Anda di halaman 1dari 10

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPERAN TERHADAP PENINGKATAN

SIKAP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)


PARA PELAKU JASA KONSTRUKSI DI SEMARANG

Bambang Endroyo
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES)
Gedung E4, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229, Telp/fax. (024) 8508102

Abstract: Implementation of Occupational Health and Safety (K3), especially in the construction
sector was still bad. K3 in Indonesia is have the lowest rank in Asean. Various efforts have been
made by government to reduce occupational accidents to a minimum as possible. Accidents often
occur were mostly caused by human factors, about 85%. Construction Safety Implementation in
the field depends on the attitude and the behavioral of the participant of construction services. The
attitude of K3 depends on many factors, among others - which will be studied through this research
- are: education, experience, certification, and corporate commitment. From these various factors,
educational factors correlated 0.30 (significance: 0.048) contribute to attitude of K3 , and was
another factor correlations were not significant. All these factors have only to give efectif
contribution about to 0.213 (21.3%) of the attitude factor K3. It means that about of 78.7% which
can not be explained and is a problem to be studied again.

Key words: attitude of K3, construction, participant of construction services

Abstrak: Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terutama di sektor konstruksi
masih memprihatinkan. K3 di Indonesia masih menduduki urutan terbawah di Asean. Berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menekan kecelakaan kerja menjadi se minimal
mungkin. Kecelakaan yang sering terjadi banyak diakibatkan oleh faktor manusia (human factor)
yaitu sebesar 85%. Pelaksanaan K3 Konstruksi di lapangan sangat tergantung dari sikap dan
perilaku para pelaku jasa konstruksi. Sikap K3 sangat tergantung dari banyak faktor, antara lain
yang akan diungkap melalui penelitian ini adalah: pendidikan, pengalaman, sertifikasi, dan
komitmen perusahaan. Dari berbagai faktor tersebut, faktor pendidikan mempunyai korelasi 0,30
(signifikansi: 0,048) terhadap sikap K3, sedang faktor lainnya korelasinya tidak signifikan. Semua
faktor tersebut hanya memberi memiliki sumbangan efektif sebesar 0,213 (21,3%) terhadap faktor
sikap K3. Hal itu menunjukkan bahwa masih ada 78,7 % yang belum dapat dijelaskan dan
merupakan masalah yang masih harus diupayakan jawabnya.

Kata kunci: sikap K3, konstruksi, pelaku jasa konstruksi

PENDAHULUAN urutan ke-5 (terburuk) dibandingkan Singapura,


Latar Belakang Malaysia, Thailand dan Filipina (Bali Post,
Pelaksanaan Keselamatan dan 13/05/2004).
Kesehatan Kerja (K3) sampai saat ini masih Salah satu sektor yang memiliki resiko
memprihatinkan. Kecelakaan kerja sering terjadi tinggi tentang kecelakaan adalah sektor
baik di sektor pertanian, pertambangan dan konstruksi. Di sektor ini, 60.000 pekerja
energi, industri dan manufaktur, konstruksi, diperkirakan tewas setiap tahun di dunia (Rubio,
transportasi dan sektor lainnya. Di seluruh dunia, 2005; ILO-Jakarta, 2006).Kecelakaan konstruksi
menurut laporan ILO, sedikitnya 2,2 juta orang menimbulkan kerugian finansial, kerugian
meninggal akibat kejadian dan penyakit yang kemanusiaan, dan kerugian sosial (Koehn,1995;
berkaitan dengan kerja. Keselamatan dan Tang SL, 2004). Menurut Levitt (1993), kerugian
Kesehatan Kerja (K3) Indonesia menduduki finansial adalah biaya-biaya yang dikeluarkan

Faktor-faktor Yang Berperan Terhadap Peningkatan Sikap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) …… – Bambang Endroyo 111
perusahaan untuk korban selain yang meningkatkan produktivitas kerja serta efisiensi
ditanggung asuransi, berkurangnya produksi, biaya.
dan turunnya reputasi perusahaan. Kerugian
kemanusiaan adalah penderitaan korban dalam Identifikasi dan Perumusan Masalah
kaitan dengan luka, cacat, ketakutan, hilangnya Beberapa permasalahan yang dapat
mata pencarian dan seterusnya. Kerugian sosial, diidentifikasikan adalah: (1) Tingginya angka
adalah kerugian yang dipikul oleh masyarakat kecelakaan pada proyek konstruksi yang perlu
antara lain bertambahnya beban pelayanan perhatian dan penanganan secara sungguh-
pemerintah seperti polisi, pemadam kebakaran, sungguh (2) Tingginya angka kecelakaan
layanan kesehatan, pengadilan, dan sebagainya. bersumber karena perilaku K3 para pelaku jasa
Oleh karena itu diperlukan peningkatan konstruksi yang sekarang masih rendah (3)
perhatian, pemahaman dan pengembangan Rendahnya perilaku para pelaku jasa konstruksi
yang lebih serius di dalam keselamatan kerja, diduga bersumber dari rendahnya sikap positip
agar dapat mengurangi kecelakaan kerja di tentang K3 (4) Diperlukan model peningkatan
sektor konstruksi. Salah satu peningkatan yang sikap K3 bagi para pelaku jasa konstruksi (5)
akan dibahas di sini adalah tentang perilaku K3.. Untuk membuat model, diperlukan angka/tingkat
Peningkatan perilaku K3 banyak peran dari faktor-faktor yang berperan secara
dipengaruhi oleh banyak faktor. Perilaku banyak menyeluruh.
berhubungan dengan pengetahuan dan sikap Perumusan Masalah yang dapat
dan perubahan perilaku banyak berkaitan diajukan pada penelitian ini adalah:
dengan proses belajar. Dengan pengetahuan 1) Bagaimana potret para pelaku jasa konstruksi
tentang K3 yang cukup, seseorang akan di kota Semarang yang meliputi tingkat
memiliki sikap yang positif terhadap K3 dan pendidikan, tingkat pengalaman dan
selanjutnya mereka akan berperilaku positif pula pelatihan, sertifikasi keahlian dan sertifikasi
terhadap usaha-usaha peningkatan K3. ketrampilan?
Selanjutnya, dengan peningkatan perilaku K3 2) Bagaimana sikap para pelaku jasa konstruk
para pelaku jasa konstruksi,, akan didapat hasil si di kota Semarang tentang K3?.
kerja konstruksi yang makin memenuhi syarat 3) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
keselamatan. Hal tersebut akan berdampak sikap K3 bagi para pelaku jasa konstruksi di
kepada: (1) makin kecilnya angka kecelakaan kota Semarang?
khususnya di sektor konstruksi yang akan 4) Berapa besar kontribusi masing-masing faktor
menyumbang terhadap kecilnya angka tersebut di atas?
kecelakaan secara nasional yang pada 5) Bagaimana model (ideal) peningkatan sikap
muaranya akan menaikkan citra dunia terhadap K3 bagi para pelaku jasa konstruksi di kota
pelaksanaan K3 di Indonesia. (2) kesejahteraan Semarang?
pekerja khususnya pekerja konstruksi makin Adapun lingkup penelitian ini adalah
meningkat karena mereka lebih terjamin pada bidang: Teknik Sipil; peminatan:
keselamatannya, yang pada muaranya dapat Manajemen Konstruksi; pada bidang kajian

112 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 12 – Juli 2010, hal: 111 – 120
Manajemen Sumber Daya Manusia Jasa Selanjutnya, Suraji dan Bambang
Konstruksi. Endroyo (2009) menyatakan bahwa
keselamatan kostruksi adalah keselamatan
TINJAUAN PUSTAKA orang yang bekerja (safe for people) di proyek
Pengertian Keselamatan Konstruksi konstruksi, keselamatan masyarakat (safe for
Pengertian keselamatan konstruksi public) akibat pelaksaaan proyek konstruksi,
telah banyak diberikan oleh beberapa pakar. keselamatan properti (safe for property) yang
Menurut Davies (1996), keselamatan konstruksi diadakan untuk pelaksanaan proyek konstruksi
adalah bebas dari resiko luka dari suatu dan keselamatan lingkungan (safe for
kecelakaan di mana kerusakan kesehatan environment) di mana proyek konstruksi
muncul dari suatu akibat langsung/seketika dilaksanakan.
maupun dalam jangka waktu panjang. Levitt Pengertian keselamatan yang
(1993) menyatakan bahwa keselamatan dikemukakan pada tahun-tahun terakhir kiranya
konstruksi adalah usaha untuk meniadakan dari merupakan definisi yang lebih tepat karena (a)
resiko kerugian/luka-luka dari suatu kecelakaan telah mencantumkan suatu tingkat resiko yang
dan kerusakan kesehatan yang diakibatkan oleh dapat diperbolehkan atau diterima dalam suatu
efek jangka pendek maupun jangka panjang kegiatan kerja dan (b) adanya perluasan lingkup
akibat dari lingkungan kerja tak sehat. Bubshait tinjauan, tidak hanya kepada pekerja/orang,
dan Almohawis (1994) menyatakan bahwa peralatan, dan lingkungan tetapi juga kepada
keselamatan adalah penyelesaian proyek tanpa masyarakat.
kecelakaan. Sedang kecelakaan adalah
kejadian yang tak diharapkan yang dapat Konsep Penyebab Kecelakaan Konstruksi
menimbulkan kematian, sakit, luka, kerusakan Ada banyak konsep yang menjelas-
dan kerugian lainnya (Efansyah, 2007). kan penyebab suatu kecelakaan, antara lain:
Menurut OHSAS 18001:1999, 1. Teori-teori individual, yang menganggap
keselamatan adalah bebas dari resiko buruk bahwa kecelakaan terjadi karena faktor
yang tak dapat diterima. Keselamatan dan individu pekerja. (a) The Accident-
kesehatan kerja adalah kondisi dan faktor yang Proneness Theory yang dikemukakan oleh
memberikan efek kesehatan dan kesejahteraan Vernon pada tahun 1918 (Hinze, 1997). (b)
karyawan, pekerja temporer, pekerja kontraktor, The Goals-Freedom-Alertness Theory
peninjau/tamu, dan orang lain di dalam tempat yang dikemukakan oleh Kerr pada tahun
kerja. Selanjutnya The National Safety Council 1950, (c) The Adjustment-Stress Theory
(NSC) mendefinisikan keselamatan adalah dikembangkan juga oleh Kerr pada tahun
pengendalian bahaya untuk mencapai suatu 1957, guna melengkapi The Goals-
tingkat resiko yang dapat diterima. Suatu Freedom-Alertness Theory.
bahaya digambarkan sebagai suatu aktivitas 2. Teori-teori organisasi/manajemen, yang
atau kondisi tak aman, yang jika tak menganggap bahwa organisasi/ manajemen
terkendalikan dapat berperan terjadinya suatu sebagai faktor penting penyebab kecelakaan.
kecelakaan (Mitropoulos, 2005). Teori-teori tersebut antara lain: (a) The

Faktor-faktor Yang Berperan Terhadap Peningkatan Sikap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) …… – Bambang Endroyo 113
Domino Theory dari Heinrich yang Tindakan yang tak aman dan kondisi yang tak
diusulkan pada tahun 1930an, termasuk aman adalah sekedar gejala kecelakaan (bukan
beberapa pembaharuan yang dilakukan penyebab langsung kecelakaan), yang
antara lain oleh Bird (1974), Adam (1976), diakibatkan oleh sistem manajemen yang
dan Weaver (1971)(dalam Abdulhamed, diadaptasikan di dalam suatu organisasi proyek
2000). (b) The Fishbone Model diusulkan (Lee dan Karim, 1993). Selanjutnya Reason
oleh Nishishima tahun 1989, (c) The (1990) secara spesifik berargumentasi bahwa
Distraction Theory diusulkan oleh Hinze kegagalan managerial dan organisasi adalah
tahun 1996 (Suraji, 2001). kegagalan tersembunyi yang secara khusus
3. Konsep penyebab kecelakaan dari dihasilkan oleh keputusan yang keliru. Oleh
tinjauan upstream, yang menyatakan karena itu, untuk membahas penyebab
bahwa faktor perencanaan dan kontribusi kecelakaan, seseorang perlu menjawab
semua partisipan proyek mempunyai pertanyaan tentang mengapa dan bagaimana
peranan juga terhadap munculnya manajemen menghasilkan situasi yang tak
kecelakaan. Beberapa konsep tersebut selamat dari perangkat lunak (software),
antara lain: The Constraint-Response perangkat keras (hardware) dan SDM
Theory diusulkan oleh Suraji (2001), (humanware) yang dipekerjakan oleh organisasi
Proces Protocol (1998) yang dikembangkan untuk melakukan produksi.
oleh Universitas Salford tentang manajemen Inti dari manajemen antara lain adalah
proyek yang di dalamnya termasuk SDM. Dengan SDM yang profesional baik di
manajemen keselamatan konstruksi (Wu et tingkat puncak maupun menengah serta di
al, 2002), dan Construction Design tingkat pelaksana dan pekerja, maka akan di
Management (1994) yang diberlakukan di dapat pelaksanaan keselamatan terpadu
Inggris yaitu regulasi tentang perencanaan Menurut Suma’mur (1981), kecelakaan
keselamatan konstruksi yang harus sudah disebabkan oleh dua faktor, yaitu: (a) Tindakan
dimulai pada tahap pra konstruksi. perbuatan manusia yang tidak aman (unsafe
human acts) dan (b) Keadaan-keadaan
Peran Sumber Daya Manusia dalam K3 lingkungan yang tidak aman (unsafe condition),
Dari uraian-uraian di atas, dapat dan (c) 85% kecelakaan diakibatkan oleh
dikemukakan bahwa penyebab kecelakaan yaitu tindakan perbuatan manusia. Oleh karena itu
tindakan yang tak aman dan kondisi yang tak maka studi untuk meningkatkan perilaku pelaku
aman, dihasilkan oleh buruknya manajemen jasa konstruksi terhadap K3 sangat perlu
pengendalian. Whittington et al. Menyatakan dilakukan.
bahwa menejemen pengambilan keputusan
yang ”miskin” dan kurangnya kontrol adalah Proses Belajar dan Perubahan Sikap
kontributor utama pada banyak kecelakaan Perilaku banyak berhubungan dengan
konstruksi (Suraji, 2001). Duff (1998) pengetahuan dan sikap dan perubahan sikap
menekankan bahwa masalah yang penting dan banyak berkaitan dengan proses belajar.
selalu terjadi adalah kendali managerial. Dengan belajar terjadi perubahan perilaku

114 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 12 – Juli 2010, hal: 111 – 120
seseorang, dari tidak tahu menjadi tahu, dari Dalam pembentukan sikap, ada tiga
tidak mampu menjadi mampu. Menurut Sanjaya variabel penting yang menunjang proses belajar,
(2005) “Belajar adalah proses mental yang yaitu perhatian, pengertian dan penerimaan.
terjadi dalam diri seseorang, sehingga Proses tersebut pelaksanaannya melalui
menyebabkan munculnya perubahan perilaku”. beberapa tahapan sebagai berikut. Tahapan
Hasil belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai pertama adalah stimulus disampaikan dan akan
bentuk seperti berubahnya pengetahuan, terjawab dengan adanya perhatian terhadap isi
kebiasaan, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, stimulus. Tahapan kedua terjadi suatu proses
kecakapan, serta perubahan aspek-aspek lain mengerti tentang konsep yang dibuat. Jika
yang ada pada individu yang belajar. Secara konsep ini tidak dimengerti maka tahap kedua
umum, hasil belajar dapat berupa pengetahuan ini tidak dapat dicapai. Pada tahapan ketiga
(kognitif), sikap (afektif) dan ketrampilan terjadi reaksi berupa tindakan dalam bentuk
(psikomotor). Menurut Sudjana (1989) kadar perubahan sikap, yang berarti bahwa stimulus
hasil belajar terdiri dari pengembangan diri telah diterima melalui proses perhatian,
secara bebas, pembentukan memori (ingatan) pengertian, dalam komponen kognisi dan afeksi.
pada siswa, dan pembentukan pemahaman Di samping beberapa tahapan tersebut di atas,
pada siswa. perubahan sikap juga dipengaruhi oleh
Pengertian sikap, dari berbagai beberapa faktor penunjang dan faktor
pendapat para pakar, yaitu: sikap diartikan penghambat, antara lain: adanya harapan,
sebagai keadaan siap yang bersifat mental yang hukuman dan imbalan.
tersusun melalui pengalaman yang mempe- Dengan pengetahuan tentang K3 yang
ngaruhi respon seseorang terhadap semua cukup, seseorang akan memiliki sikap yang
obyek (Thomas, 1979). Sikap adalah bentuk positif terhadap K3 dan selanjutnya ia akan
perasaan yang memihak (favourable) maupun berperilaku positif pula terhadap usaha-usaha
tidak memihak (unfavourable) (Wikipedia, peningkatan K3. Pembentukan sikap, seperti
diunduh 2009). Selanjutnya Ensiklopedi terlihat pada uraian di atas dipengaruhi pula
Nasional Indonesia (1991) menyatakan bahwa oleh banyak faktor. Oleh karena itu peranan
sikap seseorang lebih banyak diperoleh melalui masing-masing faktor tersebut perlu diungkap
proses belajar dari pada dengan pembawaan melalui penelitian ini agar didapat formula yang
atau hasil perkembangan atau kematangan. tepat untuk usaha meningkatkan sikap K3.
Sikap dapat dipelihara atau ditumbuhkan dan
Hipotesis penelitian
dapat pula diperlemah. Ada tiga komponen
Hipotesis (kerja) penelitian ini adalah:
yang terkandung dalam sikap yaitu komponen
1. Ada korelasi yang signifikan antara tingkat
kognitif, komponen afektif dan komponen
pendidikan dengan sikap K3 para pelaku
komutatif. Komponen kognitif biasanya berupa
jasa konstruksi di kota Semarang
kepercayaan, ide, konsep. Komponen afektif
2. Ada korelasi yang signifikan antara tingkat
berupa perasaan, sedang komponen komutatif
pengalaman dengan sikap K3 para pelaku
berupa kecenderungan bertingkah laku sesuai
jasa konstruksi di kota Semarang
dengan sikap.

Faktor-faktor Yang Berperan Terhadap Peningkatan Sikap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) …… – Bambang Endroyo 115
3. Ada korelasi yang signifikan antara tingkat yang memadai, menurut Sukardi (2006), subyek
sertifikasi dengan sikap K3 para pelaku jasa penelitian dianjurkan dipilih menggunakan
konstruksi di kota Semarang kriteria pemilihan yang konsisten dan bukannya
4. Ada korelasi yang signifikan antara atas dasar “like dan dislike”
komitmen perusahaan terdapap sikap K3 Waktu penelitian pada tahun 2008 dan
para pelaku jasa konstruksi di kota tempat penelitian di Semarang
Semarang
5. Secara bersama-sama, tingkat pendidikan, Variabel penelitian

tingkat pengalaman, tingkat sertifikasi, dan Variabel dalam penelitian ini adalah:

tingkat komitmen perusahaan mempunyai 1. Variabel bebas, pada penelitian ini dibagi

korelasi yang signifikan terhadap sikap K3 dalam dua macam, yaitu: internal diri

para pelaku jasa konstruksi di Semarang responden yang terdiri dari tingkat
pendidikan, tingkat pengalaman, tingkat
METODE PENELITIAN sertifikasi, dan eksternal diri responden yang
Jenis Penelitian, Populasi dan sampel, serta terdiri dari kebijakan-kebijakan & komitmen
waktu penelitian
perusahaan dan hukuman & penghargaan
Dari tujuannya, jenis penelitian ini
(reward and punishment).
adalah penelitian eksploratif, karena akan
2. Variabel terikat, dalam penelitian ini adalah:
diungkap faktor-faktor yang berperan dalam
Sikap Keselamatan Kerja
peningkatan sikap K3 bagi para pelaku jasa
konstruksi. Penelitian ini juga termasuk
Definisi operasional
penelitian ex post facto, di mana peneliti tidak
1. Sikap K3 adalah kecenderungan bertindak
mengontrol secara langsung terhadap variabel
untuk mau melaksanakan segala
bebas, artinya semua variabel dibiarkan
pelaksanaan kerja jasa konstruksi yang
berjalan secara alami dan peneliti menangkap
sesuai dengan ketentuan dan syarat
semua gejala itu untuk dianalisis.
keselamatan kerja (K3).
Populasi penelitian ini adalah para pelaku
2. Tingkat pendidikan, adalah jumlah
jasa konstruksi di kota Semarang, yang meliputi:
waktu/tahun yang telah dihabiskan
para praktisi yang bekerja pada perusahaan
seseorang untuk belajar pada pendidikan
konsultan dan praktisi yang bekerja pada
formal (sekolah) dan pendidikan non formal
kontraktor.
(pelatihan)
Adapun sampel penelitian ini diambil
3. Tingkat pengalaman, adalah lamanya
secara purposive sampel, artinya pengambilan
waktu/tahun seseorang bekerja dalam
sampel dengan alasan-alasan tertentu yang
bidang jasa konstruksi.
dikaitkan dengan kemampuan untuk memberi
4. Tingkat sertifikasi keahlian/ketrampilan,
informasi yang relevan serta kedalaman data.
adalah jumlah dan macam sertifikat keahlian
Walaupun sampel ini diambil purposive, namun
dan atau ketrampilan yang diperoleh
tetap diusahakan dapat mewakili populasi
seseorang. Sertifikat disini adalah sertifikat
secara representatif. Agar diperoleh informasi
kerja ang dikeluarkan oleh LPJK (Lembaga

116 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 12 – Juli 2010, hal: 111 – 120
Pengembangan Jasa Konstruksi) yang adalah sebagai berikut.
terregristasi, dan bukan sertifikat pelatihan. 1. Proporsi populasi terdiri dari: 70% pelaku
5. Tingkat komitmen perusahaan adalah jasa (konstruksi) konsultasi (perencana,
seberapa besar program perusahaan konsultan, pengawas) dan 30% pelaku jasa
terhadap program K3 yang dirasakan oleh (konstruksi) pelaksanaan (pelaksana, site
responden, antara lain implementasi engineer, dan sebagainya).
peraturan dan undang-undang, pemberian 2. Tingkat pendidikan para pelaku jasa
penghargaan dan hukuman, serta konstruksi di kota Semarang 3,3 %
diperolehnya sertifikasi perusahaan misalnya berpendidikan SMU; 13,2% berpendidikan
ISO 90001, ISO 14001, OHSAS 18001 dan D3 teknik; 66,1 % berpendidikan sarjana
lain-lain. teknik, 3,3% berpendidikan sarjana non
teknik, dan 13,2 % berpendidikan S2.
Pengumpulan Data dan Analisis Data 3. Dilihat dari pelatihan yang diikuti, sebanyak
Metode pengumpulan data dan metode 29,7 % menyatakan sering mengikuti
analisis data pada penelitian ini adalah: pelatihan, 13,2% jarang mengikuti pelatihan,
1. Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data- dan 57,1% tidak pernah mengikuti pelatihan.
data yang berhubungan dengan masalah 4. Dilihat dari pengalaman bekerja, 33,4%
penelitian. berpengalaman 0-5 tahun, 23,3%
2. Angket, yaitu menggunakan sejumlah berpengalaman 5-10 tahun, dan 43,3%
pertanyaan untuk memperoleh informasi berpengalaman 10 – 20 tahun.
yang diperlukan dari responden. Angket ini 5. Dilihat dari sertifikasi yang dimiliki, 16,5 %
merupakan metode yang pokok dalam tidak memiliki sertifikasi, 19,7% memiliki
penelitian ini. Dalam hal ini akan dibuat sertifikasi ketrampilan, 16,5% memiliki
angket berbentuk pilihan ganda, cek list, sertifikasi keahlian dan 47,3% memiliki
maupun isian. sertifikasi ketrampilan dan keahlian
3. Observasi, yaitu mengamati pelaksanaan K3 6. 26,8% perusahaan telah mempunyai
di proyek konstruksi. Metode ini untuk komitmen tinggi terhadap K3, 56,4% baru
melengkapi atau men-cek data yang mempunyai komitmen menengah terhadap
diperoleh dari angket. K3, dan 16,8% komitmennya rendah. Secara
4. Metode analisis data yang akan dipakai umum belum ada yang memiliki sertifikasi
adalah metode analisis statistik, regresi bidang K3 (ISO, OHSAS, SMK3 dll).
bergaanda dengan menggunakan soft ware Sertifikasi yang dimiliki baru sertifikat usaha
program SPSS 15. . perusahaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Sikap K3


Hasil Sikap K3 adalah kecenderungan
Gambaran umum populasi bertindak untuk mau melaksanakan segala
Gambaran umum populasi penelitian pelaksanaan kerja jasa konstruksi yang sesuai
yaitu pelaku jasa konstruksi di kota Semarang dengan ketentuan dan syarat keselamatan kerja

Faktor-faktor Yang Berperan Terhadap Peningkatan Sikap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) …… – Bambang Endroyo 117
(K3). Dalam penelitian ini, sikap K3 dari pelaku Hasil penelitan menunjukkan bahwa
jasa konstruksi di kota Semarang diukur dari 40% pelaku jasa konstruksi di Semarang telah
pengetahuan tentang K3 dan metode kerja. memiliki sikap K3 yang tinggi, 60 % memiliki
Yang termasuk dalam pengetahuan K3 adalah sikap K3 yang menengah dan 0 % (tidak ada)
tentang pengertian K3 dan penerapan K3 di yang memiliki sikap K3 yang rendah.
proyek konstruksi. Sedang metode kerja dipakai
untuk mengukur kecenderungan bekerja dari Hubungan antara tingkat pendidikan,
responden sesuai dengan peraturan-peraturan pengalaman, sertifikasi, komitmen perusahaan
dengan sikap K3 pelaku jasa konstruksi
K3, yang menyangkut tentang pekerjaan
Hubungan antar variabel penelitian
pendahuluan, pekerjaan tanah (galian,
dilukiskan pada gambar 8 berikut ini.
timbunan), pekerjaan pasangan (bata, batu, dan
beton), pekerjaan di ketinggian, pekerjaan
perancah, pekerjaan kayu, pekerjaan baja.

Gambar 8. Faktor-faktor yang Berperan dalam Peningkatan Sikap K3

Dari analisis data, didapat hasil bahwa sikap K3 sebesar 0,300 (Sig: 0,048). Jadi
secara keseluruhan/bersama-sama, tidak ada hipotesa nihil ditolak, dan hipotesa kerja
hubungan yang signifikan antara faktor internal diterima. Faktor-faktor internal yang lainnya
pelaku jasa konstruksi (tingkat pendidikan, ternyata tidak ada hubungan yang signifikan
tingkat pengalaman, tingkat sertifikasi), dan dengan sikap K3, bahkan kecenderungannya
faktor eksternal (tingkat komitmen perusahaan) negative. Hasil perhitungan mendapatkan angka
dengan sikap K3 para pelaku jasa konstruksi. korelasi berkisar dari -0,133 s/d -0,160 (dengan
Hasil perhitungan F=1,690 (Sig: 0,184), R = Sig: 0,199 s/d 0,054). Jadi hipotesa nol diterima
0,461. Jadi hipotesis nol diterima dan hipotesa dan hipotesa kerja ditolak. Sedangkan faktor
kerja ditolak. eksternal (yaitu komitmen perusahaan), hasil
Namun ada hubungan yang signifikan perhitungan adalah -0,160 (Sig: 0,199). Jadi
antara tingkat pendidikan dengan sikap K3 para tidak ada hubungan yang signifikan antara
pelaku jasa konstruksi di Semarang. Hasil komitmen perusahaan dengan peningkatan
perhitungan, korelasi faktor pendidikan dengan sikap pelaku jasa konstruksi di Jawa Tengah.

118 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 12 – Juli 2010, hal: 111 – 120
Dilihat dari hubungan antar faktor: yang ada. Adapun tentang sertifikat yang dimiliki,
1. Ada korelasi yang signifikan antara tingkat terlihat bahwa lebih dari 85% pelaku jasa
pendidikan pelaku jasa konstruksi dengan konstruksi di Semarang telah memiliki sertifikat
sikap mereka terhadap K3, sebesar 0,300 baik ketrampilan maupun keahlian.
(sig: 0,048) Aspek eksternal para pelaku jasa kons-
2. Ada korelasi yang signifikan antara tingkat truksi dalam penelitian ini adalah komitmen
pendidikan pelaku jasa konstruksi dengan perusahaan, yang meliputi penyediaan alat alat
tingkat sertifikasi yang dipunyai, sebesar pelindung diri, sertifikasi perusahaan (OHSAS,
0,323 (sig: 0,041). ISO,SMK3 dll), penghargaan dan hukuman,
3. Ada korelasi yang signifikan antara tingkat fasilitas kesehatan dan keikutsertaan dalam
pengalaman pelaku jasa konstruksi dengan Jamsostek. Melihat bahwa 26,8% perusahaan
tingkat sertifikasi mereka, sebesar 0,314 memiliki komitmen yang tinggi dan 56,4%
(Sig: 0,046) perusahaan memiliki komitmen yang menengah,
4. Ada korelasi yang signifikan antara kiranya masih perlu usaha agar lebih baik lagi.
komitmen perusahaan yang dirasakan oleh Dari semua variabel bebas yang diaju-
para pelaku jasa konstruksi dengan pengala- kan dalam penelitian ini, terlihat bahwa hanya
man mereka,sebesar 0,480 (Sig: 0,004). variable pendidikan dan latihan yang memiliki
5. Ada korelasi yang signifikan antara komit- korelasi signifikan terhadap sikap K3, walaupun
men perusahaan yang dirasakan oleh para kolerasinya kecil (0,300). Hal ini sesuai dengan
pelaku jasa konstruksi dengan tingkat serti- pendapat Pellicer (2009) bahwa dari hasil-hasil
fikasi yang dimiliki, sebesar 0,521(sig: 0,002). penelitian, faktor pendidikan dan latihan meru-
2
Adapun besarnya R adalah 0,213 pakan isu penting untuk membangun budaya
berarti kesemua faktor-faktor tersebut di atas keselamatan konstruksi. Oleh karena itu dalam
hanya dapat menjelaskan 21,3% saja terhadap meningkatkan sikap K3 akan lebih efektif bila
sikap K3. Dengan kata lain masih banyak faktor dimulai dari aspek pendidikan dan latihan.
yang berpengaruh terhadap sikap K3 yang Secara keseluruhan, faktor pendidikan,
belum dapat diidentifikasi. pengalaman, sertifikasi, komitmen perusahaan
tersebut memiliki sumbangan efektif sebesar

Pembahasan 0,213 (21,3%) terhadap faktor sikap K3. Hal itu

Aspek internal para pelaku jasa menunjukkan bahwa masih ada 78,7 % yang

konstruksi adalah: tingkat pendidikan, tingkat belum dapat dijelaskan dan merupakan masalah

pengalaman, dan sertifikasi yang dimiliki. yang masih harus diupayakan jawabnya.

Tingkat pendidikan para pelaku jasa konstruksi


di Semarang menunjukkan bahwa lebih dari SIMPULAN DAN SARAN

66% telah berpendidikan S1. Hal itu menun- Simpulan

jukkan pula bahwa kualitas SDM kita telah 1. Faktor pendidikan mempunyai peran yang

menuju ke arah yang lebih baik. Selanjutnya cukup signifikan terhadap sikap K3 pelaku

tingkat pengalaman merupakan variabel yang jasa konstruksi di Semarang.

berlaku apa adanya sesuai dengan kenyataan

Faktor-faktor Yang Berperan Terhadap Peningkatan Sikap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) …… – Bambang Endroyo 119
2. Faktor tingkat sertifikasi pelaku jasa Levitt, Raymond E and Nancy M Samelton
(1993). Construction Safety Management.
konstruksi mempunyai korelasi yang
New York: John Wiley & Sons, Inc.
signifikan baik terhadap tingkat pendidikan
Lee, A dan AH Karim (1992). Application of
maupun tingkat pengalaman kerja mereka.
Expert System ti Investigate Accident in
3. Faktor tingkat sertifikasi juga mempunyai Building Construction Project. Bandung:
Institut Teknologi Bandung
korelasi yang signifikan dengan komitmen
perusahaan yang dirasakan oleh para pelaku Mitropoulos, Panagiotis et. al. (2005). System
Model of Construction Accident Causation.
jasa konstruksi
Journal of Construction Eng. and Manag.
July 2005.
Saran
Pellicer, Eugenio and Keith R. Molenaar (2009)
1. Untuk meningkatkan sikap K3 para pelaku Discussion of “Developing a Model of
Construction Safety Culture” Journal of
jasa konstruksi di Semarang disarankan
Manag. in Engineering. January, 2009.
melalui aspek pendidikan.
2. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk Rubio, M Carmen et. al. (2005). Obligations and
mengungkap lebih jauh faktor-faktor lain Responsibilities of Civil Engineers . . . . . .:
Journal of Profe-sional Issues in Enginee-
yang berperan terhadap sikap K3 para ring Education and Practice, January ‘05
pelaku jasa konstruksi di Semarang.
Suraji, Akhmad. ( 2001). Incorporating Construc-
tability Factors into Design for a Safe
DAFTAR PUSTAKA Construction Process.

Abdelhamed, Tariq S and John G Everett (2000). Suraji, Akhmad dan Bambang Endroyo (2009).
Identifying Root Causes of Construction Kecelakaan Konstruksi: Teori dan Penga-
Accidents. Journal of Construction Eng. laman Empirik. Buku Konstruksi Indone-
and Manag., Jan-Feb. 2000 sia. Jakarta: Departemen PU.

Chua, D.K.H dan Y M Goh (2004) Incident Sudjana, Nana (1989). Cara Belajar Siswa Aktif.
Causation Model for Improving Feedback Dalam Proses Belajar Mengajar.Bandung:
of Safety Knowledge. Journal of Cons- Sinar Baru Algesindo.
truction Eng. and Manag. July/Aug 2004
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses
Davies, V J and K. Tomasin (1996). Construc- Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja
tion safety Handbook. London: Thomas Rosdakarya.
Telford Publishing
Sukardi (2006). Penelitian Kualitatif-Naturalistik
Efansyah, M Noor. (2007). OHSAS 18001:1999 dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit
– Sistem Manajemen Kesehatan dan Usaha Keluarga
Keselamatan Kerja (Modul Pelatihan).
Yogyakarta: Deras Training Center. Suma’mur PK (1981). Keselamatan Kerja dan
Pencegahan Kecelakaan. Jakarta:
ILO-Jakarta (2006). Meningkatkan K3 Dalam Gunung Agung
Ledakan Konstruksi Aceh. http://e-aceh-
nias.org, tanggal 12 Juni 2006. Tang, SL et al (2004). Costs Of Construction
Accidents In Sosial And Humannity Con-
Koehn, Enno et. al. (1995) Safety in Defeloping text. The Ninth East Asia Pacific Con-
Countries: Professional and Bureaucratic ference on Structural Eng. and Const. ’04.
Problems. Journal of Construction Eng.
and Manag. September 1995.

120 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 12 – Juli 2010, hal: 111 – 120

Anda mungkin juga menyukai