Anda di halaman 1dari 13

Ditinjau dari sudut bahasa, penilaian diartikan sebagai proses

menentukan nilai suatu objek. Untuk dapat menentukan suatu nilai atau
harga suatu objek diperlukan adanya ukuran atau kriteria. Misalnya untuk
dapat mengatakan baik, sedang, kurang, diperlukan adanya ukuran yang
jelas bagaimana yang baik, yang sedang, dan yang kurang. Ukuran itulah
yang dinamakan kriteria. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa
ciri penilaian adalah adanya objek atau program yang dinilai dan adanya
kriteria sebagai dasar untuk membandingkan antara apa yang dicapai
dengan kriteria yang harus dicapai. Perbandingan bisa bersifat mutlak, bisa
pula bersifat relatif. Perbandingan bersifat mutlak artinya hasil
perbandingan tersebut menggambarkan posisi objek yang dinilai ditinjau
dari kriteria yang berlaku. Sedangkan perbandingan yang bersifat relatif
artinya hasil perbandingan lebih menggambarkan posisi suatu objek yang
dinilai terhadap objek lainnya dengan bersumber pada kriteria yang sama.
Dengan demikian, inti penilaian adalah proses mementukan nilai suatu
objek tertentu berdasarkan kriteria tertentu. Proses pemberian nilai
tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi yang diakhiri
dengan judgment. Interpretasi dan judgment merupakan tema penilaian
yang mengimplikasikan adanya suatu perbandingan antara kriteria dan
kenyataan dalam konteks situasi tertentu. Atas dasar itu maka dalam
kegiatan penilaian selalu ada objek/program yang dinilai, ada kriteria, dan
ada interpretasi/judgment.
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-
hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini
mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa.
Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku.
Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup
bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Oleh sebab itu, dalam penilaian
hasil belajar rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan
dikuasai siswa (kompetensi) menjadi unsur penting sebagai dasar dan
acuan penilaian. Penilaian proses pebelajaran adalah upaya memberi nilai
terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru
dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran.
Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan pada PP. Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah terdiri atas:
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan;
c. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Setiap satuan pendidikan selain melakukan perencanaan dan proses
pembelajaran, juga melakukan penilaian hasil pembelajaran sebagai upaya
terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Berdasarkan
pada PP. Nomor 19 tentang Standar Nasional V Pendidikan pasal 64 ayat
(1) dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara
berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan
hasil belajar dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester,
ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Selanjutnya, ayat (2)
menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik digunakan untuk
(a) menilai pencapaian kompetensi peserta didik; (b) bahan penyusunan
laporan kemajuan hasil belajar; dan (c) memperbaiki proses pembelajaran.
Dalam rangka penilaian hasil belajar (rapor) pada semester satu
penilaian dapat dilakukan melalui ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, dan dilengkapi dengan tugas-tugas lain
seperti pekerjaan rumah (PR), proyek, pengamatan dan produk. Hasil
pengolahan dan analisis nilai tersebut digunakan untuk mengisi nilai rapor
semester satu. Pada semester dua penilaian dilakukan melalui ulangan
harian, ulangan tengah semester, ulangan kenaikan kelas dan dilengkapi
dengan tugas-tugas lain seperti PR, proyek, pengamatan dan produk. Hasil
pengolahan dan analisis nilai tersebut digunakan untuk mengisi nilai rapor
pada semester dua.
B. Prinsip-prinsip Penilaian
Dalam melaksanakan penilaian hasil belajar, pendidik perlu
memperhatikan prinsip-prinsip penilaian sebagai berikut:
1. Valid/sahih
Penilaian hasil belajar oleh pendidik harus mengukur pencapaian
kompetensi yang ditetapkan dalam standar isi (standar kompetensi dan
kompetensi dasar) dan standar kompetensi lulusan. Penilaian valid berarti
menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai
untuk mengukur kompetensi.
2. Objektif
Penilaian hasil belajar peserta didik hendaknya tidak dipengaruhi oleh
subyektivitas penilai, perbedaan latar belakang agama, sosial-ekonomi,
budaya, bahasa, gender, dan hubungan emosional.
3. Transparan/terbuka
Penilaian hasil belajar oleh pendidik bersifat terbuka artinya prosedur
penilaian, kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan terhadap
hasil belajar peserta didik dapat diketahui oleh semua pihak yang
berkepentingan.
4. Adil
Penilaian hasil belajar tidak menguntungkan atau merugikan peserta
didik karena terkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama,
suku, budaya, adat istiadat, status sosial onomi, dan gender.
5. Terpadu
Penilaian hasil belajar oleh pendidik merupakan salah satu komponen
yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
Evaluasi merupakan komponen integral dalam program pengajaran
disamping tujuan intruksional, dan materi serta metode pengajaran.
Tujuan instruksional, materi dan metode pengajaran serta evaluasi
merupakan tiga kesatuan terpadu yang tidak boleh dipisahkan. Oleh
karean itu perencanaan evaluasi harus sudah ditetapkan pada waktu
menyusun satuan pengajaran sehingga dapat disesuaikan secara harmonis
dengan tujuan instruksional dan materi pengajaran yang hendak disajikan
(Daryanto, 2001:19)
6. Keseluruhan dan berkesinambungan
Penilaian hasil belajar oleh pendidik mencakup semua aspek
kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai,
untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
Prinsip keseluruhan dikenal dengan istilah prinsip komprehensif yang
artinya bahwa evalusi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik
apabila evalusi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh.
Perlu diingat bahwa evalusi hasil belajar tidak boleh dilakukan secara
terpisah-pisah atau secara parsial melainkan harus dilaksanakan secar
utuh. Dengan kata lain, evaluasi hasil belajar harus dapat mencakup
berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau
perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri peserta didik sebagai
makhluk hidup. Dalam hubungan ini, evalusi hasil belajar disamping dapat
mengungkap aspek proses berfikir juga dapat mengungkap aspek
kejiwaan lainnya yaitu aspek nilai atau sikap dan aspek keterampilan yang
melekat pada diri masing-masing peserta didik. Dengan melakukan evalusi
hasil belajar secara bulat, utuh menyeluruh akan diperoleh bahan-bahan
keterangan dan informasi yang lengkap mengenai keadaan dan
perkembangan subjek didik yang sedang dijadikan sasaran evalusi, (Anas
Sudijono, 2009:31)
Sedangakan prinsip kesinambungan dikenal dengan istilah prinsip
kontuinitas dengan maksud bahwa evaluasi hasil belajar yang baik adalah
evalusi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur dan sambung
menyambung dari waktu kewaktu. Dengan evaluasi hasil belajar yang
dilaksanakan secara teratur, terencana dan terjadwal itu, maka
dimungkinkan bagi evaluator untuk memperoleh informasi yang dapat
memberikan gambaran mengenai kemajuan dan perkembangan peserta
didik, sejak dari awal mula mengikuti program pendidikan sampai pada
saat-saat mereka mengakhiri program pendidikan yang mereka tempuh
itu. (Anas Sudijono, 2009:32)
7. Bermakna
Penilaian hasil belajar oleh pendidik hendaknya mudah dipahami,
mempunyai arti, bermanfaat, dan dapat ditindaklanjuti oleh semua pihak,
terutama guru, peserta didik, dan orangtua serta masyarakat
8. Sistematis
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berencana dan
bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
9. Akuntabel
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dapat dipertanggungjawabkan,
baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
Keberhasilan program pengajaran perlu disampaikan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan dengan pendidikan sebagai laporan
pertanggungjawaban (Acountability) pihak-pihak yang dimaksud antara
lain orang tua, masyarakat lingkungan pada umumnya dan lembaga
pendidikan itu sendiri. Pihak-pihak ini perlu mengetahui keadaan
kemajuan belajar siswa agar dapat dipertimbangkan pemanfaatannya
(Daryanto, 2001: 21)
10. Beracuan kriteria
Penilaian hasil belajar oleh pendidik didasarkan pada ukuran
pencapaian kompetensi yang ditetapkan. Standar penilaian hasil belajar
pada umumnya dibedakan kedalam dua standar, yakni standar penilaian
acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP).
a. Penilaian Acuan Norma (PAN)
Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang menggunakan
acuan pada rata-rata kelompok. Dengan demikian dapat diketahui posisi
kemampuan siswa dalam kelompoknya. Untuk itu norma atau kriteria yang
digunakan dalam menentukan derajat prestasi seorang siswa selalu
dibandingkan dengan nilai rata-rata kelasnya. Atas dasar itu akan
diperoleh tiga kategori 10 dari prestasi siswa, yakni prestai siswa di atas
rata-rata kelas, berkisar pada rata-rata kelas, dan prestasi siswa yang
berada di bawah rata-rata kelas. Dengan kata lain, prestasi yang dicapai
seseorang posisinya sangat bergantung pada prestasi kelompoknya.
Keuntungan standar ini adalah dapat diketahui prestasi kelompok atau
kelas sekaligus dapat diketahui keberhasilan pembelajaran bagi semua
siswa. Kelemahannya adalah kurang meningkatkan kualitas hasil belajar.
Jika nilai rata-rata kelompok atau kelasnya rendah, misalnya skor 40 dari
seratus, maka siswa yang memperoleh nilai 45 (di atas rata-rata) sudah
dikatakan baik, atau dinyatakan lulus, sebab berada di atas rata-rata kelas,
padahal skor 45 dari maksimum skor 100 termasuk rendah. Kelemahan
yang lain ialah kurang praktis sebab harus dihitung dahulu nilai rata-rata
kelas, apalagi jika jumlah siswa cukup banyak. Sistem ini kurang
menggambarkan tercapainya tujuan pembelajaran sehingga tidak dapat
dijadikan ukuran dalam menilai keberhasilan mutu pendidikan. Demikian
juga kriteria keberhasilan tidak tetap dan tidak pasti, bergantung pada
rata-rata kelas, makanya standar penilaian ini disebut stándar relatif.
Dalam konteks yang lebih luas penggunaan standar penilaian ini tidak
dapat digunakan untuk menarik generalisasi prestasi siswa sebab ratarata
kelompok untuk kelas yang satu berbeda dengan kelas yang lain, sekolah
yang satu akan berbeda dengan sekolah yang lain. Standar penilaian acuan
norma tepat jika digunakan untuk penilaian formatif.
b. Penilaian Acuan Patokan (PAP)

Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah penilaian yang menggunakan


acuan pada tujuan pembelajaran atau kompetensi yang harus dikuasai
siswa. Derajat keberhasilan siswa dibandingkan dengan tujuan atau
kompetensi yang seharusnya dicapai atau dikuasai siswa bukan
dibandingkan dengan prestasi kelompoknya. Dalam penilaian ini
ditetapkan kriteria minimal harus dicapai atau dikuasai siswa. Kriteria
minimal yang biasa digunakan adalah 80% dari tujuan atau kompetensi
yang seharusnya dikuasai siswa. Makin tinggi kriterianya makin baik mutu
pendidikan yang dihasilkan. Standar penilaian acuan patokan berbasis
pada konsep belajar tuntas atau mastery learning. Artinya setiap siswa
harus mencapai ketuntasan belajar yang diindikasikan oleh penguasaan
materi ajar minimal mencapai kriteria yang telah ditetapkan. Jika siswa
belum mencapai kriteria tersebut siswa belum dinyatakan berhasil dan
harus menempuh ujian kembali. Karena itu penilaian acuan patokan sering
disebut stándar mutlak. Dalam sistem ini guru tidak perlu menghitung nilai
rata-rata kelas sebab prestasi siswa tidak dibandingkan dengan prestasi
kelompoknya. Melalui sistem penilaian acuan patokan sudah dapat
dipastikan prestasi belajar siswa secara bertahap akan lebih baik sebab
setiap siswa harus mencapai kriteria minimal yang telah ditentukan.
Namun sistem ini menuntut guru bekerja lebih keras sebab setiap guru
harus menyediakan remedial bagi siswa yang belum memenuhi stándar
yang telah ditentukan. Sistem penilaian ini tepat digunakan baik untuk
penilaian formatif maupun penilaian sumatif.
3. Alat Evaluasi
Dalam pengertian umum, alat adalah sesuatu yang dapat digunakan
untuk mempermudah seseorang untuk melaksanakan tugas atau mencapai
tujuan lebih efektif dan efisien. Kata alat biasa disebut instrument. Dengan
demikian maka alat evaluasi juga dikenal dengan instrument evaluasi. Alat
evaluasi dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu yang di
evaluasi dengan hasil seperti keadaan yang dievaluasi. Dalam
menggunakan alat tersebut evaluator menggunakan cara atau teknik
yang dikenal dengan teknik evaluasi. Ada dua teknik evaluasi yaitu teknik
non-tes dan teknik tes.

a. Teknik non-tes
Yang tergolong teknik non-tes adalah
1. skala bertingkat (Rating scale)
2. Kuesioner (Question air)
3. Daftar Cocok (ceklist)
4. Wawancara (Interview)
5. Pengamatan (observation)
b. Teknik Tes
Menurut Drs. Amir Daien Indra kusuma bahwa tes adalah suatu alat
atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data
atau keterangan-keterangan yang diiginkan tentang seseorang, dengan
cara yang boleh dikatakan cepat dan tepat. Sementara Mukhtar Buchori
mengatakan bahwa tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk
mengetahui ada tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid
atau kelompok murid. Dari dua penjelasan tersebut dapat disimpulkan
bahwa tes merupakn suatu alat penghimpun informasi tetapi jika
dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi karena
penuh dengan batasan-batasan.
Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka tes
dibedakan atas tiga macam yaitu :
1. Tes diagnostik.
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-
kelemahan dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
2. Tes formatif.
Tes formatif adalah tes untuk mengetahui sejauh mana siswa telah
terbentuk setelah mengikuti sesuatu program tertetentu
3. Tes sumatif.
Tes sumatif adalah suatu tes yang dilaksanakan setelah berakhirnya
pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar
dalam pengalaman di sekolah dapat disamakan dengan ulangan umum
yang dilaksanakan pada setiap catur wulan atau akhir semester.
Dalam mengajukan soal tes kepada para siswa ada beberapa model
pertanyaan yang dijadikan alat evaluasi diantaranya ada tes uraian dan tes
objektif
Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas dan uraian
berstruktur. Sedangkan tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yaitu
bentuk pilihan benar-salah, pilihan berganda dengan berbagai variasinya,
menjodohkan dan bentuk isian pendek atau melengkapi.
a. Tes Uraian
` Tes uraian, yang dalam literatur disebut juga essay examination,
merupakan alat penilaian hasil belajar yang paling tua. Secara umum tes
uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam
bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan,
memberikan alasan dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan
pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan
demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam hal
mengekspresikan gagasan melalui bahasa tulisan. Disinilah kakuatan atau
kelebihan tes esai dari alat penilaian lainnya. Sungguhpun demikian, sejak
tahun 1960-an bentuk tes ini banyak ditinggalkan orang karena
munculnya bentuk tes objektif. Bahkan sampai saat ini tes objektif sangat
populer dan digunakan oleh hampir semua guru mulai tingkat sekolah
dasar sampai perguruan tinggi. Ada semacam kecenderungan di kalangan
para pendidik dan guru untuk menggunakan tes uraian sebagai alat
penilaian hasil belajar disebabkan oleh beberapa hal antara lain ialah (a)
adanya gejala menurunnya hasil belajar yang salah satu diantaranya
berkenaan dengan penggunaan tes objektif, (b) lemahnya para siswa dalam
menyatakan gagasan sebagai akibat penggunaan tes objektif yang
berlebihan, (c) kurangnya daya analisis siswa karena terbiasa dengan tes
objektif yang memungkinkan mereka main tebak jawaban manakala
menghadapi kesulitan dalam menjawabnya. Kondisi seperti ini
menyebabkan adanya keinginan untuk menggunakan kembali tes uraian.
Harus diakui bahwa tes uraian dalam banyak hal mempunyai kelebihan
daripada tes objektif terutama dalam hal meningkatkan kemampuan
menalar para siswa. Hal ini disebabkan karena melalui tes uraian dapat
mengungkapkan aspek kognitif tingkat tinggi seperti analisis-sintesis-
evaluasi, baik secara lisan maupun tulisan.
b. Tes Objektif
Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan guru dalam menilai hasil
belajar. Hal ini disebabkkan tes obyektif bisa mencakup bahan pelajaran
yang lebih banyak dan mudahnya memeriksa jawaban siswa. Soal-soal tes
objektif dikenal ada beberapa bentuk, yakni jawaban singkat, benar-salah,
menjodohkan, dan pilihan berganda.

Penilaian Autentik Pada Proses Dan Hasil Belajar Menurut Kurikulum


2013

Konsep Penilaian Autentik Pada Proses Dan Hasil Belajar Menurut


Kurikulum 2013

Penilaian autentik (Authentic Assessment) adalah pengukuran yang


bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah
sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Istilah Assessment merupakan sinonim dari penilaian, pengukuran,


pengujian, atau evaluasi. Istilah autentik merupakan sinonim dari asli,
nyata, valid, atau reliabel. Secara konseptual penilaian autentik lebih
bermakna secara signifikan dibandingkan dengan tes pilihan ganda
terstandar sekali pun. Ketika menerapkan penilaian autentik untuk
mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik, guru menerapkan
kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, aktivitas
mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar sekolah.

Penilaian Autentik dan Tuntutan Kurikulum 2013

Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah


dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Penilaian
tersebut mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik,
baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun
jejaring, dan lain-lain.
Penilaian autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau
kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi
mereka dalam pengaturan yang lebih autentik. Penilaian autentik sangat
relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran,
khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang
sesuai.Penilaian autentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang
menggunakan standar tes berbasis norma, pilihan ganda, benar-salah,
menjodohkan, atau membuat jawaban singkat.

Tentu saja, pola penilaian seperti ini tidak diantikan dalam proses
pembelajaran, karena memang lazim digunakan dan memperoleh
legitimasi secara akademik. Penilaian autentik dapat dibuat oleh guru
sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama dengan peserta didik.
Dalam penilaian autentik, seringkali pelibatan siswa sangat penting.
Asumsinya, peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik
ketika mereka tahu bagaimana akan dinilai. Peserta didik diminta untuk
merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam rangka
meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran
serta mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi.

Pada penilaian autentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan


konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh
dari luar sekolah. Penilaian autentik mencoba menggabungkan kegiatan
guru mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta
didik, serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu merupakan bagian
dari proses pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman
tentang kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan
berkontribusi untuk mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus
mereka lakukan. Penilaian autentik sering digambarkan sebagai penilaian
atas perkembangan peserta didik, karena berfokus pada kemampuan
mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek.

Penilaian autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan


pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik,
bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka
sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya.
Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak
dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan remedial harus dilakukan.

Penilaian Autentik dan Pembelajaran Autentik

Penilaian autentik mengharuskan pembelajaran yang autentik pula.


Menurut Ormiston, belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan
masalah yang diperlukan dalam kenyataannya di luar sekolah. Penilaian
autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama, pengukuran
langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil
jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua,
penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan
kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk
menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap, keterampilan,
dan pengetahuan yang ada.

Penilaian autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan cara-cara


terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan satuan
waktu yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
dicapai melalui penyelesaian tugas di mana peserta didik telah memainkan
peran aktif dan kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan
tugas sangat bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.

Dalam pembelajaran autentik, peserta didik diminta mengumpulkan


informasi dengan pendekatan scientific, memahami aneka fenomena atau
gejala dan hubungannya satu sama lain secara mendalam, serta
mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata yang ada di luar
sekolah.
Guru dan peserta didik memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi.
Peserta didik pun tahu apa yang mereka ingin pelajari, memiliki parameter
waktu yang fleksibel, dan bertanggungjawab untuk tetap pada tugas.
Penilaian autentik pun mendorong peserta didik mengkonstruksi,
mengorganisasikan, menganalisis, mensintesis, menafsirkan,
menjelaskan, dan mengevaluasi informasi untuk kemudian mengubahnya
menjadi pengetahuan baru.
Pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi “guru autentik.” Peran
guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga pada
penilaian. Untuk bisa melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus
memenuhi kriteria tertentu:
1. Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta
didik serta desain pembelajaran.
2. Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara
mengajukan pertanyaan dan menyediakan sumber daya memadai
bagi peserta didik untuk melakukan akuisisi pengetahuan.
3. Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru,
dan mengasimilasikan pemahaman peserta didik.
4. Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik
dapat diperluas dengan menimba pengalaman dari dunia di luar
tembok sekolah.

Jenis-jenis Penilaian Autentik

Ada 4 jenis penilaian autentik yang harus dilaksanakan guru pada


implementasi Kurikulum 2013, yaitu:
1. Penilaian Kinerja
2. Penilaian Proyek
3. Penilaian Portofolio
4. Penilaian Tertulis

1. Penilaian Kinerja

Penilaian autentik sebisa mungkin melibatkan parsisipasi peserta didik,


khususnya dalam proses dan aspek-aspek yang akan dinilai. Guru dapat
melakukannya dengan meminta para peserta didik menyebutkan unsur-
unsur proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk menentukan kriteria
penyelesaiannya.
Berikut ini cara merekam hasil penilaian berbasis kinerja.
1. Daftar cek (checklist).
2. Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative records).
3. Skala penilaian (rating scale).
4. Memori atau ingatan (memory approach).

2. Penilaian Proyek

Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian


terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik menurut
periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud berupa investigasi
yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan, pengumpulan
data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian data.

Berikut ini tiga hal yang perlu diperhatian guru dalam penilaian proyek.
1. Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan
mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis, memberi makna
atas informasi yang diperoleh, dan menulis laporan.
2. Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan
pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
dibutuhkan oleh peserta didik.
3. Keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau dihasilkan
oleh peserta didik.

3. Portofolio

Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang


menunjukkan kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata.
Penilaian portofolio bisa berangkat dari hasil kerja peserta didik secara
perorangan atau diproduksi secara berkelompok, memerlukan refleksi
peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi.

Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah


seperti berikut ini.
1. Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.
2. Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio
yang akan dibuat.
3. Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah
bimbingan guru menyusun portofolio pembelajaran.
4. Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada
tempat yang sesuai, disertai catatan tanggal pengumpulannya.
5. Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.
6. Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama
dokumen portofolio yang dihasilkan.
7. Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian
portofolio.

4. Penilaian Tertulis

Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu
mengingat, memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis,
mensintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atas materi yang sudah
dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat
komprehensif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap,
pengetahuan, dan keterampilan peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai