Sambutan:
Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta.................................. V
Kata Pengantar........................................................................................................ VII
Daftar Gambar........................................................................................................ XII
I. PENDAHULUAN
Topik ini pada hakikatnya memiliki keterkaitan sangat erat dengan topik-topik
lain dalam bahan ajar ini. Muhajir (2007) mengatakan bahwa tradisi keilmuan dan
teknologi yang berkembang sekarang adalah tradisi yang tumbuh dari sistem logika yang
berkembang dari Yunani (dengan tokoh-tokoh besarnya Socrates, Plato, dan Aristoteles),
dilanjutkan dengan logika renaissans Arab (yang berkembang dari Al Farabi, Ibnu Sina,
dan Ibnu Rushd), diteruskan dengan logika renaissans Eropa (yang berkembang dari
empirisme John Locke), menjadi ilmu dan teknologi mutakhir (yang berkembang dari
Wittgenstein ke pragmatisme Peirce, ke Fenomenologi Hubserl, sampai dekonstruksi
Loytard)
Dalam tradisi sistem logika tersebut di atas unsur utama adalah rasionalitas dan
empiri. Rasionalitas menjadi unsur pertama untuk berilmu pengetahuan, dan empiri
menjadi unsur keduanya. Menurut Muhadjir (2007) rasionalitas atau berperannya rasio
atau akal manusia yang mampu membuat abstraksi dan konsep atas banyak empiri
menjadi penting; dan selanjutnya mampu membuat analisis dengan prosedur kerja yang
raional dan konsisten, dan akhirnya mampu membuat pemaknaan atas tumpah-ruahnya
empiri yang dihadapi, menjadi produk ilmu. Di sisi lain, empiri merupakan pengalaman
keseharian manusia; dalam bahasa paling elementer disebut fakta atau kenyataan (lihat
Suriasumantri, 2006).
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa rasio dan empiri
merupakan dua perangkat atau unsur dasar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Untuk mendayagunakan dua perangkat atau unsur itu seorang ilmuwan menggunakan
analisis dan sintesis (lihat Kallsoff (2004). Bab ini mencoba memberikan pembahasan
umum tentang analisis dan sintesis dalam kaitannya dengan usaha mengembangkan ilmu
pengetahuan. Untuk itu, subtopik yang disajikan meliputi (1) hakikat metode analisis dan
sintesis, (2) double relationship (relasi ganda) dalam metode analisis dan sintesis, (3)
metode analisis dan sintesis dalam pendekatan ilmiah, dan (4) implikasinya bagi teori
ilmiah.
Oleh sebab itu, tidak heran jika Russel menentukan titik tolak pemikirannya berdasarkan
bahasa logika. Hal ini terjadi karena ia berkeyakinan bahwa teknik analisis yang
didasarkan pada bahasa logika itu dapat menjelaskan struktur bahasa dan struktur realitas.
Hal ini relevan dengan anggapan Descartes (dalam Honer dan Hunt, 2006) bahwa
pengetahuan memang dihadirkan oleh indra, tetapi karena dia mengakui bahwa indra itu
bisa menyesatkan (seperti dalam mimpi dan khayalan), maka dia terpaksa mengambil
kesimpulan bahwa data keindraan tidak dapat diandalkan.
Analisis logis mengandung pengertian, suatu upaya untuk mengajukan alasan a-
priori yang tepat bagi pernyataan. Dengan cara yang demikian, Russel (1997)
menerapkan teknik analisis bahasa untuk memecahkan masalah filsafat. Akan tetapi,
Russel lebih mendahulukan analisis logis daripada sintesis logis, karena teori yang terlalu
empirik (didasarkan atas fakta) tidak dapat menjangkau hal-hal yang bersifat universal. Ia
memperkenalkan istilah data indrawi untuk hal-hal seperti warna, bau, kekerasan,
kekasaran, dan seterusnya dan mengundang kesadaran kita dengan sense datum a (of?)
sensation (sensasi akan data indra). Russel membedakan antara apa yang disebutnya
dengan pengetahuan dan pengenalan, serta pengetahuan dan deskripsi. Ia berargumen
bahwa kita tidak secara langsung berkenalan dengan objek-objek fisik tetapi
menyimpulkan objek-objek seperti meja, pohon, anjing, rumah, dan orang-orang dari data
indrawi. Kesulitannya di sini ialah bagaimana inferensi dibuat dari data indrawi untuk
sebuah entitas yang memenuhi penjelasan common sense tentang objek fisik. Bagi Russel
kebenaran bersifat logis dan matematik yang diungkapkan dalam analisis logis
“meyakinkan kita untuk mengakui keperiadaan sifat-sifat „universal‟ yang tak
terubahkan, padahal banyak teori yang bersifat empirik murni tidak dapat
mempertanggungjawabkan hal seperti itu.
Sejalan dengan pandangan Russel, kritikus kaum empirik menunjukkan bahwa
fakta tidak mempunyai apa pun yang bersifat pasti. Fakta itu sendiri tidak menujukkan
hubungan di antara mereka dan pengamat yang netral. Jika dianalisis secara kritis maka
”pengalaman” merupakan pengertian yang terlalu samar untuk dijadikan dasar bagi
sebuah teori pengetahuan yang sistematis (Honer dan Hunt, 2006).
Merujuk pada penjelasan di atas, analisis pada akhirnya dimaknai sebagai
kegiatan berpikir yang melakukan perincian terhadap istilah-istilah atau pernyataan-
pernyataan ke dalam bagian-bagiannya agar dapat menangkap makna yang dikandungnya
atau memahami komponen terlebih dahulu kemudian menguraikan komponen. Berkaitan
dengan itu, penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada
suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah
logika penalaran yang bersangkutan. Jadi tidak salah kalau ada yang menyatakan bahwa
analisis adalah gerbang logika.
VI. PENUTUP
Sebagai penutup ada beberapa hal yang dapat disimpulkan:
1. Secara umum, analisis didefinisikan sebagai suatu metode yang prosedurnya
memecah suatu substansi menjadi bagian-bagian atau komponen-komponen. Sedangkan
sintesis diartikan sebaliknya, yaitu menggabungkan elemen-elemen atau komponen-
komponen yang terpisah menjadi suatu kesatuan yang koheren.
2. Metode analisis dan metode sintesis sangat berguna dalam membangun pengetahuan
keilmuan. Pengetahuan keilmuan meliputi semua apa yang dapat diteliti dengan jelas atau
dengan eksperimen sehingga bisa terjangkau oleh rasio atau otak dan panca indra
manusia.
3. Ilmu pengetahuan diperoleh secara sahih dan andal dengan suatu penyelidikan
ilmiah, yaitu penelitian, maka ia merupakan sebuah proposisi yang timbul sebagai hasil
dari kesimpulan suatu proses pencarian pengetahuan yang sistematis dan terkontrol.
Proposisi inilah yang apabila terakumulasi akan menjadi teori ilmiah
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar.. 2008. Filsafat dan Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.
Bronowsky, J. 1987. The Ascent of Man. Boston : Little Brown & Co.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia , Edisi Ketiga.
Jakarta : Balai Pustaka.
Hidayat, A.A. 2006. Filsafat Bahasa, Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna dan Tanda.
Bandung : Rosda Karya.
Russel, B. 1997. The Problems of Philosophy. New York: Oxford University Press.
Suriasumantri, S, Jujun. 2007. Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Susilo. 2009. Prinsip dan Teori Dasar Penelitian Pendidikan. Jakarta: Poliya Widya
Pustaka