Anda di halaman 1dari 8

Perizinan untuk Memiliki Transportasi Angkutan Udara Secara Pribadi

Kata Pengantar

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah


berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran
yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik
lagi.

Bandung, 23 Juni 2019

Tim Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum perizinan merupaka suatu kaidah hukum yang digunakan untuk mengatur
hubungan antara pemerintah dan mayarakat yang berkenaan dengan prosedur administrasi
guna menjalankan kepentingan sosial, politik, dan ekonomi yang berada di suatu negara,
segala bentuk kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan fungsi atau tanggung jawab
suatu badan pemerintahan tidak akan luput dari suatu perizinan, termasuk di dalamnya
mengenai kegiatan transportasi angkutan udara.

Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara


untuk mengangkut penumpang, kargo dan pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu
bandar udara ke bandar udara lain atau beberapa bandar udara.

Pada umumnya dalam dunia angkutan udara terdapat kegiatan bisnis atau
perniagaan di dalamnya, misalnya seperti bisnis maskapai penerbangan yang dimiliki
oleh beberapa perusahaan yang ada di Indonesia, namun disamping hal tersebut, orang
perorangan pun dapat memiliki kendaraan angkutan udara secara pribadi dan tidak untuk
dikomersilkan seperti halnya kegiatan bisnis maskapai pada umumnya.

Tentunya status kepemilikan trasportasi angkutan udara secara pribadi tidaklah


lepas dari proses perizinan administrasi antara masyarakat dengan badan pemerintahan
yang terkait. Dan hal tersebut memerlukan proses dan persyaratan untuk mendapatkan
izin dari pemerintah, oleh karena itu kami tertarik untuk mengulas lebih jauh mengenai
proses perizinan dalam hal status kepemilikan alat transpotasi angkutan udara secara
pribadi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana prosedur administrasi untuk dapat memiliki angkutan udara
pribadi?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Angkutan Udara

Menurut Pemenhub KM Nomor 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan


Angkutan Udara, Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat
udara untuk mengangkut penumpang, kargo dan pos untuk satu perjalanan atau lebih dari
satu bandar udara ke bandar udara lain atau beberapa bandar udara. Pada pasal 2 ayat 1
Pemenhub KM Nomor 25 Tahun 2008 menjelaskan bahwa angkutan udara meliputi 2
(dua) kegiatan, yakni:

1. Angkutan udara niaga, dan;


2. Angkutan udara bukan niaga.

Angkutan udara niaga adalah angkutan udara untuk umum dan memungut
pembayaran, sedangkan angkutan udara bukan niaga adalah kegiatan angkutan udara
bukan untuk umum, tidak memungut bayaran dan hanya digunakan untuk menunjang
kebutuhan pokoknya.

Segala bentuk kegiatan angkutan udara baik niaga maupun bukan niaga dapat
melakukan kegiatannya setelah mendapatkan izin dari keputusan Direktur Jenderal
Perhubungan.

Perizinan tersebut dilampirkan oleh badan usaha atau perorangan kepada direktur
jenderal secara tertulis dalam bentuk berkas surat menyurat dengan persyaratan sebagai
mana yang telah ditetapkan oleh Menteri Perhubungan.

2.2 Proses dan Persyaratan Kegiatan Angkutan Udara Bukan Niaga

Adapun untuk proses dan persyaratan perizinan mengenai kepemilikan angkutan


udara bukan niaga telah diatur pada Permenhub KM No.25 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Udara, yang lebih spesifiknya tertera pada pasal 11 sampai
pada pasal 16.
A. Subjek Hukum yang dapat Melakukan Kegiatan Angkutan Udara
Bukan Niaga

Pada pasal 11 Permenhub KM No.25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan


Angkutan Udara mengatur bahwa yang dapat melakukan kegiatan angkutan udara bukan
niaga diantaranya adalah :

- Pemerintah;
- Pemerintah Daerah;
- Badan Hukum Indonesia;
- Lembaga tertentu, atau;
- Perseorangan warga Indonesia.

Kegiatan angkutan udara tersebut dapat dilakukan apabila telah mendapatkan izin
persetujuan dari Direktur Jenderal Perhubungan. Dan izin angkutan udara tersebut akan
terus berlaku selama pemegang izin masih menjalankan kegiatan angkutan udara secara
nyata dan terus menerus mengoperasikan kegiatan penerbangan persawat udara sesuai
dengan izin kegiatan yang telah diberikan.

B. Syarat-Syarat yang Harus dilampirkan Secara Tertulis

Sesuai dengan Pasal 13 Permenhub KM No.25 Tahun 2008 tentang


Penyelenggaraan Angkutan Udara, bahwa untuk mendapatkan izin mengenai kegiatan
angkutan udara bukan niaga pemohon wajib mengajukan permohonan secara tertulis
kepada direktur jenderal, dengan melampirkan beberapa surat, yakni :

- Izin dari instansi yang membina kegiatan pokoknya;


- Akta pendirian perusahaan bagi yang berbentuk badan hukum Indonesia yang
telah disahkan Menteri yang berwenang atau tanda jati diri bagi pemohon
perorangan atau lembaga tertentu;
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
- Surat keterangan domisili yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang,
dan;
- Rencana kegiatan angkutan udara yang sekurang-kurangnya meliputi:
1) Kegiatan pokoknya;
2) Tujuan penggunaan pesawat udara;
3) Daerah operasi;
4) Jenis dan jumlah persawat udara yang dioperasikan;
5) Kesiapan operasi.

Dokumen-dokumen tersebut diserahkan dalam bentuk salinan yang telah


dilegalisir oleh instansi yang mengeluarkan, dan apabila diperlukan, Direktur Jenderal
dapat meminta pemohon untuk menunjukan dokumen aslinya.

Kegiatan pokok merupakan kegiatan inti usaha yang perlu ditunjang dengan
kegiatan angkutan udara.

Tujuan penggunaan pesawat udara harus memuat gambaran singkat mengenai


tujuan penggunaan pesawat udara yang dikaitkan dengan inti usahanya.

Daerah opersai yakni merupakan cakupan wilayah kegiatan penerbangan yang


menunjang kegiatan inti usahanya.

Dan kesiapan operasi sekurang-kurangnya harus memuat mengenai rencana


pengadaan, pemeliharaan, atau perawatan pesawat udara, rencana pengadaan fasilitas
pendukung operasional pesawat udara, dan sumber daya manusia yang tersedia.

Apabila permohonan tersebut telah memenuhi seluruh persyaratan sebagaimana


yang dimaksud dalam pasal 13 dan pasal 14 serta berdasarkan penilaian dinyatakan
mampu untuk melakukan kegiatan angkutan udara, maka Direktur Jenderal akan
memberikan izin atas kegiatan angkutan udara yang telah diajukan oleh pemohon.

Pemberian atau pun penolakan atas permohonan izin yang telah dilakukan oleh
pemohon akan diberikan secara tertulis dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja
setelah permohonan diterima secara lengkap..

Lalu pemegang izin kegiatan angkutan udara sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 12 diharuskan :

- Melakukan kegiatan angkutan udara secara nyata dengan mengoperasikan


pesawat udara selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan sejak izin
diterbitkan;
- Melaporkan apabila terjadi perubahan data sebagimana tercantum dalam izin
kegiatan angkutan udara;
- Mematuhi ketentuan-ketentuan dibidang teknis dan operasional penerbangan.
BAB III
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai