Anda di halaman 1dari 18

TUGAS PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI OLEO KIMIA

PEMANFAATAN CANGKANG KELAPA SAWIT


SEBAGAI ARANG AKTIF

NAMA KELOMPOK :
ARIS 1507122830
GRETHY ASMARA.S 1507122032

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU 2019
BAB I
LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Produksi arang aktif di Indonesia pada tahun 1993 baru mencapai 20.000 ton
dengan konsumsi terbesar didalam negeri oleh industri minyak nabati, monosodium
glutamate, industri gula, ethanol dan pengolahan air limbah. Untuk arang aktif
dengan kualifikasi tertentu Indonesia masih mengimpornya dari beberapa Negara
sebanyak 2.000 ton/tahun. (R.Sudrajat dan Salim S, 1994)

Dalam kegiatan operasional di Pabrik Kelapa Sawit, disamping akan


dihasilkan produk utama (Main Product) berupa CPO dan PKO, juga akan dihasilkan
produk sampingan (By-Product), baik berupa limbah padat maupun limbah cair dan
juga polutan ke udara bebas (khusus bagi PKS yang menggunakan incenerator).
Tabel 1 menyajikan beberapa macam limbah yang dihasilkan oleh Pabrik Kelapa
Sawit. Apabila diperhatikan dari jenis dan komposisi limbah di atas diketahui bahwa
limbah cair memiliki kontribusi yang besar, yaitu antara 55% sampai 67% dari total
TBS diolah.

Kelapa sawit adalah salah satu komoditi andalan Indonesia yang


perkembangannya demikian pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi,
produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Dengan kondisi yang
semacam itu sebenarnya banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari
pemanfaatan cangkang sawit tersebut. Salah satunya apabila dilakukan pirolisis
terhadap cangkang sawit tersebut akan diperoleh rendemen berupa asap cair yang
dapat diguakan sebagai biopreservatif baru pengganti presetvatif kimia, arang
maupun tar. Asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu yang
mengandung sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat proses pirolisis
konstituen kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Proses pirolisa melibatkan
berbagai proses reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi
(Anonymous, 2006).

Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu jenis limbah padat hasil
samping dari industri pengolahan kelapa sawit, yang saat ini masih menimbulkan
permasalahan bagi lingku ngan hidup. Hal ini disebabkan karena limbah ini
diproduksi dalam jumlah besar dan sukar terdegradasi atau terurai secara alami di
lingkungan. Cangkang kelapa sawit mengandung lignin (29,4%), hemiselulosa
(27,7%), selulosa (26,6%), air (8,0%), komponen ekstraktif (4,2%), abu (0,6%). Oleh
karena itu, limbah ini sangat berpotensi jika dikembangkan menjadi produk-produk
yang bermanfaat dan memberi nilai tambah dari aspek ekonomi serta ramah
lingkungan (Prananta, 2009).

Kelebihan dari cangkang kelapa sawit dibandingkan dengan batu bara adalah
cangkang kelapa sawit lebih ramah bagi lingkungan dan orang sekitar. Unsur batu
bara mengandung sulfur dan nitrogen sehingga pembuangan uap dari boiler akan
menggangu kesehatan masyarakat. Saat ini pemanfaatan cangkang sawit diberbagai
industri pengolahan minyak CPO masih belum digunakkan sepenuhnya, sehingga
masih meninggalkan residu, yang akhirnya cangkang ini dijual mentah ke pasaran
(Purba, 2004).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi limbah Padat PKS


Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan dari sisa
tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan, peremajaandan
panen kelapa sawit. Limbah ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah
padat, limbah cair dan limbah gas.
Limbah Padat adalah Salah satu jenis limbah padat industry kelapa sawit
adalah tandan kosong kelapa sawit dan cangkang kelapa sawit. Limbah padat
mempunyai ciri khas pada komposisinya. Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik
pengolah kelapa sawit ialah tandan kosong, solid, serat dan tempurung. Limbah
padat tandan kosong kadang-kadang mengandung buah tidak lepas di antara celah-
celah di bagian dalam. Kejadian ini timbul, bila perebusan dan bantingan yang tidak
sempurna sehingga pelepasan buah sangat sulit (Naibaho, 2003).
Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak
kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak.
Tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif. Arang aktif dapat
dibuat dengan melalui proses karbonisasi pada suhu 550oC selama kurang lebih tiga
jam. Karakteristik arang aktif yang dihasilkan melalui proses tersebut memenuhi SII,
kecuali kadar abu. Tingkat keaktifan arang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari daya
serap iodnya sebesar 28,9% .(Andriati Amir, 2003)

Arang aktif adalah karbon tak berbentuk yang diolah secara khusus untuk
menghasilkan luas permukaan yang sangat besar, berkisar antara 300-2000 m3/gr.
Luas permukaan yang besar dari struktur dalam pori-pori karbon aktif dapat
dikembangkan, struktur ini memberikan kemampuan karbon aktif menyerap (adsorb)
gas-gas dan uap-uap dari gas dan dapat mengurangi zat-zat dari liquida. (kirk othmer,
1992)
Menurut Standart Industri Indonesia (SII No. 0258-79) yang dikeluarkan
departmen perindustrian, persyaratan arang aktif adalah sebagai berikut :
• Bagian yang hilang pada suhu 950oC , maksimum 15%
• Air,maksimum 10%
• Abu, maksimum 2,5%
• Bagian yg tidak diperarang, tidak ada
• Daya serap terhadap larutan I2 , minimum 20%
Berdasarkan ukuran pori-porinya karbon aktif dikelompokkan menjadi dua
jenis yaitu:
1. Mikropori, dengan ukuran pori-pori 101000 Angstrom.
2. Makropori, dengan ukuran pori-pori lebih besar dari 1000 Angstrom.(Paul NC and
Fred, 1980).

2.2. Kegunaan Arang Aktif


Kegunaan Arang Aktif Beberapa kegunaan arang aktif :
a. Untuk Gas
1. Pemurnian gas Desulfurisasi, menghilangkan gas racun, bau busuk, asap,
menyerap racun.
2. Pengolahan LNG Desulfurisasi dan penyaringan berbagai bahan mentah dan
reaksi gas.
3. Katalisator Reaksi katalisator atau pengangkut vinil klorida dan vinil acetate.
4. Lain-lain Menghilangkan bau dalam kamar pendingin dan mobil.
b. Untuk Zat Cair
1. Industri obat dan makanan Menyaring dan menghilangkan warna, bau dan
rasa yang tidak enak pada makanan.
2. Minuman ringan dan minuman keras Menghilangkan warna dan bau pada
arak/minuman keras dan minuman ringan.
3. Kimia Perminyakan Penyulingan bahan mentah, zat perantara.
4. Pembersih air Menyaring atau menghilangkan bau,warna dan zat pencemar
dalam air sebagai pelindung atau penukar resin dalam penyulingan air.
5. Pembersih air buangan Mengatur dan membersihkan air buangan dan
pencemaran.
6. Penambakan udang dan benur Pemurnian, menghilangkan bau dan warna.
7. Pelarut yang digunakan kembali Penarikan kembali berbagai pelarut, sisa
methanol, etil acetate dan lainlain. (LIPI, 1999)

2.3 Proses Karbonisasi


Karbonisasi adalah proses pemecahan/peruraian selulosa menjadi karbon pada
suhu berkisar 275oC. (Tutik M dan Faizah H, 2001).

Proses karbonasi terdiri dari 4 tahap yaitu :


1. Pada suhu 100 – 120oC terjadi penguapan air dan sampai suhu 270oC mulai
terjadi peruraian selulosa. Distilat mengandung asam organik dan sedikit
methanol. Asam cuka terbentuk pada suhu 200-270oC.
2. Pada suhu 270-310oC reaksi eksotermik berlangsung dimana terjadi peruraian
selulosa secara intensif menjadi larutan piroligant,gas kayu dan sedikit
tar.Asam merupakan asam organik dengan titik didih rendah seperti asam
cuka dan methanol sedang gas kayu terdiri dari CO dan CO2.
3. Pada suhu 310-500oC terjadi peruraian lignin, dihasilkan lebih banyak tar
sedangkan larutan pirolignat menurun, gas CO2 menurun sedangkan gas CO
dan CH4 dan H2 meningkat.
4. Pada suhu 500-1000oC merupakan tahap dari pemurnian arang atau kadar
karbon. (R. Sudrajat, 1994) Proses karbonisasi sudah dikenal dan telah
dipakai untuk mengolah beraneka ragam bahan padat maupun cair, antara lain
cangkang kelapa sawit, tempurung kelapa, limbah kulit hewan, tempurung
kemiri. Alat yang digunakanpun bermacam-macam, mulai dari tanah, kiln
bata, kiln portable, kiln arang limbah hasil pertanian, retort sampai tanur. (R.
Sudrajat dan Salim S, 1994)

2.4 Proses Aktivasi


Aktivasi adalah perubahan secara fisik dimana luas permukaan dari karbon
meningkat dengan tajam dikarenakan terjadinya penghilangan senyawa tar dan
senyawa sisa-sisa pengarangan. (Shreve, 1997)
Daya serap karbon aktif semakin kuat bersamaan dengan meningkatnya
konsentrasi dari aktivator yang ditambahkan. Hal ini memberikan pengaruh yang kuat
untuk mengikat senyawa-senyawa tar keluar melewati mikro pori-pori dari karbon
aktif sehingga permukaan dari karbon aktif tersebut semakin lebar atau luas yang
mengakibatkan semakin besar pula daya serap karbon aktif tersebut. (Tutik M dan
Faizah H, 2001)
Metode aktivasi yang dapat digunakan adalah :
Aktivasi kimia Pada cara ini, proses aktivasi dilakukan dengan mempergunakan
bahan kimia sebagai activating agent. Aktivasi arang ini dilakukan dengan merendam
arang ke dalam larutan kimia, misalnya ZnCl2, HNO3, KCl dll. Sehingga bahan
kimia akan meresap dan membuka permukaan arang yang semula tertutup oleh
deposit tar (Tutik dkk, 2001).

Aktivasi dengan suhu tinggi Pada cara ini karbon atau arang dipanaskan
dengan suhu tinggi didalm system tertutup tanp udara sambil dialiri gas inert. Saat ini
terjadi reaksi lanjutan pemecahan atau peruraian sisa deposit tar dan senyawa
hidrokarbon sisa karbonisasi keluar dari permukaan karbon sebagai akibat gas suhu
tinggi dan adanya aliran gas inert, sehingga akan dihasilkan karbon dengan luas
permukaan yang cukup luas atau disebut karbon aktif (Tutik dkk, 2001)

Berbeda dengan aktivasi kimia, pada cara ini proses aktivasi berlangsung
melalui dua tahap :
a. Proses karbonisasi
b. Dilanjutkan dengan proses aktivasi dengan menggunakan steam pada
suhu yang tinggi.
Pada cara ini karbon yang diperoleh dari pembakaran dihaluskan menjadi
produk dan kemudian dilakukan steam pada suhu yang tinggi berarti pada cara ini
bila dibandingkan dengan cara aktivasi kimia memerlukan peralatan yang lebih
kompleks. Proses pembakaran atau karbonisasi dari bahan dasar dilakukan dalam
sebuah dapur yang tertutup dan berhubungan dengan udara proses atau dinamakan
”Destructive Distillation” atau ”Pirolisa Kayu”. Dari distilasi tanpa udara ini, akan
terbentuk arng primer (charcoal primer). Aktivasi dari charcoal masih sangat rendah,
hal ini dapat disebabkan masih banyaknya melekat sisasisa tar coke (sisa-sisa
senyawa hidrokarbon) sedangkan senyawa hidrokarbon ini terikat secara kimiawi
sehingga sukar untuk dipisahkan secara ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Farid
E dkk, 1981).
Tahapan pengaktifan atau pengeluaran senyawa yang menutupi rongga dan
pori-pori arang dapat dilakukan dengan cara dehidrasi menggunakan garam jenuh
seperti MgCl2, ZnCl2, CaCl2 dll dan asam atau basa H3PO4, H2SO4, NaOH dll (R.
Sudrajat dkk, 1994).
Pada proses aktivasi yang mempergunakan garam mineral, asam dan basa
sebagai activator, dimana activator ini ditambahkan pada bahan dasar sebelum
dilakukan proses pembakaran atau karbonisasi. Maka pada saat proses karbonisasi
dilakukan activator tersebut akn mengikat karbon yang baru berbentuk dengan gaya
adhesi sehingga bila activator tersebut dicuci dengan air maka akan diperoleh karbon
yang mempunyai permukaan lebih terbuka sehingga mempunyai gaya adhesi yang
lebih besar. (Farid E dkk, 1981)
Proses pengarangan terjadi melalui tahap pemutusan ikatan antara karbon
dengan senyawa lain (Hidrogen), dimana karbon tersebut tidak mengalami proses
oksidasi. (Joni TL dkk, 1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses karbonasi :
1. Waktu karbonisasi Bila waktu karbonisasi diperpanjang maka reaksi pirolisis
semakin sempurna sehingga hasil arang semakin turun tetapi cairan dan gas
makin meningkat.Waktu karbonisasi berbedabeda tergantung pada jenis-jenis
dan jumlah bahan yang diolah. Misalnya : tempurung kelapa memerlukan waktu
3 jam (BPPI Bogor, 1980), sekam padi kira-kira 2 jam (Joni TL dkk,1995) dan
tempurung kemiri 1 jam (Bardi M dan A Mun’im,1999).
2. Suhu karbonisasi Suhu karbonisasi yang berpengaruh terhadap hasil arang
karena semakin tinggi suhu, arang yang diperoleh makin berkurang tapi hasil
cairan dan gas semakin meningkat. Hal ini disebabkan
oleh makin banyaknya zat-zat terurai dan yang teruapkan. Untuk tempurung
kemiri suhu karbonisasi 400oC (Bardi M dan A Mun’im, 1999), dan tempurung
kelapa suhu karbonisasi 600oC (BPPI Bogor, 1980).

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses aktivasi:

1. Waktu perendaman Perendaman dengan bahan aktivasi ini dimaksudkan untuk


menghilangkan atau membatasi pembentukan lignin, karena adanya lignin
dapat membentuk senyawa tar. Waktu perendaman untuk bermacam-macam
zat tidak sama. Misalnya sekam padi dengan activator NaCl direndam selama
24 jam (Majalah kulit, karet dan plastik, 2003) dan tempurung kelapa dengan
aktifator ZnCl2 direndam selama 20 jam (Tutik M dan Faizah H, 2001).
H3PO4 lamanya perendaman sekitar 12-24 jam (R. Sudrajat dkk, 1994).
2. Konsentrasi aktivator Semakin tinggi konsentrasi larutan kimia aktifasi maka
semakin kuat pengaruh larutan tersebut mengikat senyawa-senyawa tar sisa
karbonisasi untuk keluar melewati mikro pori-pori dari karbon sehingga
permukaan karbon semakin porous yang mengakibatkan semakin besar daya
adsorpsi karbon aktif tersebut. Mekanisme aktivasi arang dengan larutan
H3PO4 bisa dijelaskan dengan gambar reaksi di bawah ini : CH2OH

Gambar : Mekanisme pengaktifan arang dengan larutan H3PO4


Arang atau karbon semakin banyak mempunyai mikropori setelah dilakukan
aktivasi, hal ini terjadi karena activator telah mengikat senyawa-senyawa tar sisa
karbonisasi keluar dari mikropori arang, sehingga permukaannya semakin porous. 3.
Ukuran bahan Makin kecil ukuran bahan makin cepat perataan keseluruh umpan
sehingga pirolisis berjalan sempurna. Pada pirolisis tempurung kelapa 2-3 mm (Tutik
M. Dan Faizah H., 2001).
BAB III
METODE PENELITIAN

1. Gambar Rangkaian Alat

Keterangan gambar :
1. Alat pirolisis
2. Thermo control
3. Kondensor
4. Statif
5. Erlenmeyer.

2. Metode Penelitian
1. Proses Karbonasi
a. Cangkang kelapa sawit dijemur dibawah sinar matahari sampai kering (berat
kosong).
b.Kemudian ditimbang sebanyak 50 gram, lalu dikarbonisasi pada suhu 400oC
selama 0,5 jam dalam alat pirolisis dengan sedikit udara.
c. Setelah itu arang yang terbentuk diging dan diayak dengan ukuran 10 mesh dan
tertahan di 12 mesh.
2. Proses Aktivasi
a. Arang yang terbentuk direndam dalam larutan H3PO4 dengan konsentrasi 1, 3,
5, 7 dan 9% volum, dengan perbandingan 1:15 dalam beaker glass selama waktu
yang ditentukan kemudian disaring.
b.Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 110oC. c. Arang aktif yang
terbentuk kemudian dianalisa.

3. Metode Analisa
1. Analisa bahan, meliputi :
a. Kadar air Ditimbang 1 gram sample dalam cawan yang telah dikeringkan,
dimasukkan dalam oven lalu dipanaskan pada suhu 110oC selama 2 jam,
kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang.
b. Kadar abu Ditimbang 1 gram sample dalam cawan yang telah diketahui
beratnya dan diabukan diatas api sampai seluruh sample menjadi abu, cawan
didinginkan dalam eksikator dan ditimbang.
c. Fixed karbon Kadar fixed karbon dapat diperoleh dengan rumus : Fixed karbon
= 100 – kadar air – kadar abu – volatile (dalam %)
2. Analisa hasil, meliputi :
a. Uji daya serap terhadap Iod 0,25 gram sample dimasukkan kedalam erlenmeyer,
tambahkan 25 ml larutan I2 kocok selama 15 menit. Kemudian cairan disaring
dengan menggunakan kertas saring. Ambil 10 ml filtrat dan dititrasi dengan
larutan thiosulfat 0,1 N. Jika warna kuning dari larutan telah samar tambhkan
larutan kanji 1% sebagai indikator. Titrasi kembali dengan teratur sampai titik
akhir yaitu warna biru telah hilang. Untuk perbandingan digunakan larutan
blanko dengan cara yang sama.
b.Bagian yang hilang pada pemanasan 950oC Ditimbang 1 gram sample, lalu
masukkan dalam cawan kemudian diatas cawan tersebut ditutupi dengan cawan
yang lain yang telah diketahui beratnya. Kemudian dipanaskan sampai suhu
950oC dalam furnice. Setelah suhu tercapai kemudian cawan dan isinya
dibiarkan dingin lalu ditimbang.
c. Kadar air Ditimbang 1 gram sample dalam cawan yang telah dikeringkan,
dimasukkan dalam oven lalu dipanaskan pada suhu 110oC selama 2 jam,
kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang.
d.Kadar abu Ditimbang 1 gram sample dalam cawan yang telah diketahui beratnya
dan diabukan diatas api sampi seluruh sample menjadi abu, cawan didinginkan
dalam eksikator dan ditimbang.

Skema Proses Pembuatan Arang Aktif


BAB IV
HASIL PEMBAHASAN

Pada grafik 1. menunjukkan bahwa semakin lama perendaman arang dalam H3PO4
maka kadar air semakin tinggi. Namun sebaliknya kadar air akan menurun pada
konsentrasi aktifator yang lebih besar. Hal ini dimungkinkan karena karbon tersebut
tidak mengandung bahan yang menyerap air. Syarat mutu karbon aktif untuk kadar
air adalah maksimal 15% (SII 0258-88), sedangkan hasil analisa kadar air karbon
aktif cangkang kelapa sawit, berkisar antara 7,15% - 7,77%.

Grafik I. Kadar air pada arang aktif cangkang kelapa sawit

Kadar abu pada arang aktif cangkang kelapa sawit Pada grafik 2.
menunjukkan bahwa semakin lama perendaman kadar abu semakin meningkat,
namun akan turun ketika konsentrasi aktifator meningkat. Syarat mutu karbon aktif
untuk kadar abu adalah maksimal 10% (SII 0258 – 88), sedangkan hasil analisa kadar
air karbon aktif cangkang kelapa sawit, berkisar antara 1,09% - 2,85%.
Grafik II. Kadar abu pada arang aktif cangkang kelapa sawit

Pada grafik 3 menunjukkan bahwa semakin lama perendaman semakin


meningkat volatile matternya, begitu juga dengan konsentrasi aktifator. Semakin
tinggi aktivator semakin meningkat pula volatile matternya. Syarat mutu karbon aktif
untuk volatile matter (bagian yang hilang pada pemanasan 950oC) adalah maksimal
25% (SII 0258-88), sedangkan hasil analisa kadar air karbon aktif cangkang kelapa
sawit, berkisar antara 1,09% - 2,85%.

Grafik III. Volatile Matter pada arang aktif cangkang kelapa sawit
Pada grafik 4. menunjukkan bahwa kemampuan adsorbsi karbon aktif dari
hasil aktifasi dengan larutan kimia H3PO4 cenderung meningkat sesuai dengan
peningkatan konsentrasi larutan kimia aktifasi, hal ini dikarenakan bahwa semakin
tinggi konsentrasi larutan kimia aktifasi maka semakin kuat pengaruhnya larutan
kimia tersebut mengikat senyawa-senyawa tar sisa karbonisasi untuk keluar melewati
mikro pori-pori dari cangkang kelapa sawit. Syarat mutu karbon aktif untuk daya
serap terhadap Iodine (I2) adalah maksimal 20% (SII 0258 – 88), sedangkan hasil
analisa kadar air karbon aktif cangkang kelapa sawit, berkisar antara 7,61% - 21,83%.

Grafik IV. Daya serap arang aktif cangkang kelapa sawit terhadap I2
BAB V
KESIMPULAN

1. Hasil Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa arang aktif yang terbuat dari
cangkang kelapa sawit pada suhu karbonisasi 400oC selama 0,5 jam, hasilnya
cukup baik, warnanya hitam mengkilat.

2. Didapatkan kondisi terbaik yaitu pada waktu perendaman 22 jam dengan


konsentrasi aktifator 9%, dengan hasil : Kadar air ; 7,36 %,. Kadar abu ; 2,77
%, Volatile Matter ; 8,21 %, Daya serap Iodine ; 19,80 %
DAFTAR PUSTAKA

Andriati Amir Husin, 2003, “Limbah Untuk Bahan Bangunan”. Farid Effendi,
Soebjono, 1981, “Aktifasi Arang Batok Kelapa”.

Joni Tallo Lembang, dkk, 1995 “Rekayasa Pembuatan Tungku Pembakaran Sekam
padi untuk pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi”. Balai Penelitian dan
Pengembangan Industri, Ujunga Pandang.

Kirk Othmer, 1992, Encyclopedia Of Chemical Technology 2nd Edition Vol 4, John
Willy and Sons.

Mudjijati dkk, 1997, “Pembuatan karbon Aktif dari Char Gambut”, Jurusan Teknik
Kimia UWM, Surabaya.

Paul N. Cheremisnoff and feid Ellerbusch, 1980, “Carbon adsorption Hand Book”,
Anu Arbon Science, USA.

Proyek Sistem Informasi IPTEK Nasional, 1999, “Arang Aktif Dari tempurung
Kelapa”, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

R. Sudradjat dan Salim S., 1994, “Petunjuk Pembuatan Arang Aktif”, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Shreve, R, N, 1977, “Chemical
Process Industries” McGrowHill Kogasha.

Tutik M dan Faizah H, 2001, “Aktifasi Arang Tempurung Kelapa Secara Kimia
dengan Larutan Kimia ZnCl2, KCl dan HNO3, Jurusan Teknik Kimia UPN,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai