Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sistem saraf merupakan suatu sistem dalam tubuh yang vital. Sistem saraf terdiri atas
tiga bagian, yaitu susunan saraf pusat, susunan saraf tepi, dan susunan saraf otonom.
Susunan saraf pusat meliputi otak dan sumsum tulang belakang. Susunan saraf tepi terdiri
atas urat saraf yang berasal dari otak dan sumsum tulang belakang. Susunan saraf otonom
terdiri dari saraf simpatik dan saraf parasimpatik.
Fungsi utama sistem saraf adalah untuk mendeteksi, menganalisis, dan mentransfer
informasi. Innformasi digabungkan oleh sistem sensori dan diintegrasikan oleh otak kemudian
digunakan untuk ditransmisikan ke sistem motorik untuk kontrol pergerakan, fungsi viseral,
dan endokrin. Aksi ini dikendalikan oleh neuron yang merupakan penghubung antara sistem
sensori dan motorik.
Susunan saraf pusat manusia mengandung sekitar 100 miliar neuron. Terdapat juga
sel-sel glia sebanyak 10-50 kali jumlah tersebut. Neuron pada sistem saraf pusat terdapat
dalam berbagai bentuk dan ukuran. Meskipun demikian, sebagian besar mempunyai bagian-
bagian yang sama dengan neuron motorik spinal yang khas. Sel ini mempunyai lima sampai
tujuh tonjolan yang disebut dendrite. Khususnya di korteks serebri dan serebeli, dendrite
mempunyai tonjolan-tonjolan bulat kecil yang disebut tonjolan dendrite. Dendrite menerima
informasi dari neuron lain menuju badan sel. Badan sel mengandung nukleus. Komponen sel
saraf lainnya yaitu axon yang dapat mencapai panjang hingga satu meter yang berfungsi
menyalurkan ke otot, kelenjar, dan neuron lain (Ganong 2012).
Terhambatnya aliran darah menuju sel neuron dapat mengakibatkan gangguan
neurologis. Pemahaman tentang penyebab gangguan neurologi memerlukan pengetahuan
mekanisme molekular dan biokimia. Terdapat beberapa gangguan neurologi antara lain
Parkinson, myasthenia gravis, epilepsi, Alzheimer, dementia, hidrosefalus, cedera medula
spinalis, Hernia nukleus pulposus dan stroke.
Stroke merupakan masalah kesehatan yang sudah lama sekali dikenal di dunia
kedokteran. Namun demikian, hingga kini, stroke masih menjadi masalah kesehatan yang
serius dan belum dapat diturunkan angka kejadiannya secara signifikan. Stoke adalah
terminologi klinis untuk gangguan sirkulasi darah nontraumatik yang terjadi secara akut pada
suatu fokal area di otak, yang berakibat terjadinya keadaan iskemia dan gangguan fungsi
neurologis fokal maupun global, yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau langsung
menimbulkan kematian (Wajoepramono 2015). Secara tipikal, stroke bermanisfestasi sebagai

1
munculnya defisit neurologis secar tiba-tiba, seperti kelemahan gerakan ataupun
kelumpuhan, defisit sensorik atau bisa juga gangguan berbahasa.
Stroke secara garis besar terbagi menjadi dua jenis, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena aterosklerosis yang menyumbat suatu pembuluh
darah ke otak. Sedangkan stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah
sehingga menghambat aliran darah normal dan darah merembes ke suatu daerah di otak dan
merusaknya.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum

Melaporkan penerapan asuhan keperawatan keluarga pada keluarga dengan masalah


stroke pada keluarga secara komprehensif.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penulisan laporan ini adalah untuk memaparkan :

a. Melaporkan pengkajian pada keluarga dengan masalah gangguan mobilitas fisik pada
keluarga
b. Melaporkan analisa data hasil pengkajian dan penetapan diagnosa keperawatan pada
keluarga dengan masalah gangguan mobilitas fisik pada keluarga
c. Melaporkan penetapan rencana tindakan keperawatan pada keluarga dengan masalah
gangguan mobilitas fisik pada keluarga
d. Melaporkan implementasi keperawatan pada keluarga dengan masalah gangguan
mobilitas fisik pada keluarga
e. Melaporkan evaluasi terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan pada keluarga dengan
masalah gangguan mobilitas fisik pada keluarga
f. Melaporkan hasil dokumentasi terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan pada keluarga
dengan masalah gangguan mobilitas fisik pada keluarga.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. DEFINISI KELUARGA

Pengertian keluarga akan berbeda-beda. Hal ini bergantung pada orientasi


yang digunakan dan orang yang mendefinisikannya. Marilyn M. Friedman (2010)
mendefinisikan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-
ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan diri mereka
sebagai bagian dari keluarga. Menurut UU No. 10 1992, keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan
anaknya, atau ibu dan anaknya. Definisi lain keluarga adalah dua orang atau lebih yang
dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dan materil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras
dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya (BKKBN
2015, cit Setyowati 2015).

B. TIPE KELUARGA

Secara tradisional keluarga dikelompokan menjadi dua, yaitu: (Suprajitno, 2011)


a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan
anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
b. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain
yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi).
Namun, dengan berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualisme,
pengelompokan tipe keluarga selain kedua keluarga di atas berkembang menjadi:
(Suprajitno, 2011)
A. Keluarga bentukan kembali (dyadic family) adalah keluarga baru yang
terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya.
B. Orang tua tunggal (single parent family) adalah keluarga yang terdiri dari salah
satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya.
C. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother).
D. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah
menikah (the single adult living alone). Kecendrungan di Indonesia juga
meningkat dengan dalih tidak mau direpotkan dengan pasangan atau anaknya
kelak jika menikah.
E. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the nonmarital
heterosexual cohabiting family).
F. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (guy and
lesbian family).
G. Sedangkan Menurut Nasrul Effendy (2008), tipe keluarga terdiri dari :

3
a. Keluarga inti (Nuclear Family) Adalah keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak- anak.
b. Keluarga besar (Extended Family) Adalah keluarga inti di tambah sanak
saudara, misalnya ; nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman,
bibi dan sebagainya.
c. Keluarga berantai (Serial Family) Adalah keluarga yang terdiri dari pria
dan wanita yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu
keluarga inti.
d. Keluarga duda atau janda (Single Family) Adalah keluarga yang terjadi
karena perceraian atau kematian.
e. Keluarga berkomposisi (Compocite) Adalah keluarga yang berpoligami
yang hidup bersama.
f. Keluarga kabitas (Cahabitation) Adalah keluarga yang terdiri dari dua
orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk satu keluarga.
C. DEFINISI STROKE
Definisi yang paling banyak diterima secara luas adalah bahwa stroke
adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang
berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun
global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau
membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab
vaskuler (Mansjoer, 2013). Menurut Geyer (2016) stroke adalah sindrom klinis
yang ditandai dengan berkembangnya tiba-tiba defisit neurologis persisten
fokus sekunder terhadap peristiwa pembuluh darah. Stroke merupakan
penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan penyebab kematian nomor dua di
dunia. Duapertiga stroke terjadi di negara berkembang. Pada masyarakat barat,
80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20% mengalami stroke
hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia (Dewanto dkk,
2012).
D. ETIOLOGI
Stroke pada anak-anak dan orang dewasa muda sering ditemukan jauh
lebih sedikit daripada hasil di usia tua, tetapi sebagian stroke pada kelompok
usia yang lebih muda bisa lebih buruk. Kondisi turun temurun.
predisposisi untuk stroke termasuk penyakit sel sabit, sifat sel sabit,
penyakit hemoglobin SC (sickle cell), homosistinuria, hiperlipidemia dan
trombositosis. Namun belum ada perawatan yang memadai untuk
hemoglobinopati, tetapi homosistinuria dapat diobati dengan diet dan
hiperlipidemia akan merespon untuk diet atau mengurangi lemak obat jika
perlu. Identifikasi dan pengobatan hiperlipidemia pada usia dini dapat

4
memperlambat proses aterosklerosis dan mengurangi risiko stroke atau infark
miokard pada usia dewasa (Gilroy, 2012).

Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:

1.Stroke Iskemik

Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi
akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi
serebrum. Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:

1. Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam waktu


kurang dari 30 menit.

2. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologis


membaik kurang dari 1 minggu,

3. Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke,

4. Completed Stroke. Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:

- Trombosis Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis,


poliarteritis nodosa; Robeknya arteri: karotis, vertebralis 10 (spontan atau
traumatik); Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).

- Embolisme Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark


miokardium, penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik,
kardiomiopati iskemik; Sumber tromboemboli aterosklerotik di arteri:
bifurkasio karotis komunis, arteri vertebralis distal; Keadaan hiperkoagulasi:
kontrasepsi oral, karsinoma.

- Vasokonstriksi

Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan Subarakhnoid). Terdapat empat


subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan penyebab: lakunar, thrombosis
pembuluh besar dengan aliran pelan, embolik dan kriptogenik (Dewanto dkk,
2016).

2.Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua
stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur
5
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke
dalam jaringan otak. Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahan
intraserebrum hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA) pada ruptura
aneurisma sakular (Berry), ruptura malformasi arteriovena 11 (MAV), trauma;
penyalahgunaan kokain, amfetamin; perdarahan akibat tumor otak; infark
hemoragik; penyakit perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan (Price,
2015)

E. PATOFISIOLOGI
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi (Gambar 1): arteria karotis
interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara
umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20
menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di
suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi
oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi
kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari
mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah
yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1) keadaan penyakit pada
pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan trombosis, robeknya
dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan
status aliran 12 darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah; (3) gangguan
aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau
pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau
ruang subaraknoid (Price et al, 2016).
Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA) yang
serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-serangan
defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang
cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi
tetapi biasanya dalam 24 jam. TIA mendahului stroke trombotik pada sekitar
50% sampai 75% pasien (Harsono, 2016).

6
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:

1.Stroke Iskemik Infark

Iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis


(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat
menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:

a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran


darah

b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau


perdarahan aterom

c. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli

d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang


kemudian dapat robek. Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah
anoksia jaringan otak di bagian distal sumbatan. Di samping itu, embolus juga
bertindak sebagai iritan yang menyebabkan terjadinya vasospasme lokal di
segmen di mana embolus berada. Gejala kliniknya bergantung pada pembuluh
darah yang tersumbat. Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau
embolus, maka area sistem saraf pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami
infark jika tidak ada perdarahan kolateral yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik
sentral, terdapat ‘penumbra iskemik’ yang tetap viabel 14 untuk suatu waktu,
artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik kembali. Iskemia SSP dapat
disertai oleh pembengkakan karena dua alasan: Edema sitotoksik yaitu
akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak; Edema vasogenik yaitu
akumulasi cairan ektraselular akibat perombakan sawar darah-otak. Edema otak
dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat beberapa hari setelah stroke
mayor, akibat peningkatan tekanan intrakranial dan kompresi struktur-struktur
di sekitarnya (Smith et al, 2011).

2) Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua
stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke
dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan

7
perdarahan subarakhnoid (PSA) adalah aneurisma sakular dan malformasi
arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian
kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat
dan perdarahan intraserebrum atau subarakhnoid. Perdarahan intraserebrum ke
dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi akibat cedera vaskular
yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang
menembus jauh ke dalam jaringan otak. Biasanya perdarahan di bagian dalam
jaringan 15 otak menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan
memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam.
Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda
khas pertama pada keterlibatan kapsula interna. Penyebab pecahnya aneurisma
berhubungan dengan ketergantungan dinding aneurisma yang bergantung pada
diameter dan perbedaan tekanan di dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah,
darah merembes ke ruang subarakhnoid dan menyebar ke seluruh otak dan
medula spinalis bersama cairan serebrospinalis. Darah ini selain dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan
otak secara langsung oleh karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah,
serta mengiritasi selaput otak (Price, 2015).

F. GAMBARAN KLINIS
1) Infark pada Sistem Saraf Pusat
Tanda dan gejala infark arteri tergantung dari area vaskular yang
terkena. - Infark total sirkulasi anterior (karotis):
o Hemiplegia (kerusakan pada bagian atas traktus kortikospinal),
o Hemianopia (kerusakan pada radiasio optikus),
o Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan), hilangnya
fungsi visuospasial (hemisfer nondominan). - Infark parsial sirkulasi
anterior: 16
o Hemiplegia dan hemianopia, hanya defisit kortikal saja. - Infark
lakunar: o Penyakit intrinsik (lipohialinosis) pada arteri kecil profunda
menyebabkan sindrom yang karakteristik. - Infark sirkulasi posterior
(vertebrobasilar):
o Tanda-tanda lesi batang otak,
o Hemianopia homonim. - Infark medulla spinalis (Price, 2015).

8
2) Serangan Iskemik Transien Tanda khas TIA adalah hilangnya fungsi
fokal SSP secara mendadak; gejala seperti sinkop, bingung, dan pusing
tidak cukup untuk menegakkan diagnosis. TIA umumnya berlangsung
selama beberapa menit saja, jarang berjam-jam. Daerah arteri yang
terkena akan menentukan gejala yang terjadi: - Karotis (paling sering):
o Hemiparesis,
o Hilangnya sensasi hemisensorik,
o Disfasia, o Kebutaan monokular (amaurosis fugax) yang disebabkan
oleh iskemia retina. - Vertebrobasilar:
o Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternatif,
o Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut), 17
o Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia-setidaknya dua dari tiga gejala ini
terjadi secara bersamaan (Price, 2015).
3) Perdarahan Subarakhnoid Akibat iritasi meningen oleh darah, maka
pasien menunjukkan gejala nyeri kepala mendadak (dalam hitungan
detik) yang sangat berat disertai fotofobia, mual, muntah, dan tanda-
tanda meningismus (kaku kuduk dan tanda Kernig). Pada perdarahan
yang lebih berat, dapat terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan
gangguan kesadaran. Pada funduskopi dapat dilihat edema papil dan
perdarahan retina. Tanda neurologis fokal dapat terjadi sebagai akibat
dari: - Efek lokalisasi palsu dari peningkatan tekanan intrakranial, -
Perdarahan intraserebral yang terjadi bersamaan, - Spasme pembuluh
darah, akibat efek iritasi darah, bersamaan dengan iskemia (Price, 2015).
4) Perdarahan Intraserebral Spontan Pasien datang dengan tanda-tanda
neurologis fokal yang tergantung dari lokasi perdarahan, kejang, dan
gambaran peningkatan tekanan intrakranial. Diagnosis biasanya jelas
dari CT scan (Price, 2015)

9
G. FAKTOR – FAKTOR RESIKO

1. Hipertensi

2. penyakit kardiovaskuler arteria koronaria, gagal jantung kongestif,


fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif.

3. Kolestrol tinggi.

4. Obesitas.

5. Peningkatan Hematokrit ( Resiko Infark Serenral )

6. Diabetes Mellitus ( Berkaitan dengan ateronesis terakselerasi )

7. Kontrasepsi Oral ( Khusus nya dengan disertai hipertensi, merkok,


dan kadar estrogen tinggi ).

8. Penyalahgunaan Obat ( Kokam )

9. Konsumsi alkohol.

H. Pemeriksaan Penunjang

Untuk membedakan jenis stroke iskemik dengan stroke perdarahan


dilakukan pemeriksaan radiologi CT-Scan kepala. Pada stroke hemoragik akan
terlihat adanya gambaran hiperdens, sedangkan pada stroke iskemik akan
terlihat adanya gambaran hipodens (Misbach, 2016)

I.PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar
dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Betapa pentingnya pengobatan
stroke sedini mungkin, karena ‘jendela terapi’ dari stroke hanya 3-6 jam. Hal
yang harus dilakukan adalah: - Stabilitas pasien dengan tindakan ABC (Airway,
breathing, Circulation) - Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau
koma atau gagal napas 19 - Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin
normal 0,9 % dengan kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis
seperti dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0, 45 %, karena dapat memperhebat
edema otak - Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung - Jangan
memberikan makanan atau minuman lewat mulut - Buat rekaman
elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen toraks - Ambil sampel

10
untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer lengkap dan trombosit,
kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan kreatinin), masa protrombin, dan
masa tromboplastin parsial - Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar
alkohol, fungsi hati, gas darah arteri, dan skrining toksikologi - Tegakkan
diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik - CT Scan atau
resonansi magnetik bila alat tersedia (Mansjoer, 2013).

J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN


STROKE

1. Pengkajian Keperawatan

1) Identitas klien

2) Keluhan utama

3) Riwayat penyakit sekarang

4) Riwayat penyakit dahulu

5) Riwayat penyakit keluarga

2. Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral.

2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.

3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak.

4) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan


menelan.

5) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan


sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.

3. Intervensi Keperawatan

1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral.

Tujuan : Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.

Kriteria hasil :

11
- Klien tidak gelisah

- Tidak ada keluhan nyeri kepala

- GCS Tanda-tanda vital normal(nadi : kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan kali
permenit)

Intervensi: a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan


perfusi jaringan otak dan akibatnya

b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total

c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam

d) Berikan posisi kepala lebih tinggi dengan letak jantung (beri bantal tipis)

e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor Rasional

a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan

b) Untuk mencegah perdarahan ulang

c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan
tindakan yang tepat

d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki


sirkulasi serebral

e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang

f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat


total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan
dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya

g) Memperbaiki sel yang masih viabel.

2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.

Tujuan: klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.

Kriteria hasil:

- Tidak terjadi kontraktur sendi

12
- Bertambahnya kekuatan otot

- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

Intervensi:

a) Ubah posisi klien tiap 2 jam

b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit

c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit Rasional

a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek
pada daerah yang tertekan

b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernapasan

c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan

3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak.

Tujuan: Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal

Kriteria hasil:

- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi

- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat Intervensi:

a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat.

b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.

c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya ya
atau tidak.

d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.

e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.

f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara.

Rasional:

a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien.

13
b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain.

c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi.

d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif.

e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi.

f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar.

4) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan


menelan.

Tujuan: tidak terjadi gangguan nutrisi

Kriteria hasil:

- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan

- Hb dan albumin dalam batas normal

Intervensi:

a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk

b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan

c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan
ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan

d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu

e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang

f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien
dapat menelan air

g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan

h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan

i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan
melalui selang.

Rasional

a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien

14
b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi

c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler

d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha
untuk menelan dan meningkatkan masukan

e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan


dari luar f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut,
menurunkan terjadinya aspirasi

g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya
tersedak

h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu


makan

i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika
klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut

5) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan


sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.

Tujuan: klien tidak mengalami konstipasi

Kriteria hasil:

- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat

- Konsistensi feses lunak

- Tidak teraba masa pada kolon (scibala)

- Bising usus normal (7-12 kali per menit)

Intervensi:

a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi

b) Auskultasi bising usus

c) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat

d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi

e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien

15
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria,
enema)

Rasional

a) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi

b) Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik

c) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler

d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai


pada usus dan membantu eliminasi reguler

e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen
dan merangsang nafsu makan dan peristaltic

f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa
feses dan membantu eliminasi

4. Implementasi Keperawatan

1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral.

a) Memberikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi


jaringan otak dan akibatnya

b) Menganjurkan kepada klien untuk bed rest total

c) Mengobservasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua
jam

d) Memberikan posisi kepala lebih tinggi dengan letak jantung (beri bantal tipis)

e) Menganjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

f) Menciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

g) Melakukan kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor

2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.

a) Mengubah posisi klien tiap 2 jam.

b) Mengajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak
sakit.

c) Melakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit.

16
3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak.

a) Memberikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat.

b) Mengantisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.

c) Melakukan pembicaraan dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang
jawabannya ya atau tidak.

d) Menganjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.

e) Menghargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.

f) Melakukan kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara.

4) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan


menelan.

a) Menentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk

b) Meletakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan

c) Menstimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan

d) Meletakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu

e) Memberikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang

f) Memulai untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien
dapat menelan air

g) Menganjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan

h) Menganjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan

i) Melakukan kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau
makanan melalui selang.

5) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan


sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.

a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi

b) Auskultasi bising usus

c) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat

17
d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi.

e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien

f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria,
enema)

5. Evaluasi

1) Klien tidak gelisah.

2) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

3) Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat.

4) Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan.

5) Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat

18
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

I. DATA UMUM KELUARGA


A. Kepala Keluarga
Nama Kepala Keluarga : Tn. A

Jenis Kelamin : Laki- laki

Umur : 49 Tahun

Alamat : Jabiren Raya

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : Tamat SD/Sederajat

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Banjar/ Indonesia

B. Daftar Anggota Keluarga


N Nam Jenis Hub.d TTL/Um Pendidikan Pekerjaan
o a Kelamin g KK ur
1 Tn. Laki- laki Suami 49 Tahun Tamat Swasta
A SD/Sederajat
2 Ny. Perempua Istri 48 Tahun Tamat IRT
M n SD/Sederajat
3 Nn. S Perempua Anak 21 tahun SLTP/Sederaj Pelajar/Mahasis
n at wa

4 An. S Laki - Anak 15 Tahun Tamat Pelajar/Mahasis


Laki SD/Sederajat wa

19
C. Genogram 3 (tiga) Generasi

Keterangan : : Laki – Laki


: Perempuan

: Klien
: Tinggal Bersama

D. Tipe Keluarga
Keluarga Inti (Nuclear Fanily ) Karena terdiri dari ayah, ibu dan anak.

E. Latar Belakang Keluarga


1. Latar Belakang Budaya Keluarga Dan Anggota Keluarga

Tn. A dan Ny. M mengatakan budaya yang di anut oleh keluarga adalah budaya
banjar.

2. Bahasa Yang Digunakan


Bahasa Dayak dan Banjar sehari hari
3. Pengaruh Budaya Terhadap Kesehatan Keluarga

Ny. M mengatakan tidak ada pengaruh budaya dikeluarganya

F. Identifikasi Agama
Tn. A dan Ny. M berserta keluarganya beragama islam
G. Status Kelas Sosial
Komunikasi keluarga Ny. S antara tetangga sekitar baik dan saling membantu dan
saling tolong menolong.

20
H. Pola Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Keluarga

Ny. M mengatakan kebutuhan sebulan tercukupi seperti makanan sayur- sayuran,


ikan, sayur dan juga buah tetapi untuk sebulan. Untuk sehari-hari nya paling tidak
makan ikan digoreng atau bersama sayur saja

I. Rekreasi Keluarga dan Pemanfaatan Waktu Luang

Ny. M mengatakan keluarga nya jarang/tidak pernah pergi untuk rekreasi


atau jalan-jalan jauh jika ada waktu luang hanya digunakan untuk
berkumpul bersama keluarga kecilnya saja dirumah.

21
II. TAHAP PERKEMBANGAN DAN SEJARAH KELUARGA
1. Tahap Perkembangan dan Tugas Perkembangan Keluarga Saat Ini
Tahap V : Keluarga dengan anak Remaja
- Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat
remaja yang sudah bertambah dewasa dan meningkatkan otonomnya
- Mempertahankan komunikasinterbuka antara orang tua dan anak. Hindari
perdeebatan. Kecurigaana dan permusuhan.
- Perubahan system peran dan peraturan untuk tumbuh kembang
2. Tugas Perkembangan yang Belum Terpenuhi

a. Memperluas pengetahuan kepala keluarga terhadap kesehatan anak dan


keluarga.
b. Membawa keluarga dan anak-anak liburan atau refresing agar mendapatkan
hiburan.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga Inti
Ny. M mengatakan keluarga nya tidak ada keluhan kesehatan saat ini.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga Sebelumnya
Tn. A mempunyai Riwayat Asma pada tahun 2013, Ny. M mempunyai riwayat
Hipertensi pada tahun 2013 yang lalu dan stroke hingga sekarang.
III. DATA LINGKUNGAN
1. Karakteristik Rumah ( Disertai Denah Rumah dan Lingkungan Sekitar Rumah )
Tn. A dan ny. M beserta anaknya tinggal dirumah non semi permanen dan
mempunyai 1 kamar tidur, 1 kamar mandi dan toilet. Memiliki jendela rumah
selalu terbuka pagi hari, halaman rumah dan sekitar nya tidak terlalu bersih.
Ukuran rumah Tn. A dan Ny. S 9x10 m.
Denah Rumah dan Lingkungan Sekitar Rumah
U

B T
6
5

S
2
4

3 1

22
Keterangan :
1. Pintu rumah
2. Kamar Tidur
3. Ruang tamu
4. Pintu dapur
5. Dapur
6. Kamar mandi/wc

2. Karakteristik Tetangga Dan Komunitas

Hubungan antar tetangga dengan keluarga Ny. M baik saling membantu dan
meolong dan kadang sore berkumpul depan barak untuk sekedar mengobrol.
Sekitaran rumah tetangga sudah berkeluarga.

3. Mobilitas Geografis Keluarga

Tn. A dan Ny. M tinggal di rumah jabiren sejak menikah dan tidak pernah pindah
tempat . dan mempunyai 1 unit kendaraan yang digunakan Tn. A untuk bekerja
sehar-harinya

4. Perkumpulan Keluarga Dan Interaksi Dengan Masyarakat


Tn. A dan Ny. M selalu berkumpul bersama keluarganya. intreraksi bersama
masyarakat pula Ny. M cukup baik tidak pernah ada masalah.

5. Sistem Pendukung Keluarga


Rumah keluarga Ny. M tidak jauh dari puskesmas dapat ditempuh dalam waktu ±
5 menit. Dan mempunyai kartu BPJS untuk berobat.

23
IV. STRUKTUR KELUARGA
1. Pola Komunikasi Keluarga

Keluarga Tn. A dan Ny. M menggunakan Bahasa banjar dan Dayak sehari-
harinya. Selalu terbuka dan jujur dalam segala hal. selalu menyelesaikan konflik
yang ada dalam keluarga

2. Struktur Kekuatan Keluarga


Tn. A adalah penentu keputusan terhadap suatu masalah dalam rumah tangga nya

3. Struktur Peran
Formal : Tn. A sebagai Kepala Keluarga, Ny. M sebagai Istri, Nn. S dan an. S
sebagai anak dalam keluarga.Tn. A dan Nn. S sebagai pencari nafkah keluarga.

Informal : Tn. A dan Ny. M sebagai orang tua untuk anak anaknya sebagai
penghiburan dalam keluarga nyaa

4. Nilai-Nilai Keluarga

Keluarga Tn. A dan Ny. M saling mengasihi terutama terhadap anak anak nya
yang sangat disayangi. Keluarga Ny. M juga mengatakan percaya bahwa hidup ini
sudah ada yang mengatur yaitu Allah SWT sebagai pedoman hidup mereka.

V. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Afektif
Keluarga Tn. A dan Ny. M mengatakan berusaha memelihara keharmonisan antar
anggota keluarga, saling percaya, saling menyayangi dan saling menghormati
2. Fungsi Sosialisasi
Keluarga Ny. M memiliki hubungan yang baik dalam bersosialisasi dengan
masyarakat setempat, dan mmeperkenalkan anak-anak nya dnegan baik untuk
3. Fungsi Perawatan Kesehatan

a. Mengenal masalah : kesehatan Ny. M mengatakan ke 2 anakanya jarang


mengalami penyakit yang berat, biasanya hanya sakin ringan.
b. Mengatasi masalah : Ny. M mengatakan mengatasi masalah keehatan keluarga
dan anaknya dengan membawanya ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan
pengobatan.
a. Fungsi Reproduksi

24
Tn. A dan Ny. M mempunyai 2 orang anak. Anak pertama berusia 21 tahun dan
anak ke- 2 berusia 14 tahun, tidak pernah melalukan aborsi dan sekarang tidak

25
c. PEMERIKSAAN FISIK
A. Tn. A
Penampilan Umum :

Penampilan cukup bersih, badan berwarna hitam gelap

Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital :


TD : 140/90 mmHg , N : 90x/menit R : 20x/menit. S : 36 Derajat celcius

Keluhan Yang Dirasakan Saat Ini :


Tn. A mengatakan tidak ada keluhan

Pemeriksaan Fisik :
Kepala : Baik, tidak ada benjolan dan rambut tidak rontok sedikit berketombe dan
rambut cukup panjang. Bentuk kepala simetris tidak lonjong.
Leher : leher normal tidak pembekakan kelenjar getah bening, tidak ada luka dan
nyeri tekan.
Mata : normal dapat melihat dengan jelas, Reflek cahaya +/+
Telinga : telingga normal dapat mendengar dengan jelas. Dan sedikit kotor
Hidung : hidung normal tidak ada luka tidak ada nyeri tekan
Mulut : Gigi lengkap tidak ada ompong dan bibir kering tetapi tidak panas dalam
Dada : penapasan normal bentuk dada simetris tidak ada nyeri tekan
Abdomen : Pada perut tidak ada luka tidak ada benjolan tidak ada pembekakan dan
tidak ada nyeri tekan. .
Ektermitas : Ektermitas atas dan bawah normal kaki dan tangan dapat digerakan tidak
ada patah tulang.
Integumen : Kulit berwarna hitam.

26
PEMERIKSAAN FISIK
NY. M

Penampilan Umum :

Cukup bersih

Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital :


TD : 110/70 mmHg, N : 90x/menit , Rr : 20x/menit, S : 36.1 Derajat Celsius

Keluhan Yang Dirasakan Saat Ini :

Ny. M mengatakan tidak ada keluhan hanya saja sulit untuk melakukan aktivitas karena
badan sebelah yang tidak bisa digerakan

Pemeriksaan Fisik :

Kepala : Baik, tidak ada benjolan dan rambut tidak rontok sedikit berketombe dan rambut
cukup panjang. Bentuk kepala simetris tidak lonjong.
Leher : leher normal tidak pembekakan kelenjar getah bening, tidak ada luka dan nyeri
tekan.
Mata : normal dapat melihat dengan jelas, Reflek cahaya +/+
Telinga : telingga normal dapat mendengar dengan jelas. Dan sedikit kotor
Hidung : hidung normal tidak ada luka tidak ada nyeri tekan
Mulut : Gigi lengkap tidak ada ompong dan bibir kering tetapi tidak panas dalam
Dada : penapasan normal bentuk dada simetris tidak ada nyeri tekan
Abdomen : Pada perut tidak ada luka tidak ada benjolan tidak ada pembekakan dan tidak
ada nyeri tekan. .
Ektermitas : Ektermitas atas sebelah kiri tidak bisa digunakan untuk bekerja dan kaki kiri
sama tidak dapat digerakan karena stroke .
Integumen : Kulit berwarna kecoklatan dan lembab
Leher, Spina, Servikal
Fleksi : menggerakkkan dagu menempel ke dada 45

27
Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak 45
Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin 10
Fleksi Lateral : memiringkan kepala sejauh mungkin ke arah setiap bahu 40-45
Rotasi : memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler 180
Bahu
Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi di atas kepala
180
Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi semula 180
Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan telapak tangan jauh
dari kepala 180
Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh mungkin 320
Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakan lengan sampai ibu
jari menghadap ke dalam dan ke belakang 90
Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping
kepala 90
Lengan Bawah
Supinasi : memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap ke atas
70-90
Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah 70-90
Pergelangan Tangan
Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi dalam lengan bawah 80-90
Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan, dan lengan bawah berada
dalam arah yang sama 80-90
Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan tangan miring (medial) ke ibu jari Sampai
30
Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan tangan miring (lateral) ke arah lima jari30-50
Jari-jari Tangan
Fleksi : membuat pergelangan 90
Ekstensi : meluruskan jari tangan 90
Hiperekstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin 30-60
Ibu Jari
Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan 90
Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjauh dari tangan 90

28
Pinggul
Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan atas 90-120
Ekstensi : menggerakkan kembali kesamping tungkai yang lain 90-120
Lutut
Fleksi : menggerakkan tumit ke arah belakang paha 120-130
Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai120-130
Mata Kaki
Dorsifleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas 20-30
Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk kebawah 45-50

PEMERIKSAAN FISIK
An. S
Penampilan Umum :

Cukup bersih

Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital :


TD : 100/80 mmHg, N : 80x/menit , Rr : 20x/menit S : 36 derajat Celsius

Keluhan Yang Dirasakan Saat Ini :


Tidak ada keluhan

Pemeriksaan Fisik :

Kepala : tidak ada benjolan, rambut tidak rontok dan berwarna hitam. Mata : normal
dan bentuk mata simetris, Reflek cahaya +/+ . Telinga : normal dapat mendnegar
dengan baik. Mulut : Warna bibir merah muda dan lembab, gigi lengkap. Hidung
normal dapat membeda kan bau bau an tidak ada nyeri tekan. Abdomen : baik tidak
ada sakit perut dan tidak ada benjolan tidak ada pembengkakan dan nyeri tekan.
Ektermitas : kekuatan otot baik bergerak dengan kuat

29
d. HARAPAN KELUARGA
Tn. A dan Ny. M selalu berharap keluarga selalu dalam kedamaian
selalu bersama – sama dalam suka dan duka . berharap untuk anak-anaknya
bertumbuh kembang layak nya anak anak seusia nya dengan kesehatan yang
sehat tidak sakit sakitan.

Jabiren Raya, 05 Mei 2019

Mahasiswa

( Desi Rinjani )
NIM : PO.62.20.1.16.128

30
e. ANALISA DATA

No. DATA SUBJEKTIF DAN OBJEKTIF MASALAH KEPERAWATAN

Ds : Ny. S mengatakan dirinya sulit dalam Gangguan Mobilitas Fisik


1 beraktivitas karena badan sebelah yang
tidak berfungsi
Do : TD : 110/70 mmHg , Nadi 90x/menit
RR : 20x/menit , S : 36 Derajat Celcius
Tingkat Aktivitas/ Mobilitas : Tingkat 3 :
Memerlukan bantuan, pengawasan orang
lain, dan peralatan.

f. PRIORITAS MASALAH
a. Diagnosa Keperawatan Keluarga :
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot

No. Kriteria Perhitungan Pembenaran

1. Sifat Masalah : 3/3x1 = 1 Masalah adalah actual karena sudah terjadi


Tidak Sehat

31
2. Kemungkinan 1/2x2 = 1 Tingkat pengetahuan keluarga yang kurang
masalah Untuk dan ny. M tidak melakukan terapi, tetapi
Dirubah : keluarga sudah berusaha mengobati
Sebagian

3. Potensial Masalah 1/3x1 = 1/3 Masalah sudah berjalan lama dan sudah
Untuk Dicegah : terjadi gangguan pada Ny. M
Rendah

4. Menonjolnya 0/2x1 = 0 Gangguan masalah mobilitas fisik tidak


Masalah : dirasakan oleh keluarga karena sudah
Tidak dirasakan berjalan lama

Skor Total 2 1/ 3

32
g. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN KELUARGA SESUAI
PRIORITAS

a. Gangguan mobilotas fisik berhubungan dengan penurunan


kekuatan otot
h. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
N Dx Hasil yang Interven Implemen Evaluasi
o keperawa diharapkan si tasi
tan
1 Ganggua Setelah 1.kaji 1.mengka S : klien
n dilakukan tingkat ji tingkat mengata
mobilitas tindakan mobilita mobilitas kan
fisik keperawatan s klien klien mampu
berhubun selama 2x24 2. Bantu 2. melakuk
gan jam klien membant an
dengan diharapkan melaku u klien pergerak
penuruna klien mampu kan melakuka an atau
n mempertaha pergera n aktivitas
kekuatan nkan posisi kan pergeraka sendiri
otot optimal sendi n sendi/ tetapi
dengan baik atau ROM badan
Dengan KH ROM sebelah
: mampu masih
melakukan kaku
aktifitas untuk
mandiri digeraka
n
O:
Tingkat
kemamp
uan
aktivitas

33
klien
Tingkat
3
A:
ganggua
n
Mobilita
s Fisik
teratasi
P:
pertahan
kan
intervens
i

34
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada Bab IV ini mahasiswa akan membahas kesenjangan antara konsep dan
aplikasi asuhan keperawatan keluarga di keluarga Ny. M meliputi pengkajian,
diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahapan terpenting dalam proses perawatan, mengingat

pengkajian sebagai awal bagi keluarga untuk mengidentifikasi data-data yang ada

pada keluarga. mengingat begitu pentingnya pengkajian maka diharapkan perawat

keluarga memahami betul lingkup, metode, alat bantu, dan format pengkajian yang

digunakan.

Saat mengidentifikasi data umum yaitu keadaan fisik data yang didapat kurang

maksimal hal tersebut terjadi karena keluarga tidak terlalu terbuka mengenai

masalah keadaan fisik pada orang lain. Untuk mendapatkan data tersebut dilakukan

bina hubungan saling percaya antara keluarga serta menjelaskan dengan baik tujuan

dilakukannya kunjungan tersebut. Sehingga untuk mendapatkan data mengenai

keadaan fisik keluarga diperlukan selama 3 kali kunjungan dan akhirnya didapatkan

35
data yang mendukung keadaan fisik keluarga, hal tersebut didukung dengan

anggota keluarga yang mau menyambut dengan baik kedatangan perawat.

Pemeriksaan fisik berjalan dengan baik karena keluarga menyambut dengan baik

kedatangan perawat.

B.Diagnosa

Masalah – masalah keluarga yang muncul adalah terkait dengan anggota keluarga

yaitu stroke , masalah stroke memunculkan diagnosa keperawatan yang merujuk

pada (Doengoes, 2001) yaitu gangguan mobilitas fisik.

Masalah gangguan mobilitas fisik pada Ny.M muncul berdasarkan data yang

diperoleh dari keluarga yaitu Ny. M mengatakan 6 tahun yang lalu pernah

mengalami stroke hingga sekarang , Ny. M mengatakan anggota badan sebelah

kanannya pernah mengalami stroke dan sampai sekarang terkadang masih tidak

terasa, anggota gerak pada bagian kanan terkadang masih tidak terasa/ kebas, TD :

110/70 mmHg, N : 90 x/menit, RR : 20 x/menit, S : 36 ᵒC, kekuatan otot 44,55.

Dari data tersebut sehingga memunculkan diagnosa keperawatan gangguan

mobilitas fiisk pada Ny.M berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

merawat anggota keluarga dengan stroke.

Diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik muncul pada masalah stroke

karena saat dilakukan pengkajian didapatkan data yang menunjang gangguan

mobilitas fisik pada Ny.M.

C.Intervensi

36
Adapun rencana tindakan keperawatan pada diagnosa gangguan mobilitas fisik

pada Ny.M di keluarga Ny. M berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

merawat anggota keluarga dengan stroke yang sesuai dengan teori ( Wright &

Loehay dalam friedman 2018) adalah : Untuk diagnosa gangguan mobilitas fisik

pada Ny.M dikeluarga tn. A berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.

1.Aspek kognitif

Beri penjelasan dan penyuluhan pada keluarga mengenai pengertian stroke,


penyebab stroke, tanda dan gejala stroke, komplikasi stroke, penatalaksanaan
stroke, cara pencegahan pada penderita stroke, lingkungan yang baik untuk
penderita stroke.

2) Aspek afektif Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan terkait masalah


stroke, motivasi keluarga untuk melakukan ROM secara mandiri.

3) Aspek psikomotorik Mendemonstrasikan cara perawatan stroke,


mendemonstrasikan cara ROM. Sebagian besar rencana keperawatan dilakukan
sesuai dengan teori yang ada, namun ada beberapa yang tidak direncanakan sesuai
dengan teori.

D.Implementasi

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat disesuaikan dengan


intervensi yang ada, untuk diagnosa pertama, untuk kriteria verbal memberikan
pendidikan kesehatan tentang stroke yang meliputi pengertian stroke, penyebab
stroke, tanda dan gejala stroke, komplikasi stroke, penatalaksanaan stroke, cara
pencegahan stroke berulang, lingkungan yang baik untuk penderita stroke. Untuk
kriteria afektif mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah stroke.
Untuk kriteria psikomotorik yaitu mendemonstrasikan cara perawatan pada
penderita stroke dengan gangguan mobilitas fisik.

Hambatan dari tindakan keperawatan tersebut adalah tingkat pendidikan anggota


keluarga yang tidak terlalu tinggi, sehingga didalam melakuakan pendidikan
kesehatan harus dilakukan secara berulang kali kunjungan dan cara

37
penyampaiannya mengguanakan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti
oleh keluarga, menggunakan media didalam penyampaiann informasi (pendidikan
kesehatan), disini perawat lebih banyak melakukan demonstrasi secara langsung
serta melakukan pengulangan informasi beberapa kali agar keluarga memahami
apa yang sudah disampaikan oleh perawat. Namun walaupun terdapat hambatan
tindakan keperawatan tersebut dapat terlaksana dengan cukup baik, karena
keluarga memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga keluarga memiliki antusias
yang tinggi untuk mendengarkan penjelasan dari perawat.

E.Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan sudah sesuai dengan teori yang ada yaitu berdasarkan
kriteria verbal, afektif dan psikomotorik. Evaluasi untuk diagnosa pertama respon
verbal keluarga mampu menyebutkan pengertian stroke, penyebab stroke, tanda
dan gejala stroke, komplikasi stroke, penatalaksanaan stroke, cara pencegahan
stroke berulang pada keluarga, lingkungan yang baik untuk penderita stroke.
Respon afektif mengabil keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah stroke.
Respon psikomotorik mendemonstrasikan cara perawatan pada penderita stroke
dengan gangguan mobilitas fisik.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Setelah dilakukan asuhan keperawatan keluarga dengan masalah utama
diabetes mellitus di keluarga Tn.A khususnya pada Ny.M yang
mengalami masalah gangguan mobilitas fisik melalui pendekatan proses
keperawatan keluarga mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi,
maka sebagai langkah akhir dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini dapat
diambil simpulan sebagai berikut :
1. Melalui pengkajian dapat teridentifikasi penyebab dan
masalah keperawatan dikeluarga Tn.A dengan masalah
gangguan mobilitas fisik pada Ny.M karena penurunan

38
kekuatan otot, dan sedangkan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga dengan masalah stroke .
2. Rencana keperawatan mampu teridentifikasi dengan baik
secara langsung oleh perawat, dalam mengatasi masalah
tersebut diatas dikaji dengan cara mengkaji kriteria verbal,
kriteria afektif, kriteria psikomotorik dikeluarga Tn. A
3. Implementasi keperawatan mampu diidentifikasi dan
dilakukan dengan baik, untuk mengatasi masalah pada
keluarga Ny. M untuk diagnosa pertama. Sedangkan kriteria
afektif dengan cara memotivasi keluarga untuk merawat
keluarga dengan masalah kesehatan yang dialami oleh
keluarga tersebut, dan untuk kriteria psikomotorik dengan
cara mendiskusikan dan mengajarkan cara untuk mengatasi
masalah kesehatan pada keluarga.
4. Evaluasi dari tindakan keperawatan diatas dapat
diidentifikasi dengan baik. Dengan mengkaji keluarga
dimana keluarga mampu melakukan tindakan keperawatan
yang diajarkan oleh perawat.

39
LAMPIRAN :

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)


STROKE

Disusun Oleh :

Nama : Desi Rinjani


NIM : PO.62.20.1.16.128

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA


DIV KEPERAWATAN REGULER III
2019

40
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

Hari / Tanggal : Minggu, 5Mei 2019


Jam/ Waktu : 15.00 – 15.30 WIB
Pokok Bahasan : Stroke
Sub Pokok Bahasan : ROM (Range Of Motion)
Sasaran : Keluarga Ny. M
Tempat : Rumah Ny. M
Penyuluh : Desi Rinjani

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

Setelah diberikan penyuluhan selama 25 menit diharapkan Keluarga


mampu memahami tentang penyakit stroke.

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)

Setelah dilakukan penyuluhan selama 25 menit, diharapkan keluarga


mampu :
1. Menjelaskan pengertian penyakit stoke
2. Menjelaskan gejala stroke
3. Menjelaskan Faktor resiko stroke
4. Menjelaskan pencegahan stroke

C. GARIS-GARIS BESAR MATERI


1. Pengertian penyakit stoke
2. Gejala stroke
3. Faktor Resiko stroke
4. Pencegahan stroke

41
D. MATERI
Terlampir

E. SASARAN
Ny. M dan Keluarga di Desa Jabiren RT.1

F. METODE
1. Ceramah
2. Praktek
3. Diskusi Tanya Jawab

G. MEDIA DAN ALAT PERAGA


1. Leaflet

H. PROSES KEGIATAN PENYULUHAN


Tahap K e g i a t an
Waktu
kegiatan Penyuluh Sasaran
1. Membuka acara dengan 1. Menjawab salam
mengucapkan salam 2. Memperhatikan
kepada keluarga penyuluh
2. Memperkenalkan diri 3. Mendengarkan
kepada keluarga penyuluh
5 menit Pendahuluan 3. Menyampaikan topik, menyampaikan topik
maksud dan tujuan dan tujuan.
penkes kepada keluarga 4. Menyetujui
4. Kontrak waktu untuk kesepakatan waktu
kesepakatan pelaksanaan pelaksanaan penkes
penkes dengan keluarga

42
1. Menggali kemampuan 1. Menyampaikan
keluarga tentang materi pengetahuannya
yang akan disampaikan. tentang materi
2. Memberikan penjelasan penyuluhan
tentang materi yang akan 2. Mendengarkan
diberikan kepada keluarga penyuluh
dengan menyampaikan materi
menggunakan leaflet dan dan mengikuti
20 menit Kegiatan inti flip chart dan melakukan simulasi
simulasi 3. Bertanya tentang
3. Memberikan kesempatan materi yang telah
kepada keluarga untuk diberikan
bertanya. 4. Menjawab pertanyaan
4. Memberikan pertanyaan
kepada sasaran tentang
materi yang sudah
disampaikan penyuluh
1. Menyimpulkan dan 1. Mendengarkan
mengklarifikasi materi 2. Menyepakati perenca
penyuluhan yang telah naan tindak lanjut.
disampaikan kepada 3. Mendengarkan
sasaran penyuluh menutup
2. Membuat perencanaan acara dan menjawab
5 menit Penutup
dari materi yang telah salam
disampaikan
3. Menutup acara dan
mengucapkan salam serta
terima kasih kepada
sasaran.

43
I. EVALUASI
1. Mengajukan pertanyaan lisan

a. Jelaskan Pengertian penyakit stoke


b. Apa Gejala stroke
c. Apa faktor resiko stroke
d. Bagaimana Pencegahan stroke
a. Observasi
a. Respon/tingkah laku pasien saat diberi pertanyaan : apakah mereka
diam atau menjawab (benar atau kurang tepat).
b. Pasien antusias/tidak.
c. Pasien mengajukan pertanyaan/tidak.

44
J. REFERENSI
Zulaicha, 2016. Pembahasan Stroke. Diunduh dari
https://id.scribd.com/doc/311858641/Materi-Stroke. Tanggal 3 Mei 2019

mikicchan, 2017. Makalah Stroke. Diunduh dari


https://id.scribd.com/doc/56381876/Makalah-Stroke. Tanggal 3 Mei 2019

systami putri, Ajeng. 2016. Penyuluhan Stroke. Diunduh dari


https://id.scribd.com/doc/294136553/PENYULUHAN-stroke. Tanggal 3
Mei 2019

45
LAMPIRAN MATERI
A. Pengertian penyakit stoke
Menurut WHO, stroke adalah gangguan fungsional otak sebagian atau menyeluruh yang
timbul secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam, yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak (WHO, 2016).
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak mengalami kematian akibat
gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Aliran darah yang
terhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak juga terhenti, sehingga sebagian otak
tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Utami P, 2009).

B. Gejala stroke
Gejala stroke dapat diamati dari beberapa hal, yaitu :
1. Serangan kecil atau serangan awal stroke biasanya diawali dengan daya ingat menurun dan
sering kebingungan secara tiba-tiba dan kemudian menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Adanya serangan neurologis fokal berupa kelemahan atau kelumpuhan lengan, tungkai
atau salah satu sisi tubuh.
3. Melemahnya otot (hemiplegia), kaku dan menurunnya fungsi sensorik.
4. Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi
tubuh seperti baal, mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan.
5. Rasa perih bahkan seperti rasa terbakar dibagian bawah kulit.
6. Gangguan penglihatan seperti hanya dapat melihat secara parsial ataupun tidak dapat
melihat keseluruhan karena penglihatan gelap dan pandangan ganda sesaat.
7. Menurunnya kemampuan mencium bau dan mengecap.
8. Berjalan menjadi sulit dan langkahnya tertatih-tatih bahkan terkadang mengalami
kelumpuhan total.
9. Hilangnya kendali terhadap kandung kemih sehingga sering kencing tanpa disadari.
10. Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi dengan baik.
11. Tidak memahami pembicaraan orang lain, tidak mampu membaca, menulis dan berhitung
dengan baik .
12. Adanya gangguan dan kesulitan dalam menelan makanan ataupun minuman (cenderung
keselek).

46
13. Adanya gangguan bicara dan sulit berbahasa yang ditunjukkan dengan bicara tidak jelas
(rero), sengau, pelo, gagap dan berbicara haya sepatah kata bahkan sulit memikirkan atau
mengucapkan kata-kata yang tepat.
14. Menjadi Pelupa (Dimensia) dan tidak mampu mengenali bagian tubuh . Vertigo (pusing,
puyeng) atau perasaan berputar yang menetap saat tidak beraktivitas.
15. Kelopak mata sulit dibuka.
16. Menjadi lebih sensitif, mudah menangis ataupun tertawa.
17. Banyak tidur dan selalu ingin tidur.
18. Gangguan kesadaran, pingsan sampai tak sadarkan diri

C. Faktor resiko stroke


Setiap orang selalu mendambakan hidup nyaman, sehat dan bebas dari berbagai macam
tekanan. Namun, keinginan tersebut tidak diimbangi dengan pola hidup yang memadai. Pola hidup
yang tidak baik tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan. Faktor potensial kejadian stroke
dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
 Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula risiko
terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi
secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku
oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).
 Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan
perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok itu sendiri
ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat mengganggu aliran
darah.
 Herediter
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat stroke pada
kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan orang
tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
 Ras/etnik

47
Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih besar
untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
 Hipertensi (darah tinggi)
Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang besar untuk
mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari kejadian
stroke itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran
darah tubuh dimana diameter pembuluh darah akan mengecil (vasokontriksi) sehingga
darah yang mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak
(ADO) maka otak akan akan kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia),
karena suplai berkurang secara terus menerus, maka jaringan otak lama-lama akan
mengalami kematian.

 Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak miokard (kematian otot
jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke. Seperti kita ketahui, bahwa
sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat mengaturan aliran
darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan mengalami gangguan
termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak
pun dapat mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap.
 Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini terkait dengan
pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku (tidak lentur). Adanya
peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat
menyebabkan kematian jaringan otak.
 Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam darah berlebih
(hiper = kelebihan). Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan mengakibatkan
terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin banyak dan menumpuk
sehingga dapat mengganggu aliran darah.

48
 Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal tersebut terkait
dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang dengan obesitas,
dimana biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar
HDLnya (lemak baik/menguntungkan).
 Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata memiliki
kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.
Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya penebalan pembuluh
darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian dapat
menyebabkan gangguan aliran darah.
D. Pentalaksanaan pada klien stroke
a) Stroke embolik dapat diterapi dengan antikoagulan
b) Stroke hemoragik diobati dengan penekanan pada penghentian pendarahan dan pencegahan
kekambuhan mungkin diperlukan tindakan bedah
c) Semua stroke diterapi dengan tirah baring dan penurunan rangsangan eksternal/untuk
mengurangi kebutuhan oksigen seberum, dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk
menurunkan tekanan dab edema intrakanium.
E. Pencegahan stroke
Tindakan pencegahan dibedakan atas pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer
bertujuan untuk mencegah stroke pada mereka yang belum pernah terkena stroke. Pencegahan
sekunder ditujukan untuk mereka yang pernah terkena stroke termasuk TIA (Wahjoepramono
2015).
Menurut Wahjoepramono (2015), pencegahan primer dapat dilakukan dengan modifikasi
gaya hidup yang meliputi :
1) Penurunan berat badan : mengupayakan berat badan normal
2) Pola makan yang tidak memicu hipertensi : mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, dan produk
susu rendah lemak serta mengurangi konsumsi lemak jenuh
3) Diet rendah garam : mengurangi intake garam <100 mmol per hari (2,4 g Na atau 6 g NaCl)
4) Aktivitas fisik : aktivitas fisik rutin seperti jalan santai minimal 30 menit per hari

49
Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang ditujukan pada pasien yang sudah pernah
mengalami stroke atau TIA. Target akhir dari pencegahan sekunder adalah agar jangan sampai
terjadi seranagn TIA ataupun stroke yang berulang. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
Stroke Council of the American Heart Associationmerekomendasikan hal pencegahan
sebgai berikut :
Diet AHA step II: ≤ 30 % lemak, < 7
% lemak jenuh, < 200 mg/hari
kolesterol, penurunan berat badan
LDL < 100 mg/dL dan aktifitas fisik.
HDL > 35 mg/dL Jika target tak tercapai dan LDL >
Lemak TC < 200 mg/dL 130 mg/dL berikan terapi
TG < 200 mg/dL medikamentosa (mis: statin).
Bila LDL 100-130 mg/dL,
medikamentosa dapat
dipertimbangkan.
Edukasi pasien dan keluarga untuk
Mengurangi konsumsi
Alkohol kurangi / hentikan kebiasaan minum
alkohol
alcohol
Latihan fisik sedang (jalan santai,
jogging, bersepeda atau aerobik).
Aktifitas 30–60 menit dalam 3-4 kali
Program dengan supersi medis bagi
fisik / menggu
pasien dengan rsiko tinggi (penyakit
jantung)
≤ 120 % dari berat badan
Obesitas Diet dan latihan fisik
ideal berdasarkan tinggi
AHA: American Heart Association, HDL: high density lipoprotein, LDL: low density lipoprotein,
TC: total cholesterol, TG: trigliserida

1) Konsumsi ganggang coklat.


Salah satu makanan yang perlu untuk dikonsumsi adalah bahan-bahan alami yang tersedia
di laut seperti ganggang laut coklat (brown seaweed) / Rambut Malaikat (mozu) atau nano.
Tumbuhan laut yang memiliki nama latin Laminaria Japonica hidup di daerah terumbu karang
yang jenih dan bersih. Ganggang laut coklat (brown seaweed) untuk mencegah penyakit,
memperpanjang usia dan meningkatkan kesehatan secara signifikan. Ganggang laut coklat (brown
seaweed) banyak mengandung vitamin dan mineral yang seimbang dan bermanfaaat seperti :
kalsium, magnesium, iron, copper, mangan, zink, boron dan iodine, selain itu mengandung serat,
asam amino, dan B-kompleks. Ganggang Laut Coklat (brown seaweed) juga mengandung

50
beberapa zat aktif,yangdapat mengurangi risiko terkena stroke akibat penyumbatan pembuluh
darah, seperti:
 Alginate, yakni serat tak larut yang berperan mengurangi kadar lemak, trigliserida serta
kolesterol dalam darah, sehingga terkontrol.
 laminarin sebagai zat anti penggumpalan darah yang membantu mengurangi risiko
penyakit jantung dan stroke.
 Iodium organik membantu mengoptimalkan fungsi tiroid untuk metabolisme tubuh lebih
baik
 Mineral koloidal yang mudah diserap oleh tubuh.
 Kandungan lain yang berguna bagi pasien pasca stroke adalah fucoidan yaitu suatu
polisakarida kompleks yang membantu memperbaiki daya ingat dan sistem motorik pasca
stroke serta meregenerasi sel-sel baru untuk kesehatan menyeluruh.
Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan pada pasien pasca stroke yang
dilakukan Universias Manitoba, Winnipeg, Kanada. Hasilnya menunjukkan bahwa fucoidan
dalam brown seaweed mempercepat pemulihan fungsi motorik pada minggu pertama serta
memperbaiki memori.
Penelitian manfaat ganggang laut coklat lainnya:
 Fucoidan dalam ganggang coklat mampu menghambat pembentukan bekuan darah
sehingga menurunkan resiko terserang penyakit jantung dan stroke (Malmo University
Hospital, Swedia)
 Fucoidan dalam ganggang coklat mempercepat fungsi motorik pada minggu pertama dan
perbaikan memori (University of Manitoba, Winnipeg-Canada)
 Ganggang coklat mengubah aktifitas enzim di liver yg mengontrol metabolisme asam
lemak, sehingga menurunkan kadar lemak dalam darah. Selain itu, dapat juga
meningkatkan pembakaran lemak di liver (Laboratory of Lipid Chemistry, Yokohama-
Jepang)
 Ganggang laut coklat (brown seaweed) membantu menurunkan kadar kolesterol sebanyak
26,5% dan trigliserida sebanyak 36,1% (Cardiovascular Center di RS Sakhalin, Rusia)
(Utama J 2017).
2) Ikan Tuna

51
Ikan tuna juga merupakan sumber yang baik untuk vitamin B6 dan asam folat. World's
Health Rating dari The George MateljanFoundation menggolongkan kandungan vitamin B6 tuna
ke dalam kategori sangat bagus karena mempunyai nutrient density yang tinggi, yaitu mencapai
6,7 (batas kategori sangat bagus adalah 3,4-6,7). Vitamin B6 bersama asam folat dapat
menurunkan level homosistein. Homosistein merupakan komponen produk antara yang
diproduksi selama proses metilasi. Homostein sangat berbahaya bagi pembuluh arteri dan sangat
potensial untuk menyebabkan terjadinya penyakit jantung.
Meskipun ikan tuna mengandung kolesterol, kadarnya cukup rendah dibandingkan dengan
pangan hewani lainnya. Kadar kolesterol pada ikan tuna 38-45mg per 100gr daging. Kandungan
gizi yang tinggi membuat tuna sangat efektif untuk menyembuhkan berbagai penyakit, salah
satunya stroke. Sebuah studi yang pernash dilakukan selama 15 tahun menunjukkan bahwa
konsumsi ikan tuna 2-4 kali setiap minggu, dapat mereduksi 27% resiko penyakit sroke daripada
yang hanya mengkonsumsi 1 kali dalam sebulan. Konsumsi 5 kali atau lebih dalam setiap
minggunya dapat mereduksi penyakit stroke hingga 52 persen. Konsumsi tuna 13 kali per bulan
dapat mengurangi risiko tubuh dari ischemic stroke, yaitu stroke yang disebabkan oleh kurangnya
aliran darah ke otak.
3) Sayur dan Buah-buahan
Sebagian besar buah dan sayur memiliki nilai gizi dan mineral yang cukup tinggi.
Kandungan gizi tersebut sangat dibutuhkan untuk merevitalisasi sel-sel dan jaringan tubuh yang
telah rusak serta meningkatkan sistem metabolisme serta sistem kekebalan didalam tubuh.
Terdapat beberapa jenis buah dan sayur yang digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit
stroke diantaranya adalah: melon, alpukat, pisang, apel, belimbing, jambu biji, dan asparagus.
Pencegahan terjadinya stroke harus dilakukan sepanjang masa. Dengan bertambahnya usia,
kemungkinan untuk terserang stroke. Oleh karena itu, harus diusahakan untuk selalu mengurangi
atau menghilangkan berbagai faktor resiko, terutama dengan melakukan diet dan olahraga secara
teratur (Wirakusumah 2011).
Selain itu, menurut Wirakusumah (2011), makanan yang dapat menolong untuk mencegah
stroke antara lain :
 Sumber asam lemak omega-3
Komponen ini banyak terkandung di dalam ikan. Suatu penelitian yang dilakukan di Belanda
terhadap populasi yang berusia 60-90 tahun, yang selalu mengkonsumsi ikan (sekurang-

52
kurangnya satu kali seminggu), membuktikan bahwa resiko terserang stroke pada 15 tahun ke
depan hanya setengah kali dibandingkan dengan populasi lain yang tidak mengkonsumsi ikan.
Hal ini membuktikan bahwa asam lemak omega-3 yang terkandung di dalam ikan akan
memperbaiki struktur membran sel. Dalam hal ini, sel akan lebih kuat dan lentur. Selain itu,
asam lemak omega-3 dapat membantu thromboxane yang berfungsi menurunkan
terbentuknya gumpalan darah.
 Teh
Stroke dapat juga dilawan dengan teh, khususnya jenis teh hijau. Sebuah studi di Jepang
membuktikan dengan mengkonsumsi teh hijau sebanyak lima cangkir sehari dapat
menurunkan resiko terserang stroke. Di dalam teh hijau terkandung antioksidan yang dapat
mencegah terjadinya kerusakan sel. Bahkan, teh hijau mengandung komponen antioksidan
yang lebih kuat dibanding vitamin E dan vitamin C. Berikut ini adalah zat-zat yang berperan
sebagi sumber antioksidan :
 Betakaroten, di dalam makanan komponen ini dapat mencegah perubahan kolesterol
menjadi unsur toksik yang mampu membentuk plak dan akan menggumpal di dalam
arteri. Betakaroten yang diubah menjadi vitamin A, akan melawan kerusakan sel saraf
ketika otak kehilangan oksigen. Betakaroten banyak terdapat pada wortel, tomat, papaya,
bit, serta sayur dan buah yang berwarna jingga.
 Vitamin E, dapat mengurangi pembentukan gumpalan darah (plak) yang dapat
menyumbat arteri. Contoh sumber pangan yang mengandung vitamin E adalah taoge.
 Vitamin C, dapat memperkuat dinding pembuluh darah dan mencegah terjadinya
hemorrhages (keluarnya darah dari pembuluh) otak. Bahan pangan yang mengandung
vitamin C antara lain jeruk, jambu biji, tomat dan lain-lain.
 Sumber kalium
Makanan sumber kalium seperti pisang, dapat menurunkan resiko terserangnya stroke.
Diduga, asupan kalium yang memadai membuat dinding arteri lebih elastik dan normal. Selain
itu, juga dapat melindungi kerusakan pembuluh darah akibat tekanan darah yang tinggi.
 Bawang Bombay dan bawang putih
Bawang Bombay dan bawang putih dapat mencegah penggumpalan darah yang akan
menyumbat aliran darah ke otak. Selain itu, juga dapat memacu mekanisme pelarutan
gumpalan darah di dalam tubuh.

53
Sedangkan hal-hal yang harus diwaspadai antara lain :
 Sumber lemak

Penderita stroke dianjurkan untuk membatasi asupan makanan yang mengandung lemak. Jenis
lemak yang harus diwaspadai, terutama lemak jenuh yang dapat memicu terbentuknya gumpalan-
gumpalan lemak dalam pembuluh darah. Inilah yang akan menghambat aliran darah ke otak
sehingga menimbulkan stroke.
 Garam
Diduga, kelebihan garam dapat memicu timbulnya mini stroke. Pengujian yang dilakukan
terhadap tikus menunjukkan bahwa pada otak tikus yang mnengkonsumsi ransum dengan
kadar garam yang tinggi, akan tampak adanya kerusakan arteri dan jaringan, yang disebabkan
oleh keadaan mini stroke.
 Alkohol
Penderita stroke dianjurkan untuk membatasi asupan alkohol karena kelebihan alcohol yang
tinggi dapat meningkatkan resiko terserangnya stroke. Konsentrasi alcohol yang tinggi dapat
memicu terjadinya emboli (penggumpalan), dan ischemia (kurangnya darah dalam jaringan),
yang disebabkan oleh perubahan konsentrasi darah dan kontraksi pembuluh darah. Kondisi
inilah yang mengawali terjadinya stroke.
F. Penting nya mobilitas fisik untuk klien dengan stroke
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas, mudah, dan
teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya. Sedangkan gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi) didefinisikan oleh North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan ketika individu
mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik (Kim et al, 2016 dalam
Fundamental Keperawatan Potter dan Perry, Ed. 4, Vol. 2).Mobilisasi dan Imobilisasi berada
pada suatu rentang dengan banyak tingkatan imobilisasi parsial di antaranya.Beberapa klien
mengalami kemunduran dan selanjutnya berada di antara rentang mobilisasi-imobilisasi,
tetapi pada klien lain, berada pada kondisi mobilisasi mutlak dan berlanjut sampai jangka
waktu tidak terbatas (Perry dan Potter, 1994). Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat
mengakibatkan instruksi pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik

54
selama penggunaan alat bantu eksternal (mis. Gips atau traksi rangka), pembatasan gerakan
volunter, atau kehilangan fungsi motorik.
I. Jenis Mobilisasi dan Imobilisasi
1. Jenis Mobilisasi
a. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi saraf
motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh
seseorang.
b. Mobilisasi sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada tubuhnya. Hal
ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan
traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilisasi sebagian pada
ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik.
Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Dapat disebabkan
oleh trauma reversible pada sistem musculoskeletal, contohnya adalah
adanya dislokasi sendi dan tulang.

2. Mobilisasi permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak


dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya sistem saraf yang ireversible, contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomyelitis
karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.

2. Jenis Imobilisasi
a. Imobilisasi fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan,
seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan

55
tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya
untuk mengurangi tekanan.
b. Imobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak
akibat suatu penyakit.
c. Imobilisasi emosional, keadaan ktika seseorang mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri. Contohnya keadaan stress berat dapat disebabkan karena
bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota
tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
d. Imobilisasi sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

56
57

Anda mungkin juga menyukai