Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan sikap toleransi dalam pendidikan multi-
kulturalisme di kalangan siswa SMA. Analisis dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian
studi kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip “rumah bersama” menjadi contoh penting
dalam menumbuhkan sikap toleransi di antara siswa. Siswa diperlakukan sebagai anggota keluarga
dekat dalam pergaulan dengan sivitas akademika lainnya. Prinsip “rumah bersama” ini seperti melting
pot, tempat semua perbedaan ras, suku, agama, dan lainnya dilebur menjadi satu identitas tunggal se-
bagai saudara laki-laki dan saudara perempuan. Religiusitas adalah instrumentasi penerapan nilai uni-
versalitas agama mengenai tenggang rasa, toleransi, maupun perdamaian untuk menjaga semangat
multikulturalisme dan memperkuat persaudaraan di antara para siswa.
Abstract: This study was aimed to review the implementation of the religious tolerance practice
within multiculturalism education among senior school students. The analysis of the research used the
case study approach. The findings showed that the principle of “home family” became an important
model to implant the tolerance attitude among students. The students were treated as close family
members in the relationship with other school community members. This “home family” principle
served as a melting pot where all differences in ethnic groups, religions, and others were removed and
the school community members became brothers and sisters. Religiousity was an instrument for the
implementation of religion universal values on tolerance and for peace to preserve multiculturalism
spirit and to strengthen brotherhood among students.
71
72
Toleransi Beragama dalam Pendidikan Multikulturalisme Siswa SMA Katolik Sang Timur Yogyakarta
74
figurasi mengenai interaksi masyarakat yang siplin mereka. (2) Proses penyusunan penge-
selama ini masih sempit, hanya terbatas pada tahuan; sesuatu yang berhubungan dengan
masalah kesukuan maupun kesamaan identitas sejauh mana guru membantu siswa paham, me-
tertentu. Reorganisasi juga bertujuan untuk nyelidiki, dan untuk menentukan bagaimana
membentuk identitas komunitarian sekat-sekat asumsi budaya yang tersirat, kerangka acuan,
yang selama ini ada dan terikat dalam masya- perspektif dan prasangka di dalam disiplin me-
rakat. Dengan demikian, diharapkan melalui mengaruhi cara pengetahuan disusun di dalam-
adanya reorganisasi ini terdapat upaya dialog nya.
lintas elemen yang pada akhirnya akan men- Berdasarkan kedua perspektif mendasar
ciptakan inklusivitas antarsesama maupun an- mengenai pendidikan multikultural tersebut,
taranggota masyarakat. kita bisa menyimak bahwa melalui model pen-
Pendidikan multikultural sebagai gerakan didikan ini, semua orang diajak untuk menye-
yang dimaksudkan dalam pendidikan model ini lami bahwa adanya persamaan maupun perbe-
menawarkan ide progresif untuk melakukan daan adalah persoalan hakiki yang akan selalu
transformasi pendidikan secara holistik, mem- melintas dalam kehidupan. Dari pola pikir ter-
berikan kritik, dan menunjukkan kelemahan- sebut, bisa dianalis seberapa rasa toleran dan
kelemahan, kegagalan-kegagalan dan diskrimi- afeksi terhadap orang lain.
nasi yang terjadi di dunia pendidikan (Zamroni,
2011:144). Bangunan paradigma pendidikan Pemahaman Sekolah sebagai “Rumah Ber-
multikultural yang ditawarkan Zamroni (2011: sama”
145) sebagai berikut. (1) Pendidikan multikul- Dalam praktik pembelajaran multkultural
tural adalah jantung untuk menciptakan keseta- sendiri setidaknya menjadikan murid bukan se-
raan pendidikan bagi seluruh warga masyarakat. kedar objek pendidikan, tetapi juga sebagai sub-
(2) Pendidikan multikultural bukan sekedar jek pendidikan. Hal ini dikarenakan proses be-
perubahan kurikulum atau perubahan. (3) me- lajar mengajar disesuaikan dengan arah partum-
tode pembelajaran. (4) Pendidikan multikultural buhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu,
mentransformasi kesadaran yang memberikan bagi SMA Sang Timur, perbedaan bukan men-
arah kemana transformasi praktik pendidikan jadi suatu halangan bagi para civitas akademika
harus menuju. (5) Pengalaman menunjukan untuk saling berinteraksi dengan mengangkat
bahwa upaya mempersempit kesenjangan pen- nilai-nilai universal dalam agama, seperti hal-
didikan salah arah yang justru menciptakan ke- nya ulas-asih terhadap sesama, tenggang rasa,
timpangan semakin membesar. (6) Pendidikan dan saling menghargai satu sama lain.
multikultural bertujuan untuk berbuat sesuatu, Perdebatan masalah teologi justru akan
yaitu membangun jembatan antara kurikulum mengarah pada sikap disintegrasi dan profanes-
dan karakter guru, pedagogi, iklim kelas, dan tik sempit sehingga berujung pada friksi–friksi
kultur sekolah guna membangun visi sekolah yang nanti akan mengarah munculnya konflik.
yang menjunjung kesetaraan. Konflik sesama siswa terlebih bagi mereka
Pendidikan multikultural adalah cara me- yang melakukan penonjolan identitas, baik dari
mandang realitas dan cara berpikir, bukan ha- segi kekayaan, fisik, maupun prestasi justru di-
nya konten tentang beragam kelompok etnis, larang oleh pihak sekolah. Hal itu dilakukan
ras, dan budaya. Secara spesifik, pendidikan karena semua itu justru akan merusak tatanan
multikultural dapat dikonsepsikan atas dua di- egaliter yang dibangun sekolah. Dalam pan-
mensi, yaitu sebagai berikut. (1) Integrasi kon- dangan suster guru, hal tersebut tidaklah sesuai
ten: pemaduan konten menangani sejauh mana dengan sifat gembala Yesus karena akan me-
guru menggunakan contoh dan konten dari be- nimbulkan perasaan dengki dan egois yang ber-
ragam budaya dan kelompok untuk menggam- ujung pada terjadinya perpecahan di kalangan
barkan konsep, prinsip, generalisasi serta teori siswa (Suryaman, 2010).
utama dalam bidang mata pelajaran atau di-
Toleransi Beragama dalam Pendidikan Multikulturalisme Siswa SMA Katolik Sang Timur Yogyakarta
76
Mereka bisa bercanda tanpa ada kata-kata ber- Siswa etnis non-Jawa: “Oh, kalau dalam ba-
bau rasis yang keluar dari mulut mereka dalam hasa Sunda, perempuan cantik itu disebut
konteks pelajaran Bahasa Jawa. Dalam pelajar- neng geulis” Bu!”
an Bahasa Jawa tertangkap bahwa tujuan guru Selain itu, siswa ini juga menjelaskan adat
dengan mengajarkan pelajaran Bahasa Jawa, perkawinan yang terdapat dalam budayanya
diharapkan murid yang berasal dari luar Jawa kepada guru maupun kawan sekelasnya
dapat mengerti sehingga lebih mudah menye- sehingga terjadi transfer pengetahuan antara
suaikan diri dengan budaya setempat. Oleh ka- guru maupun siswa.
rena itu, pada suasana KBM tersebut, guru tidak Dalam lain kesempatan, bahasa Jawa jus-
secara spesifik mengajarkan bahasa Jawa de- tru menjadi momok menakutkan bagi siswa dari
ngan tidak menggunakan bahasa Jawa, akan te- luar Jawa. Hal ini terlihat dari nilai mereka
tapi mengajarkan tentang kebudayaan di Jawa yang sering kali turun dalam setiap ujian mau-
dengan bahasa Indonesia yang kebetulan saat pun tugas. Oleh karena itu, mereka mengikuti
itu materi yang diajarkan adalah adat pengantin. remidi pelajaran Bahasa Jawa.
Guru menjelaskan secara rinci bagaimana Selain itu, mereka diminta menampilkan
adat perkawinan orang Jawa ketika akan mela- pertunjukan seni budaya asal pada saat ada
kukan prosesi lamaran sampai dengan pernikah- event sekolah semisal Porseni, Haul Sekolah,
an. Guru menjelaskan secara detail mulai dari Misa Ekaristi Sekolah, dan lain sebagainya.
baju, perhiasan, posisi mempelai berdiri, dan Seni budaya yang mereka pertunjukkan bisa be-
sebagaimya. Beberapa istilah perkawinan Jawa ragam mulai dari tarian, menyanyi lagu daerah
seperti, “midodareni”, “basahan”, “tedak siti” asal, bercerita mengenai khasanah budaya, dan
tetap disampaikan dengan bahasa asli diikuti seni lainnya. Intinya sekolah ingin mengajarkan
dengan filosofi dan makna dari ritual tersebut bahwa eksistensi budaya asal mereka diakui
yang sangat mungkin sama sekali tidak ditemu- oleh sekolah.
kan atau dikenal pada etnis lain.
Respon dari orang luar Jawa juga sangat Dimensi Multikulturalisme dalam Religiusi-
responsif di dalam pengenalan budaya Jawa tas
yang diberikan oleh guru tersebut. Secara tidak Pelajaran Agama tidak dikenal di SMA
langsung murid yang berasal dari etnis non Sang Timur yang notabene merupakan sekolah
Jawa “dipaksa” mengetahui hal-hal yang sebe- berbasis agama Katolik, dan sebagai gantinya
narnya tidak ada di adat-istiadat mereka. Oleh adalah Pengajaran Religiusitas. Hal tersebut di-
karena itu, mereka menanyakan kebudayaan sebabkan terdapat beberapa siswa yang meng-
Jawa (adat pernikahan) secara lebih terperinci. anut agama selain Katolik sehingga SMA Sang
Para siswa asli Jawa membantu teman-teman Timur tidak menyediakan guru setiap agama
yang bukan berasal dari Jawa tersebut. Siswa seperti halnya di SMA negeri. Sekolah berusa-
asli Jawa ini membantu menerjemahkan Bahasa ha merangkum semua pelajaran, enam agama
Jawa dan menerangkan bahasa Jawa yang tidak resmi pemerintah menjadi satu mata pelajaran,
dimengerti oleh siswa non Jawa. yaitu Pelajaran Religiusitas. Pelajaran ini tidak
Pada sesi diskusi, guru yang mengajar mengajarkan nilai-nilai agama Katolik, tetapi
bertanya kepada siswa yang berasal dari daerah mengajarkan nilai-nilai yang bersifat universal.
lain tentang sesuatu hal dalam bahasa daerah- Sekolah menyadari bahwa pendidikan agama
nya, sebagaimana yang tercantum dalam petik- yang dikenal selama ini lebih berkutat pada
an wawancara berikut ini. dogma dan nilai-nilai kebenaran agama terse-
Guru Bahasa Jawa: “Ini bahasa Jawa-nya but. Pendidikan religiusitas merangkum kesa-
(cah ayu) untuk perempuan cantik, dan apa ini maan nilai-nilai universal dengan prinsip ”cin-
dalam bahasa daerahmu?” tailah Tuhanmu sesuai dengan agamamu”.
Pengajaran agama justru akan membuat
siswa menjadi religius yang berpikiran sempit
karena akan membuat mereka berpikir simbolik Menjadi seorang spiritualis sendiri ber-
dan dogmatik terhadap agamanya sehingga me- beda halnya dengan menjadi seorang religius.
lupakan toleransi. Seseorang yang menjadi reli- Contoh, seorang religius lebih mementingkan
gius akan menjadi fanatik terhadap agamanya sesama yang seiman dan seagama, namun bagi
dan mudah tersulut aksi dan reaksi (Subhan, seorang spiritualis adalah bagaimana menaruh
2009:50). Hal tersebut dikarenakan pemahaman empati dan simpati kepada individu yang cross
agama mereka yang masih literal atau masih di cutting. Seorang spiritualis sendiri juga mema-
kulit luar sehingga nilai agama yang dianut be- hami agama bukan sebagai jurang pemisah,
lum membumi karena pengajaran agama sendiri akan tetapi memaknai agama sebagai suatu war-
hanya mengandalkan unsur kognitif dan hafalan na-warni kehidupan yang sudah digariskan Tu-
semata. Selain itu, pengajaran agama menekan- han. Siswa SMA Sang Timur diajar bagaimana
kan ritualisme dan orientasi serba keakhiratan -- menjadi seorang spiritualis dengan mengadakan
kurang mengaitkan keberagamaan dengan peri- berbagai acara bakti sosial maupun bersih ling-
laku kongkret duniawi-- potensial membawa kungan, baik di lingkungan internal maupun
siswa pada sikap dan perilaku hidup terbelah eksternal. Hal ini dilakukan karena nilai spiri-
(Ambarwangi, 2013). tualisme sendiri mengajarkan keseimbangan
Orang dengan sikap ini akan sangat me- terhadap alam.
mentingkan kesalehan pribadi. Oleh karena itu, Adapun dimensi pelajaran Religiusitas
orang yang beragama akan cenderung men- yang terdapat di SMA Sang Timur memuat
dangkalkan pemikiran mereka tentang ketuhan- lima hal umum dalam praktik religiusitas. Per-
an karena merasa ajaran agama merekalah yang tama, dimensi intelektual (religious knowledge),
paling benar dan sahih di antara agama lainnya berkaitan dengan tingkat pengetahuan dan
(Ali, 2006:23). Mereka cenderung mengguna- pemahaman seseorang mengenai ajaran-ajaran
kan perspektif nilai dan norma dari agamanya agama. Kedua, dimensi ritualistik (religious
untuk menilai sesuatu sehingga kebenaran dan practice), berkaitan dengan tingkat kepatuhan
kebatilan dinilai sepihak. Mereka cenderung seseorang dalam menjalankan ritus-ritus agama
tidak mau menerima perbedaan, dan justru yang yang dianut. Ketiga, dimensi ideologis (reli-
berbeda dianggap sebagai musuh (Ratnaning- gious belief) berkaitan dengan tingkat keya-
sih, 2006:34). kinan seseorang mengenai kebenaran agama-
Pendidikan religiusitas tidak hanya mem- nya, terutama terhadap ajaran-ajaran yang fun-
bahas hubungan antara manusia dan Tuhan, te- damental atau dogmatik. Keempat, dimensi eks-
tapi juga mengupas masakah manusia sebagai periensial (religious feeling), berkaitan dengan
makhluk sosial dan relasinya dengan alam ling- tingkat intensitas perasaan-perasaan dan pe-
kungan. Pendidikan religiusitas menggali dan ngalaman-pengalaman religius seseorang. Ke-
memperkaya nilai-nilai kebenaran dan iman, lima, dimensi konsekuensial (religious effect)
serta mewujudkan nilai-nilai iman tersebut. (Khoiruin, 2010:21).
Oleh karena itu, dalam pelajaran religiusitas Masalah teologi adalah urusan pribadi.
memuat universalitas nilai yang diajarkan di se- Pembelajaran religiusitas di SMA Sang Timur
tiap agama, yakni cinta kasih, kasih sayang, to- menitikberatkan pada bagaimana mendorong
leransi, tenggang rasa, saling menghargai, meng- kesalehan maupun susbtansialisme sosial ke-
hormati, dan perdamaian. Misi pelajaran Reli- agamaan kepada masyarakat. Hal itu diwujud-
giusitas yang melakukan universalisasi nilai kan dalam penganalisaan diskusi mengenai
agama sendiri tidak lepas dari tujuan yang ada suatu permasalahan, kemudian siswa diminta
di setiap rumpun agama samawi, yaitu untuk untuk menyampaikan pendapatnya mengenai
senantiasa menjunjung harkat martabat manusia suatu permasalahan dari sudut pandang penge-
melalui perdamaian umat manusia (Asroni, tahuan agama mereka. Dengan demikian, ma-
2013:10). sing-masing siswa kemudian tercerahkan de-
ngan sudut pandang yang berbeda mengenai
Toleransi Beragama dalam Pendidikan Multikulturalisme Siswa SMA Katolik Sang Timur Yogyakarta
78
Toleransi Beragama dalam Pendidikan Multikulturalisme Siswa SMA Katolik Sang Timur Yogyakarta