2. SURYANI GUMOLUNG
3. YUNITA MILOS
4. JEKI GARING
5. MARTHEN PANGKALANGI
BEO – TALAUD
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjat kepada Tuhan yang Maha Esa, karena telah mencurahkan
hikmat serta kebijaksanaan dalam pembuatan makalah ini. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “PENGETAHUAN AGAMA “.
Dan tak lupa pula penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. dan penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
penulis sendiri dan bahkan kepada para pembaca pada umumnya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan penulis. Namun penulis merasa bahwa hasil makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaannya. Tetapi walaupun demikian penulis berusaha sebisa mungkin menyelesaikan
Makalah ini meskipun tersusun sangat sederhana.
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan yang dipahami dalam arti pendek sebagai pengetahuan objektif,
tersusun, dan teratur. Ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari agama. ilmu pengetahuan
adalah rangkaian konsep dan kerangka konseptual yang saling berkaitan dan telah berkembang
sebagai hasil percobaan dan pengamatan. Ilmu pengetahuan tidak dipahami sebagai pencarian
kepastian, melainkan sebagai penyeledikan yang berkesinambungan.
Ilmu Pengetahuan dan Agama adalah dua entitas yang menduduki posisi penting dalam
filsafat ilmu. Keduanya merupakan objek yang menarik untuk diperbincangkan. Posisi kedua
cabang disiplin ilmu tersebut saling memberikan nilai positif dalam menjawab persoalan-
persoalan kehidupan dan kemanusiaan. Hal itu disebabkan oleh fitrah manusia sebagai mahluk
berfikir yang selalu menghendaki rasionalitas. Manusia juga mengalami dan menyaksikan
problema-problema yang terkait dengan dimensi-dimensi misteri dalam kehidupan yang tidak
dapat dipecahkan kecuali dengan merujuk pada agama, sehingga eksistensi agama—yang
tindakan praktis terhadap aplikasi kepercayaan (iman) yang telah diakui kebenaraanya melalui
Karya ilmiah ini, fokus kajiannya tentang ilmu pengetahuan, agama serta hubungan ilmu
pengetahuan dan agama. Dalam penulisan karya ilmiah, penulis sadar bahwa karya ilmiah ini
jauh dari kesempurnaan sehingga membutuhkan saran yang membangun demi terciptanya
sebagai berikut :
3. Pembagian agama?
4. Kebenaran Agama?
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk
2. PengertianAgama
Adapun manfaat makalah ada dua yaitu manfaat praktis dan teoritis.
1. Manfaat Praktis
2. Manfaat Teoritis
2. A. Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan juga bisa merupakan upaya menyingkap realitas secara tepat
dengan merumuskan objek material dan objek formal.Upaya penyingkapan realitas
dengan memakai dua perumusan tersebut adakalanya menggunakan rasio dan empiris
atau mensintesikan keduanya sebagai ukuran sebuah kebenaran (kebenaran ilmiah).
Penyingkapan ilmu pengetahuan ini telah banyak mengungkap rahasia alam semesta
dan mengeksploitasinya untuk kepentingan manusia.
Dewasa ini, ilmu pengetahuan yang bercorak empiristik dengan metode kuantitatif
(matematis) lebih dominan menduduki dialektika kehidupan masyarakat. Hal ini besar
kemungkinan karena banyak dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran
positivistiknya Auguste Comte yang mengajukan tiga tahapan pembebasan ilmu
pengetahuan. Pertama, menurut Auguste Comte ilmu pengetahuan harus terlepas dari
lingkungan teologik yang bersifat mistis. Kedua, ilmu pengetahuan harus bebas dari
lingkungan metafisik yang bersifat abstrak. Ketiga, ilmu pengetahuan harus
menemukan otonominya sendiri dalam lingkungan positifistik.
Secara garis besar, ilmu pengetahuan dibagi menjadi dua bentuk, yakni ilmu
eksakta dan ilmu humaniora. Ilmu eksakta adalah spesifikasi keilmuan yang
menitikberatkan pada hukum sebab akibat. Penilaian terhadap ilmu-ilmu eksakta
cenderung memakai metode observasi yang digunakan sebagai cara penelitiannya dan
mengukur tingkat validitasnya. Dengan model tersebut, penelitian terhadap ilmu-ilmu
eksakta sering mendapatkan hasil yang objektif. Sedangkan ilmu humaniora
merupakan spesifikasi keilmuan yang membahas sisi kemanusian selain yang
bersangkutan dengan biologis maupun fisiologisnya. Hal-hal yang berkaitan dengan
kemanusiaan ini lebih tertitik tekan dalam masalah sosiologis dan psikologisnya.
Menurut Jujun, cabang atau bentuk ilmu pada dasarnya berkembang dari cabang
utama, yakni filsafat alam yang kemudian berafiliasi di dalamnya ilmu-ilmu alam (the
natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian berkembang menjadi menjadi
cabang ilmu-ilmu social (the social sciences). Dari kedua cabang tersebut, klasifikasi
keilmuan menjadi kian tak terbatas. Diperkirakan sampai sekarang ini, terdapat sekitar
650 cabang keilmuan yang masih belum banyak dikenal. Kepesatan kemajuan
perkembangan ilmu ini demikian cepat, hingga tidak menutup kemungkinan sepuluh
tahun ke depan, klasifikasi keilmuan bisa mencapai ribuan jumlahnya.
Sekian banyak jumlah cabang keilmuan tersebut, bermula dari ilmu alam yang
membagi diri menjadi dua kelompok, yakni ilmu alam (the physical sciences) dan
ilmu hidup (hayat/the biological sciences). Ilmu alam ini bertujuan untuk mempelajari
zat yang membentuk alam semesta. Ilmu ini kemudian membentuk rumpun keilmuan
yang lebih spesifik, misalnya sebagai ilmu fisika yang mempelajari tentang massa dan
energi, ilmu kimia yang membahas tentang substansi zat, ilmu astronomi yang
berusaha memahami kondisi benda-benda langit dan ilmu-ilmu lainnya. Dari rumpun
keilmuan ini kemudian membentuk ranting-ranting baru, seperti kalau dalam fisika
ada yang namanya mekanik, hidrodinamika, bunyi dan seterusnya yang masih banyak
lagi ranting-ranting kecil.
Disiplin keilmuan tersebut di atas terlahir dari beberapa sumber. Ilmu pengetahuan
yang terlahir dari sumber yang berdampak pada perbedaan dari masing-masing jenis
keilmuan. Meskipun demikian tidak semua orang mempercayai dan mengakui
keilmuan seseorang yang kebetulan muncul dari sumber yang tidak diyakini oleh
kebanyakan masyarakat. Misalnya ilmu ladunniy yang diyakini adanya di kawasan
Timur namun tidak dipercaya di daerah Barat.
Dalam buku Filsafat Ilmu karya Amsal Bakhtiar dikatakan bahwa ada beberapa
pendapat yang menyatakan bahwa sumber ilmu pengetahuan keluar dari empat hal.[8]
Pertama adalah Empirisme, menurut aliran ini seseorang bisa memperoleh
pengetahuan dengan pengalaman inderawinya. Dengan indera manusia bisa
menghubungkan hal-hal yang bersifat fisik ke medan intensional, atau
menghubungkan manusia dengan sesuatu yang kongkret-material. Kedua adalah
Rasionalisme, aliran ini menyatakan bahwa akal merupakan satu-satunya sumber
kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang diakui benar semata-mata hanya diukur
dengan rasio.
Ketiga adalah intuisi. Menurut Henry Bergson yang dikutip oleh Bakhtiar, intuisi
adalah hasil evolusi dari pemahaman yang tertinggi. Intuisi ini bisa dikatakan hampir
sama dengan insting, namun berbeda dalam tingkat kesadaran dan kebebasannya.
Untuk menumbuhkan kemampuan ini, diperlukan usaha dan kontinuitas latihan-
latihan. Ia juga menambahkan bahwa intuisi mengatasi sifat lahiriah pengetahuan
simbolis yang meliputi harus adanya analisis, menyeluruh, mutlak dan lain
sebagainya. Karena itu, intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara langsung dan
seketika. Keempat adalah wahyu, sumber ini hanya khusus diperoleh melalui para
Nabi yang menerima pengetahuan langsung dari Tuhan semesta alam. Para Nabi
memperoleh pengetahuan tanpa upaya dan tanpa memerlukan waktu tertentu.
Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak Tuhan.
Jika melihat klasifikasi yang terdapat dalam tabel di atas, maka untuk sementara bisa
diambil kesimpulan sementara bahwa kebenaran bisa bersifat multidimensional.
Artinya ada beberapa bidang keilmuan bisa lahir dari semua sumber pengetahuan.
3. A. Pengertian Agama
Kata agama dalam bahasa inggris disebut “Religion”, dalam bahasa belanda
disebut “Religie”. Kedua kata tersebut terambil dari bahasa induk yaitu bahasa latin
yang memiliki arti “Religare”, to treat carefully (Ciicero), Relegere, to bind together
(Lactantius), atau Religare, to recover (Agustinus).
Menurut Fachruddin alkahiri, kata agama dalam bahasa indonesia berasal dari
bahasa sangsekerta yang terdiri dari dua kata, yaitu: “a” yang berarti “Tidak” dan
“Gama” yang berarti “berantakan”. Jadi kata “Agama” adalah tidak berantakan, atau
dalam pengertian lain berarti teratur. Yang dimaksud agama adalah suatu peraturan
yang mengatur keadaan manusia, maupun sesuatu yang gaib, ataupun mengenai budi-
pekerti, pergaulan hidup bersama dan lainnya.
Menurut Husain Ismail, agama adalah jalan atau metode yang bersumber dari Sang
Pencipta untuk mengetahui sifat, perbuatan dan tujuan diri-Nya menciptakan makhluk
secara umum dimana manusia termasuk di dalamnya.
3. B. Pembagian Agama
Ditinjau dari segi sumbernya, maka agama dapat dibedakan menjadi dua:
1. Agama samawi, seperti agama langit, agama wahyu, agama profetis, revealed
religion, Di>n al-Samawy
2. Agama Budaya; adalah agama bumi, agama filsafat, agama ra’yu, non-revealed
religion, natural religion, Di>n al-T}abi’i>, Di>n al-Ard}.
Menyangkut konsep kebenaran, ada dua hal yang tidak bisa dipisahkan, yaitu:
sumber otoritas atau justifikasi dan metode untuk memperolehnya. Kebenaran agama
sumber otoritasanya adalah wahyu dari Tuhan. Oleh karenanya, konsep kebenaran
dalam pemahaman agama selalu dirujukan kepada apa yang dikatakan wahyu.
Adapun justifikasi sebuah kebenaran ilmiah terletak pada prosedur dan hasil
pengujian, bukan pada keyakinan metafisis seperti kebenaran wahyu.
Bagi kalangan barat, agama adalah penghalang kemajuan. Oleh karena itu, mereka
beranggapan, jika ingin maju maka agama tidak boleh lagi mengatur hal-hal yang berhubungan
dengan dunia. Seorang Karl marx mengatakan bahwa agama adalah candu masyarakat, candu
merupakan zat yang dapat menimbulkan halusianasi yang membius. Marks mendefinisikan
bahwa setiap pemikiran tentang agama dan tuhan sangat berbahaya bagi kehidupan manusia.
sebagai seorang materialisme, Marks sama sekali tidak percaya adanya Tuhan dan secara tegas ia
ingin memerangi semua agama. Dalam pernyataan Marks, sebenarnya yang dimaksud dengan
candu masyarakat merupakan kritik terhadap realitas yang tidak berpihak pada kaum lemah.
Misalnya orang yang sedang kelaparan hanya membutuhkan nasi atau sepotong roti untuk
mengisi perutnya, bukan membutuhkan siraman rohani ataupun khutbah yang berisikan tentang
kesabaran, namun tidak memperdulikan tentang realitas sosial
Dalam pandangan saintis, agama dan ilmu pengetahuan mempunyai perbedaan. Bidang
kajian agama adalah metafisik, sedangkan bidang kajian sains / ilmu pengetahuan adalah alam
empiris. Sumber agama dari tuhan, sedangkan ilmu pengetahuan dari alam.
Dari segi tujuan, agama berfungsi sebagai pembimbing umat manusia agar hidup tenang dan
bahagia didunia dan di akhirat. Adapun sains / ilmu pengetahuan berfungsi sebagai sarana
mempermudah aktifitas manusia di dunia. Kebahagiaan di dunia, menurut agama adalah
persyaratan untuk mencapai kebahagaian di akhirat.
Menurut Amstal, bahwa agama cenderung mengedepankan moralitas dan menjaga tradisi
yang sudah mapan, eksklusif dan subjektif. Sementara ilmu pengetahuan selalu mencari yang
baru, tidak terikat dengan etika, progesif, bersifat inklusif, dan objektif. Meskipun keduanya
memiliki perbedaan, juga memiliki kesamaan, yaitu bertujuan memberi ketenangan. Agama
memberikan ketenangan dari segi batin karena ada janji kehidupan setelah mati, Sedangkan ilmu
memberi ketenangan dan sekaligus kemudahan bagi kehidupan di dunia.Misalnya, Tsunami
dalam Konteks agama adalah cobaan Tuhan dan sekaligus rancangan-Nya tentang alam secara
keseluruhan. Oleh karena itu, manusia harus bersabar atas cobaan tersebut dan mencari hikmah
yang terkandung dibalik Tsunami. Adapun menurut ilmu pengetahuan, Tsunami terjadi akibat
pergeseran lempengan bumi, oleh karena itu para ilmuwan harus mencari ilmu pengetahuan
untuk mendeteksi kapan tsunami akan terjadi dan bahkan kalau perlu mencari cara
mengatasinya.
Karekteristik agama dan ilmu pengetahuan tidak selau harus dilihat dalam Konteks yang
berseberangan, tetapi juga perlu dipikirkan bagaimana keduanya bersinergi dalam membantu
kehidupan manusia yang lebih layak. Osman Bakar mengatakan bahwa epistemology,
metafisika, teologi dan psikologi memiliki peran penting dalam mengembangkan intelektual
untuk merumuskan berbagai hubungan konseptual agama dan ilmu pengetahuan. Peran
utamanya adalah memberikan rumusan-rumusan konseptual kepada para ilmuan secara rasional
yang bisa dibenarkan dengan ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan untuk digunakan sebagai
premis-premis dari berbagai jenis sains. Misalnya kosmologi, dengan adanya kosmologi dapat
membantu meringankan dan mengkonseptualkan dasar-dasar ilmu pengetahuan seperti fisika dan
biologi.
Ilmu pengetahuan yang dipahami dalam arti pendek sebagai pengetahuan objektif, tersusun,
dan teratur. Ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari agama. Sebut saja al-Quran, al-Quran
merupakan sumber intelektualitas dan spiritualitas. Ia merupakan sumber rujukan bagi agama
dan segala pengembangan ilmu pengetahuan. Ia merupakan sumber utama inspirasi pandangan
orang islam tentang keterpaduan ilmu pengetahuan dan agama. Manusia memperoleh
pengetahuan dari berbagai sumber dan melalui banyak cara dan jalan, tetapi semua pengetahuan
pada akhirnya berasal dari Tuhan.
Agama dan ilmu pengetahuan memang berbeda metode yang digunakan, karena masing-
masing berbeda fungsinya. Dalam ilmu pengetahuan kita berusaha menemukan makna
pengalaman secara lahiriyah, sedangkan dalam agama lebih menekankan pengalaman yang
bersifat ruhaniah sehingga menumbuhkan kesadaran dan pengertian keagamaan yang mendalam.
Dalam beberapa hal, ini mungkin dapat dideskripsikan oleh ilmu pengetahuan kita, tetapi tidak
dapat diukur dan dinyatakan dengan rumus-rumus ilmu pasti.
Sekalipun demikian, ada satu hal yang sudah jelas, bahwa kehidupan jasmani dan rohani
tetap dikuasai oleh satu tata aturan hukum yang universal. Ini berarti, baik agama maupun ilmu
pengetahuan, yaitu Allah. Keduanya saling melengkapi dan membantu manusia dalam bidangnya
masing-masing dengan caranya sendiri.
Fungsi agama dan ilmu pengetahuan dapat dikiaskan seperti hubungan mata dan mikroskop.
Mikroskop telah membantu indera mata kita yang terbatas, sehingga dapat melihat bakteri-
bakteri yang terlalu kecil untuk dilihat oleh mata telanjang. Demikian pula benda langit yang
sangat kecil dilihat dengan mata telanjang, ini bisa dibantu dengan teleskop karena terlalu jauh.
Demikian halnya dengan wahyu Ilahi, telah membantu akal untuk memecahkan masalah-
masalah rumit yang diamati oleh indera. Jika ini hanya dilakukan oleh akal maka akan
menyesatkan manusia.
BAB III
KESIMPULAN
Dari beberapa paparan tersebut, untuk sementara bisa diambil konklusi sebagai berikut:
1. Ilmu pengetahuan adalah rangkaian aktifitas berfikir dan memahami dengan mengikuti
prosedur sistematika metode dan memenuhi langkah-langkah klasifikasi.
2. Agama adalah produk Tuhan yang bersifat dogmatik dan tidak selalu bisa diterima
dengan system ilmu pengetahuan.
3. Agama dan Ilmu Pengetahuan mempunyai peran masing-masing yang sangat mendukung
satu sama lain untuk memberikan kehidupan yang berkualitas.
.