Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEBIDANAN ANAK SAKIT

“ASUHAN ANAK DENGAN GANGGUAN PENYAKIT PADA


BAYI KHUSUSNYA PADA DIARE DENGAN DEHIDRASI
DISERTAI DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN”

Oleh:
Kelompok IV

I Gusti Ayu Adnya Saraswati P07124214003


Ni Made Ayu Ratnaningsih P07124214009
Ni Luh Eka Sapitri P07124214011
Anak Agung Novi Anjaswari P07124214029
Ni Luh Putu Sukarningsih P07124214037
Ni Luh Gede Lisa Utami Dewi P07124214043
Ni Putu Rima Retno Pratiwi P07124214044
Ni Made Ayu Sariani P07124214047
Putu Ayu Candra Wati P07124214050

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEBIDANAN
201
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul: “Asuhan Anak Dengan
Penyakit Pada Bayi Khususnya Pada Diare Dengan Dehidrasi Disertai Dengan
PenyakitJantung Bawaan”. Makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan belajar
bagi mahasiswa untuk pencapaian kompetensi dalam mata kuliah Asuhan
Kebidanan Anak Sakit.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan
keterbatasan yang dimiliki penulis dalam penulisan makalah ini.Oleh karena itu
penulis mengharapkan saran yang membangun untuk sempurnanya makalah ini.

Denpasar, 15 Maret 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan masalah.......................................................................................... 2
C. Tujuan makalah ............................................................................................ 2
D. Manfaat makalah .......................................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORI..................................................................................... 3
A. Diare .............................................................................................................. 3
B. Dehidrasi ....................................................................................................... 9
C. Penyakit jantung bawaan............................................................................... 13
BAB III KAJIAN KASUS .................................................................................. 30
BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 38
A. Simpulan ....................................................................................................... 38
B. Saran .............................................................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 39

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan anak merupakan salah satu masalah yang masih suslit
ditangani dalam bidang kesehatan.Kesehatan anak merupakan
cerminan derajat kesehatan suatu bangsa karena anak sebagai penerus
bangsa harusnya memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan
dalam meneruskan pembangunan bangsa maka dari itu kesehatan
anak harus diprioritaskan guna dalam perencanaan pembangunan
suatu bangsa.
Diare merupakan masalah yang paling sering terjadi di
lingkungan masyarakat Indonesia.Penyebab diare yang paling sering
dijumpai karena sanitasi lingkungan yang kurang baik, makanan yang
sudah terkontaminasi bakteri, jika masih mendapatkan ASI bisa saja
personal hygiene ibu yang kurang terutama pada
payudaranya.Biasanya munculnya penyakit ini ditandai oleh frekuensi
BAB yang lebih dari 3 kali sehari, dengan bentuk feses dan tinja yang
cair. Diare akan mengganggu keseimbangan normal dari cairan
elektrolit bayi maupaun anak maka dari itu biasanya diare sering
disertai dengan dehidrasi.
Diare dengan dehidrasi membuat tubuh anak atau bayi
mengalami kehilangan lebih banyak cairan daripada yang didapatkan,
sehingga keseimbangan gula-garam tubuh terganggu dan tubuh tidak
dapat menjalankan fungsi normalnya. Apabila tidak ditangani dengan
segera maka diare dengan dehidrasi ini dapat menyebabkan bayi
lemas, nafsu makan atau frekuensi menyusui menjadi menurun, rewel
dan gelisah tidak jarang juga membuat keadaan bayi atau anak
semakin tidak baik karena dapat menyebabkan bayi susah bernafas,
mata cekung, dan peristaltic usus meningkat. Sejumlah mekanisme
yang turun dan malnutrisi karena cakupan masuakn kalori yang

1
kurang dapat menyebabkan bayi mengalami gagal pertumbuhan
contohnya penyakit jantung bawaan.
Penyakit jantung bawaan selain karena factor genetic ada
beberapa factor lain yaittu factor prenatal berperan dalam
mempengaruhi pertumbuhan bayi dengan kelainan jantung, penyakit
jantung bawaan juga dapat diakibatkan oleh diare dengan dehidrasi
yang tidak cepat ditangani. Diare dengan dehidrasi yang
menyebabkan bayi malas untuk menyusui, karena asupan kalori yang
kurang dapat mengakibatkan bayi yang tampak gelisah, ketika
menagis kulit berwarna kebiruan.
Berdasarkan pemaparan diatas maka kelompok menyusun
makalah ini untuk dapat mengkaji lebih dalam mengenai data fokus
pengkajian data dan penatalaksaan kasus diare dengan dehidrasi
disertai dengan penyakit jantung bawaan.

B. Rumusan masalah
1. Apakah pengkajian data fokus pada kasus?
2. Apakah diagnosis pada kasus ?
3. Bagaimana penatalaksasnaan pada kasus ?
4. Apa saja tindakan pencegahan supaya tidak terjadi pada kasus ?
5. Bagaimana dokumentasi asuhan kasus tersebut ?
C. Tujuan makalah
1. Untuk mengetahui pengkajian data fokus pada kasus.
2. Untuk mengetahui diagnosis pada kasus.
3. Untuk mengetahui penatalaksasnaan pada kasus.
4. Untuk mengetahui tindakan pencegahan supaya tidak terjadi pada
kasus.
5. Untuk mengetahui dokumentasi asuhan kasus tersebut.
D. Manfaat makalah
Manfaat dalam penulisan makalah ini adalah memberikan informasi
dan wawasan untuk dapat mendeteksi dini mengenai tanda gejala
anak sakit melalui pengkajian data fokus.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Diare
Diare merupakan suatu keadaan
pengeluarantinjayangtidaknormalatautidaksepertibiasanyaditandaidengan
peningkatanvolume,keenceransertafrekuensilebihdari3kaliseharidanpada
neonateslebihdari3 kaliseharidengantanpalenderdarah.(Aziz,2006).Diare
dapatjugadidefinisikansebagaisuatukondisidimanaterjadiperubahandalam
kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau
lebih perhari.
(Ramaiah,2007).Diaremerupakansalahsatugejaladaripenyakitpada
sistemgastrointestinalataupenyakitlaindiluarsaluranpencernaan.(Ngastiyah
,2003).Jadidiareadalahbuangairbesaryangfrekuensinyalebihdari3kali
sehari dengan konsistensi tinjayang encer.
Klasifikasi diareberdasarkan lamawaktu diareterdiri dari :
1. Diareakut
Diareakutyaitubuangairbesardenganfrekuensiyangmeningkatdan
konsistensitinjayanglembekataucairdanbersifatmendadakdatangnya dan
berlangsungdalamwaktu kurang dari 2 minggu. Menurut Depkes (2002),
diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-
seling berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkanbanyaknyacairan
2. Diarepersisten
Diarepersistenadalahdiareyangberlangsung15-30hari,merupakan
kelanjutan dari diareakutatau peralihan antaradiareakut dan kronik.
3. Diarekronik
Diare kronisadalahdiarehilang-timbul,atauberlangsung lamadengan
penyebab non-infeksi, sepertipenyakit sensitif terhadap gluten atau
gangguanmetabolisme yangmenurun.Lamadiarekroniklebihdari30
hari.Menurut(Suharyono,2008),diarekronikadalahdiareyangbersifat
menahun atau persisten dan berlangsung2 minggulebih.
Diare dapat disebabkan oleh :

3
1. Faktor infeksi
 Infeksi enteral, infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas,dsb), infeksi virus (Enterovirus,
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E,
hystolytica, G. lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
 Infeksi parenteral merupakan infeksi di luar system pencernaan yag
dapat menimbulkan diare seperti, ostitis media akut, tonsillitis,
bronkopneumonia, ensafalitis, dan sebagainya
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor lingkungan
Penyakit diaremerupakan merupakan salah satu penyakit yang
berbasisi lingkungan.Duafaktoryangdominanyaitusaranaairbersih dan
pembuangan tinja.Keduafaktor ini akanberinteraksi bersama dengan
perilakumanusia.Apabilafaktorlingkungantidaksehatkarenatercemar kuman
diare serta berakumulasi dengan perilakumanusia yang tidak sehat pula,
yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian
penyakitdiare.
4. Faktor gizi
Diare menyebabkangizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh
karena itu, pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen
utamapenyembuhandiaretersebut.Bayidanbalitayanggizinyakurang sebagian
besarmeninggal karena diare. Hal inidisebabkan karena
dehidrasidanmalnutrisi.
5. Faktor sosial ekonomi masyarakat
Sosialekonomimempunyaipengaruhlangsungterhadapfaktor-faktor
penyebab diare.Kebanyakananakmudahmenderitadiareberasaldari
keluargabesardengandayabeliyangrendah,kondisirumahyangburuk, tidak
mempunyaipenyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.

4
6. Faktor psikologis diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa
takut dan cemas).

Pencegahan diare dari Infeksi bakteri dan Kuman :

1. Kontrol setiap makanan dan minuman yang akan dikonsumsi oleh bayi
atau balita apakah bersih atau tidak.Cek selalu tanggal kadaluwarsa
produk minuman dan makanan.
2. Perhatikan dan periksa dengan betul kesterilan dari botol yang bayi
gunakan untuk minum susu formula maupun ASI perah. Kondisi botol
harus selalu bersih agar sang bayi tidak terinfeksi virus.
3. Pastikan untuk selalu menggunakan bahan-bahan makanan yang segar
4. Sesudah selesai bermain dan sudah waktunya makan atau tidur bagi si
bayi atau balita, jangan pernah lupa untuk membersihkan tangan
mereka hingga benar-benar steril.
5. Apabila bayi atau balita dibiasakan bermain di lantai, maka selalu
pastikan untuk membersihkan lantai secara teratur. Segala benda atau
mainan yang ada di lantai pun perlu untuk selalu dibersihkan agar bayi
atau balita terjaga kebersihannya meski kerap memegang benda-benda
tersebut.

Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare dibagi


menjadi tiga yaitu rencanapengobatan A, B, dan C
yangdiuraikansebagai berikut:

1. Rencanapengobatan A
Terapi diare tanpa dehidrasi diare tanpa dehidrasi menerangkan 5
langkah terapi diare di rumah
 beri cairan lebih banyak dari biasanya
 Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
 Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang
sebagai tambahan
 Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa

5
diminum dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah
sayur, air tajin, air matang, dsb)
 Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit
dan dilanjutkan sedikit demi sedikit. - Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml
setiap kali berak - Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak.
 Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila: - Telah
diobati dengan Rencana Terapi B atau C tidak dapat kembali kepada
petugas kesehatan jika diare memburuk.
 Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit
 Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi, beri makan sesuai
umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat, tambahkan 1-
2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan, beri makanan kaya Kalium
seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau, beri makan lebih sering
dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam), setelah diare
berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2
minggu
 Antibiotik hanya diberikan sesuai indikasi. Misal: disenteri, kolera
dll
 Nasihati ibu/ pengasuh Untuk membawa anak kembali ke petugas
kesehatan bila : Berak cair lebih sering, muntah berulang, sangat haus,
makan dan minum sangat sedikit, timbul demam, berak berdarah, tidak
membaik dalam 3 hari

2. Rencana pengobatanB
Digunakanuntukmengatasidiaredenganderajatdehidrasiringandan sedang
dengancara3jampertamadiberikan75ml/kgBB,beratbadan anak tidak
diketahui, berikan oralit palingsedikit sesuai tabel berikut:
Jumlah Oralityangdiberikan pada3jampertama:
Umur <1 Tahun 1– 5 Tahun >5 tahun
Jumlah oralit 300 600 1200
Berikananakyangmenginginkanlebihbanyakoralit,dorongjugaibu
untukmeneruskanASI.Bayikurang dari6bulanyang tidakmendapatkan

6
ASI,berikanjuga 100-200mlairmasak.Setelah3-4jam,nilaikembali
anakmenggunakanbaganpenilaian,kemudianpilihrencanaA,B,danC
untukmelanjutkan.

3. Rencanapengobatan C
Rencana pengobatanC digunakan untuk mengatasi diare dengan
derajatberat.Pertama-tamaberikancairanintravena segera. Ringer Laktat
atau NaCl 0,9% (bila RL tidak tersedia) 100 ml/kg BB, dibagi sebagai
berikut: Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba ,
Nilai kembali tiap 15-30 menit. Bila nadi belum teraba, beri tetesan lebih
cepat.Juga beri oralit (5 ml/kg/jam) bila penderita bisa minum; biasanya
setelah 3-4 jam (bayi) atau1-2 jam (anak).Berikan obat Zinc selama 10
hari berturut-turut. Dosis obat Zinc (1 tablet = 20 mg) - Umur < 6 bulan :
1/2 tablet /hari - Umur ≥ 6 bulan : 1 tablet /hari.

Data Fokus

Subyektif :

 Keluhan: Bayi berak cair sebanyak 7x sehari disertai badan


meriang
 Riwayat Kesehatan Keluarga: anggota keluarga yang terkena diare
bias menularkan penyakitnya dengan sang bayi karena bisa saja bayi
tersebut diberi makanan yang sama dengan anggota keluarga yang terkena
diare
 Lingkungan rumah dan komunitas: lingkungan yang kotor dan
kumuh serta personal hygiene yang kurang mudah terkena kuma penyebab
diare.
 Perilaku yang mempengaruhi kesehatan: BAB yang tidak pada
tempat (sembarang)/ di sungai dan cara bermain anak yang kurang higienis
dapat mempermudah masuknya kuman lewat Fecal-oral.
 Pola Nutrisi: Makanan yang terinfeksi, pengelolaan yang kurang
hygiene berpengaruh terjadinya diare, sehingga status gizi dapat berubah

7
ringan sampai buruk dan dapat terjadi hipoglikemia. Kehilangan Berat
Badan dapat dimanifestasikan tahap-tahap dehidrasi.
 Riwayat alergi : alergi obat, makanan, ataupun debu
 Pola eliminasi: BAB (frekuensi, banyak, warna dan bau) atau tanpa
lendir, darah dapat mendukung secara makroskopis terhadap kuman
penyebab dan cara penanganan lebih lanjut. BAK perlu dikaji untuk output
terhadap kehilangan cairan lewat urine.
 Pola istirahat: Pada bayi, anak dengan diare kebutuhan istirahat
dapat terganggu karena frekuensi diare yang berlebihan, sehingga menjadi
rewel.
 Pola aktivitas: Bayi tampak lemah, gelisah sehingga perlu bantuan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Obyektif:
 Keadaan umum : Bayi terlihat lemas
 Tanda-tanda vital :suhu mengalami peningkatan , pernafasan
frekuensi nafas meningkat, denyut jantung cepat dan lemah
 Berat Badan: Bayi yang mengalami diare berat badannya sangat
mudah menurun
 Mata : Mata Bayi terlihat cekung
 Mulut :mulut bayi terlihat kering
 Pencernaan: peristaltik usus meningkat mengakibatkan bayi lebih
sering BAB
 Perut : tidak adanya nyeri tekan , pada saat palpasi perut bayi
kembung
 Anus : bersih, tampak kemerahan
 Eksteimitas : pergerakan bayi lemah dan bayi sangat lemah
 Kulit : kulit bayi teraba hangat dan turgor kulit sangat buruk
 Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan tinja : Makroskopis dan mikroskopis, PH dan kadar gula
dalam tinja, bila perlu diadakan uji bakteri

8
Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

Penatalaksanaan :

Terapi diare tanpa dehidrasi diare tanpa dehidrasi menerangkan 5


langkah terapi diare di rumah
 beri cairan lebih banyak dari biasanya
 Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
 Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air
matang sebagai tambahan
 Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang
biasa diminum dan oralit

B. Dehidrasi
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa
hilangnya air lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau
hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama (dehidrasi isotonik),
atau hilangnya natrium yang lebih banyak daripada air (dehidrasi
hipotonik). Kadar air dalam lean body mass bayi (tubuh tanpa jaringan
lemak) kurang lebih 82%. Apabila bayi kehilangan cairan 5% atau lebih
akan terjadi dehidrasi.
Pada masa gestasi akhir sampai minggu pertama sesudah kelahiran,
fungsi ginjal mengalami perubahan sedemikian rupa sehingga
mempengaruhi keseimbangan air dan garam.Air di dalam tubuh terdapat
di dalam sel (intraseluler) atau di luar sel (ekstraseluler). Pada masa
gestasi akhir cairan ekstraseluler bertambah, tetapi pada waktu lahir
terjadi perubahan fisiologik yang menyebabkan berkuangnya cairan
ekstraseluler. Dengan ginjal yang makin matur dan
beradaptasi dengankehidupan ekstrauterin, eksresi urin bertambah
mengakibatkan berkurangnya cairan ekstraseluler. Kecepatn filtrasi

9
glomerulus berkurang, sehingga kehilangan Natrium melalui urin
berkurang dan kecepatan reabsorbsi ginjal terhadap natrium melalui
tubulus juga berkurang.Pada bayi prematur karena fungsi ginjal yang
imatur, ketidakseimbangan ini lebih berat.
Dehidrasi pada bayi terjadi ketika bayi tidak mendapatkan cairan yang
cukup untuk kebutuhan tubuhnya, biasanya terjadi jika muntah- muntah,
diare, panas tinggi atau mengeluarkan keringat yang banyak.Dehidrasi
bisa ringan dan mudah diatasi, bisa juga parah dan membahayakan jiwa.
1. Jenis-Jenis Dehidrasi
a. Dehidrasi ringan (jika penurunan cairan tubuh 5 % dari berat
badan).
b. Dehidrasi sedang (jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 % dari
berat badan)
c. Dehidrasi berat (jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10 % dari
berat badan).

2. Ciri-Ciri Dehidrasi pada Bayi


a. Haus berlebihan
Haus berlebihan terlihat jelas pada bayi, tetapi jika bayi kurang
cairan, bayi secara alami akan merasakan dorongan untuk minum lebih
banyak. Bayi mungkin menangis sampai diberikan botol dan kemudian
terus mengisap sampai semua air, susu atau jus habis. Ini merupakan
tanda dehidrasi ringan dan sedang.
b. Terlihat lesu dan tidak sehat
Bayi yang tampak lesu mungkin menderita dehidrasi serius serta
harus diberikan cairan dan dibawa ke dokter segera.Kelesuan pada
bayi meliputi kurangnya energi, keinginan untuk berbaring sepanjang
hari dan kurangnya memperlihatkan emosi.
c. Hilangnya elastisitas kulit
Dehidrasi pada bayi dapat menyebabkan hilangnya elastisitas
kulit.Jika kita mencoba dengan lembut mencubit kulit anak, tidak cepat

10
kembali ke posisi normal, ini bisa menjadi tanda dehidrasi.Hal ini
terjadi karena tidak cukup air mencapai kulit.
d. Mulut kering dan lengket
Bayi yang tidak terhidrat dengan benar sering menunjukkan gejala
mulut kering.Hal ini dapat disertai dengan air liur putih atau busa di
sudut mulut bayi.
e. Popok kering
Popok bayi kering selama lebih dari beberapa jam dan tentu tidak
boleh kering selama lebih dari 5 atau 6 jam.Hal ini dapat terjadi bila
bayi dehidrasi karena tubuhnya menggunakan sedikit cairan yang
diminum dan juga hanya mengeluarkan sedikit cairan.Sembelit adalah
gejala serupa, walaupun ini mungkin hasil dari hal-hal lain seperti
nafsu makan yang buruk atau sistem pencernaan lambat.
Jika dehidrasi tahap serius terjadi, segera bawa ke UGD untuk
diberikan infus.Atau bisa konsul ke dokter anak untuk dicek
keadaannya. Untuk dehidrasi ringan biasanya dokter akan
menyarankan anak diberikan cairan elektrolit yang bisa didapat dengan
mudah di apotik. Selain itu jangan berhenti menyusui ASI atau
memberikan susu botol.
3. Mencegah Dehidrasi
Pencegahan dehidrasi harus dilakukan terutama ketika bayi sedang
sakit atau hari sangat panas,Cara mencegah dehidrasi:
a. Memberikan cairan yang banyak kepada bayi.
b. Jika umur bayi sudah lebih dari empat bulan, berikan juga banyak air
putih.
c. Ketika memberikan jus buah pada bayi, campurlah dengan air supaya
cairannya lebih banyak.
Hal yang perlu diperhatikan saat penanganan dehidrasi pada kondisi
berikut ini:
a. Demam: berikan banyak cairan jika bayi anda demam. Jika ia terlihat
kesulitan dalam menelan, berikan obat anti nyeri atas petunjuk dokter.

11
b.Kepanasan: terlalu banyak aktivitas di hari yang panas, atau duduk
diam dalam waktu lama di ruang yang panas dan penuh sesak bisa
menyebabkan berkeringat deras dan kehilangan cairan. Berikan cairan
lebih banyak dari biasanya dalam kondisi seperti ini.
c. Diare: jika bayi sedang menderita infeksi saluran pencernaan atau flu
perut, ia akan kehilangan cairan melalui diare dan muntah-muntah.
Jangan berikan jus buah karena akan memperparah sakitnya. Jangan
juga sembarangan memberikan obat anti diare tanpa petunjuk dokter.
Yang perlu dilakukan adalah memberikan ASI atau susu botol lebih
banyak dari biasanya, juga tambahan air putih untuk bayi di atas
empat bulan. Jika bayi sudah terlihat mulai dehidrasi segera berikan
cairan elektrolit.
d.Muntah-muntah: infeksi pencernaan atau virus dapat menyebabkan
muntah- muntah. Berikan cairan elektrolit sedikit-sedikit tapi sering,
yaitu dua sendok teh setiap lima menit. Jika bayi bisa bertahan tidak
muntah selama satu jam, mulai berikan cairan elektrolit empat sendok
teh 15 menit sekali.
e. Menolak minum: radang tenggorokan, sakit di tangan, kaki, mulut
bisa sangat menyakitkan dan membuat bayi tidak mau minum.
Konsultasi pada dokter untuk memberikan obat anti nyeri, kemudian
tawari ASI atau susu botol dan air putih, sedikit-sedikit tapi sering.

Data focus
S ubyektif:
a. Lebih dari 6 jam tidak buang air kecil
b. Pipisnya berwarna lebih gelap dari biasanya dan baunya lebih kuat
c. Lemah dan lesu
d. Tidak keluar air mata ketika menangis
e. Tangan dan kaki terasa dingin dan terlihat kemerahan
f. Rewel dan mengantuk berlebihan.
Obyektif:
a. TD normal

12
b. RR normal
c. Nadi normal
d. Status mental normal
e. Turgor normal
f. Mukosa sedikit kering
g. Urin sedikit berkurang
h. Ubun-ubun cekung
i. Mata cekung
j. Mulut dan bibir kering atau pecah-pecah

Penatalaksanaan :
1. Beri cairan dan makanan sesuai rencana terapi B
2. Jika anak juga mempunyai kasifikasi berat lainya :
a. Rujuk segera
b. Anjurkan ibu agar tetap member ASI.
3. Nasihati ibu kapan harus kembali segera.
Kunjungan ulang setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan

C. Penyakit jantung bawaan


Penyakit jantung bawaan (PJB) atau penyakit jantung kongenital
merupakan abnormalitas dari struktur dan fungsi sirkulasi jantung pada
semasa kelahiran.Malformasi kardiovaskuler kongenital tersebut berasal
dari kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal
perkembangan janin.Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit
jantung yang dibawa sejak lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih
dalam kandungan.Pada akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung
sudah lengkap, jadi kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal
kehamilan.
Penyakit jantung kongenital di Indonesia ikut bertanggung jawab
terhadap besarnya mortalitas dan morbiditas pada anak khususnya balita,
di samping penyakit lain, misalnya penyakit infeksi.Penyakit jantung

13
bawaan sekitar 1% dari keseluruhan bayi lahir hidup dan merupakan
penyebab utama akibat kecacatan sewaktu kelahiran.Sebagian besar
pengidap PJB tersebut meninggal dunia ketika masih bayi kecuali
masalah ini dapat dideteksi lebih awal sehingga penanganan baik
terhadap penyakit utama maupun penyakit penyerta dapat lebih
optimal.Angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8 tiap 1000 kelahiran
hidup. Jika jumlah penduduk Indonesia 200 juta, dan angka kelahiran
2%, maka jumlah penderita PJB di Indonesia bertambah 32000 bayi
setiap tahun (Bambang Madiyono, 2000).

Etiologi

Pada sebagian besar kasus, penyebab PJB tidak diketahui.Penyebab PJB


dibedakan menjadi 2 faktor, yaitu faktor eksogen dan faktor endogen.

1. Eksogen (Luar)
Infeksi rubella atau penyakit virus lain, obat-obat yang diminum ibu
(misalnya thalidomide), radiasi atau pajanan terhadap sinar Rontagen dan
sebagainya yang dialami ibu pada kehamilan muda.Diferensiasi lengkap
susunan jantung terjadi pada kehamilan bulan kedua. Faktor eksogen
mempunyai pengaruh terbesar terhadap terjadinya kelainan jantung dalam
masa tersebut
2. Endogen (Dalam)
Faktor genetik/kromosom memegang peranan kecil dalam terjadinya
kelainan jantung congenital (Prawirohardjo, 1999).Menurut Latief, dkk
(2005) penyakit jantung bawaan (PJB) merupaka kelainan yang
disebebkan oleh gangguan perkembangan sistem kardiovaskular pada
embrio.Terdapat peranan faktor endogen dan eksogen. Masih disangsikan
apakah tidak ada faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor tersebut
adalah:
a. Lingkungan: diferensial bentuk jantung lengkap pada akhir bulan kedua
kehamilan. Faktor penyebab PJB terutama terdapat selama dua bulan
pertama kehamilan ialah rubella pada ibu dan penyakit virus lain,

14
talidomid, dan mungkin obat-obat lain, radiasi. Hipoksia juga dapat
menjadi penyebab PDA.
b. Hereditas: Faktor genetik mungkin memegang peranan kecil saja,
sedangkan kelainan kromosom biasanya tidak terdapat. Walaupun
demikian beberapa keluarga mempunyai insiden PJB tinggi, jenis PJB
yang sama terdapat pada anggota keluarga yang sama.

Klasifikasi

Penyakit jantung bawaan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok


besar berdasarkan pada ada atau tidak adanya sianosis, yang dapat
ditentukan melalui pemeriksaan fisik.Klasifikasi penyakit jantung bawaan
menjadi PJB sianotik dan PJB asianotik tersebut sering dikenal dengan
klasifikasi klinis.

1. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik


Penyakit jantung bawaan asianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung
yang dibawa sejak lahir dan sesuai dengan namanya, pasien ditandai dengan
sianosis. Bergantung pada ada tidaknya pirau (kelainan berupa lubang pada
sekat pembatas antar jantung) kelompok ini dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. PJB asianotik dengan pirau, meliputi:
Adanya celah pada septum mengakibatkan terjadinya aliran pirau (shunt)
dari satu sisi ruang jantung ke ruang sisi lainnya.Karena tekanan darah di
ruang jantung sisi kiri lebih tinggi disebanding sisi kanan, maka aliran
pirau yang terjadi adalah dari kiri ke kanan.Akibatnya, aliran darah paru
berlebihan.Aliran pirau ini juga bisa terjadi bila pembuluh darah yang
menghubungkan aorta dan pembuluh pulmonal tetap terbuka.Karena darah
yang mengalir dari sirkulasi darah yang kaya oksigen ke sirkulasi darah
yang miskin oksigen, maka penampilan pasien tidak biru
(asianotik).Namun, beban yang berlebihan pada jantung dapat
menyebabkan gagal jantung kiri maupun kanan.
1) Atrial Septal Defect (ASD)
Atrial Septal Defect (ASD) atau defek septum atrium adalah
kelainan akibat adanya lubang pada septum intersisial yang

15
memisahkan antrium kiri dan kanan. Berdasarkan letak lubang defek
ini dibagi menjadi defek septum atrium primum, bila lubang terletak di
daerah ostium primum, defek septum atrium sekundum, bila lubang
terletak di daerah fossa ovalis dan defek sinus venosus, bila lubang
terletak di daerah sinus venosus, serta defek sinus koronarius
(Ratya,2013).
Sebagian besar penderita defek atrium sekundum tidak
memberikan gejala (asimptomatis) terutama pada bayi dan anak kecil,
kecuali anak sering batuk pilek sejak kecil karena mudah terkena
infeksi paru. Bila pirau cukup besar maka pasien dapat mengalami
sesak napas (Ratya,2013).
Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik yakni dengan
askultasi ditemukan murmur ejeksi sistolik di daerah katup pulmonal
di sela iga 2-3 kiri parasternal. Selain itu terdapat juga pemeriksaan
penunjuang seperti elektrokardiografi (EKG) atau alat rekam jantung,
foto rontgen jantung, MRI, kateterisasi jantung, angiografi koroner,
serta ekokardiografi. Pembedahan dianjurkan untuk semua penderita
yang bergejala dan juga yang tidak bergejala dan penutupan defek
tersebut dilakukan pada pembedahan jantung terbuka dengan angka
mortalitas kurang dari 1% (Ratya,2013).

2) Ventricular Septal Defect (VSD)


Defek septum ventrikel atau Ventricular Septal Defect (VSD)
merupakan kelainan berupa lubang atau celah pada septum di antara
rongga ventrikal akibat kegagalan fusi atau penyambungan sekat
interventrikel. Berdasarkan letak defek, VSD dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu defek septum ventrikel perimembran, defek septum ventrikel
muskuler, defek subarterial (Ratya,2013).
Prognosis kelainan ini memang sangat ditentukan oleh besar
kecilnya defek.Pada defek yang kecil seringkali asimptomatis dan anak
masih dapat tumbuh kembang secara normal.Sedangkan pada defek
baik sedang maupun besar pasien dapat mengalami gejala sesak napas

16
pada waktu minum, memerlukan waktu lama untuk menghabiskan
makanannya, seringkali menderita infeksi paru dan bahkan dapat
terjadi gagal jantung.
Pada pemeriksaan fisik, terdengar intensitas bunyi jantung ke-2
yang menigkat, murmur pansistolik di sela iga 3-4 kiri sternum dan
murmur ejeksi sistolik pada daerah katup pulmonal. Terapi ditujukan
untuk mengendalikan gejala gagal jantung serta memelihara tumbuh
kembang yang normal. Jika terapi awal berhasil, maka pirau akan
menutup selama tahun pertama kehidupan. Operasi dengan metode
transkateter dapat dilakukan pada anak dengan risiko rendah (low risk)
setelah berusia 15 tahun(Ratya,2013).
3) Patent Ductus Arteriousus (PDA)
Patent Ductus Arteriousus (PDA) atau duktus arteriosus persisten
adalah duktus arteriosus yang tetap membuka setelah bayi lahir.1
Kelainan ini banyak terjadi pada bayi-bayi yang lahir premature.
Penderita PDA yang memiliki defek kecil dapat hidup normal
dengan tidak atau sedikitnya gejala, namun defek yang besar dapat
menimbulkan gagal jantung kongestif yang serupa dengan gagal
jantung pada VSD.16 Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
murmur sinambung (continous murmur) di sela iga 2-3 kiri sternum
menjalar ke infraklavikuler.
Pengetahuan tentang kapan tepatnya penutupan duktus terjadi
penting dalam tatalaksana penanganan PDA, karena pada kasus
tertentu seperti pasien PDA yang diikuti dengan atresia katup
pulmonal, duktus arteriosus justru dipertahankan untuk tetap terbuka.
Pada kasus PDA pada umumnya penderita memerlukan penutupan
duktus dengan pembedahan (Ratya,2013).

b. PJB asianotik tanpa pirau


Kelainan dapat berupa penyempitan (stenosis) atau bahkan
pembuntuan pada bagian tertentu jantung, yakni katup atau salah satu
bagian pembuluh darah diluar jantung yang dapat menimbulkan gangguan

17
aliran darah dan membebani otot jantung. Jenis PJB tanpa pirau antara
lain: Stenosis pulmonal, Stenosis aorta, dan Koarktasio aorta.
1) Stenosis pulmonal
Istilah stenosis pulmonal digunakan secara umum untuk
menunjukkan adanya obstruksi pada jalan keluar ventrikel kanan atau
a. pulmonalis dan cabang-cabangnya.Kelainan ini dibagi menjadi 3
tipe yaitu valvar, subvalvar, dan supravalvar.Stenosis pulmonal 80%
merupakan tipe valvuler dan ditemukan sebagai kelainan yang berdiri
sendiri.Insiden stenosis pulmonal meliputi 10% dari keseluruhan
penyakit jantung bawaan.
Sebagian besar stenosis pulmonal bersifat ringan dengan prognosis
baik sepanjang hidup pasien. Pada stenosis yang berat akan terjadi
limitasi curah jantung sehingga menyebabkan sesak napas, disritmia
hingga gagal jantung. Pada stenosis pulmonal ringan sampai sedang
terdengar bunyi jantung ke-2 yang melemah dan terdapat klik ejeksi
sistolik. Klik diikuti dengan murmur ejeksi sistolik derajat I-III pada
tepi kiri atas sternum yang menjalar ke punggung (Ratya,2013).
Terapi yang dianjurkan pada kasus sedang hingga berat ialah
valvuloplasti balon transkateter. Prosedur ini sekarang dilakukan oleh
bayi kecil, sehingga dapat menghindari pembedahan neonates yang
berisiko tinggi.
2) Stenosis aorta
Pada kelainan ini dapat ditemui katup aorta hanya memilki dua
daun yang seharusnya tiga, atau memiliki bentuk abnormal seperti
corong.Dalam jangka waktu tertentu lubang atau pembukaan katup
tersebut sering menjadi kaku dan menyempit karena terkumpulnya
endapan kalsium.
Pada pasien stenosis aorta yang ringan atau pun moderat sering
tidak memberikan keluhan, tapi stenosis akan makin nyata karena
proses fibrosis dan kalsifikasi pada waktu menjelang kian dewasa.17
Klik ejeksi sistolik akan terdengar keras dan jelas di sela iga 2-3 pada
tepi kanan atas sternum. Stenosis aorta yang ringan dan asimptomatik

18
biasanya tidak diperlukan tindakan apapun kecuali profilaksis
antibiotik untuk mencegah endokarditis. Pada stenosis aorta yang
cukup berat perlu dilakukan tindakan secepatnya dengan valvuloplasti
balon atau pembedahan (Ratya,2013).
3) Koarktasio aorta
Koarktasio aorta meupakan kelainan jantung non sianotik yang
paling banyak menyebabkan gagal jantung pada bayi-bayi di minggu
pertama setelah kelahirannya.
Diagnosis dapat dengan menemukan adanya perbedaan yang besar
antara tekanan darah pada extremitas atas dengan extremitas bawah.
Foto rontgen dada memperlihatkan kardiomegali dengan kongesti vena
pulmonalis, pemeriksaan Doppler pada aorta akan memperlihatkan
aliran arteri yang terganggu.
Pada neonates pemberian prostalglandin (PGE1) untuk membuka
kembali duktus arteriosus akan memperbaiki perfusi sistemik dan
mengkoreksi asidosis. Tindakan pelebaran koarktasio dengan kateter
balon bila dikerjakan dengan baik dapat memberikan hasil yang
memuaskan (Ratya,2013).

2. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik


Penyakit jantung bawaan sianotik merupakan kelainan struktur dan
fungsi jantung sehingga mengakibatkan seluruh darah balik vena sistemik
yang mengandung darah rendah oksigen kembali eredar ke sirkulasi
sistemik dan menimbulkan gejala sianosis.Sianosis yang dimaksud yakni
sianosis sentral yang merupakan warna kebiruan pada mukosa akibat
konsentrasi hemoglobin tereduksi >5g/dl dalam sirkulasi. Berdasarkan dari
gambaran foto dada PJB sianotik dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang
1) Tetralogi Fallot (TF)
Tetralogi Fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang
banyak ditemukan yakni berkisar 7-10% dari seluruh penyakit jantung
bawaan.Tetralogi Fallot merupakan kelainan yang terdiri dari

19
kombinasi 4 komponen yakni defek septum ventrikel, over-riding
aorta, stenosis pulmonal, serta hipertensi ventrikel kanan.
Pada Tetralogi Fallot yang ringan pada waktu istirahat maupun
melakukan aktivitas fisik tidak tampak adanya sianosis. Pada TF yang
moderat hingga berat sianosis akan tampak bahkan pada saat anak
istirahat. Seorang anak yang mengidap TF akan mudah merasa lelah,
sesak dan hiperpnu karena hipoksia. Pada pemeriksaan fisik, ujung-
ujung jari tampak membentol dan berwarna biru (finger clubbing) dan
pada auskultasi terdengar bunyi jantung ke-1 normal sedangkan bunyi
jantung ke-2 tunggal disertai murmur ejeksi sitolik di bagian
parasternal sela iga 2-3 kiri (Ratya,2013).
Bayi-bayi dengan tetralogi berat memerlukan pengobatan medik
dan intervensi bedah pada masa neonatus.Terapi ditujukan segera pada
pemberian segera penambahan aliran darah pulmonal untuk mencegah
sekuele hipoksia berat. Pemberian PGE1 dapat menyebabkan dilatasi
duktus arteriousus dan memberi aliran darah pulmonal yang cukup
sampai prosedur bedah dapat dilakukan (Ratya,2013).

2) Atresia Pulmonal
Atresia pulmonal merupakan kelainan jantung kongenital sianostik
yang sangat jarang ditemukan. Atresia pulmonal disebabkan oleh
gagalnya proses pertumbuhan katup pulmonal, sehingga tidak terdapat
hubungan antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonal. Kelainan ini
dapat terjadi dengan septum ventrikel yang masih intak atau disertai
dengan defek pada septum ventrikel.
Gejala dan tanda sianotik tampak pada hari-hari pertama
kehidupan.Bunyi jantung ke-2 terdengar tunggal, dan tidak terdengar
adanya murmur pada sela iga 2-3 parasternal kiri karena arteri
pulmonal atretik. Pada foto rontgen ditemukan pembesaran jantung
dengan vaskularisasi paru yang berkurang (Ratya,2013).
Prostalglandin digunakan untuk mempertahankan duktus arteriosus
tetap membuka sambil menunggu intervensi lebih lanjut.Septostomi

20
atrial dengan balon harus dilakukan secepatnya apabila pirau
antarinteratrial agak retriktif. Koreksi total yakni membuat ligasi
koleteral baru dilakukan bila anak sudah berusia di atas 1 tahun
(Ratya,2013).

b. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah


1) Transposisi Arteri Besar
Pada kelainan ini terjadi perubahan posisi aorta dan a. pulmonalis,
yakni aorta keluar dari ventrikel kanan, sedangkan a. pulmonalis keluar
dari ventrikel kiri. Dengan demikian maka kedua sirkulasi sistemik dan
paru tersebut terpisah, dan kehidupan hanya dapat berlangsung apabila
ada komunikasi antara dua sirkulasi ini (Ratya,2013).
Manifestasi klinis bergantung pada adanya percampuran yang
adekuat antara sirkulasi sistemik dan paru dan adanya stenosis
pulmonal.Stenosis pulmonal terdapat pada 10% kasus.Pengobatan
dilakukan untuk mempertahankan duktus arteriosus agar darah dapat
tercampur sampai tindakan bedah dilakukan. Operasi paling baik
dilakukan pada saat anak berusia 1-2 tahun dengan prosedur Mustard
(Ratya,2013).
Transposisi arteri besar merupakan kelainan jantung yang paling
banyak pada neonatus.

Manifestasi Klinik

1. Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung dapat memberikan gejala


yang menggambarkan derajat kelainan. Adanya gangguan pertumbuhan,
sianosis, berkurangnya toleransi latihan, kekerapan infeksi saluran napas
berulang, dan terdengarnya bising jantung, dapat merupakan petunjuk awal
terdapatnya kelainan jantung pada seorang bayi atau anak.
2. Sianosis. sianosis timbul akibat saturasi darah yang menuju sistemik
rendah. Sianosis mudah dilihat pada selaput lendir mulut, bukan di sekitar
mulut. Sianosis akibat kelainan jantung ini (sianosis sentral) perlu

21
dibedakan pada sianosis perifer yang sering didapatkan pada anak yang
kedinginan. Sianosis perifer lebih jelas terlihat pada ujung-ujung jari.
3. Toleransi latihan. Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik
untuk menggambarkan status kompensasi jantung ataupun derajat kelainan
jantung. Pasien gagal jantung selalu menunjukkan toleransi latihan berkurang.
Gangguan toleransi latihan dapat ditanyakan pada orangtua dengan
membandingkan pasien dengan anak sebaya, apakah pasien cepat lelah, napas
menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang biasa, atau sesak napas dalam
keadaan istirahat. Pada bayi dapat ditanyakan saat bayi menetek. Apakah ia
hanya mampu minum dalam jumlah sedikit, sering beristirahat, sesak waktu
mengisap, dan berkeringat banyak. Pada anak yang lebih besar ditanyakan
kemampuannya berjalan, berlari atau naik tangga. Pada pasien tertentu seperti
pada tetralogi Fallot anak sering jongkok setelah lelah berjalan.
4. Infeksi saluran napas berulang. Gejala ini timbul akibat meningkatnya aliran
darah ke paru sehingga mengganggu sistem pertahanan paru. Sering pasien
dirujuk ke ahli jantung anak karena anak sering menderita demam, batuk, dan
pilek. Sebaliknya tidak sedikit pasien PJB yang sebelumnya sudah diobati
dengan tuberculosis sebelum dirujuk ke ahli jantung anak.
5. Bising jantung. Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam
menentukan penyakit jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang
merupakan alasan anak dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Lokasi bising, derajat serta penjalarannya dapat menentukan jenis kelainan
jantung. Namun tidak terdengarnya bising jantung pada pemeriksaan fisis,
tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung bawaan. Jika pasien diduga
menderita kelainan jantung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang
untuk diagnosis. Pemeriksaan penunjang dasar yang penting untuk penyakit
jantung bawaan adalah foto rontgen dada, elektrokardiografi, dan pemeriksaan
laboratorium rutin. Pemeriksaan lanjutan mencakup ekokardiografi dan
kateterisasi jantung. Kombinasi kedua pemeriksaan lanjutan tersebut untuk
visualisasi dan konfirmasi morfologi dan patoanatomi masing-masing jenis
penyakit jantung bawaan memungkinkan ketepatan diagnosis mendekati
seratus persen.

22
(Mulyadi,2000)

Empat hal gejala yang paling sering ditemukan pada neonatus dengan
PJB, yaitu:

1. Sianosis adalah manifestasi jelas PJB pada neonatus.


Sekali dinyatakan sianosis sentral bukan akibat kelainankelainan paru-
paru, serebral atau metabolik atau kejadian-kejadian perinatal, maka perlu
segera diperiksa untuk mencari PJB derajat berat walaupun tanpa bising
jantung.
2. Takipnea
Takipnea adalah tanda yang biasa ditemukan pada bayi dengan shunt kiri-
kanan (misal Ventricular Septal Defect atau PatentDuctus Arteriosus),
obstruksi vena Pulmonalis (anomali total aliran vena pulmonalis) dan
kelainan lainnya dengan akibat gagal jantung misalnya pada dugaan
secara diagnosa klinik,adanya Aorta koarktasi dimana pulsasi nadi
femoralis melemah/tidak teraba.
3. Frekuensi jantung abnormal: takikardia atau bradikardia.
4. Bising jantung
(Irwanto, 2008).

Komplikasi yang dapat terjadi :

1. Sindrom Eisenmenger. Komplikasi ini terjadi pada PJB non-sianotik yang


menyebabkan aliran darah ke paru yang meningkat. Akibatnya lama
kelamaan pembuluh kapiler di paru akan bereaksi dengan meningkatkan
resistensinya sehingga tekanan di arteri pulmonal dan di ventrikel kanan
meningkat. Jika tekanan di ventrikel kanan melebihi tekanan di ventrikel
kiri maka terjadi pirau terbalik dari kanan ke kiri sehingga anak mulai
sianosis. Tindakan bedah sebaiknya dilakukan sebelum timbul komplikasi
ini.
2. Serangan sianotik. Komplikasi ini terjadi pada PJB sianotik. Pada saat
serangan anak menjadi lebih biru dari kondisi sebelumnya, tampak sesak

23
bahkan dapat timbul kejang. Kalau tidak cepat ditanggulangi dapat
menimbulkan kematian.
3. Abses otak. Abses otak biasanya terjadi pada PJB sianotik. Biasanya abses
otak terjadi pada anak yang berusia di atas 2 tahun. Kelainan ini
diakibatkan adanya hipoksia dan melambatnya aliran darah di otak. Anak
biasanya datang dengan kejang dan terdapat defisit neurologis.

(Mulyadi,2000)

PENCEGAHAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

1. Pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan saat kehamilan yang rutin sangat


diperlukan. Dengan kontrol kehamilan yang teratur, maka PJB dapat
dihindari atau dikenali secara dini.
2. Kenali faktor risiko pada ibu hamil yaitu penyakit gula maka kadar gula
darah harus dikontrol dalam batas normal selama masa kehamilan, usia ibu
di atas 40 tahun, ada riwayat penyakit dalam keluarga seperti diabetes,
kelainan genetikdown sindrom , penyakit jantung dalam keluarga. Perlu
waspada ibu hamil dengan faktor resiko meskipun kecil kemungkinannya.
3. Pemeriksaan antenatal juga dapat mendeteksi adanya PJB pada janin
dengan ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini sangat tergantung dengan
saat dilakukannya USG, beratnya kelainan jantung dan juga kemampuan
dokter yang melakukan ultrasonografi. Umumnya, PJB dapat terdeteksi
pada saat USG dilakukan pada paruh kedua kehamilan atau pada
kehamilan lebih dari 20 minggu. Apabila terdapat kecurigaan adanya
kelainan jantung pada janin, maka penting untuk dilakukan pemeriksaan
lanjutan dengan fetal ekokardiografi. Dengan pemeriksaan ini, gambaran
jantung dapat dilihat dengan lebih teliti.
4. Skrining sebelum merencanakan kehamilan. Skrining ini yang juga
dikenal dengan skrining TORCH adalah hal yang rutin dilakukan pada
ibu-ibu hamil di negara maju, namun di Indonesia skrining ini jarang
dilakukan oleh karena pertimbangan finansial. Lakukan imunisasi MMR
untuk mencegah penyakit morbili (campak) dan rubella selama hamil.

24
5. Konsumsi obat-obatan tertentu saat kehamilan juga harus dihindari karena
beberapa obat diketahui dapat membahayakan janin yang dikandungnya.
Penggunaan obat dan antibiotika bisa mengakibatkan efek samping yang
potensial bagi ibu maupun janinnya. Penggunaan obat dan antibiotika saat
hamil seharusnya digunakan jika terdapat indikasi yang jelas. Prinsip
utama pengobatan wanita hamil dengan penyakit adalah dengan
memikirkan pengobatan apakah yang tepat jika wanita tersebut tidak
dalam keadaan hamil. Biasanya terdapat berbagai macam pilihan, dan
untuk alasan inilah prinsip yang kedua adalah mengevaluasi keamanan
obat bagi ibu dan janinnya.
6. Hindari paparan sinar X atau radiasi dari foto rontgen berulang pada masa
kehamilan.
7. Hindari paparan asap rokok baik aktif maupuin pasif dari suami atau
anggota keluarga di sekitarnya.
8. Hindari polusi asap kendaraan dengan menggunakan masker
pelindung agar tidak terhisap zat - zat racun dari karbon dioksida.
9. Wanita yang merencanakan kehamilan sebaiknya mengkonsumsi asam
folat 400 mikrogram per hari untuk mencegah cacat janin
(Rika,2013)

Data focus

Subjektif

1. Umur bayi
2. Keluhan : sering kelelahan, kulit kebiruan, susah bernafas, menangis
sepanjang hari
3. Riwayat ANC : obat yang pernah diminum yang dapat berbahaya untuk
janin, masalah selama kehamilan yaitu Penyakit rubela yang diderita ibu
pada awal kehamilan dapat menyebabkan PJB pada bayi yaitu PDA, PV,
ASD, Thalidomide and Isotretinoin (cardiac malformation) dam Lithium
(TV). Penyakit rubela yang diderita ibu pada awal kehamilan dapat
menyebabkan PJB pada bayi. ibu pajanan terhadap sinar Rontgen saat

25
kehamilan muda, terpapar zat polutan tertentu. Risiko juga meningkat jika
wanita hamil terinfeksi virus tertentu dan pekerjaan ibu saat hamil terpapar
zat polutan tertentu yang dapat berbahaya untuk janin
4. Riwayat kesehatan : penyakit jantung, DM, hipertensi
5. Riwayat keluarga : jenis penyakit genetik dan sindrom tertentu erat
berkaitan dengan kejadian PJB seperti sindrom Noonan, Leopard, Ellis
van Creveld, Kartagener, Alcapa, Alagille, DiGeorge, Down, Scimitar,
Holt-Oram, Turner, William, Shone complex
6. Gaya hidup : mengkonsumsi alcohol (VSD) dan NAPZA
7. Lingkungan :terpapar zat polutan tertentu yang dapat berbahaya untuk
janin. Tinggal di lingkungan dengan pencemaran lingkungan yang tinggi
8. Wanita yang telah melahirkan anak dengan kelainan jantung kongenital
memiliki risiko tinggi untuk melahirkan bayi selanjutnya dengan kelainan
jantung.
9. Kebutuhan nutrisi dan cairan : jenis,frekuensi
10. Kesulitan bernafas

Objektif
1. Keadaan umum : lemas
2. Kesadaran menurun
3. Warna kulit: kebiruan
4. Tanda-Tanda Vital
HR: takikardi atau bradikardi
RR: Takipnea > 60x / menit
5. Antropometri : biasanya terjadi gangguan pertumbuhan pada bayi
6. Pemeriksaan dada : inspeksi untuk melihat ada tidaknya retraksi dada,
auskultasi untuk mendengar irama jantung dan paru-paru
7. Pemeriksaan ekstermitas : kuku kaki dan tangan berwarna biru
8. Pemeriksaan untuk diagnosa kelainan jantung
meliputi :
a. Foto rontgen dada
b. Elektrokardiografi(EKG)

26
c. Ekokardiografi (pemeriksaan jantung menggunakan gelombang
ultrasound)
d. Kateterisasi jantung (untuk melihat fungsi jantung lebih detail dengan
memasukkan selang kecil melalui pembuluh darah vena menuju
jantung)

Penatalaksanaan :
Tindakan Bidan jika menemukan kasus PJB (Prosedur Pelaksanaan Rujukan
Bayi)

1. Menegakkan diagnosis/jenis kelainan yang diderita.


2. Tata laksana PJB dan edukasi yang disampaikan ke orangtua pasien,
tergantung dari jenis kelainan yang ada.
3. Pemantauan yang cermat untuk mengetahui adanya komplikasi, sehingga
dapat dilakukan tindakan sebelum komplikasi ada.
4. Stabilisasi kondisi bayi pada saat transportasi
Rujukan berhasil apabila kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi baru
lahir dapat ditekan serendah-rendahnya. Untuk itu perlu dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut : Sebelum bayi dirujuk, diperlukan stabilisasi keadaan
umum bayi dengan tujuan agar kondisi bayi tidak bertambah berat dan
meninggal di jalan. Adakalanya stabilisasi lengkap tidak dimungkinkan akan
tetapi perlu diperhatikan bahwa merujuk bayi dalam keadaan tidak stabil
membahayakan dan tidak dianjurkan. Karena itu seharusnya dilakukan usaha
stabilisasi semaksimal mungkin sesuai dengan kewenangan dan kemampuan
fasilitas.Bayi dinyatakan dalam keadaan stabil apabila suhu tubuh, tekanan
darah, cairan tubuh dan oksigenisasi cukup. Beberapa penanganan stabilisasi
sebelum pengiriman sebagai berikut :
a. Bayi dengan dehidrasi harus diberi infus untuk memberikan cairan
b. Bayi dengan kejang-kejang perlu diberi pengobatan antikonvulsi terlebih
dahulu agar kondisi bayi tidak bertambah berat
c. Bayi sesak nafas dengan sianosis harus diberi oksigen
d. Suhu tubuh bayi dipertahankan agar tetap hangat dalam batasan normal
(36,5-37,5 C) dengan menggunakan termometer yang dapat membaca

27
suhu rendah. Jika suhu bayi kurang panas , sedangkan fasilitas inkubator
tidak ada, bayi dapat digendong dengan cara kangguru oleh ibu, ayah atau
anggota keluarganya, atau bayi dibungkus dengan selimut plastik, atau
diantara selimut pembungkus bayi diletakkan aluminium foil. Salah satu
cara mempertahankan suhu tubuh bayi adalah dengan Metode kangguru.
e. Pemeriksaan gula darah apabila memungkinkan dilakukan dengan
dekstrostiks dan apabila hasilnya menunjukkan hipoglikemi pemberian
infus disesuaikan.
f. Bayi yang muntah-muntah atau kejang atau mengalami aspirasi sebaiknya
dipasang selang masuk ke dalam lambung (selang nasogastrik) untuk
dekompresi
g. Jejas yang terbuka seperti meningocele, gastroskikis, ditutup dengan kasa
yang dibasahi dengan cairan NaCl 0,9 % hangat.

(Rika,2013)

Keadaan usaha menstabilkan ini harus dipertahankan selama dalam perjalanan.


Bila keadaan bayi tidak stabil, tidak dianjurkan membawa bayi ke fasilitas rujukan
karena akan membahayakan jiwanya.

5. Hubungan kerjasama antara petugas yang merujuk dan petugas di tempat


rujukan
Selama bayi dalam perjalanan, petugas yang merujuk perlu menghubungi
petugas di tempat rujukan untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi
bayi. Hubungan tersebut dapat melalui fasilitas komunikasi cepat yang
tersedia di puskesmas atau kecamatan, misalnya : radio komunikasi, telepon,
kurir, dan sebagainya. Dengan adanya informasi tersebut, petugas di tempat
rujukan mempunyai cukup waktu untuk menyiapkan segala kebutuhan,
sehingga kasus rujukan langsung dapat ditangani. Setiap tempat rujukan harus
selalu siap siaga 24 jam untuk menerima kasus rujukan. Keluarga atau petugas
kesehatan yang mendampingi bayi harus menyerahkan surat/kartu rujukan,
melengkapi identitas dan keterangan mengenai penyakit serta melaporkan
kadaan penderita selama dalam perjalanan.
6. Umpan balik rujukan dan tindak lanjut kasus pascarujukan

28
Tempat rujukan mengirim umpan balik mengenai keadaan bayi beserta
anjuran tindak lanjut paska rujukan terhadap bayi ke petugas yang merujuk
(puskesmas/polindes).Tindak lanjut paska rujukan bayi sakit dilaksanakan
oleh bidan di desa atau petugas daerah binaan pendekatan perawatan
kesehatan masyarakat.
7. Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Rujukan
Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rujukan dilaksanakan oleh pengelola
dari jenjang administrasi yang lebih tinggi dengan menggunakan instrumen
kuesioner.Instrumen ini digunakan untuk menilai pelaksanaan rujukan di suatu
wilayah Dati II.Sasarannya adalah Tim Audit Maternal Perinatal di Dati II dari
Dinas Kesehatan dan Dokter Spesialis Kebidanan dan Spesialis Anak dari
rumah sakit rujukan yang melakukan pembahasan rujukan kasus bayi baru
lahir dengan petugas kesehatan di tingkat pelayanan kesehatan dasar yang
merujuk kasus tersebut.

(Mulyadi,2000)

29
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA ANAK UMUR 2 BULAN

Waktupelayanan : 10.00 WITA


Tempatpelayanan : Puskesmas

A. SUBYEKTIF
1. Identitas
Anak
Nama : PA
Umur/tanggallahir : 2 Bulan/ 28-Januari-2017
Jeniskelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Anakke- :1
Alamatrumah : Jl. HayamWuruk/71A
Ibu Ayah
Nama : Ny.ST Tn.SR
Umur : 25th 27th
Agama : Hindu Hindu
Status perkawinan : Sah Sah
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : IRT Pegawai Swasta
No Telp/HP : 081999727xxx 091236123xxx
AlamatRumah : Jl. HayamWuruk/71A Jl. HayamWuruk/71A

2. Keluhan utama/alasan kunjungan :


Ibu menyatakan ingin memeriksakan kesehatan anaknya dengan keluhan
anak berak cair sebanyak 7 kali dalam sehari, disertai badan
meriang,gelisah dan juga rewel, ketika menangis kulit berwarna Kebiruan.

30
3. Riwayat prenatal
a. Riwayat ANC ibu
Ibu menyatakan telah melaksanakan pemeriksaan kehamilan sebanyak
6 kali di Puskesmas

b. Imunisasi TT
Ibu menyatakan telah mendapatkan imunisasi TT sebanyak 4 kali.

c. Obat-obatan yang dikonsumsi ibu


Ibu menyatakan saat hamil sempat mengonsumsi SF, Asam Folat,
Vitamin C, B-compleks

d. Kebiasaan buruk yang berpengaruh terhadap kondisi kehamilan


Ibu menyatakan tidak memiliki kebisaan buruk yang berpengaruh
buruk pada kehamilannya

e. Penyulit atau komplikasi yang dialami


Ibu menyatakan ibu menyatakan pernah mengalami infeksi TORCH
saat hamil

f. Tindakan pengobatan atau perawatan untuk mengatasi penyulit /


komplikasi
Ibu menyatakan telah melakukan pengobatan dengan dokter.

4. Riwayat intranatal
a. Masa gestasi saat dilahirkan : 40 minggu
b. Penolongpersalinan :ibu menyatakan saat persalinan ia ditolong oleh
Bidan.
c. Cara bersalin :ibu menyatakan bersalin secara normal.
d. Rawat gabung : ibu menyatakan ia dan bayinya dirawat bersama-sama.

31
e. Antropometribaru lahir (6 jam pertama) : BB : 3300 gram, PB : 50cm,
LK 34 cm, LD 33cm

5. Riwayat
JenisImunisasi yang
UmurAnak TanggalPemberian Efeksamping yang dialami
didapat

0 28 – 1 - 2017

Hb0 -

6. Data bio-psiko-sosial-spiritual
a. Bernafas :ibu menyatakan anaknya mengalami susah bernafas.
b. Nutrisi :
1) Jenis minuman :ibu menyatakan anaknya meminum ASI.
2) Frekuensi minum on demannd : ibu menyatakan bayinya dalam
beberapa hari ini mengalami susah untuk minum susu.
3) Makanan lain yang diberikan : ibu menyatakan bayinya tidak
diberikan makanan lain selain ASI.
c. Eliminasi :
1) Buang air besar
a) Frekuensi dalam sehari : ibu menyatakan bayinya BAB
sebanyak 7 kali dalam sehari.
b) Konsistensi : ibu menyatakan bayinya BAB
dengan konsistensi cair.
c) Warna feses :ibu menyatakan warna feses bayinya
kuning.
d) Masalah : ibu menyatakan perut bayinya
menjadi kembung.

32
2) Buang air kecil
a) Frekuensi dalam sehari : ibu menyatakan bayinya buang air
kecil sebanyak 4 kali dalam sehari.
b) Konsistensi : ibu menyatakan konsistensi BAK
anaknya cair.
c) Jumlah : 120ml
d) Masalah : ibu menyatakan anaknya tidak
mengalami masalah saat BAK.
d. Istirahat
a) Lama tidur dalam sehari : tidur siang 30 menit, tidur malam 7
jam
b) Masalah : ibu menyatakan bayinya rewel dan
susah beristirahat.
e. Psikologi
1) Penerimaan orang tua terhadap anak : ibu menyatakan orang tua
sangat menerima kehadiran anaknya.
2) Pengasuhan anak dominan dilakukan oleh : ibu menyatakan untuk
mengasuh anak ia mengasuhnya sendiri, dan juga dibantu suami.
f. Sosial
1) Hubungan intern keluarga: ibu menyatakan hubungannya sangat
baik bersama keluarga.
2) Pengambilan keputusan dalam keluarga: ibu menyatakan
pengambilan keputusan diakukan bersama keluarga.
3) Sibling : ibu menyatakan tidak adanya sibling karena merupakan
anak pertama.
4) Kebiasaan orang tua yang berpengaruh pada tumbuh kembang
anak : ibu menyatakan tidak memiliki kebiasaan buruk yang
berpengaruh pada tumbuh kembang anaknya.
5) Kepercayaan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak : ibu menyatakan tidak ada permasalahan.

33
g. Pengetahuan orang tua tentang
1) Tanda anak sakit :ibu menyatakan tidak begitu paham
mengenai permasalahan yang dialami anaknya.
2) Asuhan dasar anak :ibu menyatakan mengetahui asuhan
dasar yang baik untuk anaknya.
3) Tumbuh kembang anak :ibu menyatakan mengetahui
persoalan tumbuh kembang anaknya.
4) Stimulasi perkembangan anak: ibu menyatakan mengetahui
stimulasi dalam perkembangan anaknya.

B. OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaanfisikumum
a. Keadaan umum : keadaan bayi nampak rewel, dan gelisah
b. Warna kulit : warna kulit bayi nampak berwarna kebiruan saat
menangis, dan menetap selama beberapa menit.
c. Kesadaran : compos mentis
d. Tanda vital : Suhu 38,50C, RR 55x/menit, HR140x/menit
2. Pengukuran Antropometri
a. Berat badan : 5000gram
b. Panjang badan : 57cm
c. Lingkar kepala : 38cm
d. Lingkar dada : 40 cm (lingkar dada nampak lebih lebar dari seharusnya)
3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
1) Muka : bayi nampak pucat
2) Rambut
a) Kebersihan : rambut bayi nampak bersih
3) Ubun-ubun : ubun-ubun bayi nampak datar
4) Sutura : sutura bayi nampak normal
5) Kelainan congenital pada kepala : tidak nampak ada kelainan
congenital pada kepala bayi

34
6) Mata
a) Kondisi: mata bayi nampak cekung
b) Konjungtiva: konjungtiva bayi nampak pucat
c) Sclera: sclera bayi nampak putih
7) Hidung
a) Nafas cuping hidung : tidak terdapat nafas cuping hidung
b) Pengeluaran pada hidung : tidak nampak ada pengeluaran pada
hidung
8) Mulut
a) Mukosa mulut :mukosa mulut bayi nampak kering
b) Lidah : lidah nampak bersih
9) Telinga
a) Bentuk : telinga bayi nampak simetris
b) Kebersihan : telinga bayi nampak bersih
10) Leher
a) Pembesaran kelenjar tiroid : tidak nampak pembesaran kelenjar
tiroid
b) Pembesaran kelenjar limfe : tidak nampak pembesaran kelenjar
limfe
c) Bendungan vena jugularis : tidak nampak ada bendungan vena
jugularis.
b. Dada dan aksila
1) Tarikan intercostal: nampak terdapat tarikan intercostal
2) Suara nafas: suara nafas bayi nampak tersengal-sengal karena sesak
saat bernafas
3) Payudara :payudara nampak simetris
4) Pengeluaran payudara: tidak terdapat pengeluaran pada payudara
5) Pembesaran kelenjar limfe aksila : tidak terdapat pembesaran kelenjar
limfe aksila.
c. Abdomen
1) Bentuk perut : bentuk perut simetris
2) Peristaltic usus : terdapat peningkatan peristaltic usus

35
d. Anogenetalia :
1) Bayi laki-laki : pada alat genetalia bayi tidak nampak ada
keabnormalan

e. Ekstremitas
1) Oedema: tidak terdapat odema
2) Kuku : kuku nampak sianosis
3) Kelainan pada bentuk kaki: tidak nampak terdapat kelainan pada kaki
bayi.
4) Kelaianan pada jari : tidak nampak terdapat kelainan pada jari bayi.

C. ANALISIS
Bayi PA umur 2 bulan dengan Diare dan Dehidrasi dan Penyakit Jantung
Bawaan
Masalah :
Bayi PA mengalami badan meriang, rewel dan gelisah

D. PENATALAKSANAAN
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan bahwa bayi mengalami diare, dan
menurut gejala yang ditemukan bayi menderita penyakit jantung bawaan
ibu mengerti dengan informasi yang diberikan.

(Penatalaksanaan untuk mengatasi diare)


2. Memberikan KIE mengenai nutrisi yang harus diteruskan selama diare
untuk menghindari efek buruk pada status gizi. Utamakan pemberian ASI
setelah dehidrasi yakni 24 jam pertama dan juga pemberian cairan ,
elektrolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral dalam jumlah
yang cukup.
3. Memberikan oralit yang diberikan pada 3 jam pertama.
4. Menstabilisasi keadaan bayi sebelum dilakukan rujukan seperti :
A. Bayi dengan dehidrasi harus diberi infus untuk memberikan cairan

36
B. Bayi dengan kejang-kejang perlu diberi pengobatan antikonvulsi
terlebih dahulu agar kondisi bayi tidak bertambah berat
C. Bayi sesak nafas dengan sianosis harus diberi oksigen
D. Suhu tubuh bayi dipertahankan agar tetap hangat dalam batasan normal
(36,5-37,5 C) dengan menggunakan termometer yang dapat membaca
suhu rendah. Jika suhu bayi kurang panas , sedangkan fasilitas
inkubator tidak ada, bayi dapat digendong dengan cara kangguru oleh
ibu, ayah atau anggota keluarganya, atau bayi dibungkus dengan
selimut plastik, atau diantara selimut pembungkus bayi diletakkan
aluminium foil. Salah satu cara mempertahankan suhu tubuh bayi
adalah dengan Metode kangguru.
E. Pemeriksaan gula darah apabila memungkinkan dilakukan dengan
dekstrostiks dan apabila hasilnya menunjukkan hipoglikemi pemberian
infus disesuaikan.
F. Bayi yang muntah-muntah atau kejang atau mengalami aspirasi
sebaiknya dipasang selang masuk ke dalam lambung (selang
nasogastrik) untuk dekompresi
G. Jejas yang terbuka seperti meningocele, gastroskikis, ditutup dengan
kasa yang dibasahi dengan cairan NaCl 0,9 % hangat.
7. Menyiapkan keperluan rujukan

37
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
1. Data fokus sangat penting dikaji untuk menentukan diagnose
dari suatu penyakit. Data fokus dari kasus ini adalah adanya
keluhan berak cair sebayak 7 kali disertai badan meriang, bayi
rewel, kulit tampak kebiruan ketika menangis dan menetap
beberapa menit, bayi tampak gelisah, susah bernafas, mulut dan
bibir kering, mata cekung disertai dengan peningkatan
peristaltik usus.
2. Diagnosis yang dapat diambil dari data fokus yang telah dikaji
adalah By.PA umur 2 bulan dengan diare dan dehidrasi sedang
dan PJB.
3. Penatalaksanaan dari kasus tersebut sesuai kewenangan bidan
adalah dengan menangani diare dan dehidrasi sedang dan
melakukan kolaborasi dengan dokter untuk menangani PJB dan
merujuk ke pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
4. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan
sanitasi yang baik, personal hygiene, pemenuhan nutrisi, serta
memperhatikan keadaan ibu ketika ada dalam masa antenatal.

B. Saran
Dengan meningkatnya angka kejadian sakit pada anak atau bayi,
diharapakan pada orangua agar aselalu mewaspai bila anak atau
bayi tidak stabil atau dirasa sakit, karena bila terlambat dalam
penanganan maka berakibat sanagt buruk bahkan dapat
meyebabkan kematian.Dalam merawat bayi dengan diare harus
meprioritaskan penanganan yang sesuai dengan tepat.Selalu
melakukan pengkajian data terfokus sehingga dapat dilakukan
penanganan yang tepat dan susai dengan kondisi bayi.

38
DAFTAR PUSTAKA

American Healt Association. 2010. Congenital heart


desease.http://www.americanheart.org. diakses Tanggal: 15 Maret 2017.

Arief, I. 2007. Penyakit jantung bawaan. http://www.cyntiasari.com. Diakses Tanggal: 15


Maret 2017.

Arief dan Kristiyanasari, Weni, 2009. Neonatus dan asuhan keperawatan anak.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Alimul H., Aziz A. 2008. PengantarIlmuKesehatanAnakUntukPendidikanKebidanan.


Jakarta: SalembaMedika

Aziz Alimul.H. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

British heart foundation. 2009. Beating heart desease


together.http://www.nhlbi.nih.gov. Diakses Tanggal: 115 Maret 2017.

Depkes RI. 2011. Buku Saku Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Febrian. 2009. Laporan tutorial blok kardiovaskuler skenario 2 defek septum


ventrikel.http://febrianfn.wordpress.com. Diakses tanggal: 15 Maret 2017.

Irwanto. 2008. Penyakit jantung bawaan. http://irwanto-fk04usk.blogspot.com.Diakses


Tanggal: 15 Maret 2017.

Latief , dkk. 2005. Ilmu Kesehatan Anak ,buku kuliah 2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Manuaba, Ida Bagus Gde.2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Maryunani, Anik. Dkk. 2002. Asuhan Kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus.
Jakarta: Trans info Media

Mulyadi M. Djer, Bambang Madiyono.2000. Tatalaksana Penyakit Jantung


Bawaan.(online).http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/2-3-5.pdf

Nanny L.D.,Vivian. 2011. AsuhanNeonatus, Bayi, danAnakBalita. Jakarta: SalembaMedika

Ngastiyah. 2003. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Nelson, (2000), Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.

Ngustiyah. 2005. Perawatan anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC.

39
Prawirohardjo sarwono, 1999.Ilmu Kebidanan edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Ramaiah. 2007. Pengetahuan Tentang Diare. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

Rukiyah, A.Yeyeh. Yulianti, Lia. 2010. AsuhanNeonatus, Bayi, danAnakBalita. Jakarta:


PenerbitBukuKeperawatan Dan Kebidanan

Rahman, A.M & Teddy, O. 2009. Deteksi dini penyakit jantung bawaan pada
neonatus.http://www.google.co.id/url. Diakses tanggal : 15 Maret 2017.

Ratya.2013.Penyakit Jantung
Bawaan.(online).http://eprints.undip.ac.id/44121/3/RATYA_G2A009109_Bab2
KTI.pdf

Prawiriharjo Sarwono. 2008. PelayananKesehatan Maternal dan Neonatal

Jakarta.

Suharyono. 2003. Strategi Pembelajaran Diare. Jakarta: Depdikbud.

Yenni, Rika.2013. Penyakit Jantung Bawaan Pda


Anak.(online).http://www.rumahsakit.unair.ac.id/dokumen/Penyakit%20Jantu
ng%20Bawaan%20Pada%20Anak_1.pdf

40

Anda mungkin juga menyukai