Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu sindrom yang kronik progresif

dengan terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang

disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan

terhadap insulin sehingga mengarah pada keadaan hiperglikemia (Black &

Hawks, 2009; Guyton & Hall, 2008). Definisi lain menjelaskan bahwa Diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

kedua–duanya (American Diabetes Association, 2010).

Patofisiologi Diabetes melitus (DM) secara klinis dibagi 2 tipe yaitu

diabetes melitus tipe 1 dan 2. Diabetes melitus tipe 1 disebabkan kurangnya

sekresi insulin. Kurangnya sekresi atau produksi insulin terjadi akibat kerusakan

sel beta pankreas. Faktor genetik turut menentukan kerentanan sel–sel beta

terhadap infeksi virus yang menyebabkan kelainan autoimun dan akhirnya

merusak sel–sel beta. Sedangkan Kelainan dasar pada diabetes melitus tipe 2 yaitu

resistensi insulin dan kegagalan pankreas mensekresi insulin (defisiensi insulin)

untuk mengkompensasi resistensi insulin. Resistensi insulin terjadi di hati dan

jaringan perifer. Reseptor insulin pada pasien diabetes melitus tipe 2 mengalami

penurunan sensitivitas terhadap kadar glukosa, sehingga hati terus menerus

memproduksi glukosa dan kadar glukosa darah meningkat. Proses ini ditambah

dengan ketidakmampuan jaringan otot dan lemak untuk meningkatkan ambilan

glukosa.

1
World Health Organization (WHO) pada September 2012 menjelaskan

bahwa jumlah penderita Diabetes Melitus di dunia mencapai 347 juta orang.

International Diabetes Federation (IDF) Atlas 2015, memprediksi untuk usia 20-

79 tahun jumlah penderita Diabetes Melitus di Indonesia dari 10 juta pada tahun

2015 menjadi 16,2 juta pada tahun 2040. Dengan angka tersebut Indonesia

menempati urutan ke-6 di dunia pada tahun 2040, atau naik satu peringkat

dibanding data IDF pada tahun 2015 yang menempati peringkat ke-7 di dunia.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014, terdapat 27.470 kasus

penyakit diabetes melitus dengan 747 kematian. Sedangkan berdasrkan data Dinas

Kesehatan Kota Makassar pada tahun 2015, penyakit Diabetes Melitus menempati

peringkat empat dari sepuluh penyebab utama kematian di Kota Makassar yaitu

sebanyak 191 kasus dengan jumlah penderita sebanyak 25.145 jiwa (Dinas

Kesehatan Kota Makassar, 2015). RSUD Labuang Baji Makassar, jumlah pasien

rawat jalan pada tahun 2014 sebanyak 209 pasien, tahun 2015 sebanyak 277

pasien, dan pada tahun 2016 sebanyak 195 pasien yang menderita penyakit

diabetes melitus (Rekam Medik RSUD Labuang Baji Makassar).

Mekanisme yang berhubungan dengan kerentanan pasien diabetes melitus

terhadap infeksi saluran kemih (ISK) adalah faktor imunitas, perubahan faal, dan

perlekatan bakteri pada sel uroepitelium. Faktor imunitas yaitu berupa gangguan

leukosit polimorfonuklear dalam migrasi, fagositosis, penghancuran intraseluler

dan kemotaksis. Perubahan faal saluran kemih akibat neuropati otonom

(neurogenic bladder) menyebabkan pengosongan kandung kemih yang tidak

tuntas, sehingga memudahkan terjadinya kolonisasi mikroorganisme. Konsentrasi

2
glukosa yang tinggi dalam urine (glukosuria) juga dapat menghambat aktivitas

leukosit polimorfonuklear dan media pertumbuhan mikroorganisme patogenik .

Urine pada penderita diabetes melitus memiliki kadar glukosa yang tinggi,

yang dimana glukosa merupakan kandungan nutrisi yang penting bagi

pertumbuhan bakteri. Karena glukosa mengandung banyak unsur karbon dan

nitrogen, sehingga bakteri pada urine penderita diabetes melitus lebih banyak dari

pada urine normal. Infeksi pada pasien diabetes melitus umumnya terlokalisasi di

saluran kemih. Kadar glukosa yang tinggi di dalam urine merupakan media yang

baik untuk pertumbuhan mikroorganisme patogen.

Infeksi saluran kemih adalah keadaan yang menunjukan keberadaan

mikroorganisme penyebab infeksi dalam urine. Infeksi saluran kemih berkaitan

dengan masuknya mikoorganisme, seperti jamur, virus, dan bakteri dalam saluran

kemih. Umumnya Infeksi saluran kemih disebabkan oleh mikroorganisme tunggal

seperti Escherichia coli merupakan mikroorganisme yang paling sering diisolasi

dari pasien ISK, Mikroorganisme lain yang sering ditemukan adalah Proteus spp,

Klebsiella spp dan Staphylococcus dengan koagulase negatif, Infeksi yang

disebabkan oleh Pseudomonas jarang ditemukan kecuali pasca katerisasi (Nurdin,

2009).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat

dirumuskan masalah yang menjadi acuan pembahasan selanjutnya, yaitu jenis

bakteri apakah yang terdapat pada urine penderita diabetes melitus.

C. Tujuan Penelitian

3
a. Tujuan Umun

Untuk mengetahui ada tidaknya bakteri yang terdapat pada urine

penderita diabetes melitus di RSUD Labuang Baji Makassar.

b. Tujuan khusus

Untuk mengidentifikasi jenis bakteri yang terdapat pada urine

penderita diabetes melitus di RSUD Labuang Baji Makassar.

D. Manfaat Penelitian
a. Untuk Akademik

Sebagai tambahan referensi dari hasil penelititan bagi almamater

khususnya program Diploma Teknologi Laboratorium Medik Universitas

Mega Rezky Makassar.

b. Untuk Praktisi

Sebagai bahan masukan dan informasi kepada masyarakat sehubungan

dengan bahaya dan dampak yang diakibatkan bakteri yang berkembang biak

pada urine penderita diabetes melitus di RSUD Labuang Baji Makassar.

c. Untuk Peneliti

Sebagai khasanah keilmuan yang diaplikasikan dalam suatu ilmu

pengetahuan yang telah diperoleh selama mengikuti perkuliahan. Khususnya

untuk mata kuliah bakteriologi

4
5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Tentang Variabel

1. Teori Tentang Diabetes Melitus

a. Defenisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu sindrom yang kronik

progresif dengan terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak, dan

protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan

sensitivitas jaringan terhadap insulin sehingga mengarah pada keadaan

hiperglikemia (Black & Hawks, 2009; Guyton & Hall, 2008). Definisi lain

menjelaskan bahwa diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua–duanya (American Diabetes

Association, 2010).

Diabetes Melitus sering disebut penyakit gula yang tidak hanya

dianggap sebagai gangguan metabolisme karbohidrat, tetapi juga

menyangkut metabolisme protein dan lemak. Diabetes Melitus sering

menimbulkan komplikasi yang bersifat kronik, terutama pada struktur dan

fungsi pembuluh darah, seperti penyakit jantung, ginjal, kebutaan,

arterosklerosis, bahkan sebagian tubuh bisa diamputasi (Mirza, 2008).

b. Epidemiologi

World Health Organization (WHO) pada September 2012

menjelaskan bahwa jumlah penderita diabetes melitus di dunia mencapai

347 juta orang dan lebih dari 80% kematian akibat DM terjadi pada negara

6
miskin dan berkembang. International Diabetes Federation (IDF) Atlas

2015, memprediksi untuk usia 20-79 tahun jumlah penderita Diabetes

Melitus di Indonesia dari 10 juta pada tahun 2015 menjadi 16,2 juta pada

tahun 2040. Dengan angka tersebut Indonesia menempati urutan ke-6 di

dunia pada tahun 2040, atau naik satu peringkat dibanding data IDF pada

tahun 2015 yang menempati peringkat ke-7 di dunia (IDF, 2015).

Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), menunjukkan

terjadinya peningkatan prevalensi diabetes melitus di Indonesia dari 5,7%

tahun 2007 menjadi 6,9% atau sekitar 9,1 juta pada tahun 2013. Diabetes

telah menjadi penyebab kematian terbesar ke-4 di dunia. Di tahun 2012

sudah ada 4,8 juta kematian yang disebabkan langsung oleh Diabetes

Melitus. Tiap 10 detik ada satu orang atau tiap 1 menit ada 6 orang yang

meninggal akibat penyakit yang berkaitan dengan diabetes (Tandra, H.,

2013).Data Sample Registration Survey tahun 2014 menunjukkan bahwa

diabetes merupakan penyebab kematian terbesar nomor 3 di Indonesia

dengan presentase sebesar (6,7%), setelah stroke (21,1%) dan penyakit

jantung koroner (12,9) (Kemkes, 2016).

Sedangkan berdasarkan data Survailans penyakit tidak menular

Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014,

terdapat 27.470 kasus penyakit diabetes melitus dengan 747 kematian.

Sedangkan berdasrkan data Dinas Kesehatan Kota Makassar pada tahun

2015, penyakit Diabetes Melitus menempati peringkat empat dari sepuluh

7
penyebab utama kematian di Kota Makassar yaitu sebanyak 191 kasus

dengan jumlah penderita sebanyak 25.145 jiwa Zamaa, & Sainudin, 2018).

RSUD Labuang Baji Makassar, jumlah pasien rawat jalan pada

tahun 2014 sebanyak 209 pasien, tahun 2015 sebanyak 277 pasien, dan

pada tahun 2016 sebanyak 195 pasien yang menderita penyakit diabetes

melitus (Zamaa, & Sainudin, 2018)

c. Klasifikasi

Menurut ADA (American Diabetes Association) tahun 2012,

berdasarkan etiologisnya diabetes melitus dibagi menjadi empat jenis yang

telah disahkan oleh WHO, yaitu: diabetes melitus tipe 1, Diabetes Melitus

tipe 2, diabetes melitus gestasional (diabetes kehamilan), dan diabetes

melitus tipe lain.

1) Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 sering disebut insulin dependent

diabetes melitus (IDDM) yang artinya diabetes melitus yang

bergantung pada insulin. Diabetes melitus tipe ini terjadi akibat

adanya kerusakan sel beta pankreas yang mengakibatkan adanya

kekurangan insulin absolut (Ridwan, 2016). Beberapa faktor resiko

dalam diabetes melitus tipe ini yaitu destruksi autoimun sel-sel beta

langerhans sehingga tubuh tidak bisa memproduksi insulin dan adanya

infeksi merupakan pemicu terjadinya reaksi auto imun.

Sel beta merupakan satu-satunya sel endokrin yang

menghasilkan insulin dalam pulau langerhans di pankreas. Mekanisme

8
autoimun pada diabetes melitus tipe ini dimulai dari penemuan

limfosit T dan B yang memasuki pulau langerhans di pankreas dan

diduga yang menyebabkan kerusakan limfosit T melalui respon imun.

Penyebab diabetes melitus tipe I belum diketahui pasti, namun diduga

pejanan infeksi atau lingkungan juga merupakan salah satu yang

memicu proses autoimun, dengan demikian sel beta pankreas rusak

dan berakibat insulin yang dihasilkan berkurang bahkan tidak

dihasilkan sehingga terjadi peningkatan glukosa dalam darah (Ridwan,

2016).

2) Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 biasa disebut non-insulin dependent

diabetes melitus (NIDDM) adalah penyakit gangguan metabolik yang

ditandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin

oleh sel beta pankreas atau gangguan fungsi insulin (resistensi insulin)

(Fatimah, 2015). Penderita diabetes melitus tipe 2, insulin yang ada

tidak dapat bekerja dengan baik karena reseptor insulin pada sel

berkurang atau mengalami perubahan struktur sehingga hanya sedikit

glukosa yang berhasil masuk ke dalam sel, akibatnya sel mengalami

kekurangan glukosa yang mana disisi lain glukosa menumpuk dalam

darah. Kondisi ini bila dalam jangka panjang akan berdampak pada

rusaknya pembulu darah dan menimbulkan berbagai komplikasi

(Suriani, 2012).

9
Penderita diabetes melitus tipe 2, ada kecenderungan faktor

keturunan yang sangat kuat untuk mendapatkan penyakit ini. Penyakit

diabetes melitus tipe ini memiliki kemungkinan dua kali lebih tinggi

untuk terkena diabetes pada mereka yang memiliki anggota keluarga

penderita diabetes melitus dibandingkan orang- orang biasa yang tidak

mempunyai keluarga yang menderita diabetes. Kemungkinan

penyebab dari 10-20% diabetes melitus tipe ini adalah gen yang

disebut glukokinase. Glukokinase adalah gen yang menentukan

bagaimana tubuh memproduksi enzim pencernaan. Glukokinase

memiliki peran dalam merangsang sel - sel beta untuk mengeluarkan

hormon insulin (Johnson, 2015).

Dengan kecacatan genetika, tubuh bisa memproduksi cukup

insulin pada mulanya untuk menjaga fungsi - fungsi tubuh berjalan

dengan baik. Namun faktor - faktor lingkungan atau tekanan berat

pada tubuh seperti adanya penyaikit, dapat membuat tubuh tidak

mampu untuk menanggulangi glukosa yang diterimanya sehingga

megakibatkan diabetes (Johnson, 2015).

Diabetes melitus tipe 2 dapat disebabkan karena keturunan,

gaya hidup yang tidak sehat, kegemukan, kurang olahraga, terlalu

banyak mengkonsumsi makanan dengan gizi yang tidak seimbang.

Gejala yang menyertai diabetes melitus tipe ini yaitu cepat lelah berat,

badan menurun walaupun banyak makan, dan rasa kesemutan di

tungkai (Hanum, 2013).

10
3) Diabetes Melitus Gestasional (DGM)

Diabetes gestasional merupakan diabetes yang timbul akibat

kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin

yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan ekstra pada masa

kehamilan.

Diabetes melitus gestasional atau diabetes melitus dengan

kehamilan merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada

saat mengalami kehamilan tetapi sebelumnya belum kadar glukosa

darah masih normal namun akan kembali normal setelah melahirkan.

Faktor resiko pada diabetes melitus gestasional adalah wanita yang

hamil dengan umur lebih dari 25 tahun disertai dengan riwayat

keluarga dengan diabetes melitus, infeksi yang berulang, melahirkan

dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg (Windasari, 2014).

4) Diabetes Melitus Tipe Lain

Diabetes melitus tipe lain berhubungan dengan faktor genetik,

pembedahan, obat- obat tertentu dapat menyebabkan kerusakan yang

akan menyebabkan diabetes, infeksi penyakit pankreas serta akibat

penyakit lain. Jumlah kasus diabetes tipe ini sebanyak 1-5% dari

semua diagnosis diabetes melitus (Ridwan, 2016). Kecanduan alkohol

juga dapat menyebabkan peradangan pada kelenjar pankreas, yang

dapat menyebabkan kerusakan pada sel - sel beta yang memproduksi

insulin (Jhonson, 2015).

11
d. Patofisiologi

Patofisiologi diabetes Melitus secara klinis dibagi 2 tipe yaitu DM

tipe 1 dan 2. Diabetes Melitus tipe 1 disebabkan kurangnya sekresi insulin.

Kurangnya sekresi atau produksi insulin terjadi akibat kerusakan sel beta

pankreas. Faktor genetik turut menentukan kerentanan sel–sel beta

terhadap infeksi virus yang menyebabkan kelainan autoimun dan akhirnya

merusak sel–sel beta. Produksi insulin yang kurang mengharuskan pasien

diabetes Melitus tipe 1 sangat tergantung pada pemberian insulin. Onset

diabetes Melitus tipe 1 dapat terjadi di segala usia, biasanya dimulai

sebelum usia 30 tahun dan ditemukan kurang lebih 10% dari seluruh kasus

diabetes Melitus (Septianingsih, 2012).

Kelainan dasar pada diabetes Melitus tipe 2 yaitu resistensi insulin

dan kegagalan pankreas mensekresi insulin (defisiensi insulin) untuk

mengkompensasi resistensi insulin. Resistensi insulin terjadi di hati dan

jaringan perifer. Reseptor insulin pada pasien diabetes Melitus tipe 2

mengalami penurunan sensitivitas terhadap kadar glukosa, sehingga hati

terus menerus memproduksi glukosa dan kadar glukosa darah meningkat.

Proses ini ditambah dengan ketidakmampuan jaringan otot dan lemak

untuk meningkatkan ambilan glukosa. Resistensi insulin dibuktikan

dengan berat badan berlebih atau obesitas yang didukung dengan polidipsi

dan kurang aktivitas. Defisiensi insulin terjadi akibat sel beta secara terus

menerus terpapar pada kondisi hiperglikemia, sehingga respon terhadap

kenaikan glukosa menjadi berkurang secara progresif (desensitisasi).

12
Kekurangan sekresi insulin oleh pankreas juga menyebabkan kecepatan

transport glukosa ke jaringan lemak, otot, dan hepar menurun. Fenomena

ini dapat diperbaiki dengan menormalkan glukosa darah. Diabetes Melitus

tipe 2 ditemukan lebih dari 90% dari seluruh kasus (Septianingsih, 2012).

e. Komplikasi

Pengelolaan penyakit diabetes Melitus yang tidak baik dapat

menimbulkan komplikasi baik akut maupun kronik. Menurut PERKENI

(2011), Black dan Hawks (2009) komplikasi diabetes Melitus meliputi :

1) Komplikasi akut: ketoasidosis diabetik (KAD), sindrom hiperglikemi

hiperosmolar nonketotik, hipoglikemia.

2) Komplikasi kronik, terdiri dari makrovaskular dan mikrovaskular.

 Makrovaskular: penyakit jantung koroner, penyakit

serebrovaskular, hipertensi, penyakit pembuluh darah tepi, dan

infeksi.

 Mikrovaskular: retinopati diabetik, nefropati diabetik, ulkus kaki

diabetik, neuropati diabetik. Neuropati diabetik terdiri dari 2 tipe,

yaitu sensorimotor dan autonomi. Neuropati autonomi berdampak

pada fungsi pupil, kardiovaskular, gastrointestinal dan genitourinari

(Septianingsih, 2012).

Pasien diabetes Melitus rentan terhadap berbagai infeksi dibanding

pasien yang tidak menderita diabetes Melitus. Faktor yang berkontribusi

terhadap perkembangan infeksi adalah gangguan fungsi leukosit

polimorfonuklear dan neuropati diabetik. Faktor ini diperberat dengan

13
pengendalian glikemik yang buruk (Black & Hawks, 2009). Tipe infeksi

yang banyak terjadi pada pasien diabetes Melitus perempuan adalah

infeksi saluran kemih (ISK), infeksi saluran napas dan infeksi kulit. Infeksi

pada pasien DM sangat berpengaruh terhadap pengendalian glukosa darah.

Infeksi dapat memperburuk pengendalian glukosa darah dan kadar glukosa

darah yang tinggi meningkatkan kemudahan terjadinya infeksi dan

memperburuk infeksi (Septianingsih, 2012).

2. Teori Tentang Infeksi Saluran Kemih

a. Pengertian Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih adalah keadaan yang menunjukan

keberadaan mikroorganisme penyebab infeksi dalam urine. ISK berkaitan

dengan masuknya mikoorganisme, seperti jamur, virus, dan bakteri dalam

saluran kemih. Mikroorganisme yang berkembang biak biasanya

merupakan bakteri patogen di dalam saluran kemih yang menyebabkan

inflamasi. Adanya bakteri di dalam urine disebut bakteriuria. Bakteriuria

bermakna menunjukan adanya pertumbuhan mikroorganisme lebih dari

105CFU/mL urine (Dewi dkk, 2015).

b. Epidemiologi

Infeksi Saluran Kemih merupakan infeksi yang paling sering terjadi

dan masih menjadi masalah kesehatan dan dapat menjadi penyebab sepsis

terbanyak setelah infeksi saluran nafas. Prevalensi infeksi saluran kemih di

Indonesia masih cukup tinggi. Penderita infeksi saluran kemih di Indonesia

diperkirakan mencapai 222 juta jiwa. Berdasarkan data Departemen

14
Kesehatan Republik Indonesia, penderita ISK di Indonesia berjumlah 90 –

100 kasus per 100.000 penduduk per tahun atau sekitar 180.000 kasus baru

per tahun (Depkes RI, 2014).

c. Patofisiologi

Kondisi normal saluran kemih di atas uretra steril. Beberapa

mekanisme pertahanan mekanik dan fisiologi membantu memelihara

kesterilan dan mencegah ISK. Mekanisme pertahanan mekanik meliputi

buang air kecil dengan pengosongan kandung kemih secara tuntas,

kepatenan ureterovesical junction, dan aktivitas peristaltik yang

mendorong urine untuk masuk ke dalam kandung kemih. Karakteristik

antibakteri dari urine dipertahankan oleh pH yang asam (<6.0), konsentrasi

urea yang tinggi, dan glikoprotein dalam jumlah besar yang mempengaruhi

pertumbuhan bakteri. Perubahan dari mekanisme pertahanan dapat

meningkatkan risiko ISK (Septianingsih, 2012).

Infeksi saluran kemih terjadi ketika flora normal area periuretral

diganti dengan bakteri uropatogenik dan melalui rute ascending dari uretra

ke struktur di atasnya. Mekanisme yang berhubungan dengan kerentanan

pasien DM terhadap infeksi saluran kemih (ISK) adalah faktor imunitas,

perubahan faal, dan perlekatan bakteri pada sel uroepitelium. Faktor

imunitas yaitu berupa gangguan leukosit polimorfonuklear dalam migrasi,

fagositosis, penghancuran intraseluler dan kemotaksis. Perubahan faal

saluran kemih akibat neuropati otonom (neurogenic bladder) menyebabkan

pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas, sehingga memudahkan

15
terjadinya kolonisasi mikroorganisme. Konsentrasi glukosa yang tinggi

dalam urine (glukosuria) juga dapat menghambat aktivitas leukosit

polimorfonuklear dan media pertumbuhan mikroorganisme patogenik.

Faktor peningkatan perlekatan bakteri terutama Escherichia coli fimbrae

tipe 1 pada sel uroepitelium pasien DM perempuan juga berperan dalam

mekanisme ISK, khususnya jika diabetes tidak terkontrol dengan baik

(Septianingsih, 2012).

Umumnya ISK disebabkan oleh mikroorganisme tunggal seperti

Escherichia coli merupakan mikroorganisme yang paling sering diisolasi

dari pasien ISK, Mikroorganisme lain yang sering ditemukan adalah

Proteus spp, Klebsiella spp dan Staphylococcus dengan koagulase negatif,

Infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas jarang ditemukan kecuali

pasca katerisasi (Nurdin, 2009).

3. Teori Tentang Urine

a. Pengertian Urine

Urin adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal kemudian

dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Ekskresi urin

diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang

disaring oleh ginjal danuntuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin

disaring di dalam ginjal, dibawamelalui ureter menuju kandung kemih,

akhirnya dibuang keluar tubuh melaluiuretra (ramadani dkk, 2014).

Urinalisis dapat menggambarkan keadaan sistemik khususnya

kondisi ginjal dan saluran kemih (Aulia,D dan Lydia,A. 2014) sehingga

16
dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih

karena pemeriksaan urinalisis cepat dan tersedia secara luas (ramadani

dkk, 2014).

Cara pengambilan sampel urin juga perlu diperhatikan agar

terhindar dari kontaminasi. Sampel urin yang digunakan untuk urinalisa

khususnya dalam pemeriksaan skrining maupun diagnosa infeksi saluran

kemih tidak boleh dilakukan penundaan transport sampel urin ke

laboratorium. Jenis sampel urin yang digunakan sesuai kebutuhan

pemeriksaan. Berikut jenis – jenis sampel urin, yaitu (ramadani dkk,

2014):

1) Urin sewaktu dapat diambil kapan saja dan digunakan untuk

pemeriksaan rutin digunakan sebagai uji skrining

2) Urin 24 jam merupakan urin tampung selama 24 jam pada wadah

yang biasanya ditambahkan pengawet urin. Urin 24 jam digunakan

untuk mengevaluasi volume urin secara kuantitatif.

3) Urin pagi merupakan urin yang dikeluarkan pada pagi hari setelah

bangun tidur. Urin pagi lebih pekat dari urin baik digunakan untuk

pemeriksaan sedimen urin, berat jenis, protein, dan tes kehamilan

HCG.

4) Urin 3 gelas atau 2 gelas digunakan pada pemeriksaan urologik untuk

mengetahui adanya radang dan letak lesi dari urin laki – laki.

5) Urin porsi tengah yaitu penampungan urin aliran tengah dengan aliran

pertama dan akhir tidak ditampung dalam wadah. Dianjurkan untuk

17
membersihkan introitus disekitar urethra pada wanita dan glans laki-

laki dengan air sebelum miksi.

6) Urin porsi pertama yaitu penampungan aliran urin yang pertama. Urin

ini biasa digunakan untuk pemeriksaan parasit tapi tidak dianjurkan

untuk pemeriksaan kultur.

7) Urine keteter merupakan urin yang ditampung setelah kateter steril

dimasukan ke dalam kandung kemih. Kateter indwelling (indwelling

catheter urine) merupakan urin yang ditampung saat penggantian

kateter. Spesimen tidak boleh diambil dari tampungan bag urine pada

kateter indwelling yang permanenen.

8) Urin suprapubik merupakan urin yang diambil menggunakan jarum

yang dimsukkan ke dalam abdomen hingga kandung kemih. Kandung

kemih dalam kondisi normal adalah steril maka baik digunakan untuk

pemeriksaan kultur dan perlu diperhatikan tindakan aseptik agar

terhindar dari kontaminan (ramadani dkk, 2014).

4. Teori Tentang Bakteri

a. Defenisi

Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak

mempunyai selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki

informasi genetik berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam tempat

khusus (nukleus) dan tidak ada membran inti. DNA pada bakteri

berbentuk sirkuler, panjang dan biasa disebut nukleoid. DNA bakteri tidak

mempunyai intron dan hanya tersusun atas ekson saja. Bakteri juga

18
memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang

berbentuk kecil dan sirkuler (Putri dkk, 2017).

b. Pertumbuhan dan Reproduksi

Semua bakteri berkembang biak melalu pembelahan biner

(aseksual) dimana dari satu sel membelah menjadi dua sel yang identik.

Beberapa bakteri dapat membentuk struktur reproduktif yang lebih

kompleks yang memfasilitasi penguraian dua sel yang baru terbentuk.

Dalam laboratorium, bakteri dikembangkan melalui dua metode,

solid dan liquid. Media pertumbuhan solid seperti piring agar digunakan

untuk mengisolasi kultur murni dari bakteri yang diinginkan. Dalam media

pertumbuhan ini, sel biakan dapat dengan mudah berkembang biak

(membelah diri) dibandingkan dengan media solid, meskipun cukup sulit

bagi kita jika kita ingin mengisolasi sel individu. Dalam kedua media

tersebut, terdapat nutrisi bagi sel dalam jumlah yang terbatas sehingga

dapat memudahkan kita dalam mempelajari siklus sel bakteri.

Keterbatasan ini dapat diatasi dengan pemberian chemostat yang dapat

mempertahankan kultur bakteri dibawah kondisi steadystate dengan cara

memberikan nutrisi secara kontinu dan membuang hasil buangannya.

Pertumbuhan bakteri yang terkontrol akan melewati tiga fase yang

berbeda. Biasanya semua kultur bakteri dimulai dari penyediaan kumpulan

bakteri yang akan dikembangkan lalu diencerkan dalam media segar.

Selanjutya, masuklah koloni tersebut ke dalam fase pertama, yaitu lag

phase. Lag phase adalah fase pertumbuhan lambat. Hal ini disebabkan oleh

19
kebutuhan bakteri untuk beradaptasi dengan lingkungannya demi

mencapai fase pertumbuhan cepat. Lag phase memiliki tingkat biosintetik

tinggi dimana enzim yang dibutuhkan untuk mencerna berbagai macam

substrat dihasilkan dalam jumlah yang banyak. Fase kedua adalah log

phase (Fase logaritmik), dikenal juga dengan fase eksponensial. Fase ini

ditandai dengan pertumbuhan yang sangat cepat secara eksponensial.

Tingkat dimana sel berkembang biak pada fase ini disebut sebagai growth

rate (k). Waktu yang dibutuhkan sel untuk membelah diri menjadi dua

bagian dalam fase ini disebut sebagai generation time (g). Selama log

phase, nutrisi dicerna pada kecepatan maksimal sampai semuanya habis.

Lalu, masuklah koloni tersebut ke dalam fase ketiga, fase stasioner. Fase

ini ditandai dengan habisnya nutrisi yang tersedia. Sel mulai menghentikan

aktivitas metaboliknya serta menghancurkan protein nonesensial yang

mereka miliki. Fase stasioner merupakan masa transisi dari perkembangan

yang sangat cepat menuju masa dormansi. Fase terakhir yang dilewati

bakteri adalah fase penurunan. Setelah periode waktu pada fase stasioner

yang bervariasi pada tiap organisme dan kondisi kultur, kecepatan

kematian meningkat sampai mencapai tingkat yang tetap, Sering kali

setelah mayoritas sel mati, kecepatan kematian menurun drastis, sehingga

sejumlah kecil sel yang hidup akan bertahan selama beberapa bulan atau

tahun (Nurdin, 2009).

c. Bakteri yang Menyebabkan Infeksi Saluran Kemih

20
Umumnya Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh mikroorganisme

tunggal seperti Escherichia coli merupakan mikroorganisme yang paling

sering diisolasi dari pasien ISK, Mikroorganisme lain yang sering

ditemukan adalah Proteus spp, Klebsiella spp dan Staphylococcus dengan

koagulase negatif, Infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas jarang

ditemukan kecuali pasca katerisasi (Nurdin, 2009).

1) Escherichia coli

Gambar 2.1 Bakteri Escherichia coli

a) Klasifikasi Dan Morfologi

Bakteri Escherichia coli ditemukan pada tahun 1885 oleh

Theodor Escherich dan diberi nama sesuai dengan nama

penemunya. Escherichia coli merupakan bakteri berbentuk batang

dengan panjang sekitar 2 micrometer dan diamater 0.5 micrometer.

Volume sel Escherichia coli berkisar 0.6-0.7 m3. Bakteri ini dapat

hidup pada rentang suhu 20-40oC dengan suhu optimumnya pada

37oC dan tergolong bakteri gram negatif (Nurdin, 2009).

Domain : Bacteria

Kingdom : Eubacteria

Phylum : Proteobacteria

21
Class : Gammaproteobacteria

Order : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Species : Escherichia coli

Pada umumnya, bakteri ini dapat ditemukan dalam usus

besar manusia. Kebanyakan Escherichia coli tidak berbahaya,

tetapi beberapa seperti Escherichia coli tipe O157:H7 dapat

mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia yaitu

diare berdarah karena eksotoksin yang dihasilkan bernama

verotoksin. Toksin ini bekerja dengan cara menghilangkan satu

basa adenin dari unit 28S rRNA sehingga menghentikan sintesis

protein. Sumber bakteri ini contohnya adalah daging yang belum

masak, seperti daging hamburger yang belum matang (Nurdin,

2009).

b) Manfaat Escherichia coli

Dari sekian ratus strain Escherichia coli yang

teridentifikasi, hanya sebagian kecil bersifat patogen, misalnya

strain O157. Hampir semua rekayasa genetika di dunia

bioteknologi selalu melibatkan Escherichia coli karena struktur

genetikanya yang sederhana dan mudah untuk direkayasa. Riset

Escherichia coli menjadi model untuk aplikasi ke bakteri jenis

lainnya. Bakteri ini juga merupakan media kloning yang paling

22
sering dipakai. Teknik rekombinasi DNA tidak akan ada tanpa

bantuan bakteri ini. Bakteri Escherichia coli yang berada di dalam

usus besar manusia berfungsi untuk menekan pertumbuhan bakteri

jahat, dan berperan sebagai mikrobiota usus yang membantu proses

pencernaan termasuk pembusukan sisa-sisa makanan dalam usus

besar. Selain itu, bakteri ini juga membantu produksi vitamin K.

Vitamin K berfungsi untuk pembekuan darah saat terjadi

perdarahan seperti pada luka/mimisan. Bakteri Escherichia coli

banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetika.

Penggunaannya adalah sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen

tertentu yang diinginkan untuk dikembangkan. Escherichia coli

dipilih karena pertumbuhannya sangat cepat dan mudah dalam

penanganannya. Oleh sebab itu, negara-negara di Eropa sekarang

sangat mewaspadai penyebaran bakteri Escherichia coli ini, dan

bahkan melarang mengimpor sayuran dari luar karena

dikhawatirkan dapat disalahgunakan dan menyebabkan kematian.

Kebutuhan nutrisi Escherichia coli tidak jauh berbeda dengan

nutrisi manusia, yaitu gula, protein, dan lemak. Escherichia coli

memiliki kemampuan lebih karena dapat mencerna asam organik

(asetat) dan garam anorganik (amonium sulfat) sebagai sumber

nutrisi karbon dan nitrogen. Bakteri ini tidak mampu

mengkonsumsi karbohidrat rantai panjang dan juga tidak dapat

melakukan fotosintesis. Bakteri Escherichia coli juga merupakan

23
makhluk heterotrof yang tergantung pada molekul-molekul organik

sederhana seperti gula, protein, dan asam organik. Dengan

demikian, apabila Escherichia coli bertahan hidup di tanah, maka

diperlukan adanya molekulmolekul tersebut yang kemungkinan

dihasilkan oleh mikroorganisme lain dalam tanah (Nurdin, 2009).

c) Kerugian Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli dalam jumlah yang berlebihan

dapat mengakibatkan diare, dan bila bakteri ini menjalar ke

sistem/organ tubuh yang lain, maka akan dapat menyebabkan

infeksi. Jika bakteri Escherichia coli sampai masuk ke saluran

kencing maka dapat mengakibatkan infeksi pada saluran

kemih/kencing (ISK). Jenis berbahaya, Escherichia coli tipe

O157:H7 ini dapat bertahan hidup pada suhu yang sangat rendah

dan asam. Salah satu contoh kasus adalah bakteri Escherichia coli

yang pernah mewabah di Jerman tahun 2013-2014, belum

diketahui jenisnya, namun diduga adalah tipe O157:H7. Selain di

usus besar bakteri ini banyak terdapat di alam, sehingga memasak

makanan hingga matang dan menjaga kebersihan merupakan upaya

pencegahan dampak buruk dari Escherichia col (Nurdin, 2009).

d) Patogenesis

Escherichia coli adalah penyebab yang paling umum dari

infeksi saluran kemih dan merupakan penyebab infeksi saluran

kemih pertama pada kira-kira 90% wanita muda. Gejala dan tanda-

24
tandanya antara lain sering kencing, disuria, hematuria, dan piuria.

Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih bagian

atas. Tak satupun dari gejala atau tanda-tanda ini bersifat khusus

untuk bakteri Escherichia coli. Infeksi saluran kemih dapat

mengakibatkan bakteremia dengan tanda-tanda khusus sepsis.

Escherichia coli yang nefropatogenik secara khas

menghasilkan hemolisin. Kebanyakan infeksi disebabkan oleh E.

coli dengan sejumlah kecil tipe antigen O. Antigen K tampaknya

penting dalam patogenesis infeksi saluran atas. Pieloneftritis

berhubungan dengan jenis philus khusus, philus P yang mengikat

zat golongan darah P.

Infeksi saluran kemih misalnya sistitis, pielitis dan

pielonefritis. Infeksi dapat terjadi akibat sumbatan saluran kemih

karena adanya pembesaran prostat, batu dan kehamilan.

Escherichia coli yang biasa menyebabkan infeksi saluran

kemih ialah jenis 01, 2, 4, 6, dan 7. Jenis-jenis pembawa antigen K

dapat menyebabkan timbulnya pielonefritis (Nurdin, 2009).

2) Proteus spp

Gambar 2.2 Bakteri Proteus spp

25
a) Klasifikasi Dan Morfologi

Proteus spp adalah bakteri Gram negatif anggota famili

Enterobacteriaceae yang terdapat dalam saluran pencernaan

manusia dan hewan.Bakteri ini berbentuk batang (1.5 x 2.0 μm),

tidak membentuk spora, bergerak sangat aktif dengan flagella

peritrik. Bakteri Proteus spp tumbuh optimum pada suhu 35-37 °C,

berbentuk batang pendek dengan 6-10 flagella peritrik jika

ditumbuhkan di dalam media cair.

Karakteristik biokimia bakteri ini umumnya memfermentasi

xilosa, namun tidak memfermentasi laktosa, manitol, dulsitol,

adonitol, sorbitol, arabinosa dan rhamnosa. Uji oksidase negatif, uji

urease positif dan uji lisin dekarboksilase negatif. Proteus

spp memberi reaksi positif terhadap uji sitrat dan ornithin

dekarboksilase serta menghasilkan hidrogen sulfida.

Bakteri Proteus spp sebagai salah satu flora normal ditemukan

hidup pada saluran pencernaan mamalia dalam jumlah yang kecil,

namun tetap memiliki peranan untuk mencegah kolonisasi bakteri

lain melalui kompetisi bakteri dan mencegah melekatnya

mikroorganisme patogen pada mukosa usus. Pada tahun 1979

dilaporkan adanya wabah Proteus spp yang multiresisten terhadap

antibiotik ampisilin, tetrasiklin, carbenicillin, klorampenikol,

cephalothin, colistin dan aminoglikosida. Bakteri Proteus spp yang

resisten terhadap 7 antibiotik dilaporkan menjadi agen utama

26
penyebab infeksi pada 90 pasien di Inggris pada tahun 1987. Hasil

penelitian menunjukkan adanya isolat Proteus spp yang

multiresisten terhadap imipenem, meropenem dan ertapenem

(Nurdin, 2009).

Domain : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria

Order : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Proteus

Species : Proteus

b) Kerugian Proteus spp

Proteus mirabilis salah satu penyebab terpenting infeksi

saluran kemih, bakteri ini sulit diterapi dan dapat berakibat fatal

serta dapat menimbulkan komplikasi antara lain pembentukan batu

ginjal, vesika urinaria, bakterimia, dan sepsis. Proteus mirabilis

sering ditemukan di tanah dan di air serta merupakan flora normal

pada saluran pencernaan manusia dan mamalia. Perempuan muda

lebih beresiko terkena daripada laki-laki muda, akan tetapi pria

dewasa lebih beresiko terkena daripada wanita dewasa karena

berhubungan pula dengan penyakit prostat (Nurdin, 2009).

c) Patogenesis

27
Bakteri ini adalah bakteri patogen oportunis. Dapat

menyebabkan infeksi saluran kemih atau kelainan bernanah seperti

abses, infeksi luka, infeksi telinga atau saluran napas. Spesies

Proteus dapat menyebabkan infeksi pada manusia hanya bila

bakteri itu meninggalkan saluran usus. Spesies ini ditemukan pada

infeksi saluran kemih dan menyebabkan bakteremia, pneumonia

dan lesi fokal pada penderita yang lemah atau pada penderita yang

menerima infus intravena. Proteus mirabilis menyebabkan infeksi

saluran kemih dan kadang-kadang infeksi lainnya. Karena itu, pada

infeksi saluran kemih oleh Proteus, urine bersifat basa, sehingga

memudahkan pembentukan batu dan praktis tidak mungkin

mengasamkannya. Pergerakan cepat oleh Proteus mungkin ikut

berperan dalam invasinya terhadap saluran kemih. Spesies Proteus

menghasilkan urease mengakibatkan hidrolisis urea yang cepat

dengan pembebasan amonia (Nurdin, 2009).

3) Klebsiella spp

Gambar 2.3 Bakteri Klebsiella spp

28
a) Klasifikasi Dan Morfologi

Merupakan bakteri gram (-) , berbentuk batang pendek,

memiliki ukuran 0,5-1,5 x 1,2µ. Bakteri ini memiliki kapsul, tetapi

tidak membentuk spora. Klebsiella spp tidak mampu bergerak

karena tidak memiliki flagel tetapi mampu memfermentasikan

karbohidrat membentuk asam dan gas.

Spesies Klebsiella spp menunjukan pertumbuhan mucoid,

kapsul polisakarida yang besar dan tidak motil. Mereka biasanya

memberikan hasil tes yang positif untuk lisin dekarboksilase dan

sitrat Klebsiella spp memberikan reaksi Voges-Proskauer yang

positif

Sifat Biakan atau Kultur dari Klebsiella sp tersebut pada

media EMB dan Mac Conkey koloni menjadi merah. Kemudian

pada media padat tumbuh koloni mucoid (24 jam). Mudah dibiakan

di media sederhana (bouillon agar) dengan koloni putih keabuan

dan permukaan mengkilap (Nurdin, 2009).

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gamma proteobacteria

Order : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Klebsiella

Spesies : - Klebsiella pneumonia

29
- Klebsiella oxytoca

- Klebsiella ozaena

- Klebsiella rhinoscleromatis

b) Kerugian Klebsiella spp

Klebsiella spp dapat menyebabkan pneumonia, yang

menyerang jaringan paru-paru (alveoli). Klebsiella spp yang

menyebabkan penyakit paru-paru memberikan penampakan berupa

pembengkakan paru-paru sehingga lobus kiri dan kanan paru-paru

menjadi tidak sama, demam (panas-dingin), batuk-batuk

(bronkhitis), penebalan dinding mukosa dan dahak berdarah. Selain

itu, bakteri ini juga dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, dan

infeksi nosokomial. Sejauh ini, cara untuk mencegah penularan

penyakit dengan cara menjaga sanitasi dan pola hidup yang baik, di

samping mengonsumsi antibiotik

Klebsiella pneumoniae kadang-kadang menyebabkan

infeksi saluran kemih dan bakteremia dengan lesi fokal pada pasien

yang lemah. (Nurdin, 2009).

c) Patogenesis

Bakteri ini dapat ditemukan pada selaput lendir saluran

napas bagian atas, usus dan saluran kemih dan alat kelamin. Tidak

bergerak, bersimpai, tumbuh pada perbenihan biasa dengan

membuat koloni berlendir yang besar yang daya lekatnya berlainan

30
Bakteri ini sering menimbulkan pada traktus urinarius

karena nosocomial infection, meningitis, dan pneumonia pada

penderita diabetes mellitus atau pecandu alcohol. Gejala

pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ini berupa gejala demam

akut, malaise (lesu), dan batuk kering, kemudian batuknya menjadi

produktif dan menghasilkan sputum berdarah dan purulent (nanah).

Bila penyakitnya berlanjut akan terjadi abses nekrosis jaringan

paru, bronchiectasi dan vibrosis paru-paru (Nurdin, 2009).

4) Staphylococcus aureus

Gambar 2.4 Bakteri Staphylococcus aureus

31
a) Klasifikasi Dan Morfologi

Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri kokus

Gram positif, tidak bergerak, tidak berspora. Diameter antara 0,8-

1,0 μm. Pada sediaan langsung yang berasal dari nanah dapat

terlihat sendiri, berpasangan, menggerombol bahkan tersusun

seperti rantai pendek. Susunan gerombolan yang tidak teratur

biasanya ditemukan pada sediaan yang dibuat dari perbenihan

padat, sedangkan dari perbenihan kaldu biasanya ditemukan

tersendiri atau tersusun sebagai rantai pendek

Divisio : Protophyta

Subdivisio : Schizomycetes

Classis : Schizomycetes

Ordo : Eubacteriales

Familia : Micrococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

b) Kerugian Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus termasuk ke dalam bakteri Gram

positif, bakteri ini tidak memfermentasi manitol, dan resisten

terhadap novobiosin. Pertumbuhannya tidak secepat E. coli

maupun S. aureus dalam air kemih ataupun media biakan rutin.

Staphylococcus aureus merupakan penyebab kedua tersering pada

Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada wanita muda. Staphylococcus

32
aureus jarang ada, tetapi sangat penting karena dapat menyebabkan

infeksi saluran kemih baik pada wanita maupun pada pria.

Beberapa komplikasi dari Staphylococcus ticus antara lain

pyelonephritis akut, septisemia, endokarditis, tetapi jarang terjadi

(Nurdin, 2009).

c) Patogenesis

Staphylococcus aureus yang patogenik yang bersifat invasif

menghasilkan pigmen kuning dan menjadi hemolitik. Setiap

jaringan tubuh dapat diinfeksi oleh Staphylococcus aureus dan

menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda khas, yaitu

peradangan nekrosis dan pembentukan abses. Staphylococcus

aureus s dapat menyebabkan pneumonia, meningitis, endokarditis,

dan infeksi kulit.

Staphylococcus aureus merupakan flora normal pada kulit

dan selaput mukosa manusia. Merupakan kuman yang paling kuat

daya tahannya diantara kuman yang tidak membentuk spora. S.

aureus merupakan jenis kuman atau bakteri yang paling utama

dapat menimbulkan penyakit infeksi pada manusia (Nurdin, 2009)

5) Pseudomonas aeruginosa

Gambar 2.5 Bakteri Pseudomonas aeruginosa

33
a) Klasifikasi Dan Morfologi

Merupakan bakteri batang Gram negatif, 0,5-1,0 x 3,0-4,0

µm. Umumnya mempunyai flagel polar, tetapi kadang-kadang 2-3

flagel. Bila tumbuh pada perbenihan tanpa sukrosa terdapat lapisan

lendir polisakarida ekstraseluler. Struktur dinding gel sama dengan

famili Enterobacteriaceae. Galur yang diisolasi dari bahan klinik

sering sering mempunyai pili untuk perlekatan pada permukaan gel

dan memegang peranan penting dalarn resistensi terhadap

fagositosis (Nurdin, 2009).

Divisio : Proteobacteria

Kelas : Gammaproteobacteria

Ordo : Pseudomonadales

Famili : Pseudomonadaceae

Genus : Pseudomonas

Spesies : Pseudomonas aeruginosa

b) Kerugian Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa satu-satunya bakteri yang

menghasilkan pigmen piosianin, yang berwarna biru kehijauan

yang dapat larut dalam kloroform, dan pigmen fluoresen,

pioverdin, yang larut dalam air. Pseudomonas aeruginosa sering

masuk ke dalam jaringan yang terkena luka atau luka bakar.

Menimbulkan infeksi bernanah berwarna hijau-biru. Pada pasien

yang dirawat di rumah sakit bakteri ini dapat menyebabkan

34
meningitis karena kontaminasi pada waktu punksi lumbal, infeksi

traktus urinarius karena masuk bersama kateter, infeksi jaringan

paru karena penggunaan respirator yang terkontaminasi atau

penggunaan alat rumah sakit lainnya yang dikerjakan secara tidak

aseptis (Nurdin, 2009).

c) Patogenesis

Pseudomonas aeruginosa bersifat patogen bila masuk ke

daerah yang fungsi pertahanannya abnormal, misalnya bila selaput

mukosa dan kulit "robek" karena kerusakan kulit langsung; pada

pemakaian kateter intravena atau kateter air kemih; atau bila

terdapat netropenia, misalnya pada kemoterapi kanker. Bakteri

melekat dan mengkoloni selaput mukosa atau kulit dan menginvasi

secara lokal dan menimbulkan penyakit sistemik. Proses ini dibantu

oleh pili, enzim dan tosin. Lipopolisakarida berperan langsung

yang menyebabkan demam, syok, oliguria, leukositosis, dan

leukopenia, disseminated intravascular coagulation dan respiratory

distress syndrome

Pseudomonas aeruginosa menimbulkan infeksi pada

saluran kemih bila masuk bersama kateter dan instrumen lain atau

dalam larutan untuk irigasi P. aeruginosa dapat dilihat pada bahan

pewarnaan Gram (Nurdin, 2009).

35
5. Teori Tentang Identifikasi Bakteri

Isolasi merupakan kegiatan pemisahan mikroorganisme yang akan

diuji dari mikroorganisme lain dengan menggunakan media selektif, sehingga

diharapkan akan diperoleh biakan atau kultur murni. Identifikasi merupakan

kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui jenis organisme tertentu dengan

tahap pengamatan, pengujian, pencatatan, dan identifikasi berdasarkan hasil

pengujian (Tito, 2014).

a. Uji Identifikasi Bakteri

1) Media BHIB berfungsih untuk pertumbuhan berbagai macam bakteri.

Media berubah dari jernih menjadi keruh yang menandakan bahwa

bakteri telah tumbuh subur.

2) Media selektif adalah media khusus untuk menumbuhkan

mikroorganisme tertentu yang mengandung nutrien-nutrien yang

khusus dimanfaatkan oleh mikroorganisme tertentu yang tumbuh pada

media selektif.

3) Pewarnaan gram merupakan salah satu teknik identifikasi yang sangat

penting dalam menentukan jenis bakteri. Bakteri digolongkan menjadi

dua yaitu bakteri yang dapat menyerap warna violet atau biru tua

disebut bakteri gram positif sedangkan bakteri yang dapat menyerap

warna merah disebut bakteri gram negatif

4) Uji koagulasi merupakan salah satu protein yang menyerupai enzim

dan dapat menggumpalkan plaasma oksalat atau sitrat dengan bantuan

suatu faktor yang terdapat dalam serum.

36
5) Uji Katalase digunakan untuk mengetahui sifat bakteri dalam

menentukan sifat bakteri dalam menghasilkan enzim katalase.

6) Uji TSIA (Triptic Sugar Iron Agar) bertujuan untuk membedakan jenis

bakteri berdasarkan kemampuan memecahkan glukosa, laktosa dan

sukrosa, selain itu uji TSIA berfungsi mengetahui apakah bakteri

tersebut menghasilkan gas H2S atau tidak. Diperhatikan pada dasar

(butt) dan lereng (slant) media jika berwarna merah bersifat basa dan

jika berwana kuning bersifat asam. Jika pada media terdapat sulfur

(berwarna hitam) menandakan adanya H2S dan jika media berpindah

tempat dari dasar tabung ke tengah tabung menandakan adanya gas

pada media.

7) Uji urea berfungsi untuk mengetahui apakah bakteri mempunyai enzim

urea yang dapat menguraikan urea membentuk amoniak. Dinyatakan

positif jika terjadi perubahan warna dari media dari orange menjadi

ungu.

8) Uji sitrat berfungsi untuk mengetahui apakah bakteri menggunakan

sitrat sebagai sumber karbon. Dinyatakan positif jika terjadi perubahan

warna dari media dari hijau menjadi biru.

9) Uji MIO (Motil Indol Ornithin). Uji motilitas bertujuan untuk

mengetahui apakah bakteri tersebut motil atau tidak. Uji ini

menggunakan media MIO (Motility Indole Ornitin). Mortiliti: jika

terdapat bekas tusukan (bergerak/keruh) (+). Indol: jika terbentuk

37
cincin merah pada bagian atas tabung (+) setelah penambahan reagen

kovak. Orniti jika media berubah warna dari ungu menjadi kuning (+).

10) Uji MR (Methyl Red) mengandung glukosa sebagai bahan uji

kemampuan bakteri dalam mengubah glukosa menjadi asam organik

dan alkohol. Bakteri yang mampu mengubah glukosa menjadi asam

organik dan alkohol, maka setelah ditambahkan dengan reagen MR

maka media akan berubah menjadi merah, jika bakteri tidak mampu

mengubah glukosa menjadi asam organik dan alkohol maka media

tetap berwarna kuning.

11) Uji VP (Voges Proskauer) mengandung glukosa sebagai bahan uji

kemampuan bakteri dalam mengubah glukosa menjadi asam organik

dan alkohol. Uji Voges Prokauer jika bakteri mampu mengubah

glukosa menjadi asam organik dan alkohol, maka setelah ditambahkan

dengan alfa naftol dan KOH 40% maka media akan berubah menjadi

merah.

12) Uji gula-gula bertujuan untuk mendeterminasi kemampuan bakteri

dalam mendegradasi gula dan menghasilkan asam organik yang berasal

dari tiap jenis gula yaitu glukosa, sukrosa, maltose, arabinosa, manitol

dan inositol. Dinyatakan positif jika terjadi perubahan warna media

dari merah menjadi kuning.

38
B. Kerangka Konsep

Diabetes Melitus
Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit gangguan
metabolik yang ditandai oleh kenaikan gula darah akibat
penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas atau
gangguan fungsi insulin (resistensi insulin)

Komplikasi

Kronik Akut

Mikrovaskular: 1. Ketoasidosis akut


1. Retinopati diabetik 2. Sindrom hiperglikemi
2. Nefropati diabetik hiperosmolar nonketotik
3. Ulkus kaki diabetik 3. Hipoglikemia
4. Neuropati diabetik:
neuropati otonom
berdampak pada
genitourinari Infeksi Saluran Kemih
ISK dapat juga diartikan sebagai
infeksi yang disebabkan oleh
Makrovaskular: berkembang biaknya
1. Penyakit jantung mikroorganisme dalam saluran
koroner kemih, yang normalnya urin tidak
2. Penyakit mengandung bakteri, virus, atau
serebrovaskular mikroorganisme lainnya.
3. Hipertensi
4. Penyakit pembuluh
darah tepi Bakteri
5. Infeksi

Escherichia Klebsiella Pseudomonas


coli pneumoniae aeruginosa

Proteus spp Staphylococcus aureus

39
C. Variabel/Fokus Penelitian

1. Variable bebas

Variable bebas dalam penelitian ini adalah bakteri pada urine

penderita Diabetes Melitus (DM)

2. Variable terkait

Variable terkait dalam penelitian ini adalah urine penderita Diabetes

Melitus (DM)

D. Definisi Operasional

1. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu sindrom yang kronik progresif

dengan terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang

disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas

jaringan terhadap insulin sehingga mengarah pada keadaan hiperglikemia.

2. Infeksi saluran kemih adalah istilah umum yang menunjukan adanya

mikroorganisme dalam urin (bakteriuria) yang bermakna (significant

bacteriuria).

3. Urin adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal kemudian dikeluarkan

dari dalam tubuh melalui proses urinasi.

4. Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak mempunyai

selubung inti).

40
E. Kriteria Objektif

Kriteria objektif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu urine penerita

Diabetes Melitus.

F. Hipotesis Penelitian

Ada terdapat bakteri gram negative dan gram positif pada urine penderita

Diabetes Melitus

41
BAB III

METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan penelitian

yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh disajikan secara

deskriptif meliputi karakteristik makroskopik, mikroskopik, dan hasil uji biokimia

bakteri.

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

a. Lokasi pengambilan sampel : Direncanakan di RSUD Labuang Baji

b. Lokasi penelitian : Direncanakan Di Laboratorium Universita Mega

Rezky Makassar

2. Waktu penelitian: Direncanakan bulan juni

C. Alat Dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan yaitu tabung reaksi, erlenmeyer, ose bulat, ose

lurus, bunsen, rak tabung, batang pengaduk, gelas ukur, pipet tetes, corong,

autoclave, incubator, neraca analitik, gelas kimia, mikroskop dan kaca

preparat

2. Bahan

Bahan yang digunakan yaitu urine, aquadest, NaCl, alcohol 96%

carbol fuchsin, lugol, Kristal violet, oil emersi, media BHIB, media Mac

Conkeyagar, media blood agar, media katalase, media MIO, media erea,

42
media sitrat, media VP, media MR, media NB, glukosa, sukrosa, maltose,

manitol, kovaks, methyl red, à naftol, KOH, kapas, label dan kertas.

D. Populasi, Sampel, Dan Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah 10 sampel urine penderita Diabetes

Melitus (DM)

2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah urine penderita Diabetes Melitus (DM)

a. Kriteria inklusi

1) Pasien yang memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus di RSUD

Labuang Baji Makassar.

2) Bersedia ikur dalam penelitian

b. Kriteria esklusi

Pasien Diabetes Melitus yang tidak ikut serta dalam penelitian.

3. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Purposive sampling. Hal ini dimaksudkan apabila peneliti mempunyai

kriteria tertentu dalam pengambilan sampelnya.

43
E. Cara Kerja

1. Tahapan Persiapan

a. Teknik pengambilan sampel

Adapun cara pengambilan sampel urine yaitu disediankan wadah

urine yang steril dan kering untuk menampung urine. Wadah urine harus

steril agar tidak ada bakteri lain yang mengkontaminasi sampel urine yang

telah didapat. Urine ditampung dalam wadah yang sudah berisi urine

ditutup rapat dan segera dibawah ke laboratorium untuk segera diperiksa.

b. Sterilisasi alat dan bahan yang akan digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam melakukan penelitian identifikasi

bakteri seperti alat-alat yang terbuat dari kaca seperti tabung reaksi,

erlenmeyer, cawan petri, gelas ukur, media yang dibuat, dan larutan NaCl

0,9% dibungkus menggunakan kertas dengan rapaat dan dimasukkan ke

dalam autoclave dan disterilkan hingga mencapai suhu 121oC. Ose

disterilkan dengan melakukan pemansan diatas api bunsen hingga pijar.

2. Tahapan Pelaksanaan

a. Isolasi Urine Pada Media BHIB

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Dipipet 1 ml sampel urine

3) Dimasukkan ke dalam 9 ml media BHIB yang sdah disiapkan

4) Dihomogenkan

5) Diinkubasi ke dalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37oC.

6) Diamati media.

44
b. Isolasi pada media Mac Conkey Agar

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Diambil biakan bakteri dari media BHIB menggunakan ose steril.

3) Diinokulasi pada media Mac Conkey Agar dengan menggunakan

metode gores kuadran.

4) Diinkubasi ke dalam incubator selama 24 jam dengan suhu 37oC

5) Diamati bentuk, warna, dan ukuran koloni bakteri yang tumbuh pada

media Mac Conkey Agar

c. Isolasi pada media Blood Agar

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Diambil biakan bakteri dari media BHIB menggunakan ose steril.

3) Diinokulasi pada media Blood Agar dengan menggunakan metode

gores kuadran.

4) Diinkubasi ke dalam incubator selama 24 jam dengan suhu 37oC

5) Diamati bentuk, warna, dan ukuran koloni bakteri yang tumbuh pada

media Blood Agar.

d. Hitung jumlah koloni

Jumlah bakteri dalam 1 ml urine adalah jumlah koloni yang tumbuh

dikalikan 1000 (karena volume ose yang dipakai 103ml)

3) Kategori 1

Jika didapatkan jumlah kuman kurang dari 104 per ml urine

diinterpretasikan kemungkinan tidak ada infeksi saluran kemih

45
4) Kategori 2

Jika jumlah kuman antara 104-105 per ml urine dan pasien

tidak menunjukkan keluhan, mintakan urine kedua dan hitung kuman

diulangi

Jika pasien menunjukkan gejala infeksi saluran kemih

pemeriksaan dilanjutkan dengan identifikasi dan uji kepekaan jumlah

kuman pada batas ini, disertai dengan lekosituria sangat dicurigai

adanya infeksi. Jika meragukan mintakan urine kedua untuk

pemeriksaan ulang.

5) Kategori 3

Jika jumlah kuman lebih dari 105 per ml urine, pemeriksaan

dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi serta uji kepekaan,

meskipun penderita tidak menunjukkan gejala.

e. Identifikasi Koloni Dengan Pewarnaan Gram

1) Disiapkan alat dan bahan yang digunakan

2) Dipipet larutan NaCl diatas kaca preparat

3) Diambil biakan menggunakan ose dan dihomogenkan dengan larutan

NaCl

4) Difiksasi hingga ulasan mongering

5) Diteteskan Kristal violet sebagai pewarna utama, diusahakan semua

ulasan terwarnai dan didiamkan seama 1 menit

6) Dicuci dengan aquadest mengalir

7) Diteteskan larutan lugol lalu tunggu selama 30 detik

46
8) Dicuci dengan aquadest mengalir

9) Diteteskan alkohol 96% lalu tunggu selama 30 detik

10) Dicuci dengan aqquadest mengalir

11) Diteteskan carbol fuchsin dan didiamkan selama 1 menit

12) Dicuci dengan aquadest mengalir

13) Dikeringkan preparat

14) Ditetesi oil emersi

15) Diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x lensa objektif

16) Bakteri gram positif (+) dilakukan uji katalase terlebih dahulu,

kemudian dilanjutkan ke uji biokimia sedangkan bakteri gram negatif

(-) dilanjutkan uji biokimia.

f. Uji katasale

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Dipipet hidrogen peroksida (H2O2) 3%

3) Diteteskan di atas kaca preparat yang sudah disterilakan

4) Diambil biakan bakteri menggunakan ose steril dan dioles di atas kaca

preparat berdampingan dengan tetesan hidrogen peroksida (H2O2) 3%

5) Dicampus suspensi secara perlahan menggunakan ose.

6) Diamati.

Interpretasi hasil : negatif (-) : tidak terbentuknya gelembung-

gelembung udara, positif (+) : terbentuknya gelembung-gelembung

udara.

47
g. Uji koagulasi

1) Disiapkan alat dan bahan yang digunakan

2) Dipipet 0,5 ml plasma kelinci ke dalam tabung kecil.

3) Ditambahkan biakan bakteri pada media BIHB

4) Diinkubasi kedalam inkubator selama 1 jam dengan suhu 37oC

5) Diamati hasil. Positif (+) Jika terjadi penggumpalan plasma

h. Uji biokimia

1. Inokulasi pada media TSIA

a. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan

b. Diambil biakan bakteri pada media mac conkey agar dengan

menggunakan ose steril

c. Diinokulasi pada media TSIA denga menggunakan metode gores

tusuk

d. Diinkubasi kedalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37oC

e. Pengamatan pada media TSIA

1) Diperhatikan pada dasar (butt) media berwarna kuning bersifat

asam dan lereng (slant) berwarna merah bersifat basa

2) Diperhatikan pada dasar (butt) media berwarna kuning bersifat

asam dan lereng (slant) berwarna kuning bersifat asam

3) Diperhatikan pada dasar (butt) media berwarna merah bersifat

basa dan lereng (slant) berwarna merah bersifat basa

4) Diperhatikan sulfur pada lereng (slant) media

48
5) Diperhatikan adanya gas pada media. Jika media berpindah

tempat dari dasar tabung ke tengah tabung menandakan adanya

gas pada media.

2. Inokulasi pada media sitrat

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Diambil biakan bakteri dari media TSIA menggunakan ose steril

c. Diinokulasi pada media sitrat dengan menggunakan metode gores

sinambung

d. Diinkubasi kedalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37oC

e. Diamati media.

Interpretasi hasil : negatif (-) : tidak terjadinya perubahan

warna dari hijau menjadi biru, positif (+) : terjadinya perubahan

warna media dari hijau menjadi biru

3. Inokulasi pada media urea

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Diambil biakan bakteri dari media TSIA menggunakan ose steril

c. Diinokulasi pada media sitrat dengan menggunakan metode gores

sinambung

d. Diinkubasi kedalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37oC

e. Diamati media.

49
Interpretasi hasil : negatif (-) : tidak terjadinya perubahan

warna dari orange menjadi ungu, positif (+) : terjadinya perubahan

warna media dari orange menjadi ungu

4. Inokulasi pada media MIO

a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b. Diambil biakan bakteri dari media TSIA menggunakan ose steril

c. Diinokulasi pada media MIO dengan menggunakan metode tusuk

d. Diinkubasi kedalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37oC

e. Ditambahkan reagen kovaks 3-4 tetes (untuk pengamatan

indol/cincin merah pada media)

f. Diamati media.

1) Mortiliti : jika terdapat bekas tusukan (bergerak/keruh) (+)

2) Indol : jika terbentuk cincin merah pada bagian atas tabung (+)

setelah penambahan reagen kovaks

3) Orniti : jika media berubah warna dari ungu menjadi kuning (+)

5. Inokulasi pada media MR

a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b. Diambil biakan bakteri dari media TSIA menggunakan ose steril

c. Diinokulasi pada media MR dengan menggunakan cara

dihomogenkan

d. Diinkubasi kedalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37oC

e. Ditambahkan reagen methyl red sebanyak 3-4 tetes

50
f. Diamati media

Interpretasi hasil : negatif (-) : tidak terjadi perubahan warna

media menjadi merah setelah penambahan methyl red. Dan positif

(+) : terjadi perubahan warna media menjadi merah setelah

penambahan methyl red

6. Inokulasi pada media VP

a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b. Diambil biakan bakteri dari media TSIA menggunakan ose steril

c. Diinokulasi pada media VP dengan menggunakan cara

dihomogenkan

d. Diinkubasi kedalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37oC

e. Ditambahkan reagen à naftol dan KOH 40% sebanyak 3-4 tetes

f. Diamati media

Interpretasi hasil : negatif (-) : tidak terjadi perubahan warna

media menjadi merah setelah penambahan à naftol dan KOH 40%.

Dan positif (+) : terjadi perubahan warna media menjadi merah

setelah penambahan à naftol dan KOH 40%.

7. Inokulasi pada media gula-gula (glukosa, sukrosa, maltose, dan

manitol)

a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b. Diambil biakan bakteri dari media TSIA menggunakan ose steril

c. Diinkubasi pada media glukosa dengan cara dihomogenkan

51
d. Diinkubasi kedalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37oC

e. Perlakuan sama pada media sukrosa, maltose, dan manitol.

f. Diamati media.

Interpretasi hasil : negatif (-) : tidak terjadi perubahan warna

media dari merah menjadi kuning dan positif (+) : terjadi perubahan

warna media dari merah menjadi kuning.

F. Pengumpulan Data dan analisis sampel

Pengumpulan data dan analisis ini yaitu mengidentifikasi bakteri pada

urine penderita Diabetes Melitus.

G. Etika Penelitian

1. Menghormati harkat dan martabat manusia

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian

3. Menghormati keadilan dan inklusivitas

4. Memperhitungan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

52
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dari 10 sampel urine

penderita diabetes di makassar yang telah dilakukan pada tanggal 04 juli –

selesai di laboratorium Prodi D-III Teknologi Laboratorium Medis

Universitas Makassar, maka diperoleh hasil pemeriksaan yang tersedia pada

tabel berikut :

Tabel 4.1
Hasil Penelitian Pada Sampel Urine Penderita Diabetes

Jumlah
No Kode Sampel Hasil Keterangan
Koloni
1 A1 Positif Escherchia coli 397

2 A2 Positif Staphylococcus aures 211

3 B1 Positif Escherchia coli 376

4 B2 Positif Streptococcus 199

5 C1 Positif Escherchia coli 574

6 C2 Positif Streptococcus -

7 D1 Negatif - -

8 D2 Positif Staphylococcus aures 338

9 E1 Positif Klebsiella spp 275

10 E2 Positif Streptococcus 411

11 F1 Positif Escherchia coli 410

12 F2 Positif Staphylococcus aures 316

13 G1 Positif Escherchia coli 433

53
14 G2 Positif Staphylococcus aures 108

15 H1 Positif Escherchia coli 397

16 H2 Positif Staphylococcus aures 297

17 I1 Positif Klebsiella spp 280

18 I2 Positif Staphylococcus aures 411

19 J1 Positif Escherchia coli 379

20 J2 Positif Staphylococcus aures 346


Sumber data: Data Primer 2019

Setelah melakukan penelitian, hasil yang didapatkan yaitu terdapat

19 bakteri yang teridentifikasi dari 10 sampel urine penderita diabetes di kota

makassar. Terdapat empat jenis bakteri yang didapatkan, yaitu Escherchia

coli, klepsiella spp, Staphylococcus aures dan Streptococcus.

Untuk hasil pengamatan yang didapatkan dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.2
Hasil Pengamatan sampel urine A

Karakteristik Sampel A
BHIB Tumbuh subur
Koloni berbentuk bulat, cembung, berwana merah
Mac Conkey Agar muda dengan ukuran sedang-besar dan pinggiran
koloni rata.
Koloni berbentuk bulat, cembung berwana putih
Blood Agar dengan ukuran kecil-sedang dan pinggiran koloni
rata.
Karakteristik Mac Conkey Agar (A1) Blood Agar (A2)
Jumlah Kolini 397 koloni 321 koloni
Bentuk : Monobasil Bentuk : Menyerupai Anggur
Pewarnaan gram Warna : Merah Warna : Ungu
Bakteri : Gram Negatif Bakteri : Gram Positif

54
Uji katalase (+)
Dasar : Asid Dasar : Asid
Lereng : Asid Lereng : Asid
TSIA
H2S : (-) H2S : (-)
Gas : (+) Gas : (+)
Sulfur : (-) Sulfur : (-)
SIM Indol : (+) Indol : (-)
Mortiliti : (+) Mortiliti : (+)
UREA (+) (+)
SITRAT (-) (-)
MR (+) (-)
VP (-) (-)
GULA-GULA
(glukosa, sukrosa,
(+), (+), (+) dan (+) (+), (+), (+) dan (+)
maltosa dan
manitol)
Sumber data: Data Primer 2019

Tabel 4.3
Hasil Pengamatan sampel urine B

Karakteristik Sampel B
BHIB Tumbuh subur
Berbentuk bulat, cembung. Berukuran sedang-besar,
Mac Conkey Agar
berwarna merah muda dan pingggiran rata
Berbentuk bulat, cembung. Berukuran besar,
Blood Agar
berwarna krem/putih dan pingggiran rata
Karakteristik Mac Conkey Agar (B1) Blood Agar (B2)
Jumlah Kolini 376 koloni 199 koloni
Bentuk : Monobasil Bentuk : Coccus Berantai
Pewarnaan gram Warna : Merah Warna : Ungu
Bakteri : Gram Negatif Bakteri : Gram Positif
Uji katalase - (-)
Dasar : Asid Dasar : Asid
Lereng : Asid Lereng : Alkali
TSIA
H2S : (-) H2S : (+)
Gas : (+) Gas : (+)

55
Sulfur : (-) Sulfur : (+)
SIM Indol : (+) Indol : (+)
Mortiliti : (+) Mortiliti : (+)
UREA (+) (+)
SITRAT (-) (-)
MR (+) (-)
VP (-) (-)
GULA-GULA
(glukosa, sukrosa,
(+), (+), (+) dan (+) (+), (+), (+) dan (+)
maltosa dan
manitol)
Sumber data: Data Primer 2019

Tabel 4.4
Hasil Pengamatan sampel urine C

Karakteristik Sampel C
BHIB Tumbuh subur
Koloni berbentuk bulat, cembung, berwana merah
Mac Conkey Agar muda dengan ukuran sedang-besar dan pinggiran
koloni rata.
Koloni berbentuk bulat, cembung berwana putih
Blood Agar dengan ukuran kecil-sedang dan pinggiran koloni
rata.
Karakteristik Mac Conkey Agar (C1) Blood Agar (C2)
Jumlah Kolini 574 koloni -
Bentuk : Monobasil Bentuk : Coccus Berantai
Pewarnaan gram Warna : Merah Warna : Ungu
Bakteri : Gram Negatif Bakteri : Gram Positif
Uji katalase - (-)
Dasar : Asid Dasar : Asid
Lereng : Asid Lereng : Alkali
TSIA
H2S : (-) H2S : (+)
Gas : (+) Gas : (+)

56
Sulfur : (-) Sulfur : (+)
SIM Indol : (+) Indol : (+)
Mortiliti : (+) Mortiliti : (+)
UREA (+) (+)
SITRAT (-) (-)
MR (+) (-)
VP (-) (-)
GULA-GULA
(glukosa, sukrosa,
(+), (+), (+) dan (+) (+), (+), (+) dan (+)
maltosa dan
manitol)
Sumber data: Data Primer 2019

Tabel 4.5
Hasil Pengamatan sampel urine D

Karakteristik Sampel D
BHIB Tumbuh subur
Koloni berbentuk bulat, cembung, berwana merah
Mac Conkey Agar muda dengan ukuran sedang-besar dan pinggiran
koloni rata.
Koloni berbentuk bulat, cembung berwana putih
Blood Agar dengan ukuran kecil-sedang dan pinggiran koloni
rata.
Karakteristik Mac Conkey Agar (D1) Blood Agar (D2)
Jumlah Kolini - 388 koloni
Bentuk : Menyerupai Anggur
Pewarnaan gram - Warna : Ungu
Bakteri : Gram Positif
Uji katalase - (+)
Dasar : Asid
Lereng : Asid
TSIA -
H2S : (-)
Gas : (+)
Sulfur : (-)
SIM - Indol : (-)
Mortiliti : (+)
UREA - (+)

57
SITRAT - (-)
MR - (-)
VP (-)
GULA-GULA
(glukosa, sukrosa,
- (+), (+), (+) dan (+)
maltosa dan
manitol)
Sumber data: Data Primer 2019

Tabel 4.6
Hasil Pengamatan sampel urine E

Karakteristik Sampel E
BHIB Tumbuh subur
Koloni berbentuk bulat, cembung, berwana merah
Mac Conkey Agar muda dengan ukuran sedang-besar dan pinggiran
koloni rata.
Koloni berbentuk bulat, cembung berwana putih
Blood Agar dengan ukuran kecil-sedang dan pinggiran koloni
rata.
Karakteristik Mac Conkey Agar (E1) Blood Agar (E2)
Jumlah Kolini 275 koloni 411 koloni
Bentuk : Monobasil Bentuk : Coccus Berantai
Pewarnaan gram Warna : Merah Warna : Ungu
Bakteri : Gram Negatif Bakteri : Gram Positif
Uji katalase - (-)
Dasar : Asid Dasar : Asid
Lereng : Asid Lereng : Alkali
TSIA
H2S : (-) H2S : (+)
Gas : (+) Gas : (+)
Sulfur : (-) Sulfur : (+)
SIM Indol : (+) Indol : (+)
Mortiliti : (+) Mortiliti : (+)
UREA (+) (+)
SITRAT (-) (-)
MR (+) (-)
VP (-) (-)

58
GULA-GULA
(glukosa, sukrosa,
(+), (+), (+) dan (+) (+), (+), (+) dan (+)
maltosa dan
manitol)
Sumber data: Data Primer 2019
Tabel 4.7
Hasil Pengamatan sampel urine F

Karakteristik Sampel F
BHIB Tumbuh subur
Koloni berbentuk bulat, cembung, berwana merah
Mac Conkey Agar muda dengan ukuran sedang dan pinggiran koloni
rata.
Koloni berbentuk bulat, cembung berwana putih
Blood Agar dengan ukuran kecil-sedang dan pinggiran koloni
rata.
Karakteristik Mac Conkey Agar (F1) Blood Agar (F2)
Jumlah Kolini 410 koloni 316 koloni
Bentuk : Monobasil Bentuk : Menyerupai Anggur
Pewarnaan gram Warna : Merah Warna : Ungu
Bakteri : Gram Negatif Bakteri : Gram Positif
Uji katalase - (+)
Dasar : Asid Dasar : Asid
Lereng : Asid Lereng : Asid
TSIA
H2S : (-) H2S : (-)
Gas : (+) Gas : (+)
Sulfur : (-) Sulfur : (-)
SIM Indol : (-) Indol : (-)
Mortiliti : (+) Mortiliti : (+)
UREA (+) (+)
SITRAT (+) (-)
MR (-) (-)
VP (-) (-)
GULA-GULA
(glukosa, sukrosa,
(+), (+), (+) dan (+) (+), (+), (+) dan (+)
maltosa dan
manitol)
Sumber data: Data Primer 2019

59
Tabel 4.8
Hasil Pengamatan sampel urine G

Karakteristik Sampel G
BHIB Tumbuh subur
Koloni berbentuk bulat, cembung, berwana merah
Mac Conkey Agar muda dengan ukuran sedang-besar dan pinggiran
koloni rata.
Koloni berbentuk bulat, cembung berwana putih
Blood Agar dengan ukuran kecil-sedang dan pinggiran koloni
rata.
Karakteristik Mac Conkey Agar (G1) Blood Agar (G2)
Jumlah Kolini 433 koloni 108 koloni
Bentuk : Monobasil Bentuk : Menyerupai Anggur
Pewarnaan gram Warna : Merah Warna : Ungu
Bakteri : Gram Negatif Bakteri : Gram Positif
Uji katalase - (+)
Dasar : Asid Dasar : Asid
Lereng : Asid Lereng : Asid
TSIA
H2S : (-) H2S : (-)
Gas : (+) Gas : (+)
Sulfur : (-) Sulfur : (-)
SIM Indol : (+) Indol : (-)
Mortiliti : (+) Mortiliti : (+)
UREA (+) (+)
SITRAT (-) (-)
MR (+) (-)
VP (-) (-)
GULA-GULA
(glukosa, sukrosa,
(+), (+), (+) dan (+) (+), (+), (+) dan (+)
maltosa dan
manitol)
Sumber data: Data Primer 2019

60
Tabel 4.9
Hasil Pengamatan sampel urine H

Karakteristik Sampel H
BHIB Tumbuh subur
Koloni berbentuk bulat, cembung, berwana merah
Mac Conkey Agar muda dengan ukuran sedang-besar dan pinggiran
koloni rata.
Koloni berbentuk bulat, cembung berwana putih
Blood Agar dengan ukuran kecil-sedang dan pinggiran koloni
rata.
Karakteristik Mac Conkey Agar (H1) Blood Agar (H2)
Jumlah Kolini 397 koloni 297 koloni
Bentuk : Monobasil Bentuk : Menyerupai Anggur
Pewarnaan gram Warna : Merah Warna : Ungu
Bakteri : Gram Negatif Bakteri : Gram Positif
Uji katalase - (+)
Dasar : Asid Dasar : Asid
Lereng : Asid Lereng : Asid
TSIA
H2S : (-) H2S : (-)
Gas : (+) Gas : (+)
Sulfur : (-) Sulfur : (-)
SIM Indol : (+) Indol : (-)
Mortiliti : (+) Mortiliti : (+)
UREA (+) (+)
SITRAT (-) (-)
MR (+) (-)
VP (-) (-)
GULA-GULA
(glukosa, sukrosa,
(+), (+), (+) dan (+) (+), (+), (+) dan (+)
maltosa dan
manitol)
Sumber data: Data Primer 2019

61
Tabel 4.10
Hasil Pengamatan sampel urine I

Karakteristik Sampel I
BHIB Tumbuh subur
Koloni berbentuk bulat, cembung, berwana merah
Mac Conkey Agar muda dengan ukuran sedang dan pinggiran koloni
rata.
Koloni berbentuk bulat, cembung berwana putih
Blood Agar dengan ukuran kecil-sedang dan pinggiran koloni
rata.
Karakteristik Mac Conkey Agar (I1) Blood Agar (I2)
Jumlah Kolini 280 koloni 411 koloni
Bentuk : Monobasil Bentuk : Menyerupai Anggur
Pewarnaan gram Warna : Merah Warna : Ungu
Bakteri : Gram Negatif Bakteri : Gram Positif
Uji katalase - (+)
Dasar : Asid Dasar : Asid
Lereng : Asid Lereng : Asid
TSIA
H2S : (-) H2S : (-)
Gas : (+) Gas : (+)
Sulfur : (-) Sulfur : (-)
SIM Indol : (-) Indol : (-)
Mortiliti : (+) Mortiliti : (+)
UREA (+) (+)
SITRAT (+) (-)
MR (-) (-)
VP (-) (-)
GULA-GULA
(glukosa, sukrosa,
(+), (+), (+) dan (+) (+), (+), (+) dan (+)
maltosa dan
manitol)
Sumber data: Data Primer 2019

62
Tabel 4.11
Hasil Pengamatan sampel urine J

Karakteristik Sampel J
BHIB Tumbuh subur
Koloni berbentuk bulat, cembung, berwana merah
Mac Conkey Agar muda dengan ukuran sedang-besar dan pinggiran
koloni rata.
Koloni berbentuk bulat, cembung berwana putih
Blood Agar dengan ukuran kecil-sedang dan pinggiran koloni
rata.
Karakteristik Mac Conkey Agar (J1) Blood Agar (J2)
Jumlah Kolini 397 koloni 346 koloni
Bentuk : Monobasil Bentuk : Menyerupai Anggur
Pewarnaan gram Warna : Merah Warna : Ungu
Bakteri : Gram Negatif Bakteri : Gram Positif
Uji katalase - (+)
Dasar : Asid Dasar : Asid
Lereng : Asid Lereng : Asid
TSIA
H2S : (-) H2S : (-)
Gas : (+) Gas : (+)
Sulfur : (-) Sulfur : (-)
SIM Indol : (+) Indol : (-)
Mortiliti : (+) Mortiliti : (+)
UREA (+) (+)
SITRAT (-) (-)
MR (+) (-)
VP (-) (-)
GULA-GULA
(glukosa, sukrosa,
(+), (+), (+) dan (+) (+), (+), (+) dan (+)
maltosa dan
manitol)
Sumber data: Data Primer 2019

B. Pembahasan

Penelitian yang telah dilakukan merupakan penelitian eksperimental.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yang

63
bertujuan untuk menggambarkan keadaan dan mendapatkan keterangan

tentang keberadaan bakteri pada urine penderita diabetes. Data yang

diperoleh disajikan secara deskriptif meliputi karakteristik makroskopik,

mikroskopik, dan hasil uji biokimia bakteri.

Urine pada penderita diabetes melitus memiliki kadar glukosa yang

tinggi, yang dimana glukosa merupakan kandungan nutrisi yang penting bagi

pertumbuhan bakteri. Karena glukosa mengandung banyak unsur karbon dan

nitrogen, sehingga bakteri pada urine penderita diabetes melitus lebih banyak

dari pada urine normal. Infeksi pada pasien diabetes melitus umumnya

terlokalisasi di saluran kemih. Kadar glukosa yang tinggi di dalam urine

merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme patogen.

Identifikasi bakteri pada urine penderita diabetes melitus dilakukan

dengan metode kultur. Sampel pada penelitian ini adalah urine penderita

diabete melitus sebabanyak 10 sampel. Sampel yang didapatkan di tanam

pada media BHIB. Penggunaan media BHIB bertujuan untuk mengisolasi dan

menumbuhkan bakteri yang terdapat pada media BHIB. Setelah diinkubasi

selama 24 jam dengan suhu 37oC media berubah dari jernih menjadi keruh

yang menandakan bahwa bakteri telah tumbuh subur.

Kemudian dilakukan inokulasi pada media BHIB ke media selektif

(Mac Conkey Agar dan Blood Agar) dengan menggunakan metode gores

kudran. Fungsi media selektif adalah untuk menumbuhkan bakteri tertentu

(bakteri target atau bakteri yang kita inginkan) dan menghambat pertumbuhan

bakteri lain (bakteri non target). Setelah dilakukan inokulasi, media Mac

64
Conkey Agar dan Blood Agar diinkubasi kembali selama 24 jam dengan suhu

37oC. Terdapat 9 bakteri yang yang tumbuh pada media Mac Conkey Agar

yang diantaranya bakteri Escherchia coli dan klepsiella spp, sedangkan pada

media Blood Agar terdapat 10 bakteri yang tumbuh yang diantaranya bakteri

Staphylococcus aures dan Streptococcus. Kolini yang tumbuh pada tiap-tiap

media dihitung untuk mengetahui ada tidaknya kemungkinan pasien

mengalami infeksi saluran kemih.

Koloni yang tumbuh pada media selektif selanjutnya dilakukan

pewarnaan gram. Pewarnaan gram berfungsih untuk membedakan spesies

bakteri manjadi dua kelompok besar yaitu gram positif dan gram negatif.

Koloni pada media Blood Agar dilakukan uji katalase untuk dapat

membedakan antara bakteri Staphylococcus aures dan Streptococcus. Pada

uji ini bakteri Staphylococcus aures dapat memecah H2O2 menjadi H2O dan

O2, yang ditandai terbentuknya gelembung atau buih setelah koloni dan

hidrogen peroksida di campur di atas kaca preparat.

Setelah dilakukan pewarnaan gram dan uji katalase pada media Blood

Agar kemudian dilakukan inokulasi pada media TSIA. Uji TSIA berfungsi

untuk mengetahui kemampuan bakteri untuk memfermentasikan karbohidrat

(glukosa, laktosa dan sukrosa). Koloni yang tumbuh pada media TSIA

diinokulasi ke media uji biokimia diantaranya uji ures, sitrat, MR, VP, SIM

san media gula-gula. Uji urea berfungsi untuk mengetahui apakah bakteri

mempunyai enzim urea yang dapat menguraikan urea membentuk amoniak.

Uji sitrat berfungsi untuk mengetahui apakah bakteri menggunakan sitrat

65
sebagai sumber karbon. Uji SIM berfungsi untuk mengetahui pergerakan

bakteri, tes indol dan pembentukan H2S. Uji MR berfungsi untuk mengetahui

adanya fermentasi asam campuran (metilen glikon). Uji VP berfungsi untuk

mengetahui pembentukan asetil metil kabinol (asetoin). Dan uji gula-gula

berfungsi untuk mengetahui apakah bakteri memfermentasikan masing-

masing gula membentuk asam.

Berdasarkan penelitian yang bakteri yang berhasil diidentifikasi yakni

Escherchia coli, klepsiella spp, Staphylococcus aures dan Streptococcus.

1. Escherchia coli

Escherichia coli, yaitu bakteri anaerob fakultatif gram negatif

berbentuk batang yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Baktei

ini merupakan mikro floral normal usus, selain berkembang biak di

lingkungan sekitar manusia. Bakteri Escherichia col merupakan jasad

indikator dalam substrat air dan bahan makanan. Yang mampu

memfermentasikan laktosa pada temperatur 37°C dengan membentuk

asam dan gas di dalam waktu jam. Bakteri ini berpotensi patogen karena

pada keadaan tertentu dapat menyebabkan diare.

Escherichia col mempunyai sifat membentuk indol dari triptofan,

uji merah metil yang menunjukkan fermentasi glukosa menghasilkan asam

sampai pH 4,5 sehingga medium akan berwarna merah dengan adanya

merah metil, uji voges-proskauer yang menunjukkan pembentukan asetil

metil karbinol dari glukosa, dan uji penggunaan sitrat sebagai sumber

66
karbon. bakteri ini dapat memfermentasi laktosa dengan memproduksi

asam dan gas, mereduksi nitrat menjadi nitrit.

2. klepsiella spp

Genus bakteri Klebsiella termasuk bakteri famili dari

Enterobacteriaceae, terdiri dari tiga spesies yaitu Klebsiella pneumonia,

Klebsiella ozaenae, Klebsiella rhinoschleromatis. Klebsiella pneumonia

adalah bakteri Gram negatif yang berbentuk batang (basil). Klebsiella

pneumonia tergolong bakteri yang tidak dapat melakukan pergerakan (non

motil) dan mempunyai kapsul.

Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, Klebsiella pneumonia

merupakan bakteri fakultatif anaerob. Klebsiella pneumonia dapat

memfermentasikan laktosa. Pada test dengan indol, Klebsiella pneumonia

akan menunjukkan hasil negatif. Klebsiella pneumonia dapat mereduksi

nitrat. Klebsiella pneumonia banyak ditemukan di mulut, kulit, dan sal

usus, namun habitat alami dari Klebsiella pneumonia adalah di tanah.

Klebsiella pneumoniae berada dalam system pernafasan dan tinja

kurang lebih pada 5% individu normal. Hal tersebut menyebabkan sebuah

proporsi kecil (kira-kira 1%) dari radang paru-paru. Klebsiella

Pneumoniae dapat menimbulkan konsolidasi hemorrhagic intensif pada

paru-paru. Kadang-kadang menyebabkan infeksisystem saluran kencing

dan bakterimia dengan luka yang melemahkan pasien.

3. Staphylococcus aures

67
S. aureus adalah bakteri gram positif yang memiliki bentuk coccus

(bulat), berwarna ungu dan bergerombol. Bakteri ini tidak bergerak, tidak

berspora, berkapsul dan bersifat aerob-anaerob fakultatif. Staphylococcus

sp. dapat memfermentasi manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu

menghasilkan enterotoksin

S. aureus dapat ditemukan di lingkungan seperti udara, debu,

kotoran, air, susu, makanan dan minuman dan peralatan makan serta pada

hewan. Sedangkan pada manusia normal S. aureus terdapat pada hidung

dan kulit dengan proposi yang berbeda Terdapat kurang lebih 18 spesies

dan subspesies yang dapat menimbulkan masalah pada makanan salah

satunya S. aureus.

4. Streptococcus

Streptococcus sp. berbentuk sesuai namanya yaitu bulat (coccus)

dan berbentuk rantai atau berpasangan. Semua spesiesnya merupakan

bakteri non motil dan tidak membentuk spora. Kelompok bakteri ini

termasuk bakteri Gram positif. Semuanya anaerob fakultatif, kebanyakan

berkembang di udara tetapi beberapa spesies Streptococcus membutuhkan

CO2 untuk berkembang. Semua spesies Streptococcus sp. tidak dapat

mereduksi nitrat tetapi mampu memfermentasi glukosa dengan produk

utama adalah asam laktat, tidak pernah berupa gas. Banyak spesies

merupakan anggota dari mikroflora normal pada membran mukosa dari

manusia ataupun hewan, dan beberapa bersifat patogen. Streptococcus sp.

digolongkan berdasarkan kombinasi sifatnya, antara lain sifat

68
pertumbuhan koloni, pola hemolisis pada agar darah (ά-hemolisis, β-

hemolisis dan γ-hemolisis)

Jenis bakteri dengan frekuensi tertinggi adalah Escherchia coli dan

Staphylococcus aureus yang teridentifikasi dalam 7 dari 19 sampel (35%).

Metode penyebaran bakteri ini melalui tangan, sapu tangan, pakaian, debu

dengan kontak langsung sebagai metode penyebaran yang paling penting.

Kemudian bakteri Streptococcus teridentifikasi dalam 3 dari 19 sampel (15%)

dan bakteri klepsiella spp yang teridentifikasi dalam 2 dari 19 sampel (10%).

Klebisella pneumoniae adalah salah satu bakteri pathogen yang sering

menyebabkan infeksi nosokomial pada manusia. Agen penyebaran utama dari

bakteri klebisella pneumoniae adalah saluran pencernaan atau tangan petugas

rumah sakit yang menyebarkan mikroorganisme pathogen tersebut melalui

kontak dengan pasien, dan bisa juga melalui antibiotic yang diberikan kepada

pasien. Klebisella pneumoniae memiliki dua habitat umum yaitu di

lingkungan , seperi di permukaan air , limbah , tanah , dan tanaman , dan di

permukaan mukosa pada mamalia. Klebisella pneumoniae merupakan salah

satu enterobacteriaceae yaitu kelompok bakteri gram negatif yang memiliki

habitat alami pada saluran cerna manusia dan hewan. Pada manusia , bakteri

klebisella pneumoniae merupakan saprofit pada nasofaring dan saluran usus.

Dalam literatur, bakteri jenis Eschericia coli merupakan jenis bakteri

yang paling banyak ditemukan dalam urin. Watts et al mengemukakan bahwa

bakteri Eschericia coli merupakan penyebab paling umum infeksi saluran

kemih yang diakibatkan oleh infeksi nosokomial termasuk bakteriuria

69
asimtomatik pada pasien yang dikateterisasi. Colgan et al juga menyebutkan

Eschericia coli sebagai bakteri yang paling banyak terisolasi dari pasien

dengan bakteriuria asimtomatik. Pada penelitian Velma Buntuan dkk

mengemukakan bahwa bakteri Staphylococcus aureus merupakan jenis

bakteri yang paling banyak ditemukan. Hal ini sesuai dengan hasil yang

didapatkan dimana pada urine penderita diabetes melitus bakteri yang paling

banyak ditemukan yaitu bakteri Eschericia coli dan Staphylococcus aureus.

70
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemeriksaan 10 sampel urin pasien penderita diabetes ditemukan

19 sampel memiliki pertumbuhan bakteri pada selektif dan 1 sampel yang

tidak memiliki pertumbuhan bakteri. Terdapat 4 jenis bakteri yang berhasil

diidentifikasi yaitu Escherchia coli, klepsiella spp, Staphylococcus aures

dan Streptococcus.. Jenis bakteri yang paling banyak ditemukan adalah

Escherchia coli dan Staphylococcus aureus. Ragam dan prevalensi jenis

bakteri berbeda untuk setiap penelitian tergantung dari metode dan alat yang

digunakan, kondisi kesehatan pasien dan kuantitas koloni bakteri dalam urin.

B. Saran

Pada penelitian berikutnya, pengambilan dan pengujian sampel perlu

dilakukan lebih teliti dan lebih hati-hati mengingat adanya kemungkinan

kontaminasi bakteri secara eksternal yang dapat mempengaruhi tingkat

akurasi hasil yang ditemukan.

71
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. (2010). Position statement: Standards of medical
care in diabetes 2010. 3 Maret 2012. Diabetes Care, 35(Suppl.1)
http://care.diabetesjournals.org.
Black, J.M dan Hawks, J.H. (2009). Clinical management for positive outcomes.
(Ed 8), Saunders, an imprint of Elseiver, Inc. St. Louis
Departemen Kesehatan RI. (2014). Waspada Infeksi Saluran Kemih. 02 Maret
2016.
http://www.depkes.go.id/index.php/wasada+infeksi+saluran+kemih/.
Dewi, Sri. S. (2015). Hitung Jumlah Bakteri Dan Leukosit Pada Urine Penderita
Diabete Melitus Tersangka Infeksi Saluran Kemih. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang.
Fatimah, R N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority. Vol. 4. No. 5.
Guyton, A.C. & Hall, J.E. (2008). Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11.
Cetakan I. Jakarta: EGC.
Hanum, N.N. (2013). Hubungan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dengan Profil
Lipid Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Cilegon Periode Januari-April 2013. Skripsi. FK dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
IDF. 2015.IDF Diabetes Atlas. International Diabetes Federation. Jurnal
International Diabetes Federation doi:10.1289/image.ehp.v119.i03.
Johnson, M. (2015). Diabetes: Terapi dan Pencegahannya. Ed. 3, Indonesia
Publishing House. Jawa Barat.
Kemkes. 2016. Mari Kita Cegah Diabetes Dengan Cerdik.
http://www.depkes.go.id. Diakses Pada Tanggal 13 September 2017
Mirza, Maulana. (2008). Mengenal Diabetes Panduan Praktis mengenai Penyakit
Kencing Manis. Jogjakarta. Katahati.
Nurafni, A Dan Afrida. (2018). Faktor Resiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II
Di RSUD Labuang Baji Makassar. Jurnal ilmiah kesehatan diagnosis.
Vol 12 no 4 tahun 2018. eISSN=2302-2531
Nurdin, firdaus. (2009). Pola Kepekaan Bakteri Gram Negatif Dari Pasie Infeksi
Saluran Kemih Terhadap Antibiotik Golongan Fluorokuinolon. FKUI.
jakarta
Ramadani,E dkk. (2014). Hubungan Kadar Nitrit Dengan Jumlah Leukosit Urine
Pada Suspek Infeksi Saluran Kemih. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang.

72
Ridwan, Z. et al. (2016). Ketoasidosis Diabetik Di Diabetes Melitus Tipe 1.
Indonesian Journal of Clinical Pathologi And Medical Laboratory. Vol.
22. No. 2. Hal: 200-203.
Septianingsih, M. (2012). Determinan Ifeksi Saluran Kemih pasien Diabetes
Melitus Perempuan Di RSB Bandung. Universitas indosesia.
Suriani, N. (2012). Gangguan Metabolisme Karbohidrat Pada Penderita Diabetes
Melitus. Malang, Fakultas Kedokteran Universitas Barawijaya.
Tito, Istikhara. M. (2014). Isolasi dan identifikasi bakteri kitinolotik yang
terdapat pada cangkang lobster air tawar. Universitas airlangga. Surabaya.
Windasari, N.N. (2014). Pendidikan Keseatan Dalam Meningkatkan Kepatuhan
Merawat Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II. Tesis. Univesitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.
Zamaa, Muhammad S dan Sainudin. (2018). Hubungan Kepatuhan Pengobatan
Dengan Kadar Gula Darah Sewaktu Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe
II. Departemen Keperawatan Medikal Bedah/Program Studi Ilmu
Keperawatan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar.

73
LAMPIRAN

Uji Biokimia
Jenis Bakteri
TSIA Urea Sitrat MIO MR VP Glukosa Sukrosa Maltosa Manitol
Dasar = Asid
S = (-)
Lereng = Asid
Escherichia coli (-) (-) I = (+) (+) (-) (+) (+) (+) (+)
H2S = (-)
M = (+)
Gas = (+)
Dasar = Alkali
S = (+)
Lereng = Asid
Proteus spp Variabel Variabel I = (-) (+) (-) (+) Variabel (-) (-)
H2S = (-)
M = (+)
Gas = (-)
Dasar = Asid
S = (-)
Lereng = Asid
Klebsiella spp (+) (+) I = (-) (-) (+) (+) (+) (+) (+)
H2S = (-)
M = (+)
Gas = (+)
Dasar = Asid
S = (-)
Staphylococcus Lereng = Asid
(+) (-) I = (+) (-) (+) (+) (+) (+) (+)
aureus H2S = (-)
M = (+)
Gas = (+)
Dasar = Alkali
S = (-)
Pseudomonas Lereng = Alkali
Variabel (+) I = (-) (-) (-) (+) (-) (-) (+)
aeruginosa H2S = (-)
M = (+)
Gas = (-)

74
75

Anda mungkin juga menyukai