola. Menurutnya pengaturan skor ini nilainya memang mencapai ratusan juta rupiah.
Yang paling besar Rp 300 juta, tergantung liga. Ia juga mengungkap ada bandar luar negeri yang
ikut mengatur, uang yang berputar pun dalam mata uang Euro.

seseorang yang mengetahui pengaturan skor, Salah satunya terkait dugaan pengaturan skor di
liga 2, Aceh United vs PSMP Mojokerto. Penalti salah sasaran pemain PSMP Mojokerto Krisna
Adi dituding sengaja dilakukan karena ada pengaturan skor.

Dalam rekaman video eksklusif lainnya ada momen ketika para pemain Aceh United sempat
mogok tak mau main melawan PSMP Mojokerto karena belum digaji. Ketua Harian Aceh United
Sa`adan Abidin membenarkan rekaman tersebut dan membeberkan alasannya. Sementara
Mantan Ketua Timnas U16 Fakhri Husaini membenarkan adanya kesulitan finansial yang
dihadapi klub-klub untuk menggaji pemainnya.

Hidayat ditanyai langsung oleh Januar, "Bapak mengaku tidak, Bapak pernah mengajak Madura
FC mengalah dalam pertandingan melawan Sleman?" Hidayat mengelak dan menyatakan hanya
ingin mengajak agar pertandingan berjalan bagus. mengenai tawaran Hidayat sebesar Rp 100-
150 juta kepada Manager Madura FC Januar Herwanto. Namun Hidayat kembali mengelak.
Salah satu kasus pengaturan skor yang cukup mendapat sorotan terjadi tahun 2014, antara PSS
Sleman melawan PSIS Semarang dengan skor akhir 3-2. Semua gol dihasilkan melalui gol bunuh
diri.

Rentetan pengakuan tentang ajakan untuk memainkan skor pertandingan di kompetisi liga sepak
bola Indonesia terus muncul., Manajer tim Persibara Banjarnegara, Jawa Tengah, Lasmi Indaryani.
Lasmi, puteri dari Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono ini mengaku diminta untuk
menggelontorkan uang ratusan juta rupiah kepada petinggi federasi sepak bola demi mendongkrak
timnya naik kasta. Mereka membawa bukti transfer yang menyebut sejumlah nama, mulai dari
wasit hingga pejabat PSSI.

Menurut Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono, anaknya, Lasmi saat menjadi manajer tim Persibara
Banjarnegara dimintai uang oleh Johar Lin Eng, Exco PSSI Pusat yang juga Ketua Asprov Jateng.
Total uang yang keluar itu, 1,3 miliar rupiah untuk setoran itu. Tapi nyatanya kalah melulu. Lasmi
Indaryani, Manajer Persibara Banjarnegara mengamini dia dimintai setoran oleh Asprov Jateng.
“Saya laporan ke Asprov, sudah setoran kok kalah terus. Pak Johar akhirnya mengenalkan saya
dengan Mr P atau Mbah Pri. Katanya kalau lewat dia, pasti jalannya benar. Nah, Mbah Pri melalui
orangnya yang bernama Miss T ini mengadali saya. “Ini saya ada rincian anggaran setorannya. Itu
katanya duitnya untuk Mbah Putih dan Pak Johar seperti di rincian itu. Dana untuk masuk ke 32
besar nasional, ada juga untuk jadi tuan rumah,” katanya.

Lasmi Indaryani, Manajer Persibara Banjarnegara di Mata Najwa menyebut diminta


mendepositkan dana Rp 175 juta untuk mengamankan tim Persibara dari kekalahan oleh
seseorang yang mengaku petinggi Asprov PSSI Jateng, Mbah Pri dan asistennya, Tika.

Tapi apa daya, kendati rutin menitipkan dana, tim Persibara Banjarnegara terus saja mengalami
kekalahan. Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono mengatakan, ia menyetujui permintaan anaknya,
Lasmi untuk menyetorkan uang agar Persibara naik kasta demi kebanggaan masyarakatnya. “Ini
nyatanya kami bayar terus tapi kalah. Saya bilang kepada puteri saya untuk meminta balik uang
tersebut. Ini saya keluar uang sendiri, tidak pakai APBD,” kata Budhi.
Lasmi mengatakan, dirinya sudah mengonfirmasi kepada Johar Lin Eng soal uang setoran itu.
“Beliau bilang jangan percaya Mbah Pri. Saya bilang aneh, kan Pak Johar yang mengenalkan saya
dengan Mbah Pri. Keinginan kami ingin naik kasta tidak ada maksud lain, tapi demi kebanggaan
kota.” kata Lasmi. Lasmi dan ayahnya, Budhi meminta PSSI serta kepolisian untuk menindak
jaringan mafia yang merusak sepak bola tanah air.

Pelatih PS Ngada, Kletus Marselinus Gabhe mengatakan dirinya dihubungi oleh orang yang
mengaku sebagai Bambang Suryo sebagai Manajer Metro. “Saya dihubungi oleh Bambang dan
dirinya menawarkan untuk patungan 100 juta rupiah agar tim kami dan timnya lolos,” kata Kletus.
Namun, tawaran BS itu ditolak oleh Kletus, dengan alasan tidak ada uang dan ingin bermain
bersih.
Terkait pengakuan dari pelatih PS Ngada, Bambang Suryo, Manajer Persekam Metro FC yang
dulu pernah menjadi bagian dari mafia pengatur skor, dirinya sudah tobat dari jaringan mafia.
“Saya akui mengontak dia. Tapi saya hanya ingin menginvestigasi, untuk dilaporkan ke pihak
berwajib. Jadi saya ingin menjebak. Soal menjual nama Andi Darussalam yang disebut-sebut
sebagai God Father sepak bola, itu untuk lebih meyakinkan saja,” kelit Bambang.

Puluhan tahun malang melintang di industri olahraga sepak bola dan juga pernah menjabat sebagai
Ketua Badan Liga Indonesia, Andi Darussalam Tabusalla mengetahui secara mendalam seluk
beluk pertandingan sepak bola. Andi atau ADS disebut-sebut berpengaruh dalam jaringan mafia
pengaturan skor dan pertandingan di lapangan hijau, sehingga dijuluki Godfather sepak bola
Indonesia.
Menurut Andi, kejadian pengaturan skor itu terjadi karena para pemilik klub banyak mendatangi
pihak PSSI untuk ditolong atau diberikan kemudahan.
ADS menambahkan,“Saya tegaskan, skor itu tidak mudah diatur. Yang bisa mengatur, itu pemain
atau penjudi dari luar negeri. Tapi persoalannya, PSSI kita juga tidak bersih sehingga terjadi
keburukan itu. Saya ingin kepolisian, atau Kemenpora bersikap. Jika diminta, saya siap
memberikan keterangan atau buka-bukaan.”
Pengaturan skor dan suap dalam dunia sepak bola Indonesia bukanlah cerita baru. Sejak tahun
60an, perilaku lancung ini sudah dilakukan dan berlangsung hingga saat ini. Tak ada hukum yang
tegas dari federasi membuat perilaku mafia sepak bola semakin menjadi-jadi.
Di meja Mata Najwa, Kapolri Tito Karnavian mengatakan, “Pengakuan Bupati Banjarnegara bisa
jadi pintu masuk kami. Saya sudah membentuk satgas khusus untuk menangani kasus-kasus ini.
Karena ini bukan hanya penipuan, tapi tersistematis,” kata Tito.
Menpora Imam Nahrawi menyatakan kehadiran Kapolri di Mata Najwa PSSI Bisa Apa Jilid Dua
merupakan bentuk dukungan yang patut diapresiasi untuk membongkar pengaturan skor dan
permainan-permainan ilegal dalam dunia sepak bola. Menpora mendorong pihak kepolisian,
“Kalau nanti ada penanganan, lewat satgas khusus kepolisian itu sangat baik. Kami yakin,
kompetisi akan berjalan lebih baik dan berkualitas jika sudah ada perhatian khusus dari polisi.”

PSSI berulangkali menjanjikan akan melaporkan kasus pidana permainan skor ke polisi. Namun,
janji itu tidak pernah ditepati dengan alasan prinsip football family, alias penyelesaian persoalan
sepak bola secara kekeluargaan. Alhasil, semua kasus yang mengarah pada tindak pidana hanya
diselesaikan lewat Komisi Disiplin yang tidak punya taji.
Koordinator SOS, Akmal Marhali mengatakan satgas kepolisian nanti bisa membuka posko
pengaduan. “Pastinya nanti yang merasa dirugikan dan dicurangi bisa mendapat perlindungan.
Soalnya yang terlibat itu banyak orang federasi. Saatnya ditangkapi itu yang buruk-buruk,” kata
Akmal. Sementara Andi Darussalam mengatakan pihak kepolisian juga harus melibatkan PSSI,
karena menghormati prinsip Football Family dan juga aturan FIFA.
Peneliti hukum olahraga, Eko Noer Kristiyanto mengatakan, FIFA akan menghukum jika Federasi
menutup diri dan negara memaksa masuk. Tapi dengan begitu akan terlihat PSSI tidak
menganggap penting masalah pengaturan skor. Pihak kepolisian bisa masuk tanpa harus
melanggar aturan FIFA jika PSSI membuka diri. Eko juga mengatakan polisi bisa masuk melalui
UU Tindak Pidana Suap.

Mata Najwa mengirimkan tim untuk menemui Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi di Medan,
Sumatra Utara. Pertemuan itu untuk meminta Edy hadir ke Mata Najwa dan memberikan solusi
dan langkah konkret untuk memberantas mafia sepak bola Indonesia.
Menurut Edy, dirinya juga punya itikad untuk memberantas mafia, termasuk jajaran Exco atau
pengurus di PSSI. “Saya akan membentuk tim khusus yang independen untuk menangani ini,”
kata Edy. Sayangnya, Edy tidak bisa hadir ke Mata Najwa dengan alasan bentrok jadwal dengan
kegiatannya sebagai Gubernur Sumut. Selengkapnya pernyataan Edy diputarkan di Mata Najwa.
Sementara Kapolri Tito Karnavian mengatakan dirinya akan menjaga kerahasiaan pemberi
informasi dan akan menindak siapa pun yang terlibat, termasuk anggota Polri. Kapolri juga
menyatakan memimpin langsung satgas khusus.
Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali mengatakan tindakan Polri membentuk satgas
khusus merupakan momentum bagi PSSI untuk memperbaiki kualitas sepak bola nasional. “Saya
pikir, PSSI harus mau berbenah. Jika tidak mau, tinggal saja,” katanya.
Menjelang akhir Mata Najwa PSSI Bisa Apa Jiid Dua, mantan Ketua Badan Liga Indonesia Andi
Darussalam membuat pernyataan kejutan soal final piala AFF 2010, “ Saya katakan, setelah
pertandingan ada ramai orang membicarakan bahwa pertandingan ini diatur. Tapi saya yakin
bahwa saya dimainkan.” Saat itu Timnas Indonesia kalah 3-0 lawan Malaysia.

Saat Kongres Tahunan PSSI di Bali, Edy Rahmayadi secara mengejutkan mengajukan
pengunduran diri sebagai Ketua Umum. Padahal, saat makan malam dengan sejumlah pemilik
suara, Edy mengatakan tidak akan meninggalkan PSSI. Pengunduran itu menimbulkan tanya,
benarkah Edy dikhianati?
Kecurigaan itu muncul karena dalam pidatonya, Edy mengatakan ada pengkhianat di tubuh PSSI
yang membuat acara di luar Kongres PSSI di Bali. Soal itu, Exco PSSI, Gusti Randa mengatakan
Edy menyadari ada indikasi tidak beres sehingga dia mengajukan diri untuk mundur. “Saat gala
dinner pemilik suara tidak banyak yang datang, hanya 20 persen. Di situ Edy mengatakan, apa
perlu dirinya mundur,” kata Gusti.

Manajer klub Madura FC, Januar Herwanto mengatakan dirinya terkejut dengan kemunduran Edy.
“Saat gala dinner, Edy tidak bilang ingin mundur. Saya langsung berpikiran, ini ada kongres di
luar kongres,” ujarnya. Hal senada juga dikatakan oleh Presiden Klub Persijap Jepara, Esti Lestari.
“Seminggu sebelum Kongres, saya sudah dengar ada pertemuan di luar kongres,” katanya.

Menjelang Kongres PSSI di Bali, beredar surat mosi tidak percaya terhadap Edy Rahmayadi
sebagai Ketua Umum. Surat itu beredar pasca-pertemuan sejumlah Asprov dan pemilik klub
dengan Exco PSSI sebelum kongres. Hal ini menimbulkan kecurigaan, Edy dikudeta.
Esti Lestari, Presiden Klub Persijap Jepara mengaku mengetahui surat mosi tidak percaya itu.
“Saya diberi tahu oleh rekan sesama voters. Saya tidak ikut tanda tangan, karena bagi saya
masalahnya bukan hanya di Edy, tapi juga Exconya. Jadi harusnya mundur semua,” kata Esti.

Exco PSSI Gusti Randa mengatakan, sebenarnya yang ingin melengserkan Edy itu orang di luar
PSSI, yakni KPSN (Komite Perubahan Sepak Bola Nasional). “Itu ingin mengacak-acak PSSI. Dia
mengundang para voters. Kenapa tidak bicara di rumahnya, yakni PSSI,” kata Gusti.

Rekaman suara voter (pemilik suara) di PSSI yang ikut pertemuan di Hotel Royal Kuningan
mengatakan pertemuan itu diarahkan untuk menjatuhkan Edy Rahmayadi dari kursi ketua umum
PSSI.

Meski pihak PSSI membantah adanya pertemuan para pemilik suara dengan segelintir Exco PSSI
sebelum Kongres, namun Mata Najwa mendapatkan rekaman pengakuan dari pemilik suara yang
ikut dalam pertemuan itu. Rekaman suara pengakuan itu mengatakan pertemuan terjadi di hotel
Royal Kuningan, Jakarta dan bertujuan melengserkan Edy Rahmayadi dengan iming-iming uang
1000 dolar Singapura.

Exco PSSI, Gusti Randa mengatakan mengetahui ada pertemuan di hotel Royal Kuningan. “Saya
hadir di hotel itu. Ada Haruna juga dan juga Pak Joko Driyono. Tidak ada uang 1000 dolar
Singapura, yang ada hanya uang pengganti ongkos,” bela Gusti Randa. Gusti juga menambahkan,
pertemuan itu karena pemilik suara di daerah ingin tahu lebih banyak soal penangkapan para mafia
bola.

Pengunduran Edy Rahmayadi secara otomatis membuat Joko Driyono (Jokdri) menjabat sebagai
Ketua Umum. Naiknya Jokdri ke tampuk kepemimpinan PSSI menimbulkan riak-riak di kalangan
pemilik suara. Beberapa pemilik suara mendesakkan Kongres Luar Biasa untuk memilih ketua
umum baru dan juga exco.
Tommy Apriantono, Asprov PSSI Jabar mengatakan perlu KLB tapi waktunya harus tepat.
Sedangkan Manajer Madura FC, Januar Herwanto pesimis dengan Jokdri. “Perlu ada KLB. Kalau
tidak stagnan. Exco sudah banyak ditangkap,” tegasnya.

Kongres PSSI di Bali diwarnai aksi massa dari puluhan suporter berbagai klub. Aksi itu sekadar
menegaskan untuk mendukung pembentukan Satgas Antimafia Sepak Bola Indonesia yang
menangkapi para mafia bola. Andi Peci, salah satu pentolan suporter yang ikut aksi demonstrasi
mengatakan dirinya bersama rekan-rekan suporter akan membuat gerakan besar. “Saya setuju ada
KLB, tapi tentunya dengan komitmen yang luar biasa,” katanya.

Manajer PS Ngada Bernard Ferdinand Burah mengatakan sekarang saatnya revolusi PSSI, bukan
tahun depan. “Banyak masalah di PSSI. KLB itu momentum untuk revolusi dan introspeksi,”
ujarnya. Sementara Exco PSSI Gusti Randa mengatakan saat ini tidak perlu bicara KLB. “Biarkan
Pak Joko bekerja, lalu para voters mengevaluasinya, nanti pas Kongres 2020 kita evaluasi,” kata
Gusti.

Kemunculan Satgas Antimafia Sepak Bola yang diinisiasi Polri dan Mata Najwa menjadi asa bagi
publik untuk memperbaiki sepak bola nasional. Saat ini, Satgas Antimafia sudah bergerak dan
menangkap beberapa pengurus PSSI dan wasit yang menjadi bagian dalam jaringan mafia sepak
bola. Bahkan, Wakil Ketua Satgas Antimafia Bola, Krishna Murti mengatakan akan menangkap
yang lebih besar lagi.

Satgas Antimafia hari Rabu ini (23/01) menggeledah rumah ex-Exco PSSI Hidayat dan akan
segera memeriksa Ketua Umum PSSI, Joko Driyono. Exco PSSI Gusti Randa mengatakan PSSI
mendukung satgas Antimafia bola untuk membuktikan adanya match fixing. “Saya pikir, tidak ada
itu match fixing, yang ada tuan rumah ingin menang,” katanya.
Pernyataan tidak adanya match fixing dibantah oleh Sesmenpora, Gatot Dewa Broto. “Jelas-jelas,
Pak Edy mengatakan ada match fixing, jangan bilang tidak ada,” katanya. Senada dengan Gatot,
Presiden Klub Persijap Jepara Esti Lestari mengatakan PSSI melanggengkan match fixing. “Saya
sudah berkali-kali laporan diabaikan,” kata Esti.
Tak ingin dituding melindungi mafia bola, PSSI membentuk Komisi Adhoc Integritas saat
Kongres di Bali. Komisi ini bertugas membantu Satgas Antimafia Bola Polri dalam menyelidiki
dugaan suap dan pengaturan skor di liga Indonesia. Persoalannya, anggota Komisi Adhoc ini
bukanlah orang-orang independen, melainkan bagian dari PSSI juga sehingga menimbulkan
kecurigaan.
Pengamat sepak bola, Yesayas Oktovianus mengatakan satgas Antimafia Bola Polri hanya
mengincar sisi hukumnya, tapi selain itu harus ada pembenahan di internal PSSI selain melalui
Komisi Adhoc Integritas PSSI. “Jadi harus ada intervensi dari pemerintah untuk memperbaiki,”
katanya. Perwakilan suporter, Andi Peci mengatakan sudah saatnya PSSI direvolusi. “Mari semua
suporter seluruh Indonesia bergerak,” kata Andi Peci.

pada saat pertandingan PS mojokerto putra vs semen padang di babak 8 besar liga 2 2018 terdapat
tiga kejanggalan. Pertama, wasit menunjuk titik penalti untuk tuan rumah psmp. Pemain semen
padang bingung karena mereka tidak merasa handball. Berdasarkan video yang ada pemain semen
padang memang tidak handball tetapi bola mengenai bahu atau dada. Kedua, pelanggaran fatal
kiper yang harusnya penalti untuk semen padang dan kartu kuning untuk kiper psmp tetapi wasit
tidak memberikan kartu tersebut. Ketiga, pemain tuan rumah psmp, Haris Tuharea mengamuk
karena tidak terima di kartu kuning oleh wasit. Terjadi keributan antar pemain padahal dia jelas
melakukan tindakan kasar ke pemain semen padang, bahkan terkesan sengaja untuk mengasari
lawan.

Dalam pertandingan ini, tim tamu mencetak 1 gol. Sehingga skor menjadi 3-1 untuk kemenangan
tim tuan rumah psmp. 3 gol yang dicetak oleh tuan rumah psmp, 2 diantaranya melalui titik penalti.

Ketua Umum PSSI, Joko Driyono (Jokdri) ditetapkan menjadi tersangka oleh Satgas Antimafia
Bola dalam kasus pengambilan dan pengrusakan dokumen yang terkait pengaturan skor sepakbola
liga indonesia. Keterlibatan Jokdri terungkap setelah para pelaku perusakan ditangkap satgas dan
mengaku diinstruksikan Jokdri untuk mengambil dokumen dari kantor PSSI yang sudah disegel
polisi.
Satgas antimafia bola menemukan 75 barang bukti di apartemen ketua umum pssi dan di kantor
pssi lama, diantaranya terdapat 9 hp, uang tunai 300 juta, bukti transfer uang, buku tabungan, dan
alat penghancur kertas.

Supir joko driyono mengungkapkan kronologis perusakan dan pencurian dokumen. Ia mengatakan
bahwa joko driyono memerintahkan untuk mengamankan semua kertas kecuali buku dan majalah
yang berada di kantor melalui pintu belakang karena pintu depan sudah dibatasi oleh garis polisi
dan ia juga diminta untuk mengamankan cctv. Ia juga mengatakan staff keuangan persija
memerintahkan OB untuk menghancurkan dokumen. Sopir joko driyono tetap melaksanakan
perintah meskipun sudah tahu akan ketahuan dan pasti berurusan dengan pihak berwajib. tetapi ia
tetap melakukannya karena sebagai intruksi dari atasan dan merasa berhutang budi pada joko
driyono. Menurut sopir joko driyono, ia pun sering diminta tolong untuk melakukan transfer dalam
jumlah yang banyak bahkan kunci brankas di kantor liga dipegang olehnya. Di dalam brankas
tersebut terdapat uang sejumlah 5 miliar yang digunakan untuk kepentingan sepak bola. Sopir joko
driyono mengatakan bahwa terdapat dua mobil atas nama dia. Setelah ditetapkan sebagai
tersangka, sopir joko driyono kembali bekerja seperti biasa. Joko driyono sempat mengucapkan
maaf dan menyesal atas perbuatannya dan ia siap pasang badan untuk melindungi sopirnya.

Kepala satgas antimafia bola brigjen hendro pandowo melakukan penggeledahan terkait dengan
laporan yang ditangani sebelumnya pada tanggal 20 desember kemudian dibentuk tim satgas.
Terdapat pelapor terkait dengan liga 3 pertandingan PS banjarnegara sehingga berturut-turut satgas
menetapkan 6 tersangka. 2 diantaranya yaitu komdis dan wasit, sehingga untuk kelengkapan
berkas perkara penyidik memerlukan dokumen yang adanya bukan di tower 9, tetapi melakukan
penggeledahan di mega kuningan dan kantor komdis. Penyidik melakukan penggeledahan di
malam hari ditunda hingga pagi dan pada saat pagi hari satgas menemukan orang yang dicurigai
melakukan pengambilan dokumen tanpa seijin kepolisian. Satgas melakukan olah tkp,
pemeriksaan saksi, mencari bukti-bukti, dan menetapkan 3 orang tersangka yang mengambil
barang bukti merusak barang bukti. Ketiga tersangka berinisial MM, MS, AG mengatakan bahwa
ada yang memerintahkan untuk merusak barang bukti. Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut
berdasarkan keterangan saksi dan bukti-bukti, satgas menetapkan JD sebagai tersangka. Segala
barang bukti saat ini sudah berada di penyidik untuk di pelajari lebih lanjut. Menurut brigjen
hendro pandowo masih banyak dokumen-dokumen yang masih bisa disita di kantor komdis
maupun di apartemen tersangka JD. Menurutnya joko driyono sudah mengakui bahwa menyuruh
sopirnya untuk mengamankan dokumen-dokumen. Walaupun joko driyono tidak mengaku tetapi
ada pembuktian dari hasil olah tkp, pemeriksaan tersangka sebelumnya, dan bukti-bukti yang
disita.

Menurut pengakuan perangkat pertandingan bahwa setiap pertandingan pasti ada “permainan”
namun ada beberapa klub yang tidak seperti itu. Perangkat pertandingan dijanjikan dengan bayaran
tertentu jika memenangkan salah satu permainan. Perangkat pertandingan yang paling utama
bermain itu wasit. Semua wasit di Liga 1 itu melakukan pengaturan. Semuanya dapat penugasan
dan nanti dapat bagian uang dari Komite Wasit. Salah satu komite wasit yang terlibat dengan inisial
NK. Menurutnya, wasit mendapat perintah untuk bermain mata dari Exco PSSI dan Komite Wasit.
Seperti pertandingan di Liga 1, antara Arema dan Borneo tahun 2018. Exco yang terlibat berinisial
IB. Dia memerintahkan wasit supaya Arema menang. Imbalannya sekitar Rp20-25 juta untuk
dibagi-bagi.

Selain itu, ada juga permainan uang di pertandingan Borneo lawan PSM Makassar. Exco berinisial
YN meminta wasit harus memenangkan Borneo. YN menelepon ke salah satu Komite Wasit dan
mengiming-imingi imbalan sebesar Rp70 juta. Menurut pengakuannya ia juga tahu soal
pengaturan tiket promosi, seperti Persita Vs Kalteng Putra. Itu salah satu staf perwasitan ML dan
perangkat pertandingan menemui IB di apartemen daerah Kuningan. Setahunya dikasih uang
Rp100 juta oleh IB. Dalam pertandingan itu, yang berkepentingan JR, Wakil Komite Wasit dan
meminta tolong melalui IB.

Selain pengaturan pertandingan di Liga 1 dan Liga 2, pengakuan perangkat pertandingan


mengatakan mengetahui permainan di Piala Presiden, salah satunya Arema dan Bhayangkara FC,
Januari 2018. menurutnya, salah satunya yang “bermain” yaitu IB, Exco PSSI. Dia minta Arema
harus menang, minimal seri. Jadi sehari sebelum pertandingan, wasit dan perangkat pertandingan
diundang ke rumah IB, di Ijen, Malang. Dalam pertemuan itu, IB menyediakan uang sebanyak
Rp20 juta.
Selain itu, ada juga pertandingan Bali United Vs Persela Lamongan yang diatur oleh YT. YT
adalah adik dari PT, Exco PSSI. Jadi, YT melalui abangnya, PT yang merupakan anggota Exco
PSSI mengorder agar Bali United menang. Uang yang dijanjikan Rp40 juta apabila Bali menang.
Menurutnya, kalau Bali United menang pasti ada dana yang disiapkan.

Pertandingan final Persija Vs Mitra Kukar juga diwarnai isu pengaturan skor. Perangkat
pertandingan ini juga mengatakan, yang bermain dalam mengatur wasit ada dua orang, yakni IB
dan NK, Exco PSSI dan JR, Wakil Komite Wasit. Hampir semua wasit harus nurut. Kalau tidak
nurut dengan IB, NK dan JR, tidak akan dikasih tugas artinya tidak dapat uang. Pernyataan YT
adik dari PT exco pssi mengatakan bahwa ia tidak memerintahkan perangkat pertandingan untuk
memenangkan bali united pada saat melawan persela lamongan tetapi hanya memerintahkan
kemenangan kepada pemain dan memberi bonus ke pemain.

Mbah Putih atau Dwi Irianto yang saat ini menjadi tersangka kasus pengaturan skor mengatakan
biasanya meminta tolong melalui perangkat pertandingan. setelah technical meeting, perangkat
pertandingan itu kita ajak makan dan minta tolong lewat mereka. Dalam kasus pengaturan skor,
Mbah Putih mengatakan ada 4 hal yang harus dipahami, yakni pertama ada kerja sama, kedua,
transaksi, ketiga, market atau pasarnya dan keempat menguntungkan diri sendiri. Jadi dalam
pengaturan skor atau match fixing, ujung-ujungnya itu ada perjudian. Meski sudah lama
berkecimpung di dunia sepak bola dan mengatur perangkat pertandingan, Mbah Putih mengatakan
hanya bisa melakukannya di Liga 2 dan Liga 3. karena Liga 1 itu ranahnya beda. Tidak semua bisa
masuk ke Liga 1.

Akmal, Koordinator Save Our Soccer juga mengapresiasi tugas Satgas Antimafia Bola yang
selama dua bulan sudah menetapkan 15 tersangka. Sejak dari 2013, melakukan investigasi dan
melaporkan soal suap dan dugaan pengaturan skor tetapi tidak digubris. Di zaman Pak Tito ini
baru ada tindakan. Soal pengakuan-pengakuan itu, Akmal mengatakan tidak merasa kaget, karena
memang sudah ada sejak lama.
Mengenai ditetapkannya Plt Ketua Umum PSSI, Joko Driyono sebagai tersangka oleh Satgas
Antimafia Bola, Mbah Putih mengaku kaget. Menurutnya, tidak semua pengurus PSSI itu jelek,
tidak semuanya juga baik. Jadi pemerintah dan polri harus membuat regulasi yang benar. Untuk
mengurusi PSSI, Mbah Putih mengatakan calon Ketua Umum PSSI harus orang yang punya
pengetahuan tentang sepak bola, punya relasi bagus dan mempunyai uang. Soal keputusan KLB,
anggota Dewan Pembina PSSI, Maruarar Sirait mengatakan tidak sepenuhnya setuju mengganti
semua kepengurusan PSSI. Seperti pemerintahan, yang buruk diganti tetapi pasti ada yang baik.
Jadi harus dilihat secara menyeluruh.

Satgas Anti Mafia Sepak Bola pernah menyebut para tersangka pengaturan skor dijerat Pasal 378
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penipuan, Pasal 5 juncto Pasal 12 huruf a
dan b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang Tindak
Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Anda mungkin juga menyukai