Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I

PENDAHULUAN

Kecantikan dan ketampanan adalah idaman setiap manusia. Karena

dengan kecantikan dan ketampanan dapat meningkatkan rasa percaya diri. Banyak

usaha untuk mencapai hal itu, misalnya dengan cara perawatan, facial, dan operasi

plastik. Walau harus mengeluarkan uang yang cukup banyak mereka tidak

masalah yang penting bisa mempercantik atau mempertampan diri. Akhir-

akhir ini banyak orang terkena penyakit bell’s palsy. Bell’s palsy adalah sebuah

kelainan dan ganguan neurologi pada nervus cranialis VII (saraf facialis) di daerah

tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Paralyse Bell ini hampir

selalu terjadi unilateral, namun demikian dalam jarak satu minggu atau lebih dapat

terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh,yang

menyebabkaan kelemahan atau paralisis, ketidaksimetrisan kekuatan/aktivitas

muscular pada kedua sisi wajah (kanan dan kiri), serta distorsi wajah yang khas.

Hal ini sangat menyiksa diri karena membuat orang menjadi kurang percaya diri.

Wajah kelihatan tidak cantik karena mulut mencong, mata tidak bisa berkedip,

mata berair, dll (Attaufiq,2011).

Kata Bell’s Palsy itu sendiri diambil dari nama seorang dokter dari abad

19, Sir Charles Bell, orang pertama yang menjelaskan kondisi ini dan

menghubungkan dengan kelainan pada saraf wajah.

Prevalensi Bell’s Palsy di Indonesia, secara pasti sulit ditentukan. Data

yang dikumpulkan dari empat Rumah Sakit di Indonesia didapatkan frekuensi

Bell’s Palsy sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia

21–50 tahun, peluang untuk terjadinya pada wanita dan pria sama. Tidak didapati
2

perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa

penderita didapatkan adanya riwayat terkena udara dingin atau angin berlebihan

(Annsilva,2010).
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN KASUS

1. Definisi

Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan facialis perifer akibat proses

non supuratif, non neoplasmatik, non degeneratif primer tetapi sangat

dimungkinkan akibat dari adanya oedema jinak pada bagian nervus

facialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari

foramenstilomastoideus, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri

tanpa pengobatan (Sidharta, 1999).

Bell’s Palsy adalah suatu kelumpuhan akut nervus facialis perifer

yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Penyakit ini biasanya hanya

mengenai satu sisi wajah (unilateral), tetapi dapat pula mengenai kedua

sisi wajah yang sehat dengan bilateral Bell’s Palsy ( Jimmi Sabirin, 1996).

Istilah Bell’s Palsy (kelumpuhan bell) biasanya digunakan untuk

kelumpuhan nervus facialis jenis perifer yang timbul secara akut, yang

penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainan neurologik lain.

Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya akan sembuh,

namun pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan

meninggalkan gejala sisa (Lumbantobing, 2006).


4

2. Anatomi Fungsional

a. Nervus Facialis

Nervus Facialisterdiri dari dua nucleus motoris di batang otak, yang

terdiri dari:

a) Nucleus Motorik Superior yang bertugas menerima impuls dari

gyrus presentralis kortek serebri kedua belah sisi kanan-kiri dan

mengirim serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik di dahi dan

orbikularis occuli.

b) Nucleus Motoris Inferior yang bertugas menerima impuls hanya

dari gyrus presentralis dari sisi yang berlawanan dan mengirim

serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik bagian bawah dan

platisma (Chusid, 1983).

Serabut-serabut nervus facialis didalam batang otak berjalan

melingkari nucleus nervus abducens sehingga lesi di daerah ini juga

diikuti dengan kelumpuhan nervus abducens. Setelah keluar dari

batang otak, nervus facialisberjalan bersama nervus intermedius yang

bersifat sensoris dan sekretorik. Selanjutnya berjalan berdekatan

dengan nervus oktavus bersama-sama masuk ke dalam canalis austikus

internus dan berjalan ke arah lateral, masuk ke canalis falopii (pars

petrosa). Kemudian nervus facialismasuk ke dalam cavum timpani

setelah membentuk ganglion genikulatum. Di dalam cavum timpani

nervusfacialis membelok tajam ke arah posterior dan horizontal (pars

timpani). Saraf ini berjalan tepat di atas foramen ovale, kemudian

membelok tegak lurus ke bawah (genu eksternum) di dalam canalis


5

falopii pars mastoidea. Bagian saraf yang berada didalam canalis

falopii pars timpani disebut nervus facialispars horizontalis, sedang

yang berjalan didalam pars mastoidea disebut nervus facialis pars

vertikalis atau desenden. Saraf ini keluar dari tulang tengkorak melalui

foramen stylomastoideus. Setelah keluar dari foramen stylomastoideus,

syaraf ini bercabang-cabang dan berjalan di antara lobus superfisialis

dan profundus glandula parotis dan berakhir pada otot-otot mimik di

wajah.

Dalam perjalanan nervus facialis memberikan cabang :

1) Dari ganglion genikulatum mengirimkan serabut saraf

melalui ganglion sfenopalatinum sebagai saraf petrosus

superfisialis mayor yang akan menuju glandula lakrimalis.

2) Cabang lain dari ganglion genikulatum adalah saraf petrosus

superficialis minor yang melalui ganglion otikum membawa

serabut sekreto-motorik ke kelenjar parotis.

3) Dari nervus facialis pars vertikalis, memberikan cabang-cabang :

a) Saraf stapedius yang mensarafi m.stapedius.

Kelumpuhan saraf ini menyebabkan hiperakusis.

b) Saraf korda timpani yang menuju ⅔ lidah bagian depan dan

berfungsi sensorik untuk perasaan lidah (rasa asam, asin

dan manis). Selain itu saraf korda timpani juga mempunyai

serabut yang bersifat sekreto-motorik yang menuju ke

kelenjar liur submaksilaris dan sublingualis (Chusid, 1983)


6

b. Otot-otot wajah

Otot-otot pada wajah berserta fungsinya masing-masing dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Otot-Otot Wajah Beserta Fungsinya

No Nama Otot Fungsi Persarafan

1 M.Frontalis Mengangkat alis N. Temporalis

2 M.Corrugator Mendekatkan kedua N. Zigomatikum

supercili pangkal alis dan

N.Temporalis

3 M.Procerus Mengerutkan kulit N. Zigomatikum,

antara kedua alis N.Temporalis,

N. Buccal

4 M. Orbicularis Menutup kelopak mata N.Fasialis,

Oculli N.Temporalis, N.

Zigomatikus

5 M. Nasalis Mengembang N. Fasialis

Kan cuping hidung

6 M. Depresor anguli Menarik ujung mulut N. Fasialis

oris ke bawah

7 M. Zigomaticum Tersenyum N. Fasialis

mayor dan M.

Zigomatikum minor
7

8 M. Orbicularis oris Bersiul N. Fasialis

N. Zigomatikum

9 M. Buccinator Meniupsambil menutup N. Fasialis,

mulut N. Zigomatikum,

N. Mandibular,

N. Buccal

10 M. Mentalis Mengangkat dagu N. Fasialis dan

N. Buccal

11 M. Platysma Meregangkan kulit N. Fasialis

leher

Sedangkan gambar otot-otot wajah dari depan dan samping dapat

dilihat pada gambar dibawah ini:


8

3. Etiologi

Menurut etiologi artinya ilmu tentang penyebab penyakit

(Dachlan,2001). Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang

penyebab Bell’s Palsy antara lain sebagai berikut:

a) Teori Infeksi Virus Herpes Zoster

Salah satu penyebab munculnya Bell’s Palsy adalah karena adanya

infeksi virus herpes zoster.Herpes zoster hidup didalam jaringan saraf.

Apabila radang herpes zoster ini menyerang ganglion genikulatum,

maka dapat melibatkan paralisis pada otot-otot wajah sesuai area

persarafannya. Jenis herpes zoster yang menyebabkan kelemahan pada

otot-otot wajah ini sering dikenal dengan Sindroma Ramsay-Hunt atau

Bell’s Palsy (Duus Peter, 1996).

b) Teori Iskemia Vaskuler

Menurut teori ini, terjadinya gangguan sirkulasi darah di kanalis

falopii, secara tidak langsung menimbulkan paralisis pada nervus

facialis. Kerusakan yang ditimbulkan berasal dari tekanan saraf perifer

terutama berhubungan dengan oklusi dari pembuluh darah yang


9

mengaliri saraf tersebut, bukan akibat dari tekanan langsung pada

sarafnya. Kemungkinan terdapat respon simpatis yang berlebihan

sehingga terjadi spasme arterioral atau statis vena pada bagian bawah

dari canalis fasialis, sehingga menimbulkan oedema sekunder yang

selanjutnya menambah kompresi terhadap suplai darah, menambah

iskemia dan menjadikan parese nervus facialis (Esslen, 1970).

c) Teori herediter

Teori herediter mengemukakan bahwa Bell’s Palsy yang disebabkan

karena faktor herediter berhubungan dengan kelainan anatomis pada

canalis facialis yang bersifat menurun (Hamid, 1991).

d) Pengaruh udara dingin

Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh darah

leher atau telinga rusak, sehingga terjadi proses transdusi (proses

mengubah dari suatu bentuk kebentuk lain) dan mengakibatkan

foramen stilomastoideus bengkak. Nervus facialis yang melewati

daerah tersebut terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan

terhambat yang menyebabkan otot-otot wajah mengalami kelemahan

atau lumpuh.

4. Patofisiologi

patologi berarti ilmu tentang penyakit, menyangkut penyebab dan

sifat penyakit tersebut. Patologi yang akan dibicarakan adalah mengenai

pengaruh udara dingin yang menyebabkan Bell’s Palsy (Dachlan, 2001)

Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh

darah leher atau telinga rusak, sehingga terjadi proses transdusi dan
10

mengakibatkan foramen stilomastoideus bengkak. Nervus facialis yang

melewati daerah tersebut terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan

terhambat yang menyebabkan oto-otot wajah mengalami kelemahan atau

kelumpuhan.

5. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala motorik yang dijumpai pada pasien Bell’s Palsy

adalah: adanya kelemahan otot pada satu sisi wajah yang dapat dilihat saat

pasien kesulitan melakukan gerakan-gerakan volunter seperti, (saat

gerakan aktif maupun pasif) tidak dapat mengangkat alis dan menutup

mata, sudut mulut tertarik ke sisi wajah yang sehat (mulut mencong), sulit

mecucu atau bersiul, sulit mengembangkan cuping hidung, dan otot-otot

yang terkena yaitu m. frontalis, m. orbicularis oculi, m. orbicularis oris,

m. zygomaticus dan m. nasalis. Selain tanda-tanda motorik, terjadi

gangguan pengecap rasa manis, asam dan asin pada ⅔ lidah bagian

anterior, sebagian pasien mengalami mati rasa atau merasakan tebal-tebal

di wajahnya.

B. TINJAUAN ASESMEN DAN PEMERIKSAAN

Rencana Pelaksanaan Fisioterapi

Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, fisioterapi seharusnya selalu

memulai dengan melaksanakan assesment yaitu di mulai dari pengkajian data

(anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan spesifik, dan lain-lain) kemudian

dilanjutkan dengan tujuan terapi, penatalaksanaan fisioterapi serta tindak

lanjut dan evaluasi.


11

1. Pengkajian Data

Dalam pengkajian fisioterapi, proses pemeriksaan untuk

menentukan problematika pasien dimulai dari anamnesa, pemeriksaan, dan

dilanjutkan dengan menentukan diagnose fisioterapi.

2. Anamnesis

Anamnesa merupakan suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan

dengan mengadakan Tanya jawab kepada pasien secara langsung (auto

anamnesis) ataupun dengan mengadakan Tanya jawab kepada pasien

secara langsung (hetero anamnesis) mengenai kondisi/ keadaan penyakit

pasien. Dengan melakukan anamnesis ini akan diperoleh informasi-

informasi penting untuk membuat diagnosis. Anamnesis dikelompokan

menjadi dua yaitu anamnesis umum dan anamnesis khusus. Pada kasus ini

berdasarkan autoanamnesis pada tanggal 19 januari 2012 diperoleh

informasi sebagai berikut :

1) Anamnesis Umum

Identitas pasien

Data identitas pasien yang diperoleh berupa nama, jenis kelamin,

umur, agama, pekerjaan, serta alamat pasien.

2) Anamnesis Khusus

a. Keluhan utama

Merupakan satu atau lebih keluhan atau gejala dominan yang

mendorong penderita untuk mencari pertolongan.

b. Kapan terjadi
12

c. Riwayat penyakit sekarang

Merupakan rincian keluhan dan menggambarkan proses terjadinya

riwayat penyakit secara kronologis dengan secara jelas dan

lengkap. Yang isinya kapan mulai terjadinya, sifatnya seperti apa,

manifestasi lain yang menyertai, penyebab sakit, dan lain-lain.

d. Riwayat penyakit dahulu / penyerta

Pertanyaan diarahkan pada penyakit-penyakit yang pernah dialami

yang tidak berkesinambungan dengan munculnya keluhan

sekarang.

e. Riwayat pribadi

Riwayat pribadi adalah hal-hal atau kegiatan sehari-hari yang

dilakukan pasien menyangkut hobi atau kebiasaan yang berkaitan

dengan penyebab bell’s palsy.

f. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat keluarga adalah penyakit-penyakit yang bersifat menurun

dari orang tua atau keluarga yang lain (Heredo Familial), yang

berhubungan dengan bell’s palsy.

g. Riwayat Perjalanan Penyakit

3) Anamnesis system

Anamnesis system ini dilakukan untuk mengidentifikasi masalah

yang belum diungkapkan penderita dan untuk melengkapi anamnesis

yang belum tercakup diatas, antara lain: kepala dan leher,

Kardiovaskuler, Respirasi, Gastrointestinal, Urogenitalis,

Muskuloskeletal, Nervorum.
13

3. Pemeriksaan

Pemeriksaan yang dilakukan dibagi menjadi dua, antara lain:

1) Pemeriksaan fisik

a. Tanda – tanda Vital

Pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh data sebagai

berikut: (1) tekanan darah, (2) denyut nadi, (3) pernafasan: (4)

temperatur, (5) tinggi badan, (6) berat badan.

b. Inspeksi

Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan

mengamati. Ada dua macam yaitu inspeksi statis dan inspeksi

dinamis. Inspeksi statis adalah inspeksi dimana pasien dalam

keadaan diam, sedangkan inspeksi dinamis adalah inspeksi dimana

pasien dalam keadaan bergerak.

c. Palpasi

Palpasi adalah pemeriksaan dengan cara meraba, menekan

dan memegang bagian tubuh pasien yang akan diperiksa atau yang

dikeluhkan pasien.

d. Perkusi dan Auskultasi

Perkusi adalah cara pemeriksaan dengan jalan

mengetuk/vibrasi, seperti mengetuk untuk mengetahui keadaan

suatu rongga pada bagian tubuh tertentu. dan Auskultasi adalah

cara pemeriksaan dengan menggunakan indera pendengaran,

biasanya menggunakan alat bantu stetoskop untuk mengetahui

Ronki,denyut jantung,
14

e. Pemeriksaan gerak

Meliputi pemeriksaan gerak aktif, pasif, isometrik melawan

tahanan. Pada pemeriksaan gerak aktif yang diperiksa adalah sisi

yang lemah, meliputi kemampuan mengerutkan dahi, bersiul,

tersenyum dan menutup mata. Pada pemeriksaan gerak pasif yang

diperiksa adalah sisi wajah yang sakit, yaitu menutup mata,

mengerutkan dahi dan tersenyum. Pada pemeriksaan gerak pasif

yang dilakukan pada sisi yang lesi atau kanan gerakan

mengerutkan dahi, mendekatkan kedua alis, mencucu,bersiul,

menutup mata, mengkerutkan hidung ke atas, dan tersenyum.

f. Kemampuan fungsional dan lingkungan Aktivitas

Kemampuan fungsional yaitu kemampuan seseorang dalam

melakukan aktivitas sehari-hari. Sedangkan lingkungan aktivitas

adalah keadaan lingkungan sekitar yang berhubungan dengan

kondisi pasien. Pemeriksaan kognitif, intrapersonal dan

interpersonal.

Kognitif merupakan pengetahuan seseorang atau perilaku

manusia yang dikaitkan dengan susunan saraf otak. Kognitif

meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori pemecahan

masalah, pengambilan sikap dan perilaku, orientasi ruang dan

waktu.

Intrapersonal adalah kemampuan pasien dalam memahami

keadaan dirinya, motivasi dirinya.


15

Interpersonal adalah kemampuan bagaimana berhubungan

dengan orang lain disekitarnya.

2) Pemeriksaan Spesifik

Selain pemeriksaan gerak diperlukan juga diperlukan pemeriksaan

spesifik untuk lebih memperjelas permasalahan yang dihadapi.

Untuk kasus ini pemeriksaan spesifik yang dilaksanakan berupa :

skala Tanda Bell’s , “Ugo Fisch” dan penilaian kekuatan otot wajah

dengan menggunakan skala “Daniel’s and Worthingham Manual

Muscle Testing”.

a. Tanda Bell’s

Tanda Bell’s yang terlihat pada pasien yaitu saat mengkerutkan

dahi, lipatan kulit dahi hanya terlihat pada sisi lesi, dan saat

memejamkan mata, bola mata masih terlihat pada sisi yang

abnormal.

b. Ugo Fisch scale

Ugo Fisch scale bertujuan untuk pemeriksaan fungsi

motorik dan mengevaluasi kemajuan motorik otot wajah pada

penderita bell’s palsy. Penilaian dilakukan pada 5 posisi, yaitu saat

istirahat, mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum, dan bersiul.

Pada tersebut dinilai simetris atau tidaknya antara sisi sakit dengan

sisi yang sehat. (Lumbantobing 2006)


16

Ada 4 penilaian dalam % untuk posisi tersebut antara lain :

 0 % (zero) : AsimetrisKomplit, tidak ada

gerakanvolunter sama sekali.

 30 % (poor) : Simetris ringan, kesembuhancenderung ke

asimetris, ada gerakanvolunter.

 70 % (fair) : Simetrissedang, kesembuhan cenderung

normal.

 100 % (normal) : Simetris komplit (normal).

Angka prosentase masing-masing posisi harus dirubah menjadi

score dengan kriteria sebagai berikut :

 Saat istirahat : 20 point

 Mengerutkan dahi : 10 point

 Menutup mata : 30 point

 Tersenyum : 30 point

 Bersiul : 10 point

Pemeriksaan UgoFischScale

Posisi Wajah Hasil

Saat diam atau istirahat 20 x 0% = 0

Mengerutkan dahi 10 x 30% = 3

Menutup mata 30 x 70% = 21

Tersenyum 30 x 30% = 9

Mecucu 10 x 70% = 7

Jumlah 40 point
17

Keterangan :

 Derajat I : Normal 100 point

 Derajat II : Kelumpuhan ringan 75 – 99 point

 Derajat III : Kelumpuhan sedang 50 – 75 point

 Derajat IV : Kelumpuhan sedang berat 25 – 50 point

 Derajat V : Kelumpuhan berat 1 – 25 point

 Derajat VI : Kelumpuhan total 0 point

Pada keadaan normal untuk jumlah kelima posisi wajah adalah

100 point. Hasil penilaian itu diperoleh dari penilaian angka

prosentase dikalikan dengan masing-masing point. Nilai akhirnya

adalah jumlah dari 5 aspek penilaian tersebut.

c. Manual Muscle Testing (MMT) otot-otot wajah

Untuk menilai kekuatan otot fasialis yang mengalami

paralisis digunakan skala Daniel and Worthinghom’s Manual

Muscle Testing, Yaitu :

 Nilai 0 (zero) : Tidak ada kontraksi yang tampak

 Nilai 1 (trace) : Kontraksi minimal

 Nilai 3 (fair) :Kontraksi sampai dengan simetris normal

dengan maksimal

 Nilai 5 (normal ) :Kontraksi penuh, terkontrol dan simetris.


18

C. TINJAUAN INTERVENSI

Modalitas yang dipilih untuk mengurangi problematika fisioterapi pada

kasus Bell’s Palsy yaitu MicrowaveDiathermi, Infrared, dan Massage.

1. MicroWaveDiathermy

Micro Wave Diathermy (MWD) adalah suatu jenis terapi dengan

menggunakan stressor fisik berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan

oleh arus listrik bolak – balik dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang

gelombang 12,25 cm. Bertujuan untuk Micro Wave Diathermy (MWD)

adalah suatu jenis terapi dengan menggunakan stressor fisik berupa energi

elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak – balik dengan

frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 cm. Micro Wave

Diathermy (MWD) adalah suatu jenis terapi dengan menggunakan stressor

fisik berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak

– balik dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 cm.

Bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah, relaksasi otot-otot wajah dan

mengurangi spasme otot stilomastoideus.

a. Persiapan alat

Terapis memeriksa kabelnya, setelah dapat dipastikan bahwa

lampu aman untuk digunakan kemudian terapis menyiapkan alat

pengatur waktu selama 10 menit, terakhir terapis menyiapkan handuk

atau tisu yang akan digunakan untuk menutup mata pasien.

b. Persiapan pasien

Pasien diminta untuk tidur terlentang dengan senyaman mungkin,

kepala beralaskan bantal dengan wajah miring kearah sisi wajah yang
19

sehat (miring ke kanan). Wajah yang akan diterapi dibersihkan terlebih

dahulu. Pasien diberitahu tentang manfaat terapi dan mengenai panas

yang dirasakan, yaitu rasa hangat. Bila ternyata ada rasa panas yang

menyengat, pasien diminta segera memberitahu pada terapis.

c. Pelaksanaan terapi

Pertama-tama pasien diberikan tisu untuk menutup mata dan

menghindari mata dari sorot lampu, kemudian lampu diposisikan tagak

lurus dengan wajah sisi kiri.

2. Infra Red

Infra red atau sinar infra merah adalah pancaran gelombang

elektromagnetik dengan panjang geloombang 7700-4 juta Amstrong.

Berdasarkan jenis generator infra red dibagi menjadi dua jenis yaitu

generator non luminous dan luminous. Perbedaan kandungan sinar antara

kedua generator dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) generator non

luminous, yaitu generator yang dominan memancarkan sinar infra

red sehingga pengobatan menggunakan jenis ini sering disebut “infra red

radiation” dan (2) generator luminous, yaitu generator yang disamping

mengandunginfra red, generator ini juga terdiri dari sinar ultra violet,

pengobatan dengan menggunakan generator jenis ini sering disebut

sebagai“radiant heating”. Sedangkan berdasarkan panjang gelombangnya

terbagi menjadi gelombang panjang (non penetrating) dengan panjang

gelombang 12.000 Amstrong – 150.000 Amstrong dengan daya penetrasi

hanya sampai lapisan superfisial epidermis, yaitu sekitar 0,5 mm dan

gelombang pendek (penetrating) dengan panjang gelombang 7.700


20

Amstrong – 12.000 Amstrong dengan daya penetrasi lebih dalam sampai

jaringansubcutan dan dapat mempengaruhi pembuluh darah kapiler

pembuluh limpa dan ujung-ujung saraf, serta jaringan lain dibawah

kulit.(Sujatno, dkk,1991).

Efek-efek fisiologis yang dihasilkan oleh IR secara umum antara lain (1)

meningkatkan proses metabolisme, (2) vasodilatasi pembuluh darah, (3)

pigmentasi, (4) dapat mempengaruhi urat saraf sensoris, (5)

mempengaruhi jaringan otot, (6) dapat menyebabkan destruksi jaringan,

(7) menaikkan temperatur tubuh, (8) mengaktifkan kerja kelenjar keringat.

Sedangkan efek terapeutik yang dihasilkan dari pemberian IR antara lain :

(1) mengurangi atau menghilangkan nyeri, (2) rileksasi otot, (3)

meningkatkan suplai darah dan (4) menghilangkan sisa-sisa hasil

metabolisme (Sujatno, dkk, 2002).

Pemberian terapi panas menggunakan IR dilakukan dengan tahap-

tahap sebagai berikut:

a. Persiapan alat

Persiapan alat yang dilakukan meliputi jenis lampu (disini penulis

menggunakan jenis non luminous), kemudian terapis memeriksa

kabelnya, setelah dapat dipastikan bahwa lampu aman untuk

digunakan kemudian terapis menyiapkan alat pengatur waktu selama

15 menit, terakhir terapis menyiapkan handuk dan tisu yang akan

digunakan untuk menutup mata pasien.


21

b. Persiapan pasien

Pasien diminta untuk tidur terlentang dengan senyaman mungkin,

kepala beralaskan bantal dengan wajah miring kearah sisi wajah yang

sehat (miring ke kanan). Wajah yang akan diterapi dibersihkan terlebih

dahulu. Pasien diberitahu tentang manfaat terapi dan mengenai panas

yang dirasakan, yaitu rasa hangat. Bila ternyata ada rasa panas yang

menyengat, pasien diminta segera memberitahu pada terapis.

c. Pelaksanaan terapi

Pertama-tama pasien diberikan tisu untuk menutup mata dan

menghindari mata dari sorot lampu, kemudian lampu diposisikan tagak

lurus dengan wajah sisi kiri, jarak diatur antara 45-60 cm, alat pengatur

waktu dipasang selama 15 menit, kemudian lampu dihidupkan.

3. Massage

a) Definisi

Massage adalah suatu istilah yang digunakan untuk

menunjukkan suatu manipulasi yang dilakukan dengan tangan yang

ditujukan pada jaringan lunak tubuh, untuk tujuan mendapatkan efek

baik pada jaringan saraf, otot, maupun sirkulasi (Gertrude, 1952).

b) Teknik-teknik massage

Ada beberapa teknik massage, seperti: stroking, effleurage, petrissage,

kneading, finger kneading, picking up, tapping, friction dan tapotemen

(hacking, claping, beating, pounding). Pada kasus Bell’s Palsy teknik

massage yang diberikan yaitu stroking, effleurage, finger kneading dan

tapping.
22

 Stroking atau gosokan ringan adalah manipulasi yang ringan dan

halus dengan menggunakan seluruh permukaan tangan satu atau

permukaan kedua belah tangan dan arah gerakannya tidak tentu.

- Efek stroking adalah penenangan dan mengurangi rasa nyeri.

(Tappan, 1988)

 Effleurage adalah manipulasi gosokan dengan penekanan yang

ringan dan halus dengan menggunakan seluruh permukaan tangan,

sebaiknya diberikan dari dagu ke atas ke pelipis dan dari tengah

dahi turun ke bawah menuju ke telinga. Ini harus dikerjakan secara

gentle dan menimbulkan rangsangan pada otot-otot wajah.

- Efek dari effleurage adalah membantu pertukaran zat-zat dengan

mempercepat peredaran darah dan limfe yang letaknya dangkal,

menghambat proses peradangan.

 Finger kneading adalah pijatan yang dilakukan dengan jari-jari

dengan cara memberikan tekanan dan gerakan melingkar,

diberikan ke seluruh otot wajah yang terkena lesi dengan arah

gerakan menuju ke telinga.

- Efek dari finger kneading adalah memperbaiki peredaran

darah dan memelihara tonus otot.

 Tapping adalah manipulasi yang diberikan dengan tepukan yang

ritmis dengan kekuatan tertentu, untuk daerah wajah dilakukan

dengan ujung-ujung jari.

- Efek dari tapping adalah merangsang jaringan dan otot untuk

berkontraksi.
23

c) Aplikasi massage

Pemberian massage wajah pada kondisi Bell’s Palsy bertujuan

untuk mencegah terjadinya perlengketan jaringan dengan cara

memberikan penguluran pada jaringan yang superfisial yakni otot-otot

wajah. Dengan pemberian massagewajah ini akan terjadi peningkatan

vaskularisasi dengan mekanisme pumping action pada vena sehingga

memperlancar sirkulasi darah dan limfe. Efek rileksasi dapat dicapai

dan elastisitas otot dapat tetap terpelihara serta mencegah timbulnya

perlengketan jaringan dan kontraktur otot dapat dicegah (Douglas,

1902)

Massage dilakukan selama 5-10 menit, 2-3 kali sehari. Massage

ini membantu mempertahankan tonus otot wajah agar tidak kaku

(Chusid 1983).

d. IndikasiMassage

Beberapa kondisi yang merupakan indikasi pemberian massage,

antara lain: spasme otot, nyeri, oedema, kasus-kasus perlengketan

jaringan, kelemahan otot jaringan, dan kasus- kasus kontraktur.

e. Kontra Indikasi Massage

Masssage tidak selalu dapat diberikan pada semua kasus, ada

beberapa kondisi yang merupakan kontra indikasi pemberian massage,

yaitu: darah yang mengalami infeksi, penyakit-penyakit dengan

ganguan sirkulasi, seperti: tromboplebitis, arteriosclerosis berat,

adanya tumor ganas, daerah peradangan akut, jerawat akut,sakit gigi,

dan luka bakar.


24

BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Diagnosa Medis

Bell’sPalsySinistra

B. Identitas Umum Pasien

Nama : Ny. M

Umur : 24 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jln. Indah

C. Anamnesis Khusus

Keluhan utama : Nyeri pada belakang telinga, samping

hidung, dan pada bagian alis serta

mengeluhkan wajah merot, tidak mampu

menutup mata kiri, mengangkat alis kiri

dan bibi merot ke kanan.

Kapan terjadi : ± 1 Bulan yang lalu

Riwayat penyakit sekarang : -

Riwayat penyakit dahulu : -

Riwayat pribadi : -

Riwayat penyakit keluarga : -


25

Riwayat perjalanan penyakit : Pada 1 bulan yang lalu pasien mandi dan

tiba-tiba merasakan air masuk pada mata

sebelah kiri serta saat bicara bibir merot

kanan dan pada saat itu juga pasien

langsung ke Fisioterapi.

D. Inspeksi/Observasi

a. Statis : - Wajah tampak asimetris

- Mulut merot ke kanan

- Mata sebelah kiri berair

- ada sisi yang lesi atau kiri lebih rendah dari

padayang kanan.

b. Dinamis : - Saat mengangkat alis, kerutan dahinya hanya terlihat

pada sisi yang sehat

- Saat menutup mata sisi yang sakit belum dapat menutup

dengan sempurna dan terlihat pergerakan bola matanya.

- Saat bersiul dan tersenyum wajah kiri belum bisa simetris

atau masih mencong ke kanan.

c. Palpasi : - Suhu wajah antara sisi kanan dan kiri teraba sama

-Pada sisi yang lesi atau kiri terasa lebih kendor dari pada

yang kanan.

- Ada spasme pada otot-otot wajah yang sebelah kanan.


26

E. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi

 Pemeriksaan Fisik

a. Vital Sign

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Pernafasan : 24 x/menit

Denyut Nadi : 68 x/menit

Suhu : 35,7 °C

b. Indeks Massa Tubuh

Berat Badan : 64 Kg

Tinggi Badan : 152 Cm

 Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran

a. Tanda Bell’s

(+)

b. UgoFischScale

Pemeriksaan UgoFischScale

Posisi Wajah Hasil

Saat diam atau istirahat 20 x 0% = 0

Mengerutkan dahi 10 x 30% = 3

Menutup mata 30 x 70% = 21

Tersenyum 30 x 30% = 9

Mecucu 10 x 70% = 7

Jumlah 40 point
27

Hasil :

Derajat V : Kelumpuhan sedang berat 25 – 50point

c. Manual Muscle Testing (MMT) otot-otot wajah

MMT otot-otot wajah skala Skala Daniel adnWorthinghom’s Manual

Muscle Testing.

Pemeriksaan MMT Otot – otot wajah Sinistra

No Nama Otot Nilai

1 M.Frontalis 1

2 M.Corrugator supercili 1

3 M.Procerus 1

4 M. Orbicularis Oculli 1

5 M. Nasalis 3

6 M. Depresor anguli oris 1

7 M. Zigomaticum mayor dan M. 1

Zigomatikum minor

8 M. Orbicularis oris 1

9 M. Buccinator 1

10 M. Mentalis 3

11 M. Platysma 3
28

F. Diagnosa dan Problematik Fisioterapi (sesuai konsep ICF)

1. Bell‘sPalsy

 ICF : s7b7

 ICD-10 : G51.0

2. Masalah Kesehatan

a. Definisi

Menurut Mumenthales (2006) Bell palsy merupakan suatu

kelainan pada n. fascialis yang menyebabkan kelemahan atau

kelumpuhan pada otot di suatu wajah. Suatu keadaan

ketidaksimetrisan wajah dikarenakan penurunan fungsi n. facialis yang

mengakibatkan ketidakseimbangan kekuatan pada kedua.

b. Epidemiologi

Angka kejadian penderita bellpalsy, menurut studi kasus yang

dilakukan para peneliti, 20 per 100.000 penduduk pertahun. Bell palsy

mempengaruhi sekitar 40.000 orang di Amerika Serikat setiap

tahunnya. Menurut studi kasus yang dilakukan Grewal D.S, 2016

menyatakan bahwa sekitar 1,5% terjadi bellpalsy pada usia antar 15

dan 60 yang terjadi pada wanita maupun pria.

3. Hasil Anamnesis

Pasien perempuan berusia 24 tahun merasakan kelemahan pada sisi

wajah sebelah kiri yang disertai dengan adanya rasa nyeri pada bagian

belakang telinga.Saat ini pasien mengalami kesulitan dalam menutup mata

kiri dan merasa wajahnya sedikit mencong ke arah kanan.Hal tersebut

dirasakan sudah ± 1 bulan yang lalu.


29

4. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Fisik

o Vital Sign

- BloodPreasue : Normal

- Heart Rate : Normal

- Respiratory Rate : Normal

o Inspeksi

- Tampak kelemahan pada wajah

- Wajah tidak simetris

- Ekspresi wajah tidak sama

o Palpasi

- Nyeri tekan di dekat hidung

- Suhu normal

o Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

- Aktif dan Pasif : adanya kelemahan

- Tes isometric melawan tahanan : adanya kelemahan

b. Pemeriksaan Penunjang : -

c. Penegakan Diagnosis

 ActivityLimitation : - Seringmengelurkan air mata sisi

kiri

- Sulit memejamkan mata sisi kiri

 BodyStructure&Function : - Kelemahan otot satu sisi wajah

- Penurunan fungsi n. Fascialis


30

 ParticipationRestriction : - Mengganggu aktivitas

berkomunikasi

 Diagnosis Fisioterapi : Belum bisa memejamkan mata dan

mengeluarkan air mata sisi kiri

karena adanya kelemahan otot dan

penurunan fungsi n. fascialis pada

satu sisi wajah kiri sehingga

mengganggu aktivitas

berkomunikasi.

5. Rencana Penatalaksanaan

a. Tujuan : Memperbaiki fungsi nervusfascialis

b. Prinsip Terapi : - Penguatan otot fascial

- Peningkatan fungsi n. Fascialis

c. Edukasi : Mengajarkan cara menutup mata dan mengontrol

air liur yang keluar dari mulut.

d. Kriteria Rujukan : -

6. Prognosis Perjalanan alamiah Bell‘spalsy bervariasi dari perbaikan

komplit dini sampai cedera sarafsubstansial dengan sekuele permanen.

Sekitar 80-90% pasien dengan Bell‘spalsysembuhtotal dalam 6 bulan,

bahkan pada 50-60% kasus membaik dalam 3 minggu. Sekitar 10%

mengalami asimetrimuskulusfasialispersisten, dan 5% mengalami sekuele

yang berat, serta 8% kasus dapat rekuren. Faktor yang dapat mengarah

ke prognosis buruk adalah palsi komplit (risiko sekuele berat), riwayat

rekurensi, diabetes, adanya nyeri hebat post-aurikular, gangguan


31

pengecapan, refleks stapedius, wanita hamil dengan Bell‘spalsy. Selain

menggunakan pemeriksaan neurofisiologi untuk menentukan prognosis,

House-BrackmannFacialNerveGrading System dapat digunakan untuk

mengukurkeparahan dari suatu serangan dan menentukan prognosis pasien

Bell‘spalsy (Handoko Lowis, 2012).

7. Sarana dan Prasarana

a. Sarana : Bed

b. Prasarana : Ruangan Terapi

G. Tujuan Intervensi Fisioterapi

a. Tujuan jangka pendek

- Meningkatkan kekuatan otot

- Mencegah potensial terjadinya atrofi otot sisi kiri

- Mencegah potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah kanan oleh

karena kontraksi terus menerus pada sisi wajah kanan

- Mencegah potensial terjadinya kontraktur otot wajah sisi kanan

b. Tujuan jangka panjang

- Melanjutkan tujuan jangka pendek

- Meningkatkan aktifitas fungsional semaksimal mungkin seperti makan

agar tidak mengumpul pada sisi yang lesi, minum/ berkumur agar tidak

bocor serta meningkatkan kepercayadirian pasien.

H. Program Intervensi Fisioterapi

1. MicrowaveDiathermy

a. Tujuan : untuk melancarkan sirkulasi darah, relaksasi

otot-ototwajah.
32

b. Persiapan alat : - MicrowaveDiathermy

- Tissue

- Kacamata

c. Persiapan pasien

Pasien diminta untuk tidur terlentang dengan senyaman mungkin,

kepala beralaskan bantal dengan wajah miring kearah sisi wajah yang

sehat (miring ke kanan). Wajah yang akan diterapi dibersihkan terlebih

dahulu. Pasien diberitahu tentang manfaat terapi dan mengenai panas

yang dirasakan, yaitu rasa hangat. Bila ternyata ada rasa panas yang

menyengat, pasien diminta segera memberitahu pada terapis.

d. Pelaksanaan terapi

Pertama-tama pasien diberikan tissue dan kacamata untuk menutup

mata dan menghindari mata dari sorot lampu, kemudian lampu

diposisikan tagak lurus dengan wajah sisi kiri.

2. Massage

a. Tujuan

Untuk merangsang reseptor sensorik dan jaringan subcutaneous

pada kulit sehingga memberikan efek rileksasi dan dapat mengurangi

kaku pada wajah.

b. Persiapan alat : - Baby Oil

- Handscoon
33

c. Persiapan pasien

Posisi pasien tidur terlentang senyaman mungkin. Area terapi yang

hendak dimassage dalam keadaan bersih. Sebelum massage dilakukan,

berikan penjelasan mengenai terapi yang akan dilakukan

d. Pelaksanaan terapi

Terapis berada di sebelah atas wajah pasien. Massage diberikan

pada wajah yang lesi. Sebelumnya tuangkan media pelicin ditangan

terapis. Kemudian usapkan pada wajah pasien dengan gerakan stroking

dengan menggunakan seluruh permukaan tangan satu atau permukaan

kedua belah tangan dan arah gerakannya tidak tentu. Lakukan gerakan

efflurage secara gentle, gerakan dari dagu kearah pelipis dan dari

tengah dahi turun ke bawah menuju ke telinga.

Dilanjutkan dengan finger kneading dengan jari-jari dengan cara

memberikan tekanan dan gerakan melingkar, diberikan ke seluruh otot

wajah yang terkena lesi dari dagu, pipi, pelipis dan tengah dahi menuju

ke telinga. Kemudian lakukan tapping dengan jari-jari dari tengah dahi

menuju ke arah telinga, dari dekat mata menuju ke arah telinga, dari

hidung ke arah telinga, dari sudut bibir ke arah telinga dan dari dagu

menuju kearah telinga. Khusus pada bibir, lakukan stretching kearah

yang lesi.

Gerakan massage dilakukan dengan pengulangan 15x / menit dan

dilakukan selama kurang lebih 5-10 menit.


34

I. Evaluasi Fisioterapi

 Hasil Terapi

Sesudah dilakukan terapi dengan Micro Wave Diathermy dan Massage

selama 1 bulan 3 minngu dengan 2x/minngu terapi pada pasien atas nama

Ny. M, 24tahun dengan diagnosa Bell’sPalsyKiri didapatkan hasil sebagai

berikut:

a. Peningkatan nilai kemampuan fungsional otot-otot wajah dengan Skala

UgoFisch

Posisi Wajah Hasil

Saat diam atau istirahat 20 x 70% = 14

Mengerutkan dahi 10 x 70% = 7

Menutup mata 30 x 70% = 21

Tersenyum 30 x 70% = 21

Mecucu 10 x 70% = 21

Jumlah 84 point

Hasil :

Derajat II : Kelumpuhan ringan 75 – 99point

b. Peningkatan nilai kekuatan otot wajah

No Nama Otot Nilai

1 M.Frontalis 3

2 M.Corrugator supercili 3

3 M.Procerus 3
35

4 M. Orbicularis Oculli 1

5 M. Nasalis 3

6 M. Depresor anguli oris 3

7 M. Zigomaticum mayor dan M. 1

Zigomatikum minor

8 M. Orbicularis oris 1

9 M. Buccinator 1

10 M. Mentalis 3

11 M. Platysma 3

Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa dengan penanganan

fisioterapi yang telah diberikan memperlihatkan adanya peningkatan

kemampuan fungsional otot - otot wajah serta peningkatan kekuatan otot

dari otot-otot wajah.

 Nilai UgoFisch meningkat dibuktikan dengan pemeriksaan dan

evaluasi menggunakan UgoFischScale.

 Kekuatan otot meningkat dibuktikan dengan pemeriksaan dan evaluasi

menggunakan MMT pada otot-otot wajah.

 Rasa tebal-tebal pada wajah sisi kiri mulai berkurang.

 Bibir yang merot sudah berkurang tapi expresi wajah masih asimetris.
36

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian tersebut diatas diketahui akan adanya kemajuan yang

sangat signifikan dalam proses penyembuhan dibandingkan sebelum

dilakukan tindakan fisioterapi, Kemajuan tersebut selain dari keinginan

dan semangat pasien untuk sembuh serta didukung oleh modalitas

fisioterapi yang diberikan yaitu MicroWaveDiathermyarus Continous,

Massage serta didukung dengan latihan-latihan untuk home program.

Diperoleh hasil: (1) Nilai Ugo Fisch meningkat dibuktikan dengan

pemeriksaan dan evaluasi menggunakan Ugo Fisch Scale, (2) Kekuatan

otot meningkat dibuktikan dengan pemeriksaan dan evaluasi menggunakan

MMT pada otot-otot wajah, (3) Rasa tebal-tebal pada wajah sisi kiri mulai

berkurang, (4) Bibir yang merot sudah berkurang tapi expresi wajah masih

asimetris.

B. Saran

Suatu keberhasilan terapi juga ditentukan oleh sikap dari pasien itu

sendiri, jadi perlu ada kerjasama dengan baik antara terapis, pasien serta

keluarga pasien. Untuk mengoptimalkan hasil terapi yang diberikan maka

disarankan kepada:

a. Fisioterapis hendaknya sebelum melakukan terapi kepada pasien

diawali dengan pemeriksaan yang teliti, mencatat permasalahanpasien,

menegakkan diagnosis dengan tepat, memilih modalitasyang sesuai

dengan permasalahan pasien, melakukanevaluasi danmemberikan


37

edukasi pada pasien sehingga nantinya akanmemperoleh hasil yang

optimal.

b. Kepada pasien:

 Rutin dalam melakukan terapi ke fisioterapi.

 Sementara waktu menghindari udara dingin dan angin

yang langsung mengenai pada wajah atau jika tidur

menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin menerpa

wajah secara langsungserta jangan tidur di lantai tanpa

menggunakan alas dan bantal, bila kondisi tubuh tidak baik.

 Bila mengendarai motor, gunakanlah helm fullface yang benar

agar terhindar dari terpaan udara secara langsung.

 Pakailah kacamata untuk melindungi mata dari terpaan debu dan

angin secara langsung untuk menghindari iritasi.

c. Keluarga pasien,hendaknya memberikan motivasi kepada pasie untuk

rajin terapi dan melakukan home program/ edukasi- edukasi yang telah

diberikan oleh terapis untuk mendukung proses kesembuhannya.

d. Masyarakat dan pembaca, agar segera konsultasi ke dokter, ke

fisioterapi atau tenaga medis lain, bila dijumpai atau dirasakan keluhan

seperti:mulutmencong, salah satu mata sukar ditutup, dansebagainya.

Ini dimaksud, agar dapat diberikan tindakan sedinimungkin sehingga

komplikasi yang akan timbul dapat dicegah.


38

DAFTAR PUSTAKA

http://samuelpenuhperjuanganhidup.blogspot.com/2012/07/penatalaksanaan-

bells-palsy-kiri-dengan.html

http://physioarticle.blogspot.com/2011/12/bells-palsy.html

http://fisioterapi-online.blogspot.com/2014/12/contoh-laporan-

penatalaksanaan_3.html

https://www.healthline.com/health/bells-palsy

https://www.alodokter.com/bells-palsy.html

Anda mungkin juga menyukai