Anda di halaman 1dari 44

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah


Tujuan Nasional didalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 antara
lain adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa. Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudukan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,
keagamaan, pengedalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Matematika sebagai salah satu pelajaran disekolah yang memegang
peranan penting, baik pola pikirnya dalam membentuk siswa menjadi berkualitas
maupun terapannya dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga merupakan
kunci utama dari pengetahuan-pengetahuan lain yang dipelajari disekolah. Tetapi
tidak dipungkiri bahwa pelajaran matematika masih menjadi momok yang
menakutkan bagi sebagian besar peserta didik.
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang menopang
perkembangan IPTEK dan mempunyai peranan penting dalam mempersiapkan
peserta didik untuk membangun pengetahuannya. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional RI nomor 22 Tahun 2006 (2006: 346) menyatakan bahwa:
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut: (1) Memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau
algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan
masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan
masalah melalui kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan penafsiran model dan penafsiran solusi yang
diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram
atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta
sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

1
Dari tujuan pembelajaran matematika di atas dapat terlihat pentingnya
pelajaran matematika, sehingga pemerintah selalu berusaha agar mutu pelajaran
lebih baik lagi.
Objek dasar yang dipelajari matematika adalah bersifat abstrak yang
meliputi: fakta, konsep, operasi dan prinsip. Oleh karena itu, banyak individu
yang mempunyai pandangan bahwa pelajaran matematika merupakan mata
pelajaran yang sulit. Hal ini terlihat dari banyaknya individu yang bersikap
pesimis dalam menyelesaikan masalah matematika dan kurangnya motivasi dalam
mempelajari matematika. Sikap-sikap tersebut tentunya akan mempengaruhi hasil
yang akan mereka capai dalam belajar nanti.
Proses pembelajaran diyakini merupakan salah satu faktor utama yang
menentukan keberhasilan pembelajaran, pada umumnya prestasi belajar siswa
pada pelajaran matematika lebih rendah dibandingkan dengan prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran yang lain. Banyak faktor yang menyebabkan prestasi
belajar siswa itu rendah seperti tempat, guru dan siswa itu sendiri.
Model pembelajaran yang digunakan juga memiliki andil yang cukup
besar dalam kegiatan belajar mengajar. Motivasi siswa dalam belajar dapat
dipengaruhi dari pemilihan model pembelajaran yang tepat oleh guru, sehingga
siswa dapat termotivasi dalam mengikuti proses belajar mengajar dan tujuan
pembelajaran yang ditetapkan dapat tercapai. Menurut Sardiman (2007: 40)
“seseorang itu akan berhasil dalam belajar apabila pada dirinya sendiri ada
keinginan atau dorongan untuk belajar.” Hamzah (2007: 23) mengatakan :
Motivasi belajar memiliki dua faktor yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Dimana faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan
dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor
ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang
kondunsif dan kegiatan belajar yang menarik.
Motivasi merupakan pendorong dan penggerak individu yang dapat
menimbulkan dan memberikan arah bagi individu untuk melakukan aktivitas-
aktivitas tertentu untuk mencapai tujuannya.
Motivasi yang tinggi pada siswa, akan menuntun siswa untuk mau
berperan aktif dalam proses belajar mengajar. Hal itu tentunya dapat menjadikan
siswa paham terhadap setiap sub pokok bahasan yang diberikan, sehingga

2
diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dengan demikian, untuk
memperoleh prestasi belajar yang maksimal pada materi pelajaran matematika
terlebih dulu siswa harus memiliki motivasi belajar matematika pada siswa itu
sendiri agar tercapainya tujuan pembalajaran yang diharapkan dan sudah menjadi
tugas guru untuk dapat membangkitkan motivasi siswa melalui faktor ekstrinsik
dengan cara menggunakan model pembelajaran yang tepat.
Salah satu model pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi
belajara matematika siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams Games Tournament) sesuai dengan pernyataan Slavin (2011: 126)
mengatakan “permainan nonsimulasi juga dapat meningkatkan motivasi untuk
mempelajari pokok persoalan tertentu. Teams Games Tournament atau TGT
menggunakan permainan yang dapat disesuaikan dengan setiap mata pelajaran.”
Untuk mengetahui situasi dan kondisi kegiatan pembelajaran maka peneliti
melakukan wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru bidang studi
matematika kelas X SMAN 15 Pekanbaru semester genap pada tanggal 12 Januari
2016, diketahui bahwa masih banyak siswa yang kurang termotivasi untuk
mengikuti pembelajaran matematika dilihat dari beberapa indikator motivasi yang
tidak tercapai yaitu kurang aktifnya siswa dalam belajar, siswa kurang
bertanggung jawab untuk memahami materi yang disampaikan oleh guru dan
siswa kurang berani untuk menyampaikan pendapatnya selama proses
pembelajaran berlangsung.
Dari uraian di atas peneliti menduga bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe teams games tournament cocok diterapkan pada siswa karena
model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament merupakan
pembelajaran yang menyenangkan karena disertai dengan games dalam proses
pembelajarannya, sehingga membuat pembelajaran lebih menarik dan
menyenangkan karena melibatkan siswa secara aktif dan membangkitkan motivasi
siswa dalam belaja
Jadi, dalam metode TGT ini, siswa diarahkan dalam kegiatan belajar
berkelompok dan bekerjasama dalam memecahkan masalah pemahaman materi
serta berkompetensi dengan teamnya secara menyenangkan, sehingga siswa tidak

3
merasa jenuh dan bosan. Metode ini memunculkan interaksi antar siswa. Siswa
dengan kemampuan lebih tinggi, diarahkan untk membantu siswa yang
berkemampuan lebih rendah di dalam kelompoknya, sehingga seluruh anggota
dalam kelompok tersebut dapat memahami materi yang diajarakan.
Berdasarkan uraian masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif
tipe TGT (Teams Games Tournament) terhadap motivasi belajar Matematika
Siswa Kelas X SMAN 15 Pekanbaru.”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh yang signifikan model
Pembelajaran Kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) terhadap motivasi
belajar matematika siswa kelas X SMAN 15 Pekanbaru?

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terdapat atau tidaknya pengaruh
yang signifikan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournament) terhadap motivasi belajar matematika siswa kelas X SMAN 15
Pekanbaru.

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe
TGT (Teams Games Tournament) terhadap motivasi belajar matematika
siswa.
b. Bagi peserta didik model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournament) diharapkan bermanfaat untuk memahami berbagai macam materi
dan bahan ajar dalam proses pembelajaran, sehingga tercapainya tujuan
belajar yang diharapkan.

4
c. Bagi guru, Model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournament) dapat dijadikan sebagai salah satu alternative model
pembelajaran matematika di kelas.
d. Bagi peneliti, penelitian ini akan menambahkan pengetahuan dan landasan

1.5. Defenisi Operasional


Untuk memberi batasan yang jelas mengenai beberapa istilah yang
digunakan pada judul penelitian ini, maka peneliti perlu memberikan defenisi
operasional mengenai istilah-istilah yang dimaksud oleh peneliti:
a. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) dalam
penelitian ini adalah pembelajaran yang dilakukan dengan cara berkelompok
dari 3-5 orang kemudian berdiskusi dalam memecahkan masalah dan
selanjutnya setiap kelompok akan mengirim perwakilannya guna melalukan
Games Tournament.
b. Pembelajaran Konvensional yang dimaksud pada penelitian ini adalah
pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para guru.
c. Motivasi Belajar matematika pada penelitian ini adalah merupakan hasil
respon siswa dalam belajar mengajar yang didapat dari penyebaran angket
motivasi setelah diberikan perlakuan kepada siswa.

5
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1. Motivasi Belajar Matematika


Motivasi merupakan dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan
tujuan tertentu yang ingin dicapai. Abraham Maslow (Wilcox. 2013: 152 )
“memandang motivasi berasal dari kebutuhan-kebutuhan dasar manusia yang dia
anggap berlaku universal.” Menurut Eysenck dan kawan-kawan (dalam Slameto,
2010: 170) “motivasi dirumuskan sebagai suatu proses yang menentukan
tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku
manusia, merupakan konsep rumit dan berkaitan dengan konsep-konsep lain
seperti minat, konsep diri, sikap dan sebagainya.”
Menurut Suprijono (2012: 163) “hakikat motivasi belajar adalah dorongan
internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan
perubahan perilaku.” Menurut Hamzah (2007: 9) “motivasi merupakan suatu
dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan dari dalam maupun dari luar
sehingga seseorang berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah
laku/aktivitas tertentu lebih baik dari keadaan sebelumnya.”
Menurut Sardiman (2011: 73) “motivasi adalah daya penggerak dari
dalam diri untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu
tujuan.” Selanjutnya menurut Mc. Donald (dalam Sardiman: 2011: 73) “motivasi
adalah perubahan energy dalam diri seseorang yang ditandai dengan munclnya
“feeling” dan didahului dengan tanggaan terhadap adanya tujuan.”
Soemanto (2012 :212) mendefenisikan:
Motivasi sebagai suatu perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan
efektif dan reaksi-reaksi pencapaian tujuan. Karena kelakuan manusia itu
mencapai tujuan, kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang
member kekuatan bgi tingkah laku mencapai tujuan, telah terjadi didalam
diri seseorang.

Menurut Hamzah (2007: 23) “motivasi belajar dapat timbul karena faktor
intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar,

6
harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsknya adalah penghargaan,
lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.”
Hamzah (2007: 23) mengklasifikasikan:
Indikator motivasi belajar sebagai berikut
a. adanya hasrat dan keinginan berhasil
b. adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
c. adanya harapan dan cita-cita masa depan
d. adanya penghargaan dalam belajar
e. adanya kegiatan yang menarik dalam belajar;
f. adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkin
seseorang siswa dapat belajar dengan baik.

Motivasi memiliki peranan yang sangat penting dalam bidang pendidikan.


Siswa memerlukan motivasi untuk menggerakkan dirinya untuk mencapai
keberhasilan yang lebih cemerlang. Salah satu motivator bagi siswa adalah guru.
Guru yang dapat menciptakan kondisi belajar yang baik dapat memotivasi siswa
untuk belajar dengan baik dan berkembang secara optimal. Pelajar yang
mempunyai motivasi untuk belajar bagi pencapaian tujuannya, mereka akan
mendengar dan memberikan perhatian sepenuhnya pada pelajaran yang diberikan
oleh guru.
Menurut Sardiman (2011: 83) :
Ciri-ciri motivasi adalah sebagai berikut:
a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu
yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan
dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas
dengan prestasi yang telah dicapainya).
c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah
d. Lebih senang bekerja sendiri
e. Cepat bosan terhadap tugas-tugas rutin.
f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuat).
g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.
h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Motivasi sebagai proses memiliki beberapa fungsi khususnya dalam


pencapaian tujuan pembelajaran. Menurut Hamalik (2009: 161) fungsi itu
meliputi: 1) Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan, 2) Motivasi
berfungsi sebagai penggerak, 3) Motivasi berfungsi sebagai penggerak.

7
Setelah memahami fungsi-fungsi dari motivasi, dalam kegiatan
pembelajaran guru dapat menggunakan berbagai cara untuk menggerakkan atau
membangkitkan motivasi belajar siswa. Menurut Hamalik (2009: 166) cara untuk
menggerakkan motivasi siswa diantaranya: Memberi angka, pujian, hadiah, kerja
kelompok, persaingan, tujuan dan level of aspiration, sarkasme, penilaian,
Karyawisata dan eksekusi, film pendidikan dan belajar melalui radio.
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah
suatu dorongan dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Motivasi sangat besar pengaruh terhadap belajar. Motivasi belajar timbul karena
adanya faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Seseorang dapat dikatakan memiliki
motivasi belajar diantarnya jika mereka tekun menghadapi tugas, ulet dalam
menghadapi kesulitan, lebih senang bekerja sendiri dan cepat bosan terhadap
tugas-tugas rutin.

2.2.Pembelajaran Kooperatif
2.2.1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Suprijono (2012: 54) menyatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif adalah
konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-
bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.” Secara umum
pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru
menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan
informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah.
Guru biasanya menetapkan ujian tertentu pada akhir tugas.
Menurut Rusman (2013: 202), “Pembelajaran kooperatif merupakan
bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai
enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.”
Menurut Johnson dalam Thobroni dan Mustofa (2012: 285) “pembelajaran
kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara berkelompok-kelompok kecil.
Siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar.”
Selanjutnya menurut Lie dalam Thobroni dan Mustofa (2012: 285)
mengemukakan bahwa: “system pengajaran yang memberikan kesempatan kepada

8
anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang
terstruktur yang disebut system pembelajaran gotong royong atau pembelajaran
kooperatif.”
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran dimana siswa saling bekerjasama
dalam kelompok yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 dan saling membantu
dalam memahami materi pelajaran. Dengan pembelajaran kooperatif
memungkinkan siswa belajar lebih aktif, serta dapat memenuhi kebutuhan siswa
secara optimal guna pencapaian tujuan belajar.
2.2.2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Rusman (2013: 207) menyatakan:
Karakteristik atau cirri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim
merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus
mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling
membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
Manajemen seperti yang telah kita pelajari pada bab sebelumnya
mempunyai tiga fungsi, yaitu: (a) Fungsi manajemen sebagai perencanaan
pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan
sesuai dengan perencanaan dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah
ditentukan. Misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara
mencapainya. (b) Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan
bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang
agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. (c) Fungsi manajemen
sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu
ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun nontes.
3. Kemauan Untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara
kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu
ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik,
pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal
4. Keterampilan Bekerja Sama
Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam
kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu
didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan
anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.

9
2.2.3. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Agar pembelajaran kooperatif terlaksana dengan baik, maka
pembelajarannya harus mengacu pada langkah-langkah yang telah ditetapkan.
Pembelajaran kooperatif terdiri dari enam tahap. Adapun tahap tersebut disajikan
dalam table berikut:
Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
No Tahap Aktifitas Guru
1 Fase-1 Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
Menyampaikan tujuan mempersiapkan peserta didik siap belajar
pembelajaran dan mempersiapkan
peserta didik
2 Fase-2 Mempersentasikan informasi kepada peserta
Menyajikan Informasi didik secara verbal
3 Fase-3 Memberikan penjelasan kepada peserta
Mengorganisasikan siswa ke dalam didik tentang tata cara pembentukkan tim
tim-tim belajar belajar dan membantu kelompok melakukan
transisi yang efisien
4 Fase-4 Membantu tim-tim belajar selama peserta
Membantu kerja tim dan belajar didik mengerjakan tugas
5 Fase-5 Menguji pengetahuan peserta didik
Mengevaluasi mengenai berbagai materi pembelajaran
atau kelompok-kelompok
mempersentasikan hasil kerjanya
6 Fase-6 Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha
Memberikan pengakuan dan dan persentasi individu maupun kelompok
penghargaan
Sumber: Suprijono (2010: 65)

Berdasarkan Tabel 1. di atas, terdapat 6 langkah atau tahapan utama dalam


pembelajaran kooperatif. Pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan
tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti
penyajian informasi oleh guru. Selanjutnya peserta didik dikelompokkan dalam
tim-tim belajar, pada tahap ini guru harus menjelaskan bahwa peserta didik harus
saling bekerja sama dalam kelompoknya. Fase selanjutnya adalah bimbingan dari
guru pada saat peserta didik bekerja sama dalam kelompoknya. Bimbingan yang
diberikan guru dapat berupa petunujuk, penghargaan, atau meminta beberapa
peserta didik untuk mengulangi hal yang sudah dipelajari. Fase terakhir
pembelajaran kooperatif meliputi persentasi hasil kerja kelompok atau evaluasi

10
tentang apa yang telah mereka pelajari dan selanjutnya guru memberikan
penghargaan kelompok maupun individu atas usaha-usaha mereka.

2.3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)


2.3.1. Definis Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament
Menurut Saco dalam (Rusman, 2013: 224) dalam TGT siswa memainkan
permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim
mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Sedangkan
menurut Fathurrohman (2015: 55):
Model pembelajaran TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang
beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis
kelamin dan suku atau ras yang berbeda. Inti dari model ini adalah adanya
game dan turnamen akademik.

Dalam jurnal Dian Riski, menyatakan bahwa “Model pembelajaran


kooperatif tipe TGT mempunyai ciri khas games dan tournament ini menciptakan
warna yang positif di dalam kelas karena kesenangan para siswa terhadap
permainan tersebut.”
Sebelum memulai game dan turnamen akademik, guru terlebih dahulu
menempatkan siswa dalam sebuah tim yang mewakili heterogenitas kelas kelas
ditinjau dari jenis kelamin, ras, maupun etnis. Masing-masing siswa nantinya akan
mewakili kelompoknya untuk bersaing dalam meja turnamen.
Setelah kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, guru kemudian
menyajikan materi dan selanjutnya siswa bekerja mengerjakan LKS dalam
kelompoknya masing-masing. Apabila ada anggota kelompok yang kurang
mengerti dengan materi dan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang
lain bertugas memberikan, maka anggota kelompok yang lain bertugas
memberikan jawaban serta menjelaskannya sebelum pertanyaan tersebut diajukan
kepada guru. Untuk memastikan apakah semua anggota kelompok telah
menguasai materi, maka siswa akan bertanding dalam game dan turnamen
akademik.

11
Ketika turnamen akademik, siswa akan dipisahkan dengan kelompok
asalnya untuk ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Setiap meja turnamen
terdiri dari beberapa siswa yang mewakili kelompoknya masing-masing.
Penentuan dimana meja turnamen yang akan ditempati oleh siswa dilakukan oleh
guru, yaitu dengan melihat homogenitas akademik. Maksudnya, siswa yang
berada dalam satu meja turnamen adalah siswa dengan kemampuan akademiknya
setara. Hal ini dapat ditentukan berdasarkan nilai yang diperoleh saat pre-test.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif tipe TGT merupakan model pembelajaran dimana siswa saling
bekerjasama dalam kelompok dan saling membantu dalam memahami materi
pelajaran dan disertai dengan games berupa turnamen diakhir pelajaran.

2.3.2. Langkah-lankah Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games


Toutnament (TGT)
Menurut Slavin (2009: 166-167), langkah-langkah model pembelajaran
pembelajaran TGT ada empat tahap, yaitu: pengajaran, belajar tim, turnamen, dan
rekognisi tim. Uraian selengkapnya sebagai berikut:
1) Pengajaran
Pengajaran atau penyajian materi dalam TGT diperkenalkan melalui
persentasi kelas. Presentasi kelas dilakukan oleh guru pada saat awal
pembelajaran. Guru menyampaikan materi kepada siswa terlebih dahulu yng
biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung melalui ceramah. Selain
menyajikan materi, pada tahap ini guru juga menyampaikan tujuan, tugas, atau
kegiatan yang harus dilakukan siswa, serta memberikan motivasi.
Pada tahap ini, siswa juga dapat diikuti sertakan saat penyajian materi.
Bahkan agar lebih menarik, penyajian materi bisa disajikan dalam bentuk
audiovisual atau alat peraga.
Pada saat penyajian materi, siswa harus benar-benar memperhatikan serta
berusaha untuk memahami materi sebaik mungkin, karena akan membantu siswa
bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok, game dan saat turnamen akademik.
Selain itu, siswa dituntut berpartisipasi aktif dalam pembelajaran seperti

12
mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan yang diajukan guru, dan
mempresentasikan jawaban di depan kelas.
2) Teams
Setelah penyajian materi oleh guru, siswa kemudian berkumpul
berdasarkan kelompok yang sudah dibagi guru. Setiap tim atau kelompok terdiri
dari 3 sampai 5 siswa yang anggotanya heterogen. Adapun cara penetapan siwa
dalam tim menurut Slavin (2009: 149-151) adalah sebagai berikut:
a) Rangkin siswa dalam kelas berdasarkan prsetasi akademis dari yang tertinggi
sampai pada yang berkemampuan terendah.
b) Menentukan jumlah anggota setiap tim, sebaiknya beranggotakan 4 orang
siswa jika mungkin. Untuk menentukan banyaknya siswa dalam kelompok
yang akan dibentuk, bagilah jumlah siswa dalam kelas dengan 4. Jika hasilnya
bulat, misalnya: jumlah siswa 34 orang maka ada 8 kelompok yang
beranggotakan 4 orang dan 2 kelompok yang beranggotakan 5 orang.
c) Usahakan agar rata-rata kemampuan siswa dalam setiap kelompok relative
sama. Gunakan rangking dalam menentukan anggota kelompok.
Guru kemudian memberikan LKS untuk dikerjakan. Siswa akan
mendiskusikan jawaban dari LKS tersebut dengan teman sekelompoknya. Bila
ada siswa yang mengajukan pertanyaan, maka teman sekelompoknya bertanggung
jawab untuk menjawab dan menjelaskan jawaban dari pertanyaan tersebut.
Apabila teman sekelompoknya tidak ada yang bisa menjawabnya, maka
pertanyaan tersebut bida diajukan kepada guru.
Belajar dalam kelompok sangan bermanfaat, karena dapat
mengembangkan keterampilan social siswa. Keterampilan social memupuk
keterampilan kerja sama siswa. Keterampilan social yang dimaksud adalah
berbagi tugas dengan anggota kelompoknya, saling bekerja sama, aktif bertanya,
menjelaskan dan mengemukakan ide, menanggapi jawaban/pertanyaan dari teman
dan sebagainya.

3) Games Tournament

13
Games atau permainan dalam model pembelajaran tipe TGT merupakan
tournament atau turnamen itu sendiri. Turnamen biasanya dilakukan tiap akhir
pecan atau akhir subbab. Turnamen diikuti oleh semua siswa. Tiap-tiap siswa
akan ditempatkan di meja turnamen dengan siswa dari kelompok lain yang
kemampuan akademiknya setara. Jadi dalam satu meja turnamen akan diisi oleh
siswa-siswa homogen (kemampuan setara) yang berasal dari kelompok yang
berbeda.
Meja turnamen diurutkan dari tingkatan kemampuan tinggi kerendah.
Meja 1 untuk siswa dengan kemampuan tinggi, meja 2 untuk siswa dengan
kemampuan sedang. Meja 3 untuk siswa dengan kemampuan dibawah siswa-
siswa dimeja 2, dan seterusnya. Dimeja turnamen tersebut siswa akan bertanding
menjawab soal-soal yang disediakan mewakili kelompoknya.
4) Rekognisi Tim
Pada tahap ini, langkah yang dilakukan adalah menghitung poin individual
siswa dan skor tim. Penghargaan diberikan berupa pemberian hadiah dan sertifikat
kepada kelompok yang tertinggi. Adapun langkah-langkah perhitungan sebagai
berikut:
a) Menghitung skor tim
Menghitung poin individu bertujuan untuk menentukan nilai
perkembangan individual yang akan disumbangkan sebagai skor kelompok. Nilai
perkembangan dihitung berdasarkan atau poin yang diperoleh at melakukan
tournament. Setiap anggota kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk
memberikan sumbangan poin maksimal bagi kelompoknya digunakan nilai
perkembangan individu.
Perhitungan poin didasarkan pada jumlah pemain dalam setiap meja
turnamen. Pedoman menghitung poin-poin turnamen menurut Slavin (2009: 175)

Tabel 2. Pedoman Menghitung Poin Turnamen untuk Empat Pemain

14
Pemain peraih skor TS ST SN SH ST3 SH3 S4 STH
Tertinggi 60 50 60 60 50 60 40 50
Tengah atas 40 50 40 40 50 30 40 50
Tengah bawah 30 30 40 30 50 30 40 30
terendah 20 20 20 30 20 30 40 30
Sumber: Slavin (2009: 175)
Keterangan:
TS = Tidak ada yang seri
ST = Seri Nilai Tertinggi
SN = Seri Nilai Tengah
SH = Seri Nilai Terendah
ST3 = Seri Nilai Tertinggi 3 Macam
SH3 = Seri Nilai Terendah 3 Macam
S4 = Seri 4 Macam
STH = Seri Nilai Tertinggi dan Terendah

Tabel 3. Pedoman Menghitung Poin Turnamen untuk Tiga Pemain


Pemain peraih Tidak ada Seri nilai Seri nilai Seri 3-
skor yang seri tertinggi terendah macam
Tertinggi 60 50 60 40
Tengah 40 50 30 40
Terendah 20 20 30 40
Sumber: Slavin (2009: 175)
Tabel 4. Pedoman Menghitung Poin Turnamen untuk Dua Pemain
Pemain peraih skor Tidak ada yang seri Seri
Tertinggi 60 40
Terendah 20 40
Sumber: Slavin (2009: 175)
Perhitungan skor kelompok untuk menentukan penghargaan kelompok
ditentukan dengan cara menjumlahkan nilai perkembangan yang disumbangkan
masing-masing individu dan dibagi dengan jumlah anggota kelompok sehingga
didapat rata-rata skor kelompok.

b) Menghitung skor kelompok

15
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan lain apabila
skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Berikut ini adalah kriteria
penghargaan kelompok dalam TGT:

Tabel 5. Kriteria Penghargaan Kelompok


Kriteria Penghargaan Kelompok
30 - 39 Kelompok Kurang Baik
40 - 44 Kelompok Baik
45 - 49 Kelompok Baik Sekali
50 ke atas Kelompok Istimewa
Sumber: Slavin dalam (Fathurrohman, 2015:59)

Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran


kooperatif tipe TGT yang digunkan dalam penelitian, sebagai berikut:
a. Kegitan Awal
1. Guru mengucapkan salam dan mengabsen siswa
2. Guru menyampaikan materi pokok dan tujuan pembelajaran
3. Guru memberikan motivasi kepada siswa
4. Guru menyampaikan apersepsi dan meningkatkan kembali tentang materi
pelajaran sebelumnya
5. Guru menjelaskan model pembelajaran yang akan digunakan
b. Kegitan Inti
Eksplorasi
1. Guru menyampaikan informasi mengenai materi secara umum
2. Guru memancing siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh
guru
Elaborasi
1. Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok yang sudah
ditentukan dan membagi LKS kepada masing-masing siswa
2. Guru menjelaskan tata cara dalam tugas kelompok
3. Guru meminta siswa agar mengerjakan LKS secara bersama-sama dengan
kelompoknya
4. Guru berkeliling mengamati siswa
Konfirmasi

16
1. Guru menunjuk perwakilan salah satu kelompok untuk mempersentasikan
hasil kerja kelompoknya
2. Guru memberikan Tournament pada siswa
3. Guru menjelaskan aturan dalam tournament
4. Guru mencontohkan cara bermain dalam tournament
5. Setelah 15 menit guru meminta siswa berhenti melakukan tournament dan
menghitung jumlah kartu yang mereka dapat dn mencatatnya pada sebuah
kertas
6. Guru meminta siswa mengumpulkan kertas tersebut.
c. Kegitan Akhir
1. Guru menghitung perolehan poin yang didapat setiap kelompok dan
memberikan hadiah kepada kelompok yang memenangkan tournament.
2. Guru meminta salah satu siswa menyimpulkan materi
3. Guru menunjukkan materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya
4. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam

2.4. Pembelajaran Konvensional


Menurut Wina (2011: 233-234) cirri-ciri dalam pembelajaran
konvensional adalah:
1) Siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai
penerima informasi secara pasif.
2) Pembelajaran konvensional bersifat teoritis dan abstrak.
3) Dalam pembelajaran konvensional prilaku dibangun atas proses
kebiasaan.
4) Dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui
latihan-latihan
5) Dalam pembelajaran konvensional tujuan akhir adalah penguasaan
materi pembelajaran.
6) Dalam pembelajaran konvensional tindakan atau prilaku individu
didasarkan oleh factor dari luar dirinya, misalnya individu tidak
melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman.
7) Dalam pembelajaran konvensional kebenaran dimiliki bersifat absolute
dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.
8) Dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya
hanya diukur dari tes.

17
Metode pembelajaran konvensional merupakan metode mengajar yang
lazim dipakai oleh guru atau sering disebut metode tradisional. Metode yang
didalamnya meliputi berbagai metode yang berpusat pada guru. Metode ini
senantiasa bagus bila penggunanya benar-benar disiapkan dengan baik, didukung
alat dan media serta memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunaannya.
Syamsudin dalam Kusumaningsih (2012: 86) mengatakan, “Metode
ceramah dalam pembelajaran merupakan suatu cara belajar dimana bahan
disajikan oleh guru secara monolog sehingga pembicaraan lebih bersifat satu
arah.” Adapun aktifitas siswa hanya terbatas kepada memperhatikan, menjawab
atau mengemukakan pendapat.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan pembelajaran konvensional
adalah pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah yang
penyelenggaraannya hanya sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang
harus dipahami oleh siswa yang wajib diingat dan dihafal.

2.5. Hipotsis penelitian


Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) terhadap
motivasi belajar matematika siswa SMA Negeri 15 Pekanbaru.

18
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di kelas X SMA Negeri 15 Pekanbaru semester
ganjil tahun pelajaran 2016/2017 pada tanggal 15 Juli 2016 sampai 30 Juli 2016.
Adapun jadwal dan kegiatan penelitian dikelas eksperimen pada tabel berikut:
Tabel 6. Jadwal dan Kegiatan Penelitian dikelas Eksperimen
Pertem Hari/Tanggal Jam Pelajaran Sub Pokok
uan ke- Pembahasan
1 Senin Bentuk pangkat Bulat
12.45-13.30
18 Juli 2016 positif, nol dan
13.30-14.15
pecahan
2 Jumat Menyederhanakan
08.00-08.45
22 Juli 2016 bentuk akar
08.45-09.30
3 Senin 12.45-13.30 Merasionalkan
25 Juli 2016 13.30-14.15 penyebut bentuk akar
4 Jumat Logaritma dan sifat-
08.00-08.45
29 Juli 2016 sifat logaritma
08.45-09.30

Tabel 7. Jadwal dan Kegiatan Penelitian di Kelas Kontrol


Pertem Hari/Tanggal Jam Pelajaran Sub Pokok
uan ke- Pembahasan
1 Jumat Bentuk pangkat Bulat
09.45-10.30
22 Juli 2016 positif, nol dan
10.30-11.15
pecahan
2 Sabtu Menyederhanakan
12.45-13.30
23 Juli 2016 bentuk akar
13.30-14.15
3 Jumat 09.45-10.30 Merasionalkan
29 Juli 2016 10.30-11.15 penyebut bentuk akar
4 Sabtu Logaritma dan sifat-
12.45-13.30
30 Juli 2016 sifat logaritma
13.30-14.15

3.2. Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi
eksperimen). Setyosari (2010: 158) mengatakan bahwa, “Sampel dengan
rancangan quasi eksperimen tidak dipilih secara random.” Pada penelitian ini

19
digunakan dua kelompok dalam satu sekolah. Satu kelas sebagai kelas eksperimen
dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan kelas kontrol diberikan perlakuan
model pembelajaran konvensional.
3.3. Desain Penelitian
Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:
Tabel 8. Desain Penelitian
Pretest Perlakukan Posttest
O1 X O2
O3 - O4
Sumber: Sugiyono (2014: 79)
Dimodifikasi menjadi:
Kelompok Pretest Perlakukan Posttest
E OE X AE
K OK - AK

Keterangan:
E = Kelompok eksperimen
K = kelompok kontrol
X = perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
OE = Pretest kelompok eksperimen
OK = Pretest kelompok kontrol
AE = hasil angket kelompok eksperimen
AK = Hasil angket kelompok kontrol
- = Perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran konvensional
Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah:
a. Menentukan sampel dengan pertimbangan peneliti yaitu kelas eksperimen
dan kelas kontrol.
b. Pertemuan pertama sampai pertemuan keempat melakukan perlakuan
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams
Games Tournament) dikelas eksperimen dan pembelajaran konvensional
pada kelas kontrol.

20
c. Pertemuan terakhir memberikan angket respon yang berkaitan dengan
motivasi siswa.
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian
3.4.1. Populasi Penelitian
“Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian” (Arikunto, 2010: 173).
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 15 Pekanbaru semester
ganjil tahun ajaran 2016/2017 yang terdiri dari 4 kelas, yaitu kelas X1, X2, X3, X4
yang berjumlah 164 siswa dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 9. Populasi siswa kelas X SMAN 15 Pekanbaru
Kelas Jumlah Siswa Guru
X1 42 Reni Yanuarni, S.Pd
X2 42 Reni Yanuarni, S.Pd
X3 41 Juliarti, S.Pd
X4 41 Juliarti, S.Pd
Jumlah 164

3.4.2. Sampel Penelitian


Penentuan sampel dilaksanakan berdasarkan purposive sampling atau yang
lebih dikenal dengan sampel pertimbangan. Arikunto (2010:183)
mengatakan”Purposive Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random
atau daerah tetapi didasarkan atas adanya pertimbangan tertentu.” Sedangkan
yang menjadi pertimbangan dalam penelitian ini untuk menentukan sampel adalah
guru.
Adapun yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah kelas X3 dan X4.
Alasan peneliti memilih kelas X3 dan X4 sebagai sampel penelitian adalah karena
peneliti melakukan diskusi dengan wakil kurikulum sekolah dan menyarankan
penelitian dilakukan di kelas X3 dan X4 karena guru yang mengajar kelas tersebut
sama. kemudian guru tersebut bersedia peneliti melakukan penelitian di kelasnya.
Selanjutnya pemilihan kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan cara
diundi. Sehingga terpilihlah kelas X3 sebagai kelas kontrol dan kelas X4 sebagai
kelas eksperimen. Jumlah siswa kelas sampel adalah 82 siswa dengan masing-
masing kelas terdapat 41 siswa.

21
3.5. Variabel Penelitian
Dalam penelitian variabel yang digunakan adalah variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel bebasnya adalah model pembelajaran kooperatif tipe
TGT (Teams Games Tournament) yang dilakukan dikelas eksperimen. Sedangkan
variabel terikatnya adalah motivasi belajar matematika siswa kelas X SMAN 15
Pekanbaru.

3.6. Perangkat Pembelajaran


Perangkat pembelajaran perlu disusun sesuai dengan karakteristik
pembeajaran yang akan diterapkan agar penelitian dapat berjalan dengan lancar.
3.6.1. Silabus
Menurut Wina Sanjaya (2010: 148), Silabus merupakan penjabaran
standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencampaian kompetensi untuk penilaian. Silabus
sebagai satuan pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) memuat
identitas mata pelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi,
alokasi waktu dan sumber belajar.
3.6.2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yaitu panduan langkah-langkah
yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran yang disusun dalam skenario
kegiatan. Skenario kegiatan pembelajaran dikembangkan dari rumusan tujuan
pembelajaran yang mengacu dari indikator untuk mencapai hasil belajar sesuai
kurikulum berbasis kompetensi (Trianto, 2009: 214).
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilakukan dalam satu kali
pertemuan atau lebih. Guru merangcang penggalan RPP untuk setiap pertemuan
yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Komponen RPP
adalah: identitas mata pelajaran, SK, KD, indikator pencampaian kompetensi,
tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegitan
pembelajaran, penilian hasil belajar dan sumber belajar.

22
3.6.3. Lembar Kerja Siswa
LKS disusun secara sistematis yang berisi konsep, contoh soal dan soal-
soal latihan yang akan menunjang dalam memahami materi pelajaran yang akan
berfungsi sebagai perangkat dalam kerja kelompok pada model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament. LKS memuat nama siswa, kelas,
kelompok, tanggal, petunjuk, materi, contoh soal dan soal-soal yang hru
dikerjakan siswa dalam memahi materi.

3.7. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


3.7.1. Teknik Pengumpulan Data
Angket diberikan peneliti sebelum dan setelah 2 kelas diberi perlakuan
yang berbeda. Hasil tes keduanya digunakan sebagai data pembanding dalam
analisis. Pedoman ini digunakan peneliti untuk mengetahui perbedaan motivasi
belajar antara kelas yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
dengan kelas yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Dengan
perhitungan skor pernyatan positif (+) berturut-turut 4, 3, 2, 1 untuk masing-
masing jawaban dan pernyataan (-) skor berturut-turut 1, 2, 3, 4 untuk masing-
masing jawaban seperti tabel berikut:
Tabel 10. Tabel skor pernyataan item.
Pernyataan Positif (+) SKOR Pernyataan Negatif(-) SKOR
Sangat Setuju (SS) 4 Sangat Setuju (SS) 1
Setuju (S) 3 Setuju (S) 2
Kurang Setuju (KS) 2 Kurang Setuju (KS) 3
Tidak Setuju (TS) 1 Tidak Setuju (TS) 4

Dalam mendeskripsikan tingkat motivasi belajar memiliki rentang skor 1-


4, dibuat interval kriteria motivasi belajar yang ditentukan dengan cara sebagai
berikut:
Data Maksimal = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 = 4 × 24 = 96
= 4⁄4 × 100% = 100%
Data minimal = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 = 1 × 24 = 24
= 1⁄4 × 100% = 25%

23
Range = 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 − 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 = 96 − 24 = 75
= 100% − 25% = 75%
Sudjana (2009: 47) mengatakan “banyak kelas sering biasa diambil paling
sedikit 5 kelas dan paling banyak 15 kelas, dipilih menurut keperluan.” Peneliti
mengambil banyak kelas 5 karena berdasarkan kriteria apabila diambil > 5 akan
sulit untuk menentukan panjang kelas untuk persentasenya. Sehingan panjang
kelas intervalnya sebagai berikut:
Panjang kelas interval = 𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 ÷ 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 = 72 ÷ 5 = 14,4
= 75% ÷ 5 = 15%
Kriteria Interprestasi Skor menurut Riduan dan Sunarto (2013: 23)
Angka 0% − 20% = Sangat lemah
Angka 21% − 40% = Lemah
Angka 41% − 60% = Cukup
Angka 61% − 80% = Kuat
Angka 81% − 100% = Sangat kuat
Berdasarkan deskripsi tingkat motivasi belajar dimodifikasi menjadi :
Tabel 11. Kriteria Motivasi Belajar Matematika Siswa
Skor Interval persentase Kriteria
25 − 40 25% − 40% Sangat lemah
41 − 55 41% − 55% Lemah
56 − 70 56% − 70% Cukup
71 − 85 71% − 85% Kuat
86 − 100 86% − 100% Sangat kuat

3.7.2. Instrumen Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah: (1) Data tentang
motivasi belajar, data ini dikumpulkan dengan teknik angket. Sedankan
instrumennya adalah lembaran angket tentang motivasi. (2) Data tentang
keterlaksanaan pembelajaran metode Teams Games Tournament (TGT), data ini
dikumpulkan dengan teknik observasi dan instrumennya adalah lembar
pengamatan.
Peneliti melakukan pengumpulan data guna mengukur motivasi belajar siswa
terhadap matematika dengan menggunakan angket. Lembar angket berisikan

24
25 pernyataan yang harus di isi siswa sesuai keadaan sebenarnya dan tidak
mempengaruhi nilai bagi siswa, dengan aspek dan indikator, pernyataan
angket tersebut dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu pernyataan positif
(+) dan pernyataan (-) terhadap matematika. Dari 25 item di bawah terdapat 1
item yang tidak valid yaitu item nomor 21 terletak pada item positif, terdapat
pada aspek intrinsik dan indikator nomor 6.Untuk lebih lengkapnya dapat
dilihat dari kisi-kisi angket motivasi belajar matematika siswa pada tabel
berikut:
Tabel 12. Kisi-kisi Uji coba Angket Motivasi Belajar Matematika Siswa
Aspek Indikator No Item Jumlah
+ -
Intrinsik 1. Tekun dalam menghadapi tugas. 11, 17 14, 20 4
2. Ulet dalam menghadapi kesulitan. 13, 16 10 3
3. Menunjukkan minat terhadap suatu 19 12, 22 3
masalah pelajaran.
4. Senang bekerja mandiri. 25 1
5. Dapat mempertahankan pendapatnya. 2, 6 4 3
6. Tidak mudah melepaskan hal yang 21, 23 7 3
diyakini
7. Senang mencari dan memecahkan 5, 18 15 3
masalah soal-soal
Ekstrinsik 8. Penghargaan/ Penilaian 24 1
9. Materi pelajaran yang menarik 1 3,8 3
10. Sikap pengajar yang hangat, antusias 9 1
dan perhatian sebagai pendorong
Jumlah 15 10 25

3.8.Teknik Analisis Data


3.8.1. Analisi Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan data tentang motivasi
belajar siswa. Data motivasi belajar siswa dianalisis dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
𝑓
𝑝 = 𝑁 × 100% (Sudijono, 2007: 43)

Keterangan
p = angka persentase
f = frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N = Number of cores (jumlah frekuensi/banyak individu )

25
Dari rumus di atas Mustaqimah (2009: 29) memodifikasi menjadi:
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
Persentase Motivasi = × 100%
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

3.8.2. Analisis inferensial


Teknik statistik dengan statistik inferensial adalah teknik pengolahan data
yang memungkinkan peneliti untuk menarik kesimpulan berdasarkan hasil
penelitiannya pada sejumlah sampel terhadap suatu populasi yang lebih besar.
Analisis inferensial yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini
adalah dengan mengunakan uji normalitas data, uji homogenitas varians dan uji
perbandingan rata-rata motivasi belajar (uji-t). Menurut Sudjana dan Sutrisno
(dalam Zulkarnain, 2007: 38) beberapa ahli menyatakan bahwa uji normalitas
tidak diperlukan terhadap data yang jumlahnya sama atau lebih dari 30 buah atau
disebut sampel besar. Dengan demikian karena jumlah siswa pada masing-masing
kelas sampel adalah 41 siswa sehingga dalam pengolahan data hasil peelitian ini
langsung dilakukan uji homogenitas.

3.8.2.1. Uji Kesamaan Dua Varians (Homogenitas)


Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti
mempunyai varians yang sama. Uji homogenitas varians ini berdasarkan nilai
pretest dan posttest angket kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah diketahui
data berdistribusi normal. Untuk mengetahui apakah kelas eksperimen dan kelas
kontrol memiliki varians yang sama atau tidak. Maka digunakan uji homogenitas
varians menggunakan rumus:
𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
𝐹𝑚𝑎𝑥 =
𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
Dengan
𝑛 ∑ 𝑓𝑖. 𝑥𝑖 2 − (∑ 𝑓𝑖. 𝑥𝑖)2
2
𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 (𝑆) =
𝑛(𝑛 − 1)
Hipotsis:
H0 : 𝑆 2 = 𝑆2 2 = Varians kedua kelompok homogen
H1 : 𝑆1 2 ≠ 𝑆2 2 = Varians kedua kelompok tidak homogen
Dimana:

26
𝑆1 2 : Varians kelas eksperimen
𝑆2 2 : Varians kelas kontrol
Untuk memeriksa tabel nilai-nilai F harus ditemukan dulu derajat
kebebasan (db). Dalam menguji signifikansinya terdapat db pembilang
= (𝑛1 − 1) dan db penyebut = (𝑛2 − 1). Dengan menggunakan 𝛼 = 0,05, maka
kriteria pengujian homogenitas adalah jika Fhitung > Ftabel maka varians tidak
homogen dan jika Fhitung < Ftabel maka varians homogen.

3.8.2.2. Uji Beda Rata-Rata (Uji t)


Uji perbandingan rata-rata hasil belajar digunakan untuk melihat
perbedaan rata-rata hasil belajar pada kedua kelompok yaitu pada kelas
eksperimen dan pada kelas kontrol.
a. Untuk Pengujian data pretest (uji dua pihak)
H0 : 𝜇1 = 𝜇2 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar matematika siswa
kelas eksperimen dengan rata-rata hasil belajar kelas kontrol.
H1 : 𝜇1 ≠ 𝜇2 :Terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas
eksperimen dengan rata-rata hasil belajar kelas kontrol.
Rumus Uji-t yang digunakan untuk menguji hipotesis di atas adalah:

1) Jika Varians sama (homogen)


Setelah data dinyatakan berdistribusi normal dan homogen, maka untuk
menguji hipotesis dari penelitian ini digunakan rumus uji-t dengan taraf signifikan
𝛼 = 0,05, yaitu sebagai berikut:
̅𝑥̅̅1̅−𝑥
̅̅̅2̅ (𝑛1 −1)𝑆1 2 +(𝑛2 −1)𝑆2 2
𝑡= dengan, 𝑆 2 = (Sudjana, 2009: 239)
𝑠√
1
+
1 𝑛1 +𝑛2 −2
𝑛1 𝑛2

Keterangan:
𝑥1 = rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen
̅̅̅
𝑥2 = rata-rata hasil belajar matematika kelas kontrol
̅̅̅
𝑛1 = banyaknya sampel pada kelompok eksperimen
𝑛2 = banyaknya sampel pada kelompok kontrol
𝑆1 2 = varians kelompok eksperimen

27
𝑆2 2 = varians kelompok kontrol
Dengan kriteria pengujian adalah H0 diterima jika −𝑡1−1 𝛼 < 𝑡 < 𝑡1−1 𝛼, dimana
2 2

𝑡1−1𝛼 didapat dari daftar distribusi t dengan 𝑑𝑘 = (𝑛1 + 𝑛2 − 2) dan peluang


2

(𝑡1−1 𝛼) dan 𝛼 = 0,05. Untuk harga t lainnya H0 ditolak.


2

2) Jika kedua varians tidak sama (tidak homogen)


̅𝑥̅̅1̅−𝑥
̅̅̅2̅
Maka rumus uji-t yang digunakan adalah 𝑡′ =
𝑆 2
𝑆 2
𝑠√ 1 + 2
𝑛1 𝑛2

Keterangan:
𝑥1 = rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen
̅̅̅
𝑥2 = rata-rata hasil belajar matematika kelas kontrol
̅̅̅
𝑛1 = banyaknya sampel pada kelompok eksperimen
𝑛2 = banyaknya sampel pada kelompok kontrol
𝑆1 2 = varians kelompok eksperimen
𝑆2 2 = varians kelompok kontrol
(Sudjana, 2009: 241)
Kriteria pengujiannya adalah:
𝑤1 𝑡1 +𝑤2 𝑡2 𝑤1 𝑡1 +𝑤2 𝑡2
H0 diterima jika, − <𝑡< , untuk harga lain H0 ditolak.
𝑤1 +𝑤2 𝑤1 +𝑤2

Dengan:
𝑆1 2 𝑆2 2 1 1
𝑤1 = dan 𝑤2 = , 𝑡1 = 𝑡 (1 − 2 𝛼) , (𝑛1 − 1) dan 𝑡2 = 𝑡 (1 − 2 𝛼) , (𝑛2 − 1)
𝑛1 𝑛2

Derajat kebebasan (db) dalam distribusi frekuensi adalah (𝑛1 − 1) dan (𝑛2 − 1),
dan peluang untuk penggunaan daftar distribusi t adalah (1 − 𝛼) dengan 𝛼 =
0,05.
b. Untuk Pengujian Data posttest (uji satu pihak)
H0 : 𝜇1 ≤ 𝜇2 : Motivasi belajar matematika siswa menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT sama saja dengan model
pembelajaran konvensional. Artinya Tidak terdapat pengaruh

28
model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap motivasi
belajar matematika siswa.
H1 : 𝜇1 > 𝜇2 : Motivasi belajar matematika siswa meggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dari pada
motivasi belajar dengan model pembelajaran konvensional.
Artinya Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif
tipe TGT terhadap motivasi belajar matematika siswa.

1) Jika variansa sama (homogen)


Setelah data dinyatakan berdistribusi normal dan homogen, maka untuk menguji
hipotesis dari penelitian ini digunakan rumus uji-t dengan taraf signifikan 𝛼 =
0,05, yaitu sebagai berikut
̅𝑥̅̅1̅−𝑥
̅̅̅2̅ (𝑛1 −1)𝑆1 2 +(𝑛2 −1)𝑆2 2
𝑡= dengan, 𝑆 2 = (Sudjana, 2009: 239)
𝑠√
1
+
1 𝑛1 +𝑛2 −2
𝑛1 𝑛2

Keterangan:
𝑥1 = rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen
̅̅̅
𝑥2 = rata-rata hasil belajar matematika kelas kontrol
̅̅̅
𝑛1 = banyaknya sampel pada kelompok eksperimen
𝑛2 = banyaknya sampel pada kelompok kontrol
𝑆1 2 = varians kelompok eksperimen
𝑆2 2 = varians kelompok kontrol
Membandingkan 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan kriteria pengujian sebagai
berikut:
Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka H0 diterima dan H1 ditolak
Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka H0 ditolak dan H1 diterima
Derajat kebebasan (db) dalam distribusi frekuensi adalah 𝑛1 + 𝑛2 − 2 dengan
peluang (1 − 𝛼) dan 𝛼 = 0,05
2) Jika kedua varians tidak sama (tidak homogen), maka rumus uji-t yang
̅𝑥̅̅1̅−𝑥
̅̅̅2̅
digunakan adalah 𝑡′ =
𝑆 2𝑆 2
𝑠√ 1 + 2
𝑛1 𝑛2

29
Keterangan:
𝑥1 = rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen
̅̅̅
𝑥2 = rata-rata hasil belajar matematika kelas kontrol
̅̅̅
𝑛1 = banyaknya sampel pada kelompok eksperimen
𝑛2 = banyaknya sampel pada kelompok kontrol
𝑆1 2 = varians kelompok eksperimen
𝑆2 2 = varians kelompok kontrol
(Sudjana, 2009: 241)

Kriteria pengujian adalah:


𝑤1 𝑡1 +𝑤2 𝑡2
H0 diterima jika 𝑡 ′ < untuk harga lai H0 ditolak.
𝑤1 +𝑤2

Dengan:
𝑆1 2 𝑆2 2
𝑤1 = dan 𝑤2 = , 𝑡1 = 𝑡(1 − 𝛼), (𝑛1 − 1) dan 𝑡2 = 𝑡(1 − 𝛼), (𝑛2 − 1)
𝑛1 𝑛2

derajat kebebasan (db) dalam distribusi frekuensi adalah (𝑛1 − 1) dan (𝑛2 − 1),
dan peluang untuk penggunaan daftar distribusi t adalah (1 − 𝛼) dengan 𝛼 =
0,05.

30
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT


Hasil keterlaksanaan pembelajarn kooperatif tipe TGT terdapat dalam
lembar pengamatan yang dilakukan untuk melihat keterlaksanaan penelitian pada
kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams Games Tournament). Hasil dari keterlaksanaan pembelajaran dapat
dilihat pada lampiran E dan dirangkum dalam Tabel 13. berikut ini:
Tabel 13. Keterlaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Perte Keterlaksanaan pembelajaran Pengaruh terhadap motivasi belajar
muan kooperatif tipe TGT siswa
ke-
1 Pada pertemuan pertama model Siswa mulai merasa tertarik dengan
pembelajaran kooperatif tipe TGT model pembelajaran kooperatif tipe
sudah terlaksana sesuai dengan TGT meskipun pada awalnya siswa
arahan guru, hanya saja ada masih meraba-meraba dan sedikit
beberapa langkah yang tertinggal ribut karena belum memahami cara
seperti mengumpulkan hasil diskusi kerja model pembelajaran kooperatif
siswa. tipe TGT.
2 Pada pertemuan kedua model Siswa sudah mulai termotivasi
pembelajaran kooperatif tipe TGT setelah pelaksanaan tournament
sudah terlaksana dengan baik pertemuan pertama dan pada
meskipun masih ada beberapa pertemuan kedua siswa sudah tidak
siswa yang masih bertanya cara perlu lagi disuruh untuk mempelajari
kerja model pembelajaran materi di LKS karena siswa terlihat
kooperatif tipe TGT. bertanggung jawab pada
kelompoknya masing-masing
dengan mempelajari materi yang
akan di tournaentkan.
3 Pada pertemuan ketiga model Siswa terlihat lebih antusias dalam

31
pembelajaran kooperatif tipe TGT mngumpulkan poin. Dan terlihat
sudah terlaksana dengan baik dan siswa memiliki hasrat dan keinginan
guru tidak perlu mengulang cara- untuk berhasil pada setiap
cara kerja model pembelajaran tournament.
kooperatif tipe TGT.
4 Pada pertemuan keempat model Siswa masih terlihat antusias karena
pembelajara kooperatif tipe TGT pembelajaran yang menarik dan
sudah terlaksana dengan baik penghargaan yang dijanjikan oleh
guru.

Penelitian dimulai pada tanggal 15 Juli 2016 dan berakhir pada tanggal 30
juli 2016. Pelaksanaan ini terdiri dari empat kali pertemuan dimana setiap
pertemuan diberikan perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) dikelas eksperimen dan
pembelajaran konvensional dikelas kontrol.

4.2. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian


4.2.1. Analisis Instrumen Angket
Untuk menentukan item valid atau tidak dapat dilakukan dengan
membandingkan nilai r hitung (nilai Pearson correlation) dengan r tabel (didapat dari
tabel r), yaitu r hitung >r tabel maka item dinyatakan valid dan sebaliknya apabila r
hitung <r tabel maka item dinyatakan tidak valid. Nilai r tabel dicari menggunakan
tingkat signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi dan N = 41/df=. Didapat nilai r tabel

adalah 0,396. (Riduan dan Sunarto, 2013: 360).


Hasil analisis instrument angket adalah 25 butir item pernyataan variabel
motivasi belajar matematika siswa diperoleh hasil bahwa 10 pernyataan negatif
dan 15 pernyataan positif terdapat 1 item pernyataan yang tidak valid yaitu pada
nomor 21. Sehingga pernyataan yang tidak valid harus dihilangkan. Hasil analisis
instrumen dapat dilihat pada lampiran H1 dan dirangkum dalam Tabel 14. berikut
ini:

32
Tabel 14. Hasil Analisis Instrument Motivasi Belajar Matematika Siswa
Item r hitung r tabel Keputusan
𝛼 = 0,05 ; 𝑛 = 25
1 0,596 Valid
2 0,526 Valid
3 0,547 Valid
4 0,508 Valid
5 0,556 valid
6 0,416 valid
7 0,599 valid
8 0,548 valid
9 0,464 Valid
10 0,408 Valid
11 0,476 valid
12 0,694 Valid
13 0,424 0,396 Valid
14 0,614 valid
15 0,699 Valid
16 0,688 Valid
17 0,665 Valid
18 0,535 valid
19 0,629 valid
20 0,589 Valid
21 0,124 Tidak valid
22 0,508 Valid
23 0,553 Valid
24 0,549 Valid
25 0,496 Valid
Sumber: olahan penelitian

4.2.2. Uji Reliabilitas Instrumen


Reliabilitas suatu instrument yang menunjukkan konsistensi sebuah data,
oleh karena itu instrumen yang reliabel berarti dapat digunakan untuk mengukur
hal yang sama pada waktu yang berbeda dengan memberikan hasil yang sama. Uji
reliabilitas ini akan dilakukan pada butir-butir pernyataan yang telah memiliki
kevalidan pada analisis instrumen sebelumnya. Dengan demikian, jumlah item
pernyataan yang dapat diuji reliabilitasnya ini sebanyak 24 item pernyataan utuk
variabel motivasi belajar matematika siswa.
Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formula Alpha
Cronboach. Dimana hasil uji dapat dilihat pada berikut ini:

33
Tabel 15. Uji Reliabilitas Instrumen
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.748 25

Sumber: Olahan Data Penelitian

Menurut Priyatno (2012: 120) bahwa reliabilitas kurang dari 0,6 adalah
kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan di atas adalah baik. Hasil uji
reliabilitas yang disajikan pada tabel menunjukkan bahwa nilai koefisien pada
motivasi belajar matematika di atas 0,748 berarti dapat diterima sehingga
instrumen yang digunakan dinyatakan baik.
4.3. Analisis Data Hasil Penelitian
4.3.1. Analisis Deskriptif
Dari data posttest yang telah dilaksanakan pada kedua kelas, dapat di
analisis secara deskriptf sebagaimana Tabel berikut:
Tabel 16. Data Nilai Skor Angket Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Analisis deskriptif Pretest Posttest(Angket)
Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol
Nilai Tertinggi 81 98 96 % 92%
Nilai Terendah 40 45 60% 65%
Jumlah Sampel (n) 41 41 41 41
Rata-rata(𝑥̅ ) 66,09 65,73 81,14% 77,73%
Sumber: Olahan Data Penelitian

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa secara numerik rata-rata


hasil belajar matematika tidak berbeda jauh antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol ini berarti kelas eksperimen dan kontrol memiliki kemampuan yang sama
begitu juga dengan motivasi siswa (motivasi internal). Dan setelah diberikan
perlakuan hasil angket motivasi kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas
kontrol. Hal ini menjelaskan bahwa hasil motivasi belajar matematika siswa kelas
eksperimen lebih tinggi jika dibandingkan kelas kontrol. Dengan hanya melihat
secara numerik saja tidak dapat membuktikan bahwa terdapat pengaruh model
pembelajaran kooperatif tipe (TGT) Teams Games Tournament terhadap motivasi

34
belajar matematika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol maka dilakukan
analisis inferensial agar hasil yang diperoleh benar-benar akurat.
4.3.2 Analisis Inferensial
Teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji-t. Uji-t
merupakan salah satu uji statistik yang digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya pengaruh yang signifikan sesudah diberikan perlakuan. Nilai pretest dan
posttest angket diperoleh dari penyebaran angket sebelum dan setelah diberikan
perlakuan. Nilai pretest dan posttest angket dianalisis secara statistik dengan
menggunakan uji homogenitas varians dan uji t.
4.3.2.1 Analisis Data Pretest
1) Hasil Uji Homogenitas Varians Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol
Karena data kedua kelompok normal, maka dilanjutkan dengan uji
homogenitas varians data Pretest. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran J1
dan dirangkum dalam Tabel 17. berikut ini:
Tabel 17. Uji Homogenitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas n Varians F Ftabel Keterangan Kesimpulan
hitung
Eksperimen 41 -38,43
-3,39 1,69 F hitung < Ftabel Homogen
Kontrol 41 130,39
Sumber: Olahan Data Penelitian
H0 : 𝜎1 2 = 𝜎2 2 = Varians kedua kelompok homogen
H1 : 𝜎1 2 ≠ 𝜎2 2 = Varians kedua kelompok tidak homogen

2) Hasil Uji-t Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol


Karena varians kedua kelompok homogen, maka uji statistik perbandingan
dua rata-rata motivasi belajar sesudah dilakukan perlakuan yang berbeda adalah
uji-t. Hasil perhitungan uji-t nilai Posttest angket kelas eksperimen dan kelas
kontrol dapat dilihat dilampiran J2 dan terangkum dalam Tabel 18. berikut ini:
Tabel 18. Uji-t Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas n ̅
𝒙 S gabungan t hitung t tabel Keterangan
Eksperimen 41 66,09
6,78 0,24 1,98 t hitung ≤ t tabel
Kontrol 41 65,73
Sumber: Olahan Data Penelitian

35
H0 : 𝜇1 ≤ 𝜇2: Tidak terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar matematika siswa
kelas eksperimen dengan rata-rata hasil belajar kelas kontrol.
H1 : 𝜇1 > 𝜇2 : Terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas
eksperimen dengan rata-rata hasil belajar kelas kontrol.
Dari hasil perhitungan pada Tabel di atas, diperoleh thitung = 0,55 dan ttabel
= 1,98, maka thitung ≤ ttabel. Berdasarkan kriteria pengujian pada bab 3 sehingga H0
diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan
antara motivasi belajar matematika siswa antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol sebelum diberikan perlakuan yang berbeda.

4.3.2.2 Analisis Data Posttest


1) Hasil Uji Homogenitas Varians skor angket Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol
Karena data nilai Posttest angket kedua kelompok normal, maka
dilanjutkan dengan uji homogenitas varians data Posttest. Hasil perhitungan dapat
dilihat pada lampiran K1 dan dirangkum dalam Tabel 19. berikut ini:
Tabel 19. Uji Homogenitas Hasil Skor angket Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol
Kelas n Varians F Ftabel Keterangan Kesimpulan
hitung
Eksperimen 41 66,42
1,42 1,69 F hitung < Ftabel Homogen
Kontrol 41 46,49
Sumber: Olahan Data Penelitian

H0 : 𝜎1 2 = 𝜎2 2 = Varians kedua kelompok homogen


H1 : 𝜎1 2 ≠ 𝜎2 2 = Varians kedua kelompok tidak homogen

2) Hasil Uji-t Nilai Skor Angket Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Karena varians kedua kelompok homogen, maka uji statistik perbandingan
dua rata-rata motivasi belajar sesudah dilakukan perlakuan yang berbeda adalah
uji-t. Hasil perhitungan uji-t nilai hasil angket kelas eksperimen dan kelas kontrol
dapat dilihat dilampiran K2 dan terangkum dalam Tabel 20. berikut ini:

36
Tabel 20. Uji-t Hasil Skor angket Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas n ̅
𝒙 S gabungan t hitung t tabel Keterangan
Eksperimen 41 81,14
7,51 2,06 1,65 t hitung > t tabel
Kontrol 41 77,73
Sumber: Olahan Data Penelitian

H0 : 𝜇1 ≤ 𝜇2 : Motivasi belajar matematika siswa menggunakan model


pembelajaran kooperatif tipe TGT sama saja dengan model
pembelajaran konvensional. Artinya Tidak terdapat pengaruh
model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap motivasi
belajar matematika siswa.
H1 : 𝜇1 > 𝜇2 : Motivasi belajar matematika siswa meggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dari pada
motivasi belajar dengan model pembelajaran konvensional.
Artinya terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif
tipe TGT terhadap motivasi belajar matematika siswa.
Dari hasil perhitungan pada Tabel di atas, diperoleh thitung = 2,06 dan ttabel
= 1,658, maka thitung > ttabel. Berdasarkan kriteria pengujian pada bab 3 sehingga
H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti rata-rata motivasi belajar siswa kelas
eksperimen dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournament) lebih baik dari pada kelas kontrol dengan pembelajaran
konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) terhadap
motivasi belajar matematika siswa.

4.4. Pembahasan Hasil Penelitian


Melalui pengamatan selama dilaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournament) pada kelas eksperimen, diperoleh verifikasi keterlaksanaan
penelitian model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament)
dalam lembar pengamatan yang diisi oleh guru bidang studi. Sebelum diberi
perlakuan peneliti meminta nilai hasil belajar siswa terlebih dahulu untuk

37
mengetahui kemampuan kedua kelas dan sesudah diberi perlakuan pada kedua
kelas siswa diberikan angket motivasi guna mengetahui motivasi belajar
matematika siswa. Dari 25 pernyataan yang diuji cobakan peneliti hanya
menggunkan 24 pernyataan karena setelah dianalisis terdapat pernyataan yang
tidak valid yaitu, item nomor 21.
Berdasarkan hasil analisis data skor angket, diperoleh bahwa 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 >
𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti bahwa motivasi belajar
matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams Games Tournament) lebih tinggi dibandingkan motivasi belajar
matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Sehingga
terdapat pengaruh antara motivasi belajar matematika siswa kelas eksperimen
dengan motivasi belajar matematika siswa kelas kontrol. Dengan kata lain,
terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournament) terhadap motivasi belajar matematika siswa kelas X SMAN 15
Pekanbaru.
Pada kelas eksperimen selama proses pembelajaran telihat siswa aktif dan
semangat dalam proses pembelajaran, hal ini sesuai dengan pernyataan Slavin
yang menyatakan bahwa permainan nonsimulasi dapat meningkatkan motivasi
untuk mempelajari pokok persoalan seperti Teams Games Tournament. Hal ini
sesuai dengandidukung oleh data yang diperoleh peneliti selama pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournament). Walaupun pada mulanya siswa masih bingung dengan LKS
(lampiran) yang diberikan dan setelah memberi penjelasan sesuai langkah-langkah
model pembelajaran kooperatif tipe TGT siswa dapat melanjutkan kerja mereka.
Akan tetapi pertemuan-pertemuan berikutnya mereka sudah menunjukkan
keaktifannya dalam belajar. Ini terlihat ketika LKS dibagikan pada kelompok
mereka langsung mulai berdiskusi untuk memecahkan permasalahan yang ada di
LKS, namun jika mereka ada yang tidak mengerti langsung bertanya. Siswa juga
terlihat antusias ketika dilaksanakan games tournament, siswa terlihat
memberikan dukungan kepada perwakilan kelompok yang mewakili setiap
kelompoknya. Pada saat mengerjakan soal tournament siswa lebih berantusias

38
terlihat dari beberapa siswa yang berhasil menjawab soal yang dipilih oleh
kelompok penanya.
Dengan adanya penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
dalam pembelajaran dapat membantu siswa meningkatkan kreatifitas siswa,
meningkatkan komunikasi dengan orang lain ketika berdiskusi dan meningkatkan
minat mereka terhadap pelajaran matematika karena pembelajarannya disertai
dengan permainan, walaupun masih terlihat suasana yang kurang kondusif tapi
masih dapat terkendalikan dan akan menjadikan proses pembelajaran yang
menyenangkan karena mereka belajar sambil bermain dalam melaksanakan
proses pembelajaran.
Sementara itu, pada kelas kontrol yang menerapkan pembelajaran
konvensional, siswa terlihat hanya mendengarkan dan memperhatikan serta
mencatat poin-poin yang disampaikan guru. Hal ini disebabkan karena siswa
bosan mengikuti proses pembelajaran yang monoton, akibatnya motivasi siswa
dalam belajar matematika siswa rendah.
Dari analisis data dan teori yang mendukung, dapat diterima hipotesis
yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi
belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT (Teams Games Tournament) terhadap motivasi belajar matematika siswa
kelas X SMAN 15 Pekanbaru.

4.5. Kelemahan Penelitian


Dalam penelitian ini peneliti menemukan beberapa kelemahan, yaitu
sebagai berikut:
1. Pada pertemuan pertama dalam pembentukkan kelompok siswa banyak yang
sulit diatur dan cendrung ribut sehingga memerlukan banyak waktu.
2. Jumlah siswa yang cukup banyak membuat guru menjadi sedikit kewalahan
untuk membimbing siswa secara individu sehingga mengakibatkan siswa
berjalan dan bertanya pada guru.

39
3. Pada awal pertemuan siswa sedikit bingung dengan model pembelajaran yang
digunakan sehingga membuat siswa rebut untuk bertanya, namun pada
pertemuan selanjutnya siswa sudah mengerti apa yang harus dia lakukan.
4. Dalam melaksanakan tournament siswa cenderung ribut karena memberikan
semangat kepada teman kelompoknya.
Dari kelemahan-kelemahan tersebut, peneliti berharap agar kelemahan-
kelemahan tersebut dapat teratasi oleh peneliti yang akan melakukan penelitian
yang sama agar memperoleh hasil yang mendekati sempurna.

40
BAB 5
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilaksanakan,
dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar matematika siswa dengan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dari pada motivasi belajar
matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.
Berarti terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams
Games Tournament) terhadap motivasi belajar matematika siswa kelas X SMAN
15 Pekanbaru semester ganjil tahun ajaran 2016/2017.

5.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan saran
yang berhubungan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams
Games Tournament) sebagai berikut:
a. Sebaiknya guru matematika menjadikan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT (Teams Games Tournament) sebagai salah satu model pembelajaran
untuk membangkitkan motivasi siswa dalam belajar matematika sehingga
dapat meningkatkan prestasi dalam pelajaran matematika.
b. Diharapkan kepada guru yang ingin menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk dapat memperhatikan
kelemahan dalam proses kegiatan pembelajaran, dengan demikian
permasalahan dalam peneliti ini dapat teratasi.
c. Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian dengan menggunakan model
pembelejarn kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament), hendaknya
dapat mengatur waktu dengan baik dalam proses pembelajaran dan mengatasi
kelemahan dalam proses kegiatan pembelajaran, dengan demikian
permasalahan dalam penelitian ini dapat teratasi. Sehingga dapat memperoleh
hasil yang lebih baik.

41
DAFTAR PUSTAKA

Ade, Andriani. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe TGT


Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP Negeri 13 Pekanbaru.
Skripsi Pendidikan Matematika UIR 2014
Andelina, Henny Mawarwati. 2010. Eksperimen Pembelajaran Matematika
dengan Metode Pembelajaran Kooperatif tipe TGT (Team Games
Tournaments) Pada sub pokok Bahasan Segiempat Ditinjau dari Motivasi
Belajar Matematika Siswa.
Dimyati dan Mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Fathurrohman, Muhammad. 2015. Model-model Pembelajaran Inovatif.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Ghulam Agustina, Hamdu. 2011. Pengaruh Motivasi Belajar Siswa Terhadap
Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan: Vol
12. No.1, April 2011
Ghozali, Imam. 2006. Statitik Nonparametrik, Semarang: Badan Penerbit UNDIP
Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Hamzah, Uno. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara
M, Thobroni. dan Mustofa A. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-
ruzz Media
Nazirun, 2014. Panduang Akademik Pedoman Penulisan Proposa, Karya Cipta
dan Skripsi. FKIP UIR. Pekanbaru
Priyatno, Duwi. 2012. Belajar Cepat Olah Data Statistik dengan SPSS.
Yogyakarta: ANDI
Riduan dan Sunarto. 2013. Pengantar Statistika. Bandung: Alfabeta
Riski Nugroho, Dian. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
TGT (Teams Games Tournament) Terhadap Motivasi Siswa Mengikuti
Pembelajaran Bola Voli di Kelas X SMAN 1 Panggul Kabupaten
Trenggalek.

42
Rusman. 2013. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan profesionalisme
guru. (Edisi Kedua) Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulim dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorintasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Setyosari, Punaji. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan.
Jakarta: Kencana
Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
Slavin, R.E. 2009. Cooperatif Learning. Bandung: Nusa Media
Slavin,R.E. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: Indeks
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Soemanto, Wasty. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Sugiyono.2012. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta CV
Sujarweni, Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru
Suharsimi, Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Wilcox, Lynn. 2013. Psikologi Kepribadian: Analisis Seluk-beluk Kepribadian
Manusia. Jogjakarta: IRCiSoD
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana Prenada Group
Zulkarnain dan Zulfan 2007, Statistik Pendidikan. Pekanbaru: Cendikia Insani
Pekanbaru

43
44

Anda mungkin juga menyukai