Anda di halaman 1dari 5

Syahdan, PT Angkasa Pura II (Persero) berencana mengembangkan Bandara

Internasional Kualanamu di Deli Serdang, Sumatera Utara, menjadi kawasan


komersial berkonsep aerotropolis atau airport city. Perusahaan pelat merah ini
bahkan memasukkan rencana menggandeng perusahaan hiburan dunia,
Disneyland, untuk dibangun di area Bandara Kualanamu. Juga ada area golf. “Di
Singapura ada Universal Studio dan Malaysia ada Legoland. Jadi nanti nggak
perlu ke Hong Kong kalau mau ke Disneyland," kata Direktur Pengembangan
Kebandarudaraan dan Teknologi AP II, Salahudin Rafi, suatu kali pada 2014
silam.

arang dari dan ke suatu kota. Semakin besar jumlah


orang yang hilir dan mudik, akan semakin banyak pula
sarana pendukung yang dibutuhkan. Misalnya,
transportasi dari kota ke bandara. Maka muncullah taksi,
bus, travel, kereta api dan lainnya. He-he, bahkan disusul
kebutuhan akan makanan dan minuman, sehingga
berdirilah kan!n, kafe dan restoran.
Lama-lama orang-orang memerlukan ruang pertemuan,
sehingga muncullah banyak ruangan rapat dan kantor di
sekitar bandara. Usai rapat, langsung terbang dengan
pesawat. Prak!s. Giliran berikut adalah kebutuhan akan
rumah, sehingga bermunculan perumahan di sekitar
bandara. Lebih jauh kebutuhan akan hotel pun muncul.
Juga supermarket, laundry, pangkas hingga tempat
senam.
 Akhirnya, bandara menjadi menyatu dengan kegiatan
bisnis di sekitar kawasannya. Inilah, pembaca yang
dimaksud dengan Aerotropolitan. Bandara yang tadinya
terpencil, sekarang menjadi satu dan menjadi komunitas
tersendiri. Boleh juga dinamai dengan Kota Bandara atau
Airport City, yang sejuk dan nyaman.
Sayangnya, kondisi di kawasan Bandara Internasional
Soekarno-Ha+a (Soe+a) di Tangerang, Banten sudah
dikepung oleh pemukiman warga, pergudangan, dan
industri. Bahkan, pertumbuhan industri dan permukiman
semakin merajalela tanpa batas. Padahal seharusnya di
kawasan itu harus ada pembatasan pertumbuhan, dan
hanya untuk kegiatan yang mendukung bandara saja.
Belajar dari situlah, PT Angkasa Pura II mempersiapkan
pengembangan Aerotropolitan di kawasan Bandara
Kualanamu di Deli Serdang, Sumatera Utara. Kelak,
perkembangannya diatur secara ketat sesuai dengan
masterplan pengembangan bandara agar tak seper!
bandara Soejarno-Ha+a.
 Dikhawa!rkan “kota baru” di Kualanamu itu kelak hanya
akan dihuni oleh kalangan berpunya alias kaum kapitalis.
Kemungkinan tersedianya ruang bagi rakyat kecil dengan
kegiatan UKM-nya maupun masyarakat paguyuban, yang
masih kental dengan hubungan sosial dan kegotong-
royongan akan semakin tertutup. *
 OLOM
Bersihar Lubis
Kota Baru di Kualanamu
Syahdan, bandara adalah pintu keluar masuk orang dan
barang dari dan ke suatu kota. Semakin besar jumlah
orang yang hilir dan mudik, akan semakin banyak pula
sarana pendukung yang dibutuhkan. Misalnya,
transportasi dari kota ke bandara. Maka muncullah taksi,
bus, travel, kereta api dan lainnya. He-he, bahkan disusul
kebutuhan akan makanan dan minuman, sehingga
berdirilah kan!n, kafe dan restoran.
Lama-lama orang-orang memerlukan ruang pertemuan,
sehingga muncullah banyak ruangan rapat dan kantor di
sekitar bandara. Usai rapat, langsung terbang dengan
pesawat. Prak!s. Giliran berikut adalah kebutuhan akan
rumah, sehingga bermunculan perumahan di sekitar
bandara. Lebih jauh kebutuhan akan hotel pun muncul.
Juga supermarket, laundry, pangkas hingga tempat
senam.
 Akhirnya, bandara menjadi menyatu dengan kegiatan
bisnis di sekitar kawasannya. Inilah, pembaca yang
dimaksud dengan Aerotropolitan. Bandara yang tadinya
terpencil, sekarang menjadi satu dan menjadi komunitas
tersendiri. Boleh juga dinamai dengan Kota Bandara atau
Airport City, yang sejuk dan nyaman.
Sayangnya, kondisi di kawasan Bandara Internasional
Soekarno-Ha+a (Soe+a) di Tangerang, Banten sudah
dikepung oleh pemukiman warga, pergudangan, dan
industri. Bahkan, pertumbuhan industri dan permukiman
semakin merajalela tanpa batas. Padahal seharusnya di
kawasan itu harus ada pembatasan pertumbuhan, dan
hanya untuk kegiatan yang mendukung bandara saja.
Belajar dari situlah, PT Angkasa Pura II mempersiapkan
pengembangan Aerotropolitan di kawasan Bandara
Kualanamu di Deli Serdang, Sumatera Utara. Kelak,
perkembangannya diatur secara ketat sesuai dengan
masterplan pengembangan bandara agar tak seper!
bandara Soejarno-Ha+a.
 Dikhawa!rkan “kota baru” di Kualanamu itu kelak hanya
akan dihuni oleh kalangan berpunya alias kaum kapitalis.
Kemungkinan tersedianya ruang bagi rakyat kecil dengan
kegiatan UKM-nya maupun masyarakat paguyuban, yang
masih kental dengan hubungan sosial dan kegotong-
royongan akan semakin tertutup. *

 KOLOM
Bersihar Lubis
Kota Baru di Kualanamu
Syahdan, bandara adalah pintu keluar masuk orang dan
barang dari dan ke suatu kota. Semakin besar jumlah
orang yang hilir dan mudik, akan semakin banyak pula
sarana pendukung yang dibutuhkan. Misalnya,
transportasi dari kota ke bandara. Maka muncullah taksi,
bus, travel, kereta api dan lainnya. He-he, bahkan disusul
kebutuhan akan makanan dan minuman, sehingga
berdirilah kan!n, kafe dan restoran.
Lama-lama orang-orang memerlukan ruang pertemuan,
sehingga muncullah banyak ruangan rapat dan kantor di
sekitar bandara. Usai rapat, langsung terbang dengan
pesawat. Prak!s. Giliran berikut adalah kebutuhan akan
rumah, sehingga bermunculan perumahan di sekitar
bandara. Lebih jauh kebutuhan akan hotel pun muncul.
Juga supermarket, laundry, pangkas hingga tempat
senam.
 Akhirnya, bandara menjadi menyatu dengan kegiatan
bisnis di sekitar kawasannya. Inilah, pembaca yang
dimaksud dengan Aerotropolitan. Bandara yang tadinya
terpencil, sekarang menjadi satu dan menjadi komunitas
tersendiri. Boleh juga dinamai dengan Kota Bandara atau
Airport City, yang sejuk dan nyaman.
Sayangnya, kondisi di kawasan Bandara Internasional
Soekarno-Ha+a (Soe+a) di Tangerang, Banten sudah
dikepung oleh pemukiman warga, pergudangan, dan
industri. Bahkan, pertumbuhan industri dan permukiman
semakin merajalela tanpa batas. Padahal seharusnya di
kawasan itu harus ada pembatasan pertumbuhan, dan
hanya untuk kegiatan yang mendukung bandara saja.
Belajar dari situlah, PT Angkasa Pura II mempersiapkan
pengembangan Aerotropolitan di kawasan Bandara
Kualanamu di Deli Serdang, Sumatera Utara. Kelak,
perkembangannya diatur secara ketat sesuai dengan
masterplan pengembangan bandara agar tak seper!
bandara Soejarno-Ha+a.
 Dikhawa!rkan “kota baru” di Kualanamu itu kelak hanya
akan dihuni oleh kalangan berpunya alias kaum kapitalis.
Kemungkinan tersedianya ruang bagi rakyat kecil dengan
kegiatan UKM-nya maupun masyarakat paguyuban, yang
masih kental dengan hubungan sosial dan kegotong-
royongan akan semakin tertutup. *

Syahdan, bandara adalah pintu keluar masuk orang dan barang dari dan ke
suatu kota. Semakin besar jumlah orang yang hilir dan mudik, akan semakin
banyak pula sarana pendukung yang dibutuhkan. Misalnya, transportasi dari
kota ke bandara. Maka muncullah taksi, bus, travel, kereta api dan lainnya. He-
he, bahkan disusul kebutuhan akan makanan dan minuman, sehingga
berdirilah kantin, kafe dan restoran.

Lama-lama orang-orang memerlukan ruang pertemuan, sehingga muncullah


banyak ruangan rapat dan kantor di sekitar bandara. Usai rapat, langsung
terbang dengan pesawat. Praktis. Giliran berikut adalah kebutuhan akan
rumah, sehingga bermunculan perumahan di sekitar bandara. Lebih jauh
kebutuhan akan hotel pun muncul. Juga supermarket, laundry, pangkas hingga
tempat senam.
Akhirnya, bandara menjadi menyatu dengan kegiatan bisnis di sekitar
kawasannya. Inilah, pembaca yang dimaksud dengan Aerotropolitan. Bandara
yang tadinya terpencil, sekarang menjadi satu dan menjadi komunitas
tersendiri. Boleh juga dinamai dengan Kota Bandara atau Airport City, yang
sejuk dan nyaman.

Sayangnya, kondisi di kawasan Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta)


di Tangerang, Banten sudah dikepung oleh pemukiman warga, pergudangan,
dan industri. Bahkan, pertumbuhan industri dan permukiman semakin
merajalela tanpa batas. Padahal seharusnya di kawasan itu harus ada
pembatasan pertumbuhan, dan hanya untuk kegiatan yang mendukung
bandara saja.

Belajar dari situlah, PT Angkasa Pura II harus mempersiapkan pengembangan


aerotropolitan yang tak seperti bandara Soejarno-Hatta. Sebab, dikhawatirkan
“kota baru” di Kualanamu itu kelak hanya akan dihuni oleh kalangan berpunya
alias kaum kapitalis. Kemungkinan tersedianya ruang bagi rakyat kecil dengan
kegiatan UKM-nya maupun masyarakat paguyuban, yang masih kental dengan
hubungan sosial dan kegotong-royongan malah tertutup. **

Anda mungkin juga menyukai