Bab I CHF
Bab I CHF
PENDAHULUAN
1
dapat dilakukan untuk pasien CHF meliputi terapy fisik, terapy okupasi, terapy
pernapasan, dan nutrisi.Jika CHF tidak segera ditangani maka akan menurunkan cara
kerja jantung dan darah tidak akan berfungsi dengan baik saat memompa darah (Sofia
Rhosma Dewi, 2014).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Tn P dengan Congestive Heart Failure (CHF)
di Ruang Dahlia I di Rsu Ferdinan L Tobing Sibolga
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Teoritis Medis
A. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan
gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung, (Marulam, 2014).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu keadaan dimana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme tubuh, gagalnya
aktivitas jantung terhadap pemenuhan kebutuhan tubuh, fungsi pompa jantung secara
keseluruhan tidak berjalan normal. CHF merupakan kondisi yang sangat berbahaya,
meski demikian bukan berarti jantung tidak bisa bekerja sama sekali, hanya saja
jantung tidak berdetak sebagaimana mestinya. (Susanto, 2010)
Congestive Heart Failure (CHF) adalah ketidakmampuan jantung memompa
darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrien. Keith, Huon, John, Iain (2008)
Kesimpulannya CHF adalah ketidakefektifan jantung dalam memompa darah
sehingga kebutuhan darah bagi tubuh kurang terpenuhi dan menimbulkan berbagai
gejala klinis.
B. Etiologi
Penyebab CHF menurut Keith et all (2008) :
1. Hipertensi (10-15%)
2. Kardiomiopati (dilatasi, hipertrofik, restriktif)
3. Penyakit katup jantung (mitral dan aorta)
4. Kongenital (defek septum atrium) ( atrial septal defect / ASD), (VSD ventricle
septal defect)
5. Aritmia (persisten)
6. Alkohol
7. Obat-obatan
8. Kondisi curah jantung tinggi
9. Perikardium (konstriksi atau efusi)
10. Gagal jantung kanan (hipertensi paru)
3
C. Manifestasi Klinis
Gagal jantung kiri :
1. Sesak napas saat berbaring & beraktivitas
2. Batuk
3. Mudah lelah
4. Bengkak pada kaki
5. Perut membuncit
6. Kegelisahan atau kecemasan
7. Penurunan kapasitas aktifitas
8. Dipsnea
9. Batuk ( hemoptisis )
10. Letargi dan kelelahan
11. Penurunan nafsu makan dan berat badan
12. Kulit lembab
13. Tekanan darah ( tinggi, rendah, atau normal )
14. Denyut nadi ( volume normal atau rendah ) (alternans/takikardia/aritmia )
15. Pergeseran apeks
16. Regurgitasi mitral fungsional
17. Krepitasi paru
18. Efusi pleura
4
D. Patofisiologi
Secara patofisiologi CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk menyalurkan
darah, termasuk oksigen yang sesuai dengan kebutuhan metabolisme jaringan pada
saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut menyebabkan respon sistemik khusus
yang bersifat patologik (selain saraf, hormonal, ginjal dan lainnya) serta adanya tanda
dan gejala yang khas.
Congestive Heart Failure (CHF) terjadi karena interaksi kompleks antara
faktor-faktor yang memengaruhi kontraktilitas, after load, preload, atau fungsi
lusitropik (fungsi relaksasi) jantung, dan respons neurohormonal dan hemodinamik
yang diperlukan untuk menciptakan kompensasi sirkulasi.
Meskipun konsekuensi hemodinamik CHF berespons terhadap intervensi
farmakologis standar, terdapat interaksi neurohormonal kritis yang efek gabungannya
memperberat dan memperlama sindrom yang ada. Sistem renin angiotensin
aldosteron (RAA): Selain untuk meningkatkan tahanan perifer dan volume darah
sirkulasi, angiotensin dan aldosteron berimplikasi pada perubahan struktural
miokardium yang terlihat pada cedera iskemik dan kardiomiopati hipertropik
hipertensif.
Perubahan ini meliputi remodeling miokard dan kematian sarkomer,
kehilangan matriks kolagen normal, dan fibrosis interstisial. Terjadinya miosit dan
sarkomer yang tidak dapat mentransmisikan kekuatannya, dilatasi jantung, dan
pembentukan jaringan parut dengan kehilangan komplians miokard normal turut
memberikan gambaran hemodinamik dan simtomatik pada Congestive Heart Failure
(CHF).
Sistem saraf simpatis (SNS): Epinefrin dan norepinefrin menyebabkan
peningkatan tahanan perifer dengan peningkatan kerja jantung, takikardia,
peningkatan konsumsi oksigen oleh miokardium, dan peningkatan risiko aritmia.
Katekolamin juga turut menyebabkan remodeling ventrikel melalui toksisitas
langsung terhadap miosit, induksi apoptosis miosit, dan peningkatan respons
autoimun.
5
2. Penurunan kontraktilitas (inotropi) terjadi akibat fungsi miokard yang tidak
adekuat atau tidak terkoordinasi sehingga ventrikel kiri tidak dapat melakukan
ejeksi lebih dari 60% dari volume akhir diastoliknya (LVEDV). lni menyebabkan
peningkatan bertahap LVEDV (Left Ventricular End-Diastolic Volume) (juga
dinamakan preload) mengakibatkan peningkatan LVEDP dan kongesti vena
pulmonalis. Penyebab penurunan kontraktilitas yang tersering adalah penyakit
jantung iskemik, yang tidak hanya mengakibatkan nekrosis jaringan miokard
sesungguhnya, tetapi juga menyebabkan remodeling ventrikel iskemik.
Remodeling iskemik adalah sebuah proses yang sebagian dimediasi oleh
angiotensin II (ANG II) yang menyebabkan jaringan parut dan disfungsi
sarkomer di jantung sekitar daerah cedera iskemik. Aritmia jantung dan
kardiomiopati primer seperti yang disebabkan oleh alkohol, infeksi,
hemakromatosis, hipertiroidisme, toksisitas obat dan amiloidosis juga
menyebabkan penurunan kontraktilitas. Penurunan curah jantung mengakibatkan
kekurangan perfusi pada sirkulasi sistemik dan aktivasi sistem saraf simpatis dan
sistem RAA, menyebabkan peningkatan tahanan perifer dan peningkatan
afterload.
3. Peningkatan afterload berarti terdapat peningkatan tahanan terhadap ejeksi LV.
Biasanya disebabkan oleh peningkatan tahanan vaskular perifer yang umum
terlihat pada hipertensi. Bisa juga diakibatkan oleh stenosis katup aorta.
Ventrikel kiri berespon terhadap peningkatan beban kerja ini dengan hipertrofi
miokard, suatu respon yang meningkatkan massa otot ventrikel kiri tetapi pada
saat yang sama meningkatkan kebutuhan perfusi koroner pada ventrikel kiri.
Suatu keadaan kelaparan energi tercipta sehingga berpadu dengan ANG II dan
respons neuroendokrin lain, menyebabkan perubahan buruk dalam miosit, seperti
semakin sedikitnya mitokondria untuk produksi energi, perubahan ekspresi gen
dengan produksi protein kontraktil yang abnormal (aktin, miosin, dan
tropomiosin), fibrosis interstisial, dan penurunan daya tahan hidup miosit.
Dengan berjalannya waktu, kontraktilitas mulai menurun dengan penurunan
curah jantung dan fraksi ejeksi, peningkatan LVEDV, dan kongesti paru.
4. Peningkatan preload berarti peningkatan LVEDV, yang dapat disebabkan
langsung oleh kelebihan volume intravaskular sama seperti yang terlihat pada
infus cairan intra vena atau gagal ginjal. Selain itu, penurunan fraksi ejeksi yang
disebabkan oleh perubahan kontraktilitas atau afterload menyebabkan
peningkatan LVEDV sehingga meningkatkan preload. Pada saat LVEDV
meningkat, ia akan meregangkan jantung, menjadikan sarkomer berada pada
posisi mekanis yang tidak menguntungkan sehingga terjadi penurunan
6
kontraktilitas. Penurunan kontraktilitas ini yang menyebabkan penurunan fraksi
ejeksi, menyebabkan peningkatan LVEDV yang lebih lanjut, sehingga
menciptakan lingkaran setan perburukan Congestive Heart Failure (CHF).
5. Pasien dapat memasuki lingkaran penurunan kontraktilitas, peningkatan
afterload, dan peningkatan preload akibat berbagai macam alasan (mis., infark
miokard [MI], hipertensi, kelebihan cairan) dan kemudian akhimya mengalami
semua keadaan hemodinamik dan neuro-hormonal. CHF sebagai sebuah
mekanisme yang menuju mekanisme lainnya.
7
Pathway
Disfungsi Beban tekanan Beban sistole Beban volume
Miokardium berlebihan berlebihan berlebihan
Kontraktilitas Beban sistole Prelode CHF kanan
Berkurang meningkat meningkat
Hambatan
Pengosongan Vertikal
Beban Jantung meningkat
CHF kiri CHF Kurang informasi Defisit Pengetahuan
9
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Dapat terdengar bunyi jantung ketiga.
2. Identifikasi radiologis adanya kongesti paru dan pembesaran ventrikel dapat
mengindikasikan Congestive Heart Failure (CHF).
3. Identifikasi pembesaran ventrikel dengan magnetic resonance imaging (MRI)
atau ultrasonografi dapat mengindikasikan adanya Congestive Heart Failure
(CHF).
4. Pengukuran tekanan diastolik akhir ventrikel dengan sebuah kateter yang
dimasukkan ke dalam arteri pulmonalis ( mencerminkan tekanan ventrikel
kiri) atau ke dalam vena kava ( mencerminkan tekanan ventrikel kanan ) dapat
mendiagnosis Congestive Heart Failure (CHF). Tekanan ventrikel kiri
biasanya mencerminkan volume ventrikel kiri.
5. Elektrokardiografi dapat memperlihatkan dilatasi abnormal ruang jantung dan
kelainan kontraktilitas.
6. Pengukuran BNP (Brain Natriuretic Peptide ) serum ( dan sedikit meluas
ANP) memberikan informasi keparahan dan perkembangan penyakit. Kadar
normal bervariasi sesuai usia ( nilai dasar meningkat sesuai usia ) dan jenis
kelamin ( meningkat pada wanita dari pada pria ), sehingga usia dan jenis
kelamin harus dipertimbangkan saat mengevaluasi hasil pengukuran.
Sumber : ( Elizabeth, 2009 )
10
G. Penatalaksanaan
1. Penggunaan penyekat beta dan penghambat enzim pengubah angiotensin
(inhibitor ACE) sebagai terapi yang paling efektif untuk CHF kecuali ada
kontraindikasi khusus. Inhibitor ACE menurunkan afterload (TPR) dan
volume plasma ( preload ). Penyekat reseptor angiotensin dapat digunakan
sebagai inhibitor ACE.
2. Diberikan diuretik untuk menurunkan volume plasma sehingga aliran balik
vena dan peregangan serabut otot jantung berkurang.
3. Terapi oksigen mungkin digunakan untuk mengurangi kebutuhan jantung.
4. Nitrat mungkin diberikan untuk mengurangi after load dan preload.
5. Uji coba nitric oxide boosting drug (BiDil) .
6. Penyekat aldosteron ( epleronon ) telah terbukti mengobati gagal jantung
kongestif setelah serangan jantung.
7. Digoksin (digitalis) mungkin diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas.
Digoksin bekerja secara langsung pada serabut otot jantung untuk
meningkatkan kekuatan setiap kontraksi tanpa bergantung panjang serabut
otot. Hal ini akan menyebabkan peningkatan curah jantung sehingga volume
dan peregangan ruang ventrikel berkurang. Saat ini digitalis lebih jarang
digunakan untuk mengatasi CHF dibandingkan masa sebelumnya.
Sumber : ( Elizabeth, 2009 )
11
2.2 Teoritis Keperawatan
A. Pengkajian
1. Fokus Pengkajian
Fokus pengkajian pada pasien dengan gagal jantung adalah diarahkan kepada
pengamatan terhadap tanda-tanda dan gejala kelebihan cairan sistemik dan
pulmonal. Semua tanda-tanda yang menunjukkan harus dicatat dan dilaporkan
oleh dokter.
a. Pernafasan
Auskultasi pada interval yang sering untuk menentukan ada atau tidaknya
krekels dan mengi, catat frekuensi dan kedalaman bernafas.
b. Jantung
Auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising jantung S3 dan S4,
kemungkinan cara pemeriksaan mulai gagal.
c. Tingkat kesadaran
Kaji tingkat kesadaran pasien.
d. Perifer
Kaji bagian tubuh pasien yang mengalami edema dependen dan hepar untuk
mengetahui refluk hepatojugular (RHJ) dan distensi vena jugularis (DVJ).
e. Haluaran urin ukur dengan teratur.
12
4. Berpakaian
5. Personal Hygiene
Keletihan atau kelemahan, kelemahan saat aktivitas perawatan diri,
penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
6. Gerak dan keseimbangan
Keletihan, kelemahan terus-menerus sepanjang hari, nyeri dada sesuai
dengan aktivitas.
7. Istirahat dan Tidur
Insomnia, dispnea pada saat istirahat atau pada saat pengerahan tenaga.
8. Temperatur Suhu dan Sirkulasi
Riwayat hipertensi, IM baru / akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
katup jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septic, TD
mungkin rendah, normal atau tinggi, frekuensi jantung, irama jantung,
sianosis, bunyi nafas, edema.
9. Rasa aman dan nyaman
Nyeri dada, nyeri kepala, angina akut, atau kronis, nyeri abdomen kanan
atas, sakit pada otot, tidak tenang, gelisah.
10. Berkomunikasi dengan orang lain.
Marah, ketakutan, mudah tersinggung
11. Bekerja
Dispneu pada saat beraktivitas.
12. Spiritual
Terganggunya aktivitas spiritual seperti biasanya
13. Belajar
Menggunakan atau lupa menggunakan obat-obat penyakit jantung
B.Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
alveolar.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan O2.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunya laju filtrasi
glomerulus.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema,
penurunan perfusi jaringan.
13
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
(Heather, 2010)
C.Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler alveolar (Heather, 2010).
Tujuan dan kriteria hasil menurut NOC adalah setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan masalah gangguan pertukaran gas
dapat teratasi dengan kriteria hasil :
a. Respiratory status : gas exchange
Klien mampu memelihara kebersihan paru-paru, dan bebas dari tanda-
tanda distress pernafasan, AGD dalam batas normal, status neurologis
dalam batas normal (Moorhead dkk, 2009).
b. Respiratory status : ventilation
Klien mampu mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigen yang
adekuat, mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dispneu (mampu mengeluarkan sputum mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips).
Intervensi menurut NIC adalah :
a. Moniitor respirasi dan status oksigen
b. Catat pergerakan dada
c. Amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostals
d. Monitor pola nafas
e. Auskultasi sura nafas
f. Monitor TTV, AGD dan elektrolit
g. Observasi sianosis khususnya membran mukosa (Dochterman, 2009).
14
Intervensi menurut NIC adalah :
a. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
b. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
c. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
d. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial ( Dochterman, 2009)
15
b. Wound healing: primer dan sekunder
Tidak ada luka atau lesi pada kulit, menunjukan pemahaman dalam proses
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang, menunjukan
terjadinya proses penyembuhan luka, mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami (Moorhead dkk,
2009).
Intervensi menurut NIC adalah :
a. Pressure management
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
3. Monitor kulit akan adanya kemerahan
4. Oleskan lotion atau minyak / baby oil pada daerah yang tertekan
5. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
6. Monitor status nutrisi pasien
7. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
8. Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
9. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik, warna
cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi
traktus
10. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
11. Kolaborasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
12. Cegah kontaminasi feses dan urin
13. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
14. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka (Dochterman,
2009).
16
Strategi untuk mengatasi stress, pola tidur normal, perencanaan dilakukan
dengan keluarga, strategi untuk menghindari bahaya lingkungan, strategi
untuk mencegah penularan penyakit (Moorhead dkk, 2009).
17
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN P DENGAN CONGESTIVE
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien dan penanggung jawab
Identitas pasien Identitas penanggung jawab
1. Nama : Tn. P 1. Nama : Ny. S
2. Umur : 53 Tahun 2. Umur : 48 tahun
3. Agama : Kristen Protestan 3. Agama : Kristen Protestan
4. Jenis kelamin : Laki-laki 4. Jenis kelamin : Perempuan
5. Alamat : Jln. Khihajar 5. Alamat : Jln. Khihajar Dewantara
Dwantara 6. Suku / bangsa : Batak/ Indonesia
6. Suku / bangsa : Batak / 7. Pekerjaan : Dagang
Indonesia 8. Pendidikan : SMA
7. Pekerjaan : Pensiun 9. Status : Menikah
8. Pendidikan : SMA 10. Hub dgn klien : Istri
9. Status : Menikah
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : Klien mengeluh sesak napas sejak 3 minggu sebelum masuk
rumah sakit, timbul terutama saat batuk berdahak dan sesak nafas sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada timbul saat klien mencoba
beraktivitas. Klien mengatakan tidak dapat beraktivitas normal ± 4 hari. Klien
mengatakan tidak pernah berobat ke rumah sakit karena takut sakitnya semakin
parah.
18
3. Region (Dimana lokasinya, Apakah menyebar) : dibagian dada, tidak
menyebar
4. Severity (Mengganggu aktivitas) : Klien mengatakan penyakitnya
mengganggu aktivitas
5. Time (kapan mulai timbul & bagaimana terjadinya) : Sejak 2 minggu SMRS
selalu sesak napas dan saat beraktivitas terasa nyeri pada dada.
AKTIVITAS 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Mobilisasi ditempat tidur √
19
Berpindah/Ambulasi √
Saat sakit
AKTIVITAS 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Mobilisasi ditempat tidur √
Berpindah/Ambulasi √
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Di bantu sebagian
2 : Di bantu orang lain
3 : Di bantu orang dan peralatan
4 : Ketergantungan / tidak mampu
e. Pola eliminasi
20
1. Sebelum sakit : tidak ada keluhan
2. Saat sakit : tidak ada keluhan
h. Pola reproduksi-seksualitas
1. Sebelum sakit : tidak ada keluhan
2. Saat sakit : tidak ada keluhan
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Penampakan umum
Keadaan Umum
Tingkat Kesadaran Compos Menitis
GCS Eye : 3 Verbal : 5 Motorik : 6 Total = 15
Tanda-Tanda Vital TD: 160/100 mmHg, Suhu: 36,5 ºC, RR: 28 x/mnt, Nadi :
92 x/mnt
Skala Nyeri 6
b. Mata
21
1. Inspeksi : Tajam penglihatan menurun
c. Telinga
1. Inspeksi : normal
2. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
d. Hidung
1. Inspeksi : normal
2. Palpasi : tidak ada nyeri
e. Mulut
1. Inspeksi : normal
f. Leher
1. Inspeksi : simetris dan normal
2. Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
g. Dada/Paru-paru
1. Inspeksi : tidak ada lesi, menggunakan otot bantu pernapasan
2. Palpasi : tidak ada oedema paru dan terdengar vocal vomitus
3. Perkusi : terdengar suara sonor
4. Auskultasi : terdengar suara nafas tambahan yaitu ronkhi RR : 28 x/m
h. Jantung
1. Inspeksi : ictus cordis pada intercosta ke 2-4
2. Palpasi : ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran jantung
3. Perkusi : bunyi redup
4. Auskultasi : terdengar S1 dan S2 ireguler
i. Abdomen
1. Inspeksi : tidak ada lesi, tidak ada oedema dan datar
2. Auskultasi : bising usus 16 x/m
3. Perkusi : terdengar bunyi timpani
4. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan tidak ada pembesaran
hepar
22
j. Inguinal dan genetalia
1. Inspeksi : tidak ada lesi dan berjenis kelamin laki-laki
D. PENATALAKSANAAN/TERAPI
No Nama Obat Dosis
1 Inf NaCl 0,9% 10 gtt/m
2 Inj. Furosemide 1 amp / 24 jam
3 Inj. Ranitidine 1 amp / 12 jam
4 Aptor 1 x 100 mg
5 Diovan 1 x 160 mg
6 Concor 1 x 2,5
7 Amlopidhine 1 amp / 12 jam
23
E. ANALISA DATA
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1 Data Subyektif : Gagal pompa ventrikel kiri Gangguan
klien mengeluh sesak nafas pertukaran gas
Tek. Vena pulomonalis ↑
dan batuk berdahak sudah ±
2 minggu sebelum masuk Tekanan kapiler paru ↑
RS.
Oedema paru
Data Obyektif :
1. Ada sekret Cairan masuk dalam
2. Klien tampak sesak alveoli
napas dan batuk
Gangguan pertukaran gas
berdahak.
3. Klien tampak lemah
4. Terdengar suara napas
tambahan : ronkhi
5. TD: 160/100 mmHg,
HR: 92 x/m, RR: 28 x/m,
T: 36,5 0C
2 Data Subyektif : Suplay darah ke jaringan ↓ Intoleransi
Klien mengatakan tidak Aktivitas
dapat beraktivitas normal ± Nutrisi
4 hari.
Data Obyektif : Metaboliseme sel
1. Klien tampak lemah
2. Klien tidak dapat Lemah fisik
melakukan aktivitasnya
sendiri Intoleransi aktivitas
3. TD: 160/100 mmHg,
HR: 92 x/m, RR: 28 x/m,
T: 36,5 0C
3 Data Subyektif : Kurang informasi Defisit
Klien mengatakan tidak pengetahuan
pernah berobat ke rumah Defisit pengetahuan
sakit karena takut sakitnya
24
semakin parah.
Data obyektif :
1. Klien tampa tidak peduli
tentang kesehatan.
2. Klien tampak
kebingungan saat
dilakukan tindakan.
3. TD: 160/100 mmHg,
HR: 92 x/m, RR: 28 x/m,
T: 36,5 0C
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
alveolar ditandai dengan sesak napas dan batuk berdahak.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan O2 ditandai dengan lemah dan tidak dapat beraktivitas normal
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi ditandai dengan
ketidakpedulian terhadap kesehatan.
25
G. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1 Gangguan pertukaran gas Tujuan : setelah dilakukan 1. Moniitor respirasi dan status oksigen
berhubungan dengan perubahan tindakan keperawatan 2. Catat pergerakan dada
membran kapiler alveolar ditandai selama 3 x 24 jam 3. Amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular
dengan sesak napas dan batuk diharapkan masalah dan intercostals
berdahak. gangguan pertukaran gas 4. Monitor pola nafas
dapat teratasi 5. Auskultasi sura nafas
6. Monitor TTV, AGD dan elektrolit
7. Observasi sianosis khususnya membran mukosa
2 Intoleransi aktivitas b/d Tujuan : setelah dilakukan 1. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
ketidakseimbangan antara suplai tindakan keperawatan 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
dan kebutuhan O2 d/d lemah dan selama 3 x 24 jam pasien 3. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
tidak dapat beraktivitas normal. bertoleransi terhadap 4. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan
aktivitas fisik, psikologi dan sosial
26
3 Kurang pengetahuan berhubungan Tujuan : setelah dilakukan 1. Sediakan informasi tentang kondisi dengan cara yang tepat
dengan kurang informasi ditandai tindakan keperawatan 1 x 30 2. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
dengan ketidakpedulian terhadap menit diharapkan keluarga 3. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang
kesehatan. dan pasien menunjukan tepat
pengetahuan tentang CHF 4. Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat
27