Pengaruh Model Pembelajaran Teams Games Tournament Terhadap Motivasi Belajar Matematika
Pengaruh Model Pembelajaran Teams Games Tournament Terhadap Motivasi Belajar Matematika
PENDAHULUAN
1
Dari tujuan pembelajaran matematika di atas dapat terlihat pentingnya
pelajaran matematika, sehingga pemerintah selalu berusaha agar mutu pelajaran
lebih baik lagi.
Objek dasar yang dipelajari matematika adalah bersifat abstrak yang
meliputi: fakta, konsep, operasi dan prinsip. Oleh karena itu, banyak individu
yang mempunyai pandangan bahwa pelajaran matematika merupakan mata
pelajaran yang sulit. Hal ini terlihat dari banyaknya individu yang bersikap
pesimis dalam menyelesaikan masalah matematika dan kurangnya motivasi dalam
mempelajari matematika. Sikap-sikap tersebut tentunya akan mempengaruhi hasil
yang akan mereka capai dalam belajar nanti.
Proses pembelajaran diyakini merupakan salah satu faktor utama yang
menentukan keberhasilan pembelajaran, pada umumnya prestasi belajar siswa
pada pelajaran matematika lebih rendah dibandingkan dengan prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran yang lain. Banyak faktor yang menyebabkan prestasi
belajar siswa itu rendah seperti tempat, guru dan siswa itu sendiri.
Model pembelajaran yang digunakan juga memiliki andil yang cukup
besar dalam kegiatan belajar mengajar. Motivasi siswa dalam belajar dapat
dipengaruhi dari pemilihan model pembelajaran yang tepat oleh guru, sehingga
siswa dapat termotivasi dalam mengikuti proses belajar mengajar dan tujuan
pembelajaran yang ditetapkan dapat tercapai. Menurut Sardiman (2007: 40)
“seseorang itu akan berhasil dalam belajar apabila pada dirinya sendiri ada
keinginan atau dorongan untuk belajar.” Hamzah (2007: 23) mengatakan :
Motivasi belajar memiliki dua faktor yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Dimana faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan
dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor
ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang
kondunsif dan kegiatan belajar yang menarik.
Motivasi merupakan pendorong dan penggerak individu yang dapat
menimbulkan dan memberikan arah bagi individu untuk melakukan aktivitas-
aktivitas tertentu untuk mencapai tujuannya.
Motivasi yang tinggi pada siswa, akan menuntun siswa untuk mau
berperan aktif dalam proses belajar mengajar. Hal itu tentunya dapat menjadikan
siswa paham terhadap setiap sub pokok bahasan yang diberikan, sehingga
2
diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dengan demikian, untuk
memperoleh prestasi belajar yang maksimal pada materi pelajaran matematika
terlebih dulu siswa harus memiliki motivasi belajar matematika pada siswa itu
sendiri agar tercapainya tujuan pembalajaran yang diharapkan dan sudah menjadi
tugas guru untuk dapat membangkitkan motivasi siswa melalui faktor ekstrinsik
dengan cara menggunakan model pembelajaran yang tepat.
Salah satu model pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi
belajara matematika siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams Games Tournament) sesuai dengan pernyataan Slavin (2011: 126)
mengatakan “permainan nonsimulasi juga dapat meningkatkan motivasi untuk
mempelajari pokok persoalan tertentu. Teams Games Tournament atau TGT
menggunakan permainan yang dapat disesuaikan dengan setiap mata pelajaran.”
Untuk mengetahui situasi dan kondisi kegiatan pembelajaran maka peneliti
melakukan wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru bidang studi
matematika kelas X SMAN 15 Pekanbaru semester genap pada tanggal 12 Januari
2016, diketahui bahwa masih banyak siswa yang kurang termotivasi untuk
mengikuti pembelajaran matematika dilihat dari beberapa indikator motivasi yang
tidak tercapai yaitu kurang aktifnya siswa dalam belajar, siswa kurang
bertanggung jawab untuk memahami materi yang disampaikan oleh guru dan
siswa kurang berani untuk menyampaikan pendapatnya selama proses
pembelajaran berlangsung.
Dari uraian di atas peneliti menduga bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe teams games tournament cocok diterapkan pada siswa karena
model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament merupakan
pembelajaran yang menyenangkan karena disertai dengan games dalam proses
pembelajarannya, sehingga membuat pembelajaran lebih menarik dan
menyenangkan karena melibatkan siswa secara aktif dan membangkitkan motivasi
siswa dalam belaja
Jadi, dalam metode TGT ini, siswa diarahkan dalam kegiatan belajar
berkelompok dan bekerjasama dalam memecahkan masalah pemahaman materi
serta berkompetensi dengan teamnya secara menyenangkan, sehingga siswa tidak
3
merasa jenuh dan bosan. Metode ini memunculkan interaksi antar siswa. Siswa
dengan kemampuan lebih tinggi, diarahkan untk membantu siswa yang
berkemampuan lebih rendah di dalam kelompoknya, sehingga seluruh anggota
dalam kelompok tersebut dapat memahami materi yang diajarakan.
Berdasarkan uraian masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif
tipe TGT (Teams Games Tournament) terhadap motivasi belajar Matematika
Siswa Kelas X SMAN 15 Pekanbaru.”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh yang signifikan model
Pembelajaran Kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) terhadap motivasi
belajar matematika siswa kelas X SMAN 15 Pekanbaru?
4
c. Bagi guru, Model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournament) dapat dijadikan sebagai salah satu alternative model
pembelajaran matematika di kelas.
d. Bagi peneliti, penelitian ini akan menambahkan pengetahuan dan landasan
5
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Menurut Hamzah (2007: 23) “motivasi belajar dapat timbul karena faktor
intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar,
6
harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsknya adalah penghargaan,
lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.”
Hamzah (2007: 23) mengklasifikasikan:
Indikator motivasi belajar sebagai berikut
a. adanya hasrat dan keinginan berhasil
b. adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
c. adanya harapan dan cita-cita masa depan
d. adanya penghargaan dalam belajar
e. adanya kegiatan yang menarik dalam belajar;
f. adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkin
seseorang siswa dapat belajar dengan baik.
7
Setelah memahami fungsi-fungsi dari motivasi, dalam kegiatan
pembelajaran guru dapat menggunakan berbagai cara untuk menggerakkan atau
membangkitkan motivasi belajar siswa. Menurut Hamalik (2009: 166) cara untuk
menggerakkan motivasi siswa diantaranya: Memberi angka, pujian, hadiah, kerja
kelompok, persaingan, tujuan dan level of aspiration, sarkasme, penilaian,
Karyawisata dan eksekusi, film pendidikan dan belajar melalui radio.
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah
suatu dorongan dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Motivasi sangat besar pengaruh terhadap belajar. Motivasi belajar timbul karena
adanya faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Seseorang dapat dikatakan memiliki
motivasi belajar diantarnya jika mereka tekun menghadapi tugas, ulet dalam
menghadapi kesulitan, lebih senang bekerja sendiri dan cepat bosan terhadap
tugas-tugas rutin.
2.2.Pembelajaran Kooperatif
2.2.1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Suprijono (2012: 54) menyatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif adalah
konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-
bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.” Secara umum
pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru
menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan
informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah.
Guru biasanya menetapkan ujian tertentu pada akhir tugas.
Menurut Rusman (2013: 202), “Pembelajaran kooperatif merupakan
bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai
enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.”
Menurut Johnson dalam Thobroni dan Mustofa (2012: 285) “pembelajaran
kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara berkelompok-kelompok kecil.
Siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar.”
Selanjutnya menurut Lie dalam Thobroni dan Mustofa (2012: 285)
mengemukakan bahwa: “system pengajaran yang memberikan kesempatan kepada
8
anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang
terstruktur yang disebut system pembelajaran gotong royong atau pembelajaran
kooperatif.”
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran dimana siswa saling bekerjasama
dalam kelompok yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 dan saling membantu
dalam memahami materi pelajaran. Dengan pembelajaran kooperatif
memungkinkan siswa belajar lebih aktif, serta dapat memenuhi kebutuhan siswa
secara optimal guna pencapaian tujuan belajar.
2.2.2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Rusman (2013: 207) menyatakan:
Karakteristik atau cirri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim
merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus
mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling
membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
Manajemen seperti yang telah kita pelajari pada bab sebelumnya
mempunyai tiga fungsi, yaitu: (a) Fungsi manajemen sebagai perencanaan
pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan
sesuai dengan perencanaan dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah
ditentukan. Misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara
mencapainya. (b) Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan
bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang
agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. (c) Fungsi manajemen
sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu
ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun nontes.
3. Kemauan Untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara
kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu
ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik,
pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal
4. Keterampilan Bekerja Sama
Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam
kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu
didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan
anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
9
2.2.3. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Agar pembelajaran kooperatif terlaksana dengan baik, maka
pembelajarannya harus mengacu pada langkah-langkah yang telah ditetapkan.
Pembelajaran kooperatif terdiri dari enam tahap. Adapun tahap tersebut disajikan
dalam table berikut:
Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
No Tahap Aktifitas Guru
1 Fase-1 Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
Menyampaikan tujuan mempersiapkan peserta didik siap belajar
pembelajaran dan mempersiapkan
peserta didik
2 Fase-2 Mempersentasikan informasi kepada peserta
Menyajikan Informasi didik secara verbal
3 Fase-3 Memberikan penjelasan kepada peserta
Mengorganisasikan siswa ke dalam didik tentang tata cara pembentukkan tim
tim-tim belajar belajar dan membantu kelompok melakukan
transisi yang efisien
4 Fase-4 Membantu tim-tim belajar selama peserta
Membantu kerja tim dan belajar didik mengerjakan tugas
5 Fase-5 Menguji pengetahuan peserta didik
Mengevaluasi mengenai berbagai materi pembelajaran
atau kelompok-kelompok
mempersentasikan hasil kerjanya
6 Fase-6 Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha
Memberikan pengakuan dan dan persentasi individu maupun kelompok
penghargaan
Sumber: Suprijono (2010: 65)
10
tentang apa yang telah mereka pelajari dan selanjutnya guru memberikan
penghargaan kelompok maupun individu atas usaha-usaha mereka.
11
Ketika turnamen akademik, siswa akan dipisahkan dengan kelompok
asalnya untuk ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Setiap meja turnamen
terdiri dari beberapa siswa yang mewakili kelompoknya masing-masing.
Penentuan dimana meja turnamen yang akan ditempati oleh siswa dilakukan oleh
guru, yaitu dengan melihat homogenitas akademik. Maksudnya, siswa yang
berada dalam satu meja turnamen adalah siswa dengan kemampuan akademiknya
setara. Hal ini dapat ditentukan berdasarkan nilai yang diperoleh saat pre-test.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif tipe TGT merupakan model pembelajaran dimana siswa saling
bekerjasama dalam kelompok dan saling membantu dalam memahami materi
pelajaran dan disertai dengan games berupa turnamen diakhir pelajaran.
12
mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan yang diajukan guru, dan
mempresentasikan jawaban di depan kelas.
2) Teams
Setelah penyajian materi oleh guru, siswa kemudian berkumpul
berdasarkan kelompok yang sudah dibagi guru. Setiap tim atau kelompok terdiri
dari 3 sampai 5 siswa yang anggotanya heterogen. Adapun cara penetapan siwa
dalam tim menurut Slavin (2009: 149-151) adalah sebagai berikut:
a) Rangkin siswa dalam kelas berdasarkan prsetasi akademis dari yang tertinggi
sampai pada yang berkemampuan terendah.
b) Menentukan jumlah anggota setiap tim, sebaiknya beranggotakan 4 orang
siswa jika mungkin. Untuk menentukan banyaknya siswa dalam kelompok
yang akan dibentuk, bagilah jumlah siswa dalam kelas dengan 4. Jika hasilnya
bulat, misalnya: jumlah siswa 34 orang maka ada 8 kelompok yang
beranggotakan 4 orang dan 2 kelompok yang beranggotakan 5 orang.
c) Usahakan agar rata-rata kemampuan siswa dalam setiap kelompok relative
sama. Gunakan rangking dalam menentukan anggota kelompok.
Guru kemudian memberikan LKS untuk dikerjakan. Siswa akan
mendiskusikan jawaban dari LKS tersebut dengan teman sekelompoknya. Bila
ada siswa yang mengajukan pertanyaan, maka teman sekelompoknya bertanggung
jawab untuk menjawab dan menjelaskan jawaban dari pertanyaan tersebut.
Apabila teman sekelompoknya tidak ada yang bisa menjawabnya, maka
pertanyaan tersebut bida diajukan kepada guru.
Belajar dalam kelompok sangan bermanfaat, karena dapat
mengembangkan keterampilan social siswa. Keterampilan social memupuk
keterampilan kerja sama siswa. Keterampilan social yang dimaksud adalah
berbagi tugas dengan anggota kelompoknya, saling bekerja sama, aktif bertanya,
menjelaskan dan mengemukakan ide, menanggapi jawaban/pertanyaan dari teman
dan sebagainya.
3) Games Tournament
13
Games atau permainan dalam model pembelajaran tipe TGT merupakan
tournament atau turnamen itu sendiri. Turnamen biasanya dilakukan tiap akhir
pecan atau akhir subbab. Turnamen diikuti oleh semua siswa. Tiap-tiap siswa
akan ditempatkan di meja turnamen dengan siswa dari kelompok lain yang
kemampuan akademiknya setara. Jadi dalam satu meja turnamen akan diisi oleh
siswa-siswa homogen (kemampuan setara) yang berasal dari kelompok yang
berbeda.
Meja turnamen diurutkan dari tingkatan kemampuan tinggi kerendah.
Meja 1 untuk siswa dengan kemampuan tinggi, meja 2 untuk siswa dengan
kemampuan sedang. Meja 3 untuk siswa dengan kemampuan dibawah siswa-
siswa dimeja 2, dan seterusnya. Dimeja turnamen tersebut siswa akan bertanding
menjawab soal-soal yang disediakan mewakili kelompoknya.
4) Rekognisi Tim
Pada tahap ini, langkah yang dilakukan adalah menghitung poin individual
siswa dan skor tim. Penghargaan diberikan berupa pemberian hadiah dan sertifikat
kepada kelompok yang tertinggi. Adapun langkah-langkah perhitungan sebagai
berikut:
a) Menghitung skor tim
Menghitung poin individu bertujuan untuk menentukan nilai
perkembangan individual yang akan disumbangkan sebagai skor kelompok. Nilai
perkembangan dihitung berdasarkan atau poin yang diperoleh at melakukan
tournament. Setiap anggota kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk
memberikan sumbangan poin maksimal bagi kelompoknya digunakan nilai
perkembangan individu.
Perhitungan poin didasarkan pada jumlah pemain dalam setiap meja
turnamen. Pedoman menghitung poin-poin turnamen menurut Slavin (2009: 175)
14
Pemain peraih skor TS ST SN SH ST3 SH3 S4 STH
Tertinggi 60 50 60 60 50 60 40 50
Tengah atas 40 50 40 40 50 30 40 50
Tengah bawah 30 30 40 30 50 30 40 30
terendah 20 20 20 30 20 30 40 30
Sumber: Slavin (2009: 175)
Keterangan:
TS = Tidak ada yang seri
ST = Seri Nilai Tertinggi
SN = Seri Nilai Tengah
SH = Seri Nilai Terendah
ST3 = Seri Nilai Tertinggi 3 Macam
SH3 = Seri Nilai Terendah 3 Macam
S4 = Seri 4 Macam
STH = Seri Nilai Tertinggi dan Terendah
15
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan lain apabila
skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Berikut ini adalah kriteria
penghargaan kelompok dalam TGT:
16
1. Guru menunjuk perwakilan salah satu kelompok untuk mempersentasikan
hasil kerja kelompoknya
2. Guru memberikan Tournament pada siswa
3. Guru menjelaskan aturan dalam tournament
4. Guru mencontohkan cara bermain dalam tournament
5. Setelah 15 menit guru meminta siswa berhenti melakukan tournament dan
menghitung jumlah kartu yang mereka dapat dn mencatatnya pada sebuah
kertas
6. Guru meminta siswa mengumpulkan kertas tersebut.
c. Kegitan Akhir
1. Guru menghitung perolehan poin yang didapat setiap kelompok dan
memberikan hadiah kepada kelompok yang memenangkan tournament.
2. Guru meminta salah satu siswa menyimpulkan materi
3. Guru menunjukkan materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya
4. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam
17
Metode pembelajaran konvensional merupakan metode mengajar yang
lazim dipakai oleh guru atau sering disebut metode tradisional. Metode yang
didalamnya meliputi berbagai metode yang berpusat pada guru. Metode ini
senantiasa bagus bila penggunanya benar-benar disiapkan dengan baik, didukung
alat dan media serta memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunaannya.
Syamsudin dalam Kusumaningsih (2012: 86) mengatakan, “Metode
ceramah dalam pembelajaran merupakan suatu cara belajar dimana bahan
disajikan oleh guru secara monolog sehingga pembicaraan lebih bersifat satu
arah.” Adapun aktifitas siswa hanya terbatas kepada memperhatikan, menjawab
atau mengemukakan pendapat.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan pembelajaran konvensional
adalah pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah yang
penyelenggaraannya hanya sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang
harus dipahami oleh siswa yang wajib diingat dan dihafal.
18
BAB 3
METODE PENELITIAN
19
digunakan dua kelompok dalam satu sekolah. Satu kelas sebagai kelas eksperimen
dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan kelas kontrol diberikan perlakuan
model pembelajaran konvensional.
3.3. Desain Penelitian
Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:
Tabel 8. Desain Penelitian
Pretest Perlakukan Posttest
O1 X O2
O3 - O4
Sumber: Sugiyono (2014: 79)
Dimodifikasi menjadi:
Kelompok Pretest Perlakukan Posttest
E OE X AE
K OK - AK
Keterangan:
E = Kelompok eksperimen
K = kelompok kontrol
X = perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
OE = Pretest kelompok eksperimen
OK = Pretest kelompok kontrol
AE = hasil angket kelompok eksperimen
AK = Hasil angket kelompok kontrol
- = Perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran konvensional
Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah:
a. Menentukan sampel dengan pertimbangan peneliti yaitu kelas eksperimen
dan kelas kontrol.
b. Pertemuan pertama sampai pertemuan keempat melakukan perlakuan
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams
Games Tournament) dikelas eksperimen dan pembelajaran konvensional
pada kelas kontrol.
20
c. Pertemuan terakhir memberikan angket respon yang berkaitan dengan
motivasi siswa.
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian
3.4.1. Populasi Penelitian
“Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian” (Arikunto, 2010: 173).
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 15 Pekanbaru semester
ganjil tahun ajaran 2016/2017 yang terdiri dari 4 kelas, yaitu kelas X1, X2, X3, X4
yang berjumlah 164 siswa dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 9. Populasi siswa kelas X SMAN 15 Pekanbaru
Kelas Jumlah Siswa Guru
X1 42 Reni Yanuarni, S.Pd
X2 42 Reni Yanuarni, S.Pd
X3 41 Juliarti, S.Pd
X4 41 Juliarti, S.Pd
Jumlah 164
21
3.5. Variabel Penelitian
Dalam penelitian variabel yang digunakan adalah variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel bebasnya adalah model pembelajaran kooperatif tipe
TGT (Teams Games Tournament) yang dilakukan dikelas eksperimen. Sedangkan
variabel terikatnya adalah motivasi belajar matematika siswa kelas X SMAN 15
Pekanbaru.
22
3.6.3. Lembar Kerja Siswa
LKS disusun secara sistematis yang berisi konsep, contoh soal dan soal-
soal latihan yang akan menunjang dalam memahami materi pelajaran yang akan
berfungsi sebagai perangkat dalam kerja kelompok pada model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament. LKS memuat nama siswa, kelas,
kelompok, tanggal, petunjuk, materi, contoh soal dan soal-soal yang hru
dikerjakan siswa dalam memahi materi.
23
Range = 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 − 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 = 96 − 24 = 75
= 100% − 25% = 75%
Sudjana (2009: 47) mengatakan “banyak kelas sering biasa diambil paling
sedikit 5 kelas dan paling banyak 15 kelas, dipilih menurut keperluan.” Peneliti
mengambil banyak kelas 5 karena berdasarkan kriteria apabila diambil > 5 akan
sulit untuk menentukan panjang kelas untuk persentasenya. Sehingan panjang
kelas intervalnya sebagai berikut:
Panjang kelas interval = 𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 ÷ 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 = 72 ÷ 5 = 14,4
= 75% ÷ 5 = 15%
Kriteria Interprestasi Skor menurut Riduan dan Sunarto (2013: 23)
Angka 0% − 20% = Sangat lemah
Angka 21% − 40% = Lemah
Angka 41% − 60% = Cukup
Angka 61% − 80% = Kuat
Angka 81% − 100% = Sangat kuat
Berdasarkan deskripsi tingkat motivasi belajar dimodifikasi menjadi :
Tabel 11. Kriteria Motivasi Belajar Matematika Siswa
Skor Interval persentase Kriteria
25 − 40 25% − 40% Sangat lemah
41 − 55 41% − 55% Lemah
56 − 70 56% − 70% Cukup
71 − 85 71% − 85% Kuat
86 − 100 86% − 100% Sangat kuat
24
25 pernyataan yang harus di isi siswa sesuai keadaan sebenarnya dan tidak
mempengaruhi nilai bagi siswa, dengan aspek dan indikator, pernyataan
angket tersebut dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu pernyataan positif
(+) dan pernyataan (-) terhadap matematika. Dari 25 item di bawah terdapat 1
item yang tidak valid yaitu item nomor 21 terletak pada item positif, terdapat
pada aspek intrinsik dan indikator nomor 6.Untuk lebih lengkapnya dapat
dilihat dari kisi-kisi angket motivasi belajar matematika siswa pada tabel
berikut:
Tabel 12. Kisi-kisi Uji coba Angket Motivasi Belajar Matematika Siswa
Aspek Indikator No Item Jumlah
+ -
Intrinsik 1. Tekun dalam menghadapi tugas. 11, 17 14, 20 4
2. Ulet dalam menghadapi kesulitan. 13, 16 10 3
3. Menunjukkan minat terhadap suatu 19 12, 22 3
masalah pelajaran.
4. Senang bekerja mandiri. 25 1
5. Dapat mempertahankan pendapatnya. 2, 6 4 3
6. Tidak mudah melepaskan hal yang 21, 23 7 3
diyakini
7. Senang mencari dan memecahkan 5, 18 15 3
masalah soal-soal
Ekstrinsik 8. Penghargaan/ Penilaian 24 1
9. Materi pelajaran yang menarik 1 3,8 3
10. Sikap pengajar yang hangat, antusias 9 1
dan perhatian sebagai pendorong
Jumlah 15 10 25
Keterangan
p = angka persentase
f = frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N = Number of cores (jumlah frekuensi/banyak individu )
25
Dari rumus di atas Mustaqimah (2009: 29) memodifikasi menjadi:
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
Persentase Motivasi = × 100%
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
26
𝑆1 2 : Varians kelas eksperimen
𝑆2 2 : Varians kelas kontrol
Untuk memeriksa tabel nilai-nilai F harus ditemukan dulu derajat
kebebasan (db). Dalam menguji signifikansinya terdapat db pembilang
= (𝑛1 − 1) dan db penyebut = (𝑛2 − 1). Dengan menggunakan 𝛼 = 0,05, maka
kriteria pengujian homogenitas adalah jika Fhitung > Ftabel maka varians tidak
homogen dan jika Fhitung < Ftabel maka varians homogen.
Keterangan:
𝑥1 = rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen
̅̅̅
𝑥2 = rata-rata hasil belajar matematika kelas kontrol
̅̅̅
𝑛1 = banyaknya sampel pada kelompok eksperimen
𝑛2 = banyaknya sampel pada kelompok kontrol
𝑆1 2 = varians kelompok eksperimen
27
𝑆2 2 = varians kelompok kontrol
Dengan kriteria pengujian adalah H0 diterima jika −𝑡1−1 𝛼 < 𝑡 < 𝑡1−1 𝛼, dimana
2 2
Keterangan:
𝑥1 = rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen
̅̅̅
𝑥2 = rata-rata hasil belajar matematika kelas kontrol
̅̅̅
𝑛1 = banyaknya sampel pada kelompok eksperimen
𝑛2 = banyaknya sampel pada kelompok kontrol
𝑆1 2 = varians kelompok eksperimen
𝑆2 2 = varians kelompok kontrol
(Sudjana, 2009: 241)
Kriteria pengujiannya adalah:
𝑤1 𝑡1 +𝑤2 𝑡2 𝑤1 𝑡1 +𝑤2 𝑡2
H0 diterima jika, − <𝑡< , untuk harga lain H0 ditolak.
𝑤1 +𝑤2 𝑤1 +𝑤2
Dengan:
𝑆1 2 𝑆2 2 1 1
𝑤1 = dan 𝑤2 = , 𝑡1 = 𝑡 (1 − 2 𝛼) , (𝑛1 − 1) dan 𝑡2 = 𝑡 (1 − 2 𝛼) , (𝑛2 − 1)
𝑛1 𝑛2
Derajat kebebasan (db) dalam distribusi frekuensi adalah (𝑛1 − 1) dan (𝑛2 − 1),
dan peluang untuk penggunaan daftar distribusi t adalah (1 − 𝛼) dengan 𝛼 =
0,05.
b. Untuk Pengujian Data posttest (uji satu pihak)
H0 : 𝜇1 ≤ 𝜇2 : Motivasi belajar matematika siswa menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT sama saja dengan model
pembelajaran konvensional. Artinya Tidak terdapat pengaruh
28
model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap motivasi
belajar matematika siswa.
H1 : 𝜇1 > 𝜇2 : Motivasi belajar matematika siswa meggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dari pada
motivasi belajar dengan model pembelajaran konvensional.
Artinya Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif
tipe TGT terhadap motivasi belajar matematika siswa.
Keterangan:
𝑥1 = rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen
̅̅̅
𝑥2 = rata-rata hasil belajar matematika kelas kontrol
̅̅̅
𝑛1 = banyaknya sampel pada kelompok eksperimen
𝑛2 = banyaknya sampel pada kelompok kontrol
𝑆1 2 = varians kelompok eksperimen
𝑆2 2 = varians kelompok kontrol
Membandingkan 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan kriteria pengujian sebagai
berikut:
Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka H0 diterima dan H1 ditolak
Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka H0 ditolak dan H1 diterima
Derajat kebebasan (db) dalam distribusi frekuensi adalah 𝑛1 + 𝑛2 − 2 dengan
peluang (1 − 𝛼) dan 𝛼 = 0,05
2) Jika kedua varians tidak sama (tidak homogen), maka rumus uji-t yang
̅𝑥̅̅1̅−𝑥
̅̅̅2̅
digunakan adalah 𝑡′ =
𝑆 2𝑆 2
𝑠√ 1 + 2
𝑛1 𝑛2
29
Keterangan:
𝑥1 = rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen
̅̅̅
𝑥2 = rata-rata hasil belajar matematika kelas kontrol
̅̅̅
𝑛1 = banyaknya sampel pada kelompok eksperimen
𝑛2 = banyaknya sampel pada kelompok kontrol
𝑆1 2 = varians kelompok eksperimen
𝑆2 2 = varians kelompok kontrol
(Sudjana, 2009: 241)
Dengan:
𝑆1 2 𝑆2 2
𝑤1 = dan 𝑤2 = , 𝑡1 = 𝑡(1 − 𝛼), (𝑛1 − 1) dan 𝑡2 = 𝑡(1 − 𝛼), (𝑛2 − 1)
𝑛1 𝑛2
derajat kebebasan (db) dalam distribusi frekuensi adalah (𝑛1 − 1) dan (𝑛2 − 1),
dan peluang untuk penggunaan daftar distribusi t adalah (1 − 𝛼) dengan 𝛼 =
0,05.
30
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
31
pembelajaran kooperatif tipe TGT mngumpulkan poin. Dan terlihat
sudah terlaksana dengan baik dan siswa memiliki hasrat dan keinginan
guru tidak perlu mengulang cara- untuk berhasil pada setiap
cara kerja model pembelajaran tournament.
kooperatif tipe TGT.
4 Pada pertemuan keempat model Siswa masih terlihat antusias karena
pembelajara kooperatif tipe TGT pembelajaran yang menarik dan
sudah terlaksana dengan baik penghargaan yang dijanjikan oleh
guru.
Penelitian dimulai pada tanggal 15 Juli 2016 dan berakhir pada tanggal 30
juli 2016. Pelaksanaan ini terdiri dari empat kali pertemuan dimana setiap
pertemuan diberikan perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) dikelas eksperimen dan
pembelajaran konvensional dikelas kontrol.
32
Tabel 14. Hasil Analisis Instrument Motivasi Belajar Matematika Siswa
Item r hitung r tabel Keputusan
𝛼 = 0,05 ; 𝑛 = 25
1 0,596 Valid
2 0,526 Valid
3 0,547 Valid
4 0,508 Valid
5 0,556 valid
6 0,416 valid
7 0,599 valid
8 0,548 valid
9 0,464 Valid
10 0,408 Valid
11 0,476 valid
12 0,694 Valid
13 0,424 0,396 Valid
14 0,614 valid
15 0,699 Valid
16 0,688 Valid
17 0,665 Valid
18 0,535 valid
19 0,629 valid
20 0,589 Valid
21 0,124 Tidak valid
22 0,508 Valid
23 0,553 Valid
24 0,549 Valid
25 0,496 Valid
Sumber: olahan penelitian
33
Tabel 15. Uji Reliabilitas Instrumen
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.748 25
Menurut Priyatno (2012: 120) bahwa reliabilitas kurang dari 0,6 adalah
kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan di atas adalah baik. Hasil uji
reliabilitas yang disajikan pada tabel menunjukkan bahwa nilai koefisien pada
motivasi belajar matematika di atas 0,748 berarti dapat diterima sehingga
instrumen yang digunakan dinyatakan baik.
4.3. Analisis Data Hasil Penelitian
4.3.1. Analisis Deskriptif
Dari data posttest yang telah dilaksanakan pada kedua kelas, dapat di
analisis secara deskriptf sebagaimana Tabel berikut:
Tabel 16. Data Nilai Skor Angket Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Analisis deskriptif Pretest Posttest(Angket)
Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol
Nilai Tertinggi 81 98 96 % 92%
Nilai Terendah 40 45 60% 65%
Jumlah Sampel (n) 41 41 41 41
Rata-rata(𝑥̅ ) 66,09 65,73 81,14% 77,73%
Sumber: Olahan Data Penelitian
34
belajar matematika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol maka dilakukan
analisis inferensial agar hasil yang diperoleh benar-benar akurat.
4.3.2 Analisis Inferensial
Teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji-t. Uji-t
merupakan salah satu uji statistik yang digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya pengaruh yang signifikan sesudah diberikan perlakuan. Nilai pretest dan
posttest angket diperoleh dari penyebaran angket sebelum dan setelah diberikan
perlakuan. Nilai pretest dan posttest angket dianalisis secara statistik dengan
menggunakan uji homogenitas varians dan uji t.
4.3.2.1 Analisis Data Pretest
1) Hasil Uji Homogenitas Varians Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol
Karena data kedua kelompok normal, maka dilanjutkan dengan uji
homogenitas varians data Pretest. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran J1
dan dirangkum dalam Tabel 17. berikut ini:
Tabel 17. Uji Homogenitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas n Varians F Ftabel Keterangan Kesimpulan
hitung
Eksperimen 41 -38,43
-3,39 1,69 F hitung < Ftabel Homogen
Kontrol 41 130,39
Sumber: Olahan Data Penelitian
H0 : 𝜎1 2 = 𝜎2 2 = Varians kedua kelompok homogen
H1 : 𝜎1 2 ≠ 𝜎2 2 = Varians kedua kelompok tidak homogen
35
H0 : 𝜇1 ≤ 𝜇2: Tidak terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar matematika siswa
kelas eksperimen dengan rata-rata hasil belajar kelas kontrol.
H1 : 𝜇1 > 𝜇2 : Terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas
eksperimen dengan rata-rata hasil belajar kelas kontrol.
Dari hasil perhitungan pada Tabel di atas, diperoleh thitung = 0,55 dan ttabel
= 1,98, maka thitung ≤ ttabel. Berdasarkan kriteria pengujian pada bab 3 sehingga H0
diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan
antara motivasi belajar matematika siswa antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol sebelum diberikan perlakuan yang berbeda.
2) Hasil Uji-t Nilai Skor Angket Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Karena varians kedua kelompok homogen, maka uji statistik perbandingan
dua rata-rata motivasi belajar sesudah dilakukan perlakuan yang berbeda adalah
uji-t. Hasil perhitungan uji-t nilai hasil angket kelas eksperimen dan kelas kontrol
dapat dilihat dilampiran K2 dan terangkum dalam Tabel 20. berikut ini:
36
Tabel 20. Uji-t Hasil Skor angket Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas n ̅
𝒙 S gabungan t hitung t tabel Keterangan
Eksperimen 41 81,14
7,51 2,06 1,65 t hitung > t tabel
Kontrol 41 77,73
Sumber: Olahan Data Penelitian
37
mengetahui kemampuan kedua kelas dan sesudah diberi perlakuan pada kedua
kelas siswa diberikan angket motivasi guna mengetahui motivasi belajar
matematika siswa. Dari 25 pernyataan yang diuji cobakan peneliti hanya
menggunkan 24 pernyataan karena setelah dianalisis terdapat pernyataan yang
tidak valid yaitu, item nomor 21.
Berdasarkan hasil analisis data skor angket, diperoleh bahwa 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 >
𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti bahwa motivasi belajar
matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams Games Tournament) lebih tinggi dibandingkan motivasi belajar
matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Sehingga
terdapat pengaruh antara motivasi belajar matematika siswa kelas eksperimen
dengan motivasi belajar matematika siswa kelas kontrol. Dengan kata lain,
terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournament) terhadap motivasi belajar matematika siswa kelas X SMAN 15
Pekanbaru.
Pada kelas eksperimen selama proses pembelajaran telihat siswa aktif dan
semangat dalam proses pembelajaran, hal ini sesuai dengan pernyataan Slavin
yang menyatakan bahwa permainan nonsimulasi dapat meningkatkan motivasi
untuk mempelajari pokok persoalan seperti Teams Games Tournament. Hal ini
sesuai dengandidukung oleh data yang diperoleh peneliti selama pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournament). Walaupun pada mulanya siswa masih bingung dengan LKS
(lampiran) yang diberikan dan setelah memberi penjelasan sesuai langkah-langkah
model pembelajaran kooperatif tipe TGT siswa dapat melanjutkan kerja mereka.
Akan tetapi pertemuan-pertemuan berikutnya mereka sudah menunjukkan
keaktifannya dalam belajar. Ini terlihat ketika LKS dibagikan pada kelompok
mereka langsung mulai berdiskusi untuk memecahkan permasalahan yang ada di
LKS, namun jika mereka ada yang tidak mengerti langsung bertanya. Siswa juga
terlihat antusias ketika dilaksanakan games tournament, siswa terlihat
memberikan dukungan kepada perwakilan kelompok yang mewakili setiap
kelompoknya. Pada saat mengerjakan soal tournament siswa lebih berantusias
38
terlihat dari beberapa siswa yang berhasil menjawab soal yang dipilih oleh
kelompok penanya.
Dengan adanya penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
dalam pembelajaran dapat membantu siswa meningkatkan kreatifitas siswa,
meningkatkan komunikasi dengan orang lain ketika berdiskusi dan meningkatkan
minat mereka terhadap pelajaran matematika karena pembelajarannya disertai
dengan permainan, walaupun masih terlihat suasana yang kurang kondusif tapi
masih dapat terkendalikan dan akan menjadikan proses pembelajaran yang
menyenangkan karena mereka belajar sambil bermain dalam melaksanakan
proses pembelajaran.
Sementara itu, pada kelas kontrol yang menerapkan pembelajaran
konvensional, siswa terlihat hanya mendengarkan dan memperhatikan serta
mencatat poin-poin yang disampaikan guru. Hal ini disebabkan karena siswa
bosan mengikuti proses pembelajaran yang monoton, akibatnya motivasi siswa
dalam belajar matematika siswa rendah.
Dari analisis data dan teori yang mendukung, dapat diterima hipotesis
yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi
belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT (Teams Games Tournament) terhadap motivasi belajar matematika siswa
kelas X SMAN 15 Pekanbaru.
39
3. Pada awal pertemuan siswa sedikit bingung dengan model pembelajaran yang
digunakan sehingga membuat siswa rebut untuk bertanya, namun pada
pertemuan selanjutnya siswa sudah mengerti apa yang harus dia lakukan.
4. Dalam melaksanakan tournament siswa cenderung ribut karena memberikan
semangat kepada teman kelompoknya.
Dari kelemahan-kelemahan tersebut, peneliti berharap agar kelemahan-
kelemahan tersebut dapat teratasi oleh peneliti yang akan melakukan penelitian
yang sama agar memperoleh hasil yang mendekati sempurna.
40
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilaksanakan,
dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar matematika siswa dengan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dari pada motivasi belajar
matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.
Berarti terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams
Games Tournament) terhadap motivasi belajar matematika siswa kelas X SMAN
15 Pekanbaru semester ganjil tahun ajaran 2016/2017.
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan saran
yang berhubungan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams
Games Tournament) sebagai berikut:
a. Sebaiknya guru matematika menjadikan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT (Teams Games Tournament) sebagai salah satu model pembelajaran
untuk membangkitkan motivasi siswa dalam belajar matematika sehingga
dapat meningkatkan prestasi dalam pelajaran matematika.
b. Diharapkan kepada guru yang ingin menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk dapat memperhatikan
kelemahan dalam proses kegiatan pembelajaran, dengan demikian
permasalahan dalam peneliti ini dapat teratasi.
c. Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian dengan menggunakan model
pembelejarn kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament), hendaknya
dapat mengatur waktu dengan baik dalam proses pembelajaran dan mengatasi
kelemahan dalam proses kegiatan pembelajaran, dengan demikian
permasalahan dalam penelitian ini dapat teratasi. Sehingga dapat memperoleh
hasil yang lebih baik.
41
DAFTAR PUSTAKA
42
Rusman. 2013. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan profesionalisme
guru. (Edisi Kedua) Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulim dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorintasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Setyosari, Punaji. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan.
Jakarta: Kencana
Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
Slavin, R.E. 2009. Cooperatif Learning. Bandung: Nusa Media
Slavin,R.E. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: Indeks
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Soemanto, Wasty. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Sugiyono.2012. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta CV
Sujarweni, Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru
Suharsimi, Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Wilcox, Lynn. 2013. Psikologi Kepribadian: Analisis Seluk-beluk Kepribadian
Manusia. Jogjakarta: IRCiSoD
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana Prenada Group
Zulkarnain dan Zulfan 2007, Statistik Pendidikan. Pekanbaru: Cendikia Insani
Pekanbaru
43
44