Anda di halaman 1dari 31

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

MENGGAGAS KINERJA BIROKRASI PUBLIK


Oleh:
Teguh Yuwono

Abstract
Change in the public sector is the rule rather than the expectation. The quest for the perfect way of structuring and
managing government has gone on as long as there has been a government, always to end in disappointment.
The problem has been in part that no single definition of what constitutes perfect administration exists. Further,
each solution tends to create its own new set of problems, which in turn will create a new set of reforms. Although
this cycle of reform is beneficial for those of us interested in the process of change, it is less so far for those
involved in the process. Frequent changes tend to create cynicism about reform efforts both inside and outside the
public sector. However, such efforts can be a politician’s best friend, given that they are at times the only possible
reaction to intractable policy problems.
(Peters, G. 1996, hal. vii)

PENDAHULUAN terlibat dan terkena langsung dampak ini


barangkali tidak akan cukup memuaskan.
Tidak bisa dipungkiri introduksi Masalahnya akan semakin pelik kalau
paradigma-paradigma baru dalam sektor disitu mulai muncul politisasi alias
publik seperti misalnya standar kinerja, politicking yang kental.
gugus kendali mutu, pelayanan terpadu, Kembali kepada fokus tulisan ini
orientasi pelanggan, kepuasan pelanggan yang menitikberatkan pada kajian
dan se-bagainya adalah paradigma- mengenai kinerja organisasi publik, maka
paradigma dalam sektor publik yang makalah ini akan membahas
sangat dipengaruhi oleh keberhasilan kontekstualitas kinerja sejalan dengan
manajemen sektor privat. Proses dan perkembangan introduksi kinerja sebagai
implikasi yang selalu dihasilkan sebagai hasil pengaruh dari kemajuan sektor publik,
efek samping introduksi dan implementasi kemudian dilanjutkan kepada aspek
paradigma baru tidak selama-nya idealisme-teoritik tentang kinerja, dan
menghasilkan sesuatu yang mulus. diakhiri pada realitas pelaksanaan kinerja
Sebagaimana disampaikan diatas oleh organisasi publik termasuk didalamnya
seorang praktisi dan pelaku sektor publik organisasi publik di Indonesia. Target
yang sangat kenyang pengalaman Prof. akhir dari makalah ini adalah sebuah
Guy Peters, yaitu bahwa sesungguhnya harapan besar agar kinerja organisasi
perubahan dan konteks lingkungan sektor publik di Indonesia bergeser dari
publik tidak sedinamis sektor privat. formalisme ke realisme-pragmatisme, yaitu
Dalam pandangan Guy Peters, refor- terjadi pada kenyataan bukan sekedar
masi atau implementasi paradigma baru formalisme laporan.
dalam manajemen sektor publik telah
berlangsung cukup lama sejalan dengan Penutup: Nasehat Pengembangan
usai sektor publik itu sendiri, toh hasilnya Kinerja
masih saja berakhir dengan kekecewaan. Walaupun kritik diatas nampaknya
Per-masalahannya memang berpangkal sangat keras, tetapi the bottom line motive-
pada apa sesungguhnya sistem nya sangat jelas yaitu bagaimana
administrasi publik yang paling sempurna. membangun kinerja organisasi publik di
Setiap solusi untuk memperbaiki kinerja Indonesia. Oleh karenanya membangun
sektor publik cenderung justru menjadi komitmen bersama, kesepahaman dan
masalah baru yang pada akhirnya berubah kesatupaduan dalam meningkatkan
menjadi agenda untuk reformasi. Pada prestasi lembaga (termasuk orang-orang
tataran praktis, yaitu bagi mereka yang didalamnya) merupakan sesuatu yang

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

pokok dalam meningkatkan kinerja guna bahaslah dengan orang tersebut


peningkatan kualitas pelayanan publik. secara pribadi. Jangan
Berikut disampaikan beberapa mempermalukannya didepan orang
peringatan dan nasehat-nasehat penting banyak.
berkaitan dengan upaya-upaya  Jangan kikir untuk melakukan
membangun kinerja organisasi publik yang sanjungan atau pujian jika memang
diharapkan. Bila hal-hal ini dapat dilakukan pekerjaan itu bagus guna memotivasi
maka cepat atau lambat hasil yang karyawan.
diharapakan akan segera nampak.  Sasaran proses penilaian adalah
 Penilaian kinerja dapat mempertinggi untuk membuat karyawan
produktivitas para karyawan, tetapi memandang diri mereka sendiri
harus dilaksanakan dalam suatu cara seperti adanya, me-ngenali kebutuhan
sehingga dapat meningkatkan perbaikan kinerja dan untuk berperan
komitmen karyawan untuk lebih serta dalam membuat rencana
produktif perbaikan kerja
 Penilaian kinerja yang akurat  Suatu penilaian kinerja yang mengkaji
menuntut lebih dari sekedar alat kepribadian karyawan kurang berguna
pemberi nilai kinerja; dan tidak hanya untuk mengkaji produktivitas atau
terjebak pada angka-angka kontribusi yang telah diberikan guna
formalisme administrasi mencapai sasaran-sasaran
 Keterlibatan karyawan penting untuk organisasi/lembaga.
menyusun standar kinerja dan
Jika semua nasehat-nasehat diatas
mengenali penyebab-penyebab
sudah anda lakukan dan ternyata hasil
kemacetan kinerja
kinerjanya masih saja buruk, maka ada
 Penilaian diri sendiri dan beberapa alternatif yang mungkin
pengungkapan penyebab-penyebab dilakukan antara lain:
kinerja buruk akan mempertinggi
 Pemindahan ke pekerjaan lain
keterlibatan karyawan dan harus
menghasilkan penilian yang akurat,  Penurunan pangkat
jujur dan adil  Penurunan gaji
 Penilain kinerja yang akurat dan adil  Rehabilitasi pekerjaan sekarang
sangat kecil kemungkinan ditentang  Menurunkan atau merancang kembali
karyawan, justru sebaliknya pekerjaan
meningkatkan produktivitas yang lebih
besar.  Program tidak mampu (mental atau
fisik)
 Teguran tertulis merupakan sesuatu
yang paling berbahaya dalam penilian  Penciptaan pekerjaan sementara
kinerja, maka harus dilakukan suatu  Pelatihan kembali dalam ketrampilan-
mekanisme yang hati-hati, jujur, ketrampilan kerja.
akurat dan adil  Cuti
 Sumber semua konflik antarmanusia  Pensiun
berasal dari tiga bidang: uang, ke-
banggaan pribadi dan harga diri atau  Pemecatan
menyia-nyiakan cinta kasih dari orang
Dalam pandangan penulis mengem-
yang disayangi
bangkan efektivitas prinsip pelaksanaan
 Bila anda tidak puas dengan kinerja ibarat sepakbola. Pelatih (baca
pekerjaan seorang karyawan, manajer, pimpinan, dst) dihadapkan

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

kepada 3 persoalan besar, yaitu target dan Memulai Pengkajian” dalam A.


permainan (menang atau seri atau kalah), Dale Timpe, Kinerja, Elex Media
pengetahuan & ketrampilan individual para Komputindo, Jakarta, hlm. 239-243
pemainnya, dan cohesiveness tim Badjuri & Yuwono, Teguh 2002,
sepakbola ini. Kinerja (baca prestasi) yang Kebijakan Publik: Konsep dan Strategi, JIP
berhasil dari sebuah tim sepakbola tidak UNDIP, Semarang
akan pernah lepas dari kemampuan Bolt, JF & G.A. Rummler 1999, “Cara
individual pemain dan juga kekompakan Menutup Kesenjangan Dalam Kinerja
dalam tim tersebut. Manusia”, dalam A. Dale Timpe,
Bagaimana mungkin kinerja Kinerja, Elex Media Komputindo,
Manchester United (MU) begitu cemerlang, Jakarta, hlm. 129- 139
jika tidak didukung oleh ketrampilan Scollard, G.F. 1999, “Uraian-Uraian
individual pemain yang tinggi semacam Dinamis” dalam A. Dale Timpe,
David Beckham, dengan pelatih Kinerja, Elex Media Komputindo,
berkemampuan luar biasa Alex Ferguson. Jakarta, hlm. 181-191
Hal ini pun berlaku dengan Brazil yang
ditaburi kemampuan individual yang tinggi Nelson, A. 1999, “Kebanggaan dan Uang”
semacam Ronaldo, Ronaldiho, dan dalam A. Dale Timpe, Kinerja, Elex
didukung dengan kekompakan tim yang Media Komputindo, Jakarta, hlm.
luar biasa. 192-195
Ini tidak berbeda dengan Ferris, G.R. & Gilmore, D.G. 1999,
mengembang-kan kinerja organisasi, yaitu “PenilianYang Dapat Disepakati Oleh
membutuhkan kemampuan dan Semua Orang” dalam A. Dale Timpe,
ketrampilan individual karyawan, Kinerja, Elex Media Komputindo,
kekompakan, kerjasama dan cohesiveness Jakarta, hlm. 233-238
dalam organisasinya yang dipadu oleh Warsito & Yuwono, Teguh 2003, Otonomi
pemimpin atau manajer yang tahu kemana Daerah: Capacity Building &
kinerja dan tujuan organisasi harus Penguatan Demokrasi Lokal,
diarahkan. Kemampuan/ketrampilan, Puskodak UNDIP, Semarang
upaya dan faktor eksternal merupakan tiga Yuwono, Teguh 2001, Public Sector
kondisi yang mempengaruhi efektivitas Management: Indonesian Experience,
kinerja individual dan organisasi. CLoGAPPS, Semarang
Yuwono, Teguh (ed) 2001, Manajemen
DAFTAR PUSTAKA Otonomi Daerah: Membangun
Daerah Berdasar Paradigma Baru,
CLoGAPPS, Semarang
Alewine, T. C. 1999, “ Penilaian Kinerja
dan Standar Kinerja” dalam A. Dale Yuwono, Teguh 2003 (forthcoming), 101
Timpe, Kinerja, Elex Media Salah Kaprah Otonomi Daerah di
Komputindo, Jakarta, hlm. 244-249. Indonesia, Puskodak UNDIP,
Semarang.
Bache, J. F. 1999, “Penilaian Kinerja:
Marilah Kita Tinggalkan Penilaian

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

MENAKAR PERILAKU PROFESIONAL DALAM RANGKA MENINGKATKAN


KINERJA APARATUR BIROKRASi
Oleh:
Derajad S. Widhyharto

Abstract
Having word about civil servants professional behavior, we are leaded to imagine good dedication,
commitment to serve, fulfilling need of safety, and also protecting civil society. Actually, it is quite difficult
to have civil servants professional behavior in daily life. We can also find a big hole between wishes and
hope toward civil servants professional behavior. Perceiving civil servants professional behavior as a
profession commitment is one effort to make the hole closer. It means that choosing civil servants as a
profession need no reward punishment system. Civil servants will do their profession rationally with
good dedication, and also manage their work according to the rule. These we identified as commitment.
When we use that definition, we have to prepare many things as the consequences. Appropriate
payment and social welfare will be among of those.

Keywords: civil servants, Foucault, Authority, Professional Behavior

A. PENDAHULUAN
Fenomena profesi PNS adalah
Membahas persoalan perilaku PNS sebuah ironi yakni PNS yang didamba tapi
bukanlah sesuatu yang baru, sejak awal juga di cemooh, mengapa demikian,
masa orde baru sampai sekarang (masa didambakan karena masih banyak orang
reformasi) masih menjadi bahan diskusi tua di negeri ini yang ingin anaknya
yang menarik dibicarakan oleh berbagai menjadi abdi Negara yang bernama PNS
kalangan. Muncul pertanyaan apakah ini, hal ini terbukti dalam setiap penerimaan
persoalan perilaku yang dibicarakan sejak calon pegawai negeri sipil (CPNS)
dulu sampai sekarang ada perbedaan atau peminatnya selalu membludag. Banyak
perubahannya? Jawabnya adalah belum anak bangsa yang ingin meng-gantungkan
ada perbedaan apalagi perubahan, artinya nasibnya sebagai pelayanan masyarakat.
persoalan perilaku PNS masih terkait Namun, untuk menjadi PNS bukanlah hal
dengan isu-isu lama yakni seputar mudah, selalu ada kejadian kontradiktif
penyelewengan kewenangan, gaji kecil, dibalik profesi ini. Sebaliknya, sebagai
proses rekrutmen yang bermasalah dan pegawai negeri sipil selalu mendapat
sebagainya. Alhasil perilaku yang muncul cemoohan masyarakat karena banyak
masih seputar korupsi, mencari tambahan kasus pelanggaran yang dilakukan oleh
gaji, merajalelanya pungutan liar (pungli) PNS, sehingga citra negative pegawai
dan sebagainya. Mencari solusi negeri tidak bisa dihindari. Bukan hanya
permasalahan PNS di negeri ini memang keluyuran pada jam kerja, dan maraknya
tidak mudah, sebab sudah terlanjur berbagai video mesum PNS yang beredar,
menjadi kompleks, dan untuk mengurai tetapi banyak tindak korupsi yang
benang kusut persoalan PNS tidak dilakukan oleh pelayan masyarakat ini.
semudah membalikkan tangan. Dengan kata lain, banyak kasus yang

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

mencitrakan perilaku negatif PNS lembaga diklat dan panitianya. Meskipun


dibandingkan positifnya. tidak ada permintaan secara resmi, tetapi
Melihat ironi tersebut muncul spirit tersebut ternyata mengalahkan
pertanyaan bagaimana tuntutan idealisme para peserta diklat. Akhirnya di
profesionalisme terhadap jajaran PNS? sini berlaku pembenaran berpikir,
Untuk menjawab pertanyaan ini tidaklah melakukan sesuatu yang salah untuk yang
mudah, mengingat berbagai persoalan benar. Pertimbangannya demi kelulusan.
yang menyelubungi profesi PNS selama ini Keempat, sistem pembinaan PNS yang
bukanlah persoalan oknum PNS semata belum jelas. Secara umum dapat
tetapi lebih berwajah mekanis dan dinyatakan bahwa hampir tidak ada
sistematis perbedaan antara PNS yang berkinerja
baik dan kurang baik dalam hal
Sebagai contohnya, ketika CPNS
penghargaan. (Suara Karya, 22/02/06).
harus mengikuti diklat prajabatan untuk
men-dapatkan status penuh sebagai PNS. Membicarakan PNS secara tidak
Seringkali muncul tindakan yang langsung membicarakan wajah birokrasi
berlawanan dengan kaidah professionalism, bangsa ini. Berbagai kasus pelanggaran
sehingga diklat prajabatan inilah awal yang dilakukan PNS, oleh banyak
petaka mengapa PNS menjadi kurang pengamat politik maupun sosial tidak lepas
profesional. PNS yang diharapkan menjadi dari asumsi perilaku birokrasi. Ketika
ujung tombak perbaikan sistem asumsi perilaku birokrasi yang dipahami
administrasi negara tampaknya masih maka secara tidak langsung akan
bersifat “abu-abu”. Setidaknya ada empat melibatkan sistem kerja birokrasi itu sendiri.
hal yang menjadi permasalahan dalam Termasuk di dalamnya adalah sistem
Diklat Prajabatan. Pertama, materi diklat pengawasan dan evaluasi kinerja, serta
kurang mendukung. Materi diklat yang sistem hukuman dan penghargaan. Kondisi
diberikan pada CPNS kurang memberikan tersebut tentu saja dapat mempengaruhi
bekal untuk menjadi profesional. Kedua, motivasi, kinerja PNS dalam keseharian
widyaiswara bukan reformis. Artinya, pekerjaannya.
selama diklat, para widyaiswara lebih Kontradiksi PNS tidak cukup sampai
banyak bercerita tentang “kesucian diri” di situ, persoalan lain juga terus membelit.
selama mengabdi dalam struktur birokrasi. Salah satunya adalah mekanisme kerja
Ketiga, selama diklat berlangsung ternyata dan beban kerja, Di satu sisi, PNS
benih-benih korupsi pun tampak kelihatan. dihadapkan pada mekanisme kerja dan
Berbagai sinyal korupsi semakin tampak beban kerja yang rutin, di sisi yang lain
ketika para peserta diklat akan mengakhiri PNS menghadapi dinamika persoalan
kegiatan prajabatan. Peserta prajabatan masyarakat dan tuntutan pelayanan yang
mengalami serangan psikis terkait dengan tidak mengenal batas waktu. Hal tersebut
kelulusan mereka. Untuk bisa lulus pun muncul seiring dengan semakin
akhirnya peserta diklat dengan terpaksa kompleksnya dinamika sosial modern dan
harus patungan untuk sekedar karakter masyarakat industri.
memberikan kenang-kenangan kepada

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Kondisi tersebut sangat beralasan dengan tuntutan adaptasi terhadap


ketika PNS dihadapkan pada berbagai dinamika kehidupan masyarakat.
tuntutan dan beban sosial yang disandang Kedua hal tersebut mengisyaratkan
oleh pegawai negeri sipil. Di satu sisi, PNS kompleksitas persoalan yang tak kunjung
diharapkan menjadi teladan masyarakat usai. Setidaknya ada tiga identifikasi
untuk mentaati berbagai aturan maupun persoalan. Pertama, Tidak berjalannya
kebijakan pemerintah. Dalam posisi ini reward and punishment hal ini dibuktikan
PNS merupakan ujung tombak proses dengan banyaknya PNS yang dihukum
promosi birokrasi, artinya: sebaiknya karena perbuatnnya tetapi hukuman
otoritas dan kewenangan PNS memang tersebut tidak menjadikan PNS jera, justru
digunakan untuk melayani masyarakat, pelanggaran demi pelanggaran muncul.
sehingga konsep pelayanan masyarakat Artinya, konsep insentif yang ditawarkan
menjadi bagian integral sosok PNS. Pada hanya mendorong persoalan baru karena
sisi yang lain, muncul beban panutan yang disinsentif tidak diberlakukan secara tegas.
berimplikasi pada pemanfaatan kekuasaan Kedua, Kegagalan menjadi Role model
sebagai aparatur birokrasi. Beban yang (tokoh panutan) dalam perspektif sosiologi
dimaksud adalah status aparatur terbawa diartikan ke dalam tiga aspek codes
sampai ruang sosial, hal inilah yang (alasan bertindak) PNS gagal bertindak
menjadikan PNS lebih suka dihormati dari karena tidak cukup mempunyai alasan
pada menghormati. Masih sejalan dengan yang jelas, aspek context (ruang dan
argumentasi kekuasaan di atas. Status waktu) PNS gagal memahami ruang dan
atau dalam hal ini profesi PNS waktu dan Institution (representasi
menekankan kepentingan pribadi (self organisasi sosial) PNS gagal mewakili
interest). Pada proses ini, kekuasaan organisasi sosialnya. Ketiga, Politisasi
dianggap melekat dalam individu PNS. PNS, bukan lagi rahasia ketika PNS
Alhasil, cara berpikir kekuasaan selalu diidentikan dengan parpol yang berkuasa
mempengaruhi perilaku negatif PNS. karena selama ini PNS selalu dijadikan alat
Berkaca dari penjelasan di atas, untuk mempertahankan kekuasaan oleh
maka ada dua hal untuk menggambarkan parpol.
benang kusut yang meliputi persoalan Penjelasan tersebut mengambarkan
kinerja birokrasi, dua hal tersebut adalah karakter PNS yang merujuk pada tiga
aspek karakter PNS, pertama karakter
berkuasa atau melayani, dua suku kata pasrah pada nasib (fatalistic). Karakter
inilah seringkali menjadi polemik dari yang pertama ini seorang PNS merasa
berbagai persoalan aparatur birokrasi di tidak berdaya dan tidak mampu lagi
Negara ini. berkuasa diilustrasikan dengan merespon berbagai dinamika kerja. Alhasil
kekuatan dan kewenangan tanpa batas, PNS hanya mengikuti arus kerja, tidak
berani memutuskan seseuatu terkait
bahkan seorang pensiunan pejabat PNS dengan pekerjaan. Karakter yang kedua
masih mempunyai “garis perintah” yang PNS yang gagal beradaptasi, pada level ini
hampir sama dengan PNS yang masih adalah mereka yang merasa pintar,
menjabat. Sedangkan melayani diwakili mempunyai kemampuan kerja, dan mampu
mandiri dalam bekerja. Karakter ini
menghasilkan PNS yang semau gue, asal

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

selamat (suku asmat), biasanya mereka dilakukan dengan meminimalisasi resiko


gagal beradaptasi dengan situasi kerja, kesalahan penyelamat dari ketidaktahuan
atau hubungan kerja (terjadi diskriminasi,
marjinalisasi) kondisi ini seringkali dituding akan sebuah resiko profesi.
menghasilkan karakter PNS yang egois. Jadi perilaku profesional PNS adalah
Ketiga adalah PNS yang terpengaruh pada dampak atau akibat bukanlah penyebab,
pemikiran yang dikotomis, misalnya
sehingga meskipun kebijakannya bagus
sebagai korban kekuasaan, regime yang
berkuasa pada level ini, karakter PNS yang dan pelaksanaanya juga diawasi, tetapi
muncul justru melakukan perlawanan persoalan perilaku/interaksi tidak pernah
terhadap tugas pokok dan fungsi PNS itu disinggung. Karena menganggap bahwa
sendiri, sehingga mengakibatkan struktur cukup dominan mempengarui
stereotyping mbalelo terhadap pimpinan
perilaku. Ketika yang dijunjung tinggi
dan sebagainya. Ketiga karakter tersebut
disinyalir mempengaruhi Motivasi, kinerja adalah keseragaman (konformitas) atas
dan budaya kerja PNS sebagai pelayan sebuah kesalahan berpikir, maka
masyarakat. keseragaman kesalahan tersebutlah yang
akan selalu digunakan dalam setiap
langkahnya.
KESIMPULAN DAN CATATAN KRITIS
Merujuk pada dinamika dan Dengan kata lain, perilaku
kompleksitas persoalan kepegawaian profesional PNS akan muncul ketika PNS
tersebut, setidaknya pengambil keputusan tidak lagi memikirkan uang tambahan
dapat menakar kembali perilaku untuk menyekolahkan anak, atau mencicil
profesional PNS, dengan berbagai upaya
rumah atau motor. Karena perilaku dan
untuk menjamin kebutuhan PNS. Memang
tidak mudah, di satu sisi jumlahnya yang cara berpikir profesional sangat
besar menjadikan pengelolaannya semakin dipengaruhi oleh kultur, struktur sosial dan
kompleks karena menyangkut berbagai hal kebutuhan kepentingan masing-masing
seperti politisasi dan beban sosial dan individu yang tidak dapat dibatasi oleh
sebagainya. Di sisi selain pengelolaan,
sekat apapun dan oleh kebijakan maupun
muncul tuntutan pelayanan masyarakat
yang optimal, dedikasi, dan komitmen. aturan seketat apapun juga.

Penjelasan tersebut dapat dimaknai


bahwa untuk menyelamatkan orang dari DAFTAR PUSTAKA
bencana, tidak bisa tiba-tiba berusaha
menyelamatkan orang tersebut. Tetapi Albrow M., (1996), Birokrasi, Tiara
perlu ada persiapan pengetahuan Wacana, Yogyakarta.
bagaimana cara menyelamatkan,
Anonim, (2006)., Tambahan Penghasilan
menyiapkan alat-alat penye-lamatan,
Bagi PNS Daerah, Komisi
berkordinasi dengan penyelamat lain dan
Pemberantasan Korupsi, Jakarta
sebagainya, sehingga dapat dianggap
layak menyelamatkan, dan ketika dianggap Argama R., (2007), Reformasi Birokrasi
layak sebagai penyelamat maka sesuai dalam Perkpektif Adminitrasi
dengan resiko profesi penyelamat Pembangunan (Makalah),
mendapat kesejahteraan dan gaji yang Universitas Indonesia, Depok.
memadai, sehingga proses penyelamatan

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Brown HR., (1989), Social Science and March G. James & Olsen P Johan.,
Civic Discourse, The University of (1989), Rediscovering Institutions,
Chicago Press, Chicago The Free Press, New York
Effendi S., (2005)., Membangun Budaya Masdar, S., (2006), Menjadi PNS yang
Birokrasi untuk Good Governance melayani Masyarakat, Badiklat Prop
(Makalah), Kementrian Menpan, Jatim, Surabaya.
Jakarta. Sarup M., (1993), Postrukturalisme dan
Foucault, M., (1972), The Archeology of Postmodernisme sebuah pengatar
Knowledge & The Discourse on kritis (terjemahan), Jendela,
Language, Pantheon, New York. Yogyakarta.
Jalal, M., (2005), Praktek diskursif The
Theory of truth Michel Foucault Surat Kabar :
(makalah), UNAIR, Surabaya. Suara Karya, 22 Februari 2006

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

MANAJEMEN DIKLAT DALAM UPAYA OPTIMALISASI


KINERJA PEGAWAI PUBLIK
Oleh:
Rosidah

Absract
Training is a form of employee development toward achieving the vision and mission of an organization. The
process toward achieving vision and mission is inseparable from various challenges such as: technological
development, politic, social, and the demand for good quality service. In order to get the right balance as a result
of those challenges, the existence of qualified human resoure that meet the required qualification needs to be
taken into account in order to obtain effective work as demanded by either internal and external stakeholder. One
of the efforts that can done is by improving the training management. Trainig will be more effective when it is
capable of transforming one’s attitudes to meet the organizational goals. In accordance to that, there are some
stages needed to be done : 1) planning stage which involves needs analysis, setting objectives for the training
management development, the material/curriculum, time/duration of training, trainer and method of training, 2) the
training which involves setting the committee either in organizing committee, those belong to the training
organization and sterring committee, those immediately in charge of the training, 3) evaluation stage can be
conducted through the following alternatives: post test, pretest/post test, or multiple pretest/multiplepost test, or
post training action plan.
Key word: training, human resource.

I. PENDAHULUAN persaingan global, juga adanya alih


Reformasi terhadap kualitas pegawai teknologi. Kondisi masyarakat yang
(sumberdaya manusia) merupakan bagian semakin maju baik tingkat ekonomi
dari reformasi pemerintahan dalam rangka maupun sosial juga mem-pengaruhi
mengarah pada pencapaian good kebutuhan diklat. Tuntutan masya-rakat
governance. Upaya yang dapat dilakukan akan kualitas pelayanan memberikan
melalui sistem manajemen kinerja, tidak sinyal pada birokrasi untuk melakukan
hanya pada staf akan tetapi menyeluruh penyesuaian-penyesuaian. Sebuah organi-
dari pegawai jajaran kepemimpinan sampai sasi harus mampu beradaptasi secara
dengan pegawai pada tingkat operasional. cepat agar perubahan yang terjadi tidak
Salah satu aspek manajemen kinerja meng-gangggu kinerjanya.
adalah bagaimana sistem pengembangan Pendidikan dan Pelatihan merupakan
pegawai dikelola dalam kemasan suatu proses pembelajaran dalam
pendidikan dan pelatihan (diklat) supaya organisasi yang mengarah pada
benar-benar sesuai dengan fungsinya, perubahan sikap dan perilaku pegawai
yakni mampu memberikan efek positif untuk memenuhi harapan kualifikasi kerja
pada peningkatan kinerja di lingkungan dan tuntutan perkembangan organisasi
organi-sasinya. Kebutuhan diklat muncul baik internal maupun eksternal. Berdasar
karena adanya masalah-masalah yang PP RI No. 101 tahun 2000, disebutkan
mengganggu kinerja organisasi, seperti bahwa tujuan diklat antara lain:
penurunan prestasi mencakup menurunya meningkatkan pengetahuan, ketrampilan,
pelayanan dan tingkat produksi. Di samping itu, dan sikap untuk dapat melakukan tugas
perubahan lingkungan organisasi yang penuh jabatan secara profesional dengan
ketidakpastian (boundarlys organization) dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai
memaksa sebuah organisasi untuk selalu kebutuhan instansi, memantapkan sikap
menyesuaikan dan mengikuti arah dan semangat peng-abdian yang
perubahan tersebut. Beberapa sebab lain berorientasi pada pelayanan, pengayoman
adanya kebutuhan diklat selain dipicu oleh dan pemberdayaan masyarakat,
permasalahan-permasalahan terkait menciptakan kesamaan visi dan dinamika
dengan kualitas angkatan kerja dan pola pikir. PP tersebut memberikan
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

penekanan pada kualitas PNS untuk selalu rangka pengembangan organisasi. Oleh
meningkatkan kapasitas/kualitas diri yaitu karena itu, organisasi harus memberikan
dengan mengikuti diklat. fasilitas terkait dengan jenjang karir yang
Untuk meningkatkan kinerja pegawai jelas, antara lain dengan manajemen diklat
sebagaimana dijelaskan pada Peraturan yang efektif guna memenuhi kualifikasi
Pemerinatah No. 101 Tahun 2000 tentang yang dipersyaratkan.
pendidikan dan Pelatihan PNS, pada ayat
2 dijelaskan bahwa diklat dalam jabatan V. KESIMPULAN
meliputi: diklat kepemimpinan, diklat
fungsional dan diklat teknis. Seiring Diklat merupakan salah satu upaya
dengan perkembangan organisasi maka pengembangan pegawai dalam rangka
kebutuhan diklat baik diklat fungsional memenuhi kinerja yang diharapkan dan
maupun teknis sangat mendesak selain memenuhi kualifikasi sumber daya
untuk mengisi jabatan juga dalam rangka manusia untuk menghadapi perubahan
memenuhi tuntutan persyaratan pekerjaan tuntutan kualitas baik dari internal maupun
dan pelayanan masyarakat. Tantangan eksternal. Keputusan pentingnya
yang perlu menjadi perhatian selanjutnya penyelenggaraan diklat didasarkan pada
terarah pada bagaimana sumberdaya analisis kebutuhan, yang dapat dianalisis
manusia (pegawai) mampu memenuhi melalui kebutuhan pengembangan karir,
harapan perkembangan organisasi adanya kepentingan perbaikan kinerja
sebagaimana misi yang telah ditentukan. pegawai yang rendah, penambahan fungsi
Nampaknya perlu ada kese-imbangan dalam organisasi, memperkecil
antara orientasi organisasai yang akan kesenjangan tuntutan pekerjaan dengan
dituju dengan kinerja yang seharusnya sumber daya manusia yang ada. Informasi
dieksiskan oleh pegawai dalam dari analisis kebutuhan mengharuskan ada
mewujudkan pengembangan organisasi dan tidaknya program diklat. Apabila
yang optimal. permasalahan terkait dengan persoalan
Permasalahan organisasi publik tidak lepas pegawai, maka perlu program diklat, yang
pula dengan persoalan karir para harus dirancang dengan langkah-langkah:
pegawainya. Pengembangan karir 1) tahap perencanaan dengan menentukan
merupakan kebutuhan pegawai, yang jenis diklat, nara sumber (pelatih), durasi
mampu memicu dan memberikan motivasi waktu, penentunan materi/kurikulum, 2)
pegawai dalam peningkatan kinerja. Salah tahap pelaksanaan dan 3) tahap evaluasi.
satu strategi untuk memenuhi tuntutan karir Ada beberpa alternatif desain evaluasi:
adalah keikutsertaan dalam diklat. Secara post test, pretest/post test atau dengan
konsep, karir merupakan rangkaian multiple pretest/multiplepost test, atau post
pekerjaan atau tugas yang disesuaikan training action plan. Keberhasilan diklat
dengan kepentingan individu. Seseorang terwujud apabila diklat mempunyai dampak
pegawai akan menentukan sendiri arah positif pada peningkatan kinerja atau hasil
karirnya sesuai dengan nilai, kekuatan, diklat sesuai dengan kriteria
kelemahan, dan kemampuan yang dimiliki. pengembangan tujuan yang telah
Diperlukan diklat yang profesional untuk ditentukan.
menyesuaikan pemenuhan kualifikasi
tuntutan pekerjaan, bagi para pegawai
yang akan menelusuri jenjang karir. Melalui
diklat, pegawai diharapkan dapat
memperoleh pengetahuan, keterampilan,
dan keahlian yang nantinya dapat
diterapkan dalam bekerja maupun dalam

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Henry Simamora, 1997. Manajemen


DAFTAR PUSTAKA Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
STIE YKPN
Modul, 2008: Analisis Kebutuhan Diklat
Ambar Teguh Sulistiyani & Rosidah, dan Penyusunan Kurikulum, SCBD
2003 Manajemen Sumber Daya Sleman
Manusia, Yogyakrta: Graha Ilmu
Peraturan Pemerintah Republik
Bennet, 1994. Organizational Behaviour. Indonesia No. 101 Tahun 2000
London: Pitman publishing. tentang Pendidikan dan pelatihan
Bunga Rampai Administrasi Negara, Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
2005. Fokus dan Solusi menuju Ratminto & Atik Septi Winarsih, 2005.
Terwujudnya Good Governance.. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta:
Jakarta. Lembaga Administrasi Pustaka Pelajar
Negara.
Richard L Draft (2002). Manajemen.(terjemahan).
Chuck Wikkiam, 2001. Manajemen Jakarta: Erlangga.
(terjemahan). Jakarta: Salemba William P. Antony, 2002. Human
Empat. Resouces Management., A Strategic
Approach, United States Of America

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

MENINGKATKAN KOMPETENSI APARATUR


PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN
GOOD GOVERNANCE
Oleh:
Enceng, Liestyodono BI, Purwaningdyah MW

Abstrak
As one of indicator for measuring the success of district autonomy is the better the government in serving citizen
and lead them to a better life. In fact, district government’s work has not met the expectation that they still can not
serve people optimally. Expanding competencies of apparatus to increase their work quality is the critical factor for
the success of the district government’s activity. The work of district government’s apparatus toward high quality
performance leads to the educational, competencies, and abilities development due to the growth face in times.
The expected competencies that the district government’s apparatus being capable of are the ability to analyze
problems occur within the citizen and be able to solve them in term of district governmental practical system.
Keywords: Competency, Regional Governance, Good Governance.

A. PENDAHULUAN sistemik (sejak masukan-proses-keluaran-


hasil/dampaknya), sehingga terwujud
Reformasi yang berlangsung telah pelayanan publik yang berkualitas (yang
memberikan warna dan pengaruh pada sedapat mungkin tangible, reliable,
perkembangan administrasi publik yaitu responsive, aman, dan penuh empati
untuk menempatkan kembali fungsi dalam pelaksanaannya). Untuk itu
aparatur pemerintahan selaku pelayan diperlukan aturan main yang tegas, lugas
publik (public servant) . Dalam kedudukan dan adaptif terhadap tuntutan
selaku pelayan publik maka secara total perkembangan lingkungan, yang cirinya
penyelenggaraan pemerintahan dan selalu berubah dengan cepat dan kadang
pembangunan, termasuk didalamnya penuh dengan ketidakpastian. Disinilah
pemerintahan dan pembangunan daerah terletak’seni dan ilmu pelayanan’ yang
ditujukan untuk pelayanan terhadap harus dikembangkan pemerintah bersama
masyarakat. Dengan demikian untuk seluruh lapisan masyarakat, harus ada
mencapai tujuan pemerintahan dan integrasi antara seluruh stakeholders
pembangunan harus dibarengi dengan pembangunan (Ibrahim,2006:18).
peningkatan kinerja pengelolaan
pelayanan publik. Dalam konteks otonomi Masalah yang dihadapi pemerintah
daerah, konsep pengukuran kinerja saat ini adalah keterbatasan aparatur
merupakan salah satu tolok ukur pemda yang berkualitas, ini menjadi suatu
kemampuan aparatur pemerintah daerah fenomena yang sekaligus menjadi masalah
(Pemda) dalam melaksanakan utama yang dihadapi dalam
kewenangannya. penyelenggaraan peme-rintahan daerah di
Dengan demikian dapatlah diper-sepsikan Indonesia. Pemda sebagai ujung tombak
kedalam beberapa hal yang sangat pembangunan nasional, dituntut adanya
esensial, bahwa pemerintah daerah sudah perubahan visi, misi, strategi, yang
seharusnya menganut paradigma disesuaikan dengan kebutuhan
berorientasi pada kepentingan masyarakat masyarakat. Pemda semakin dituntut
(customer driven) dalam memberikan kesiapannya dalam merumuskan peraturan
pelayanan kepada masyarakat luas, daerah, merencanakan pembangunan
mempersiapkan seluruh perangkat untuk daerah yang disesuaikan dengan situasi
memenuhi paradigma tersebut secara dan kondisi, serta memberikan pelayanan
prima kepada masyarakat. Di sisi lain

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

dituntut pula menciptakan kondisi yang diperoleh dari pendidikan, latihan dan
kondusif bagi tumbuh kembangnya pengalaman.
kreativitas dan inovasi masyarakat dalam
mengelola dan menggali potensi yang ada,
sehingga dapat menghadirkan nilai tambah PENUTUP
ekonomis bagi masyarakatnya. Pada Untuk mendukung aparatur birokrasi
kenyataannya kinerja aparatur pemda yang lebih berdaya, perlu dilakukan upaya
belum seperti yang diharapkan. Belum peningkatan kompetensi aparatur Pemda.
optimalnya kinerja aparatur pemda dalam Dengan demikian pengetahuan teoritik
menjalankan tugas dan fungsinya, sangat penting, yang dengan pengetahuan
ditunjukkan masih banyaknya keluhan- itu kemampuan penalaran seseorang
keluhan yang disampai-kan masyarakat dianggap berkembang sedemikian rupa,
atas pelayanan yang diberikan pemda sehingga kemampuan intelektual tersebut
selama ini. dapat dicurahkan dengan jelas, karena itu
Salah satu ukuran keberhasilan profesionalisme dibutuhkan dalam kegiatan
pelaksanaan otonomi daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan daerah
semakin mampunya pemda dalam yang mampu memadukan teori dengan
memberikan pelayanan kepada prakteknya.
masyarakat dan membawa kondisi Good governance merupakan proses
masyarakat ke arah kehidupan yang lebih penyelenggaraan kekuasaan negara dalam
baik. Namun demikian, realitas yang terjadi melaksanakan penyediaan public good and
pada era otonomi dan desentralisasi yang service. Disebut governance (pemerintah
muatannya sarat akan nilai-nilai demokrasi atau kepemerintahan), sedangkan praktek
dan transparansi ini cenderung sering terbaiknya disebut “good governance”
menghadirkan permasalahan yang (kepemerintahan yang baik). Dalam
kompleks di daerah. Dimana pada era penyelenggaraan Good governance
tersebut, proses politik berjalan seperti terdapat tiga domain yang berperan yaitu
lebih cepat dari pada kemampuan untuk pemerintah, sektor swasta dan masyarakat.
mengelola manajemen pemerintahan Masing-masing domain mempunyai posisi
daerah yang otonom. yang sejajar dalam penyelenggaraan
Untuk mengatasi masalah tersebut kepemerintahan. Karak–teristik good
menuntut kinerja aparatur pemda yang governance terdiri dari :partisipasi,
kompetitif dengan kualitas unggul. Kinerja transparansi, taat hukum, transparansi,
aparatur pemda yang berorientasi pada responsif, berorientasi kesepakatan, efektif
kualitas unggul mensyaratkan peningkatan dan efisien, kesetaraan, akuntabilitas dan
pendidikan serta keahlian sesuai dengan visi strategis. Karakteristik ini harus
perkembangan yang dihadapi. Seseorang dipenuhi untuk mewujudkan good
akan mampu melakukan suatu tindakan governance.
apabila memang ada kekuasaan untuk
mengerahkan dan menggerakkan dayanya.
Kemampuan seseorang menurut Mc DAFTAR PUSTAKA
Clelland (dalam Gibson,1996:208)
merupakan suatu keperluan yang dipelajari
Albrow, Martin. 2005. Birokrasi. Alih
dari budaya masyarakat dan diperoleh
Bahasa Rusli Karim dan Totok
melalui pendidikan dan pelatihan.
Daryanto. Yogyakarta: PT Tirta Wacana.
Selanjutnya Thoha ( 1988:316)
Cetakan III.
mengemukakan bahwa kemampuan me-
rupakan salah satu unsur dalam Ibrahim, Amin. 2006, Teori dan Konsep
kematangan berkaitan dengan Pelayanan Publik Serta Implemen-
pengetahuan dan ketrampilan yang tasinya, Bandung : Unpad.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Burn, J. P. 1994. Assian Civil Service Models for Superrior Performance.


System: Improving Efficiency and John Willey & Sons Inc.
Productivity. Times Academic Press.
Singapore. Suradinata, Ermaya. 1996. Manajemen
Gartson, David & Debra Steward. 1983 SDM Orientasi Masa Depan.
Organization Behaviour and Public Bandung : Ramadhan.
Management. Marcell Dekker Staw, Barry M. 1989. Psychological
Inc.New York. Dimensions of Organizational
Behaviour. Maxwell Mac Millan. New
Gibson, L. James., John. M. Ivancevich, York.
& James H. .Jr. Donnely. 1986.
Organisasi-Perilaku, Struktur, Proses. Toha, Miftah. 1988. Pembinaan
Terjemahan Jorban Wahid. Jakarta: Organisasi : Proses Diagnosa dan
Erlangga. Intervensi. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
Harmon, Michael and Richard T,Mayer.
1986. Organization Theory for Public ___________. 2002. Perpektif Perilaku
Administration. Little Brown and Co. Birokrasi. Dimensi-dimensi Prima
Toronto. Ilmu Administrasi Negara. Jakarta :
PT Radja Grafindo Persada.
Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis
Kompetensi, Konsep, Karakteristik, ___________. 2003. Perilaku organisasi.
dan Implementasi. Bandung : Konsep dasar dan
Remaja Rosda Karya. Aplikasinya. .Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Pucik, Vladimir, et al.1993. Globalizing
Management 4: Creating and Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004,
Leading Competitive Organization, Tentang Pemerintahan Daerah.
John Willey and Sons,Singapore. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
Robbins, Stephen P. 2001.Organization 19 Tahun 2007,Tentang
Behavior, Concept, Controversies, Pemberdayaan Masyarakat
Aplications. New Jersey : Prentice Desa/Kelurahan.
Hall International. Inc. 9th Edition.. Thoha Miftah , Birokrasi dan Politik di
Siagian, Sondang P. 1994. Patologi Indonesia, Jakarta : PT RajaGrafindo
Birokrasi-Analisis, Identifikasi dan Persada, 2003.
terapannya, Jakarta : Ghalia Mustopadidjaja A R, Administrasi Negara,
Indonesia. Demokrasi dan Masyarakat Madani,
______________. 1995. Organisasi, Kepe- Jakarta : LAN, 1999.
mimpinan dan Perilaku Administrasi. Sedarmayanti, Good Governance, Kepe-
Jakarta : Gunung Agung. merintahan yang Baik dalam rangka
_______________. 2000. Teori otonomi Daerah, Bandung: Mandar
Pengembangan Organisasi. Jakarta: Maju, 2003.
Bumi Aksara. Turner, Mark & Hulme, David,
Sofo. Francesco, (1999). Human Governance, 1997, Administration
Resource Development, Perspective, and Development Making The State
Roles and Practice Choice. Business Work, Macmillan Press LTD, London.
and Professional Publishing, Mark Turner & David Hulme, 1997,
Warriewood, NWS Governance, Administration, and
Spenser, Lyle M. J R. & Signe M. Development, Kumarian, Connecticut
Spenser. 1993. Competence at Work. USA

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Warsito & Teguh Yuwono, ed. , Otonomi __________. 2002. “Dampak


Daerah, Capacity Building dan Penguatan Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Demokrasi Lokal, Semarang: Puskodak, Atas Kinerja Pelayanan Publik:
2003. Kasus Kota Bandar Lampung,
Yunan Syaifullah, dkk, Membangun Lampung.” Jakarta (dalam proses
Masyarakat Madani, Yogyakarta: penulisan).
Aditya Media, 1999. __________. January 2002. “Pelaksanaan
Yuwono, Teguh (ed), 1997, Manajemen Desentralisasi dan Otonomi Daerah:
Otonomi Daerah Membangun Kasus
Daerah Berdasar Paradigma Baru, Kabupaten Sumba Timur, Nusa
CLOGAPPS Diponegoro University, Tenggara Timur.” Jakarta.
Semarang. Lembaga Penelitian SMERU,
SMERU Research Institute (SMERU). Agustus 2002
Juni 2002. “Dampak Desentralisasi John M. Bryson, 1991, Strategis Planning
dan Otonomi Daerah Atas Kinerja for Public and Non Profit Organizations,
Pelayanan Publik: Kasus Kabupaten Jossey-Bass, San Fransico-Oxford.
LombokBarat, Nusa Tenggara Barat.”
Jakarta.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

REFLEKSI DINAMIKA REFORMASI ORGANISASI


BIROKRASI INDONESIA DI MASA DEPAN
Oleh:
Tommy F. Lolowang

Abstract
This writing take theme/topic with complexity about problem which classic, fundamental, but regular actual.
Be said to be classic because bureaucracy organization problem was worked through since Antic Greek era
Plato and Aristoteles. Hereinafter referred to as fundamental because bureaucracy problem constitute basic
problem and its formative aim touches various dimension and individual life joint and society. Called by
actual because in the context current condition bureaucracy problem always emerges, not only
circumscribed as discourse but also as debate target, well political and also non political. For over clarifies
and secure dynamics and organisational development aim Indonesian bureaucracy at future the better, worth
considering steps covers: Changing Bureaucracy Culture, Pancasila Revitality as Core Philosophy
Bureaucracy, Implementation Bureaucracy Ethics consistently, and Secures Bureaucracy Neutrality.
Keywords: Dynamics and Organisational Development, Bureaucracy, Pancasila, Culture, Ethics, Neutrality

I. PENDAHULUAN bahkan dapat pula dijumpai pada


Tulisan ini mengambil tema atau organisasi bisnis (swasta) dan nirlaba.
topik dengan kompleksitas permasalahan Sekalipun ia merupakan gejala yang umum,
yang klasik, fundamental, namun tetap namun secara empirik ia menampakkan
aktual. Disebut klasik karena masalah corak perilaku dan kinerja yang berbeda,
organisasi birokrasi sudah dibahas sejak jika ia berada dalam konteks atau sistem
jaman Yunani Kuno era Plato1 dan budaya yang berbeda. Hal tersebut
Aristoteles2. Selanjutnya disebut memperlihatkan bahwa birokrasi tak
fundamental karena masalah birokrasi selamanya menampakkan bentuk idealnya
merupakan masalah yang mendasar dan dalam praktek sehari-hari sebagaimana
arah perkembangannya menyentuh yang dikemukakan oleh pencetusnya,
berbagai sisi dan sendi kehidupan individu yakni Max Weber. Beberapa alasannya
dan masyarakat. Adapun disebut aktual antara lain (Albrow, 1970):
karena dalam konteks kondisi aktual  Keberadaan manusia tidak hanya
dewasa ini masalah birokrasi selalu muncul, untuk organisasi.
tidak hanya terbatas sebagai wacana  Birokrasi dihadapkan pada berbagai
melainkan juga menjadi sasaran perubahan.
perdebatan, baik politis maupun non politis.
 Birokrasi dirancang untuk orang yang
Berbicara tentang organisasi berpikir “rasional”, sehingga dalam
birokrasi, kesan umum yang sering realitas mereka tidak dapat saling
dikemukakan oleh sebagian besar orang dipertukarkan untuk fungsi keseharian
lebih berkonotasi negatif3. Hanya sebagian organisasi.
kecil yang menganggap bahwa birokrasi itu
Atas dasar itu maka Bendix (1957)
baik. Padahal, permasalahan organisasi
berkesimpulan bahwa birokrasi rasional
birokrasi tidak sebatas konotasi negatif
lebih cocok dan dapat hidup di negeri barat
maupun positifnya saja, lebih dari itu.
daripada di negeri timur.
Birokrasi dan birokratisasi
Harus diakui bahwa birokrasi
merupakan gejala universal, yang dapat
mempunyai banyak makna, dimensi, dan
ditemui dalam setiap sistem pemerintahan,
efek yang positif maupun negatif. Itulah

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

sebabnya kenapa konsep dan terminologi yang sarat dengan KKN (Korupsi, Kolusi,
birokrasi senantiasa mengundang dan Nepotisme), yang lebih menyangkut
perdebatan dan pertentangan yang tidak moral para peran birokrasi.
habis-habisnya diantara kalangan ilmuwan, Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa
politisi, dan para pemerhati masalah birokrasi masih diperlukan dalam berbagai
tersebut. Pertentangan itu mulai dari permasalahan organisasi, terutama ke-
tataran filsafat sampai dengan penilaian negaraan. Birokrasi dapat meniadakan
atas hasil kegiatan (kinerja) birokrasi pada penyakit-penyakit yang dituduhkan
tataran empirik. Akibatnya, lahirlah kepadanya (biropatologi), apabila ia
beragam asumsi, persepsi, dan konklusi menggunakan kewenangan secara ternalar.
terhadap birokrasi. Hal tersebut mengingat dalam kegiatan-
kegiatan yang memerlukan banyak
Terlepas dari keragaman tersebut di
koordinasi dalam bidang pemerintahan,
atas, birokrasi tampaknya sering
khususnya yang menyangkut Pelayanan
dihadapkan pada berbagai kritik. Birokrasi
Publik diperlukan suatu birokrasi (Utomo,
sering dikritik sebagai organisasi yang
2005). Perwujudan koordinasi dimaksud
tidak berfungsi dengan baik, tidak memiliki
haruslah didasarkan pada ke-percayaan
pendelegasian wewenang, tidak
publik/masyarakat (public trust), dimana
melaksanakan supervisi yang jelas dan
keputusan birokrasi haruslah didukung
karena mempunyai kebijaksanaan oleh kepercayaan publik.
(pengendalian) personalia buruk, memiliki
moral kerja yang rendah, sukar dan kurang
mengadakan dan penyesuaian dengan PENUTUP
perubahan jaman, bersikap arogan dan
Perbaikan birokrasi di Indonesia
seakan-akan tahu semuanya. Hal ini tidak
seharusnya dimulai dengan kritik serius
berarti bahwa diantara para pegawai
dan mendalam atas eksistensi birokrasi.
aparatur tidak terdapat orang-orang yang
Kerangka dan paradigma berpikir bagi
ber-kemampuan dalam bidangnya.
konstruksi kritisisme dimaksud didasarkan
Kritik terhadap birokrasi pada pada pendekatan Marxis. Relevansi
umumnya ditujukan terhadap sektor publik, pendekatan Marxis dalam mencari jalan
yakni yang terkait dengan pelayanan publik keluar atas biropatologi terletak pada daya
(public services), terutama dalam hal kritis pendekatan Marxis yang secara
perizinan, pengurusan hak atas sesuatu, substansial membawa pada pesimisme
dan lain-lain. Dalam kondisi yang demikian radikal atas kedudukan, peran, dan fungsi
tersebar penyakit sosial mengutamakan birokrasi. Pendekatan inilah yang kini
kepentingan pribadi, mengutamakan dibutuhkan demi mendiagnosa hingga
orang-orang tertentu, melaksanakan tuntas biropatologi dimaksud.
korupsi, dan bersifat arogan. Dengan
Sebagai penutup, untuk lebih men-
demikian, penyakit-penyakit birokrasi ini
dinamiskan upaya perwujudan reformasi
terkait erat dengan kekuasaan yang
organisasi birokrasi Indonesia di masa
dinikmati birokrasi pada saat
depan yang lebih baik, berikut ini disajikan
melaksanakan tugasnya berdasarkan
langkah-langkah reflektif yang dapat
kewenangan yang diperoleh.
dipertimbangkan:
Di negara maju, birokrasi mendapat
1. Perubahan Budaya Birokrasi
kritik karena sistem kerja yang dianggap
Salah satu praktek budaya birokrasi
kurang efisien atau tidak memadai.
yang paling berbahaya yang menuntut
Sedangkan di negara berkembang, seperti
agar tidak dapat ditawar lagi harus
Indonesia, kritik pada birokrasi kita
segera dirubah adalah budaya korupsi.
terutama ditujukan pada peran pengelola
Secara hukum, budaya korupsi sulit

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

untuk diperiksa, sebab hal tersebut Selain itu, implementasi juga


dilakukan tanpa pembuktian transaksi diarahkan pada peningkatan etika
secara tertulis. Untuk itu, maka birokrasi dan pengetahuan serta
perubahan budaya dimaksud haruslah pemahaman para birokrat terhadap
dilakukan dengan berdasarkan prinsip-prinsip good governance guna
komitmen bersama untuk tidak mengurangi dan menghilangkan
melakukan KKN dengan Pakta penyalahgunaan kewenangan dalam
Integritas sebagai instrumennya, yakni birokrasi serta untuk menciptakan
antara birokrat (PNS dan seluruh etika birokrasi dan budaya kerja yang
jajaran di dalamnya, dari level baik.
Pimpinan sampai dengan Staf) dan 4. Menjamin Netralitas Birokrasi
masyarakat serta para pelaku bisnis. Reformasi birokrasi haruslah
2. Revitalisasi Pancasila sebagai Core mengarah pada perubahan sistem
Philo-sophy Birokrasi. secara birokrasi menyeluruh, termasuk
Berbagai permasalahan yang dihadapi perubahan sikap mental dan mindset
oleh birokrasi, seperti kesenjangan serta komitmen birokrasi dan partai
sosial-ekonomis, pudarnya nilai-nilai politik. Negara-negara demokrasi tidak
luhur dalam budaya dan peradaban membenarkan PNS terlibat dalam
kita sebagai bangsa, mustahil akan politik praktis seperti menjadi anggota
dapat diselesaikan oleh pemerintah partai atau mencalonkan diri dalam
tanpa dilandasi suatu dasar filsafat Pemilu. Hal tersebut bertujuan untuk
yang mapan. Dasar filsafat dimaksud menghindari perpecahan dalam
adalah Pancasila, bukan lagi sebagai birokrasi mengikuti persaingan politik
alternatif melainkan suatu hal yang antar partai. Jika tidak, maka
sangat penting (imperative), terutama profesionalisasi pelayanan birokrasi
pada saat situasi semakin tidak akan sulit terwujud. Salah satu
menentu, dimana semuanya telah instrumen kebijakan yang dapat
menjadi tidak pasti (yang pasti adalah diimplementasikan adalah
ketidakpastian itu sendiri). Untuk itu memperjelas dan mempertegas batas
Pancasila harus direvitalisasi agar antara Jabatan Karier dan Jabatan
berfungsi efektif dan aktual sebagai Politis.
core philo-sophy birokrasi. Sejauh DAFTAR PUSTAKA
mana keseluruhannya itu dapat
diwujudkan, akan ditentukan oleh etika,
moral, mental, dan rasional manusia-
manusia yang menjadi subjek
pendukungnya.
3. Konsistensi Implementasi Etika
Birokrasi
Implementasi etika birokrasi harus
secara sungguh-sungguh dan
konsisten diwujudkan dalam
penyelenggaraan birokrasi. Hal
tersebut terus dikembangkan guna
mendukung budaya kerja dan etos
kerja yang transparan, akuntabel,
peka, dan tanggap terhadap
kepentingan dan aspirasi masyarakat
di seluruh wilayah negara Indonesia.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Albrow, M. 1970. Bureaucracy: Key Sebagai Dasar dan Arah Pengem-


Concept in Political Science. Mall bangannya. Makalah Seminar,
Press Ltd, London. Jakarta.
Bendix, R. 1977. Bureaucracy: Thoha, M. 2002. Problematika Birokrasi
International Encyclopedia of the Pemerintah. Makalah Diskusi pada
Social Sciences. Free Press, New Badan Kepegawaian Negara, Jakarta.
York. Tilaar, H. A. R. 2004. Strategi
Blau, P. M. & Page, C. H. 1956. Peningkatan Kinerja SDM melalui
Bureaucracy in Modern Society. Pusdiklat untuk Mewujudkan Good
Random House, New York. Governance. Jurnal Pendidikan
Penabur Nomor 2 Tahun III : 118 -
Buchori, M. 1982. Pola Tingkah Laku
129.
Birokrasi Sebagai Akibat Pengaruh
Kebudayaan. Prisma Nomor 6 Tjokroamidjojo, B. 1984. Pengantar
Tahun XI : 70 – 84. Administrasi Pembangunan.
Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan
Dwijowijoto, R. N. 2004. Kebijakan
Penerangan Ekonomi Sosial, Jakarta.
Publik: Formulasi, Implementasi, dan
Evaluasi. Elex Media Komputindo, Tjondronegoro, S. M. P. 2003. Sejarah
Jakarta. Pertumbuhan Birokrasi di Masyarakat.
Makalah Seminar, Jakarta.
Handayani, P. & Setiawan, Z. A. 2005.
Materi Pokok, Pembinaan Jiwa Korps Utomo, T. W. W. 2005. Beberapa
dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. Evaluasi Kritis tentang Fungsi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan dan Fungsi Pelayanan
Pegawai, Departemen Keuangan, Birokrasi. Makalah Seminar, Jakarta.
Jakarta. Watloly, A. 2001. Tanggung Jawab
Harian Kompas. 2006. Korupsi Sudah Pengetahuan: Mempertimbangkan
Menjadi Kebiasaan: Birokrasi Patri- Epistemologi secara Kultural.
monial Sumber Masalah. Edisi, Kanisius, Yogyakarta.
Selasa, 21 November 2006, Halaman Weber, M. 1946. The Theory of Social
13).
and Economic Organization. Ed. and
Ismani, H. P. 2001. Etika Birokrasi. Trans A. M. Henderson and Talcott P.
Jurnal Administrasi Negara Volume II Macmillan, New York.
Nomor 1. Wilson, J. Q. 1989. Bureaucracy: What
Garvey, G. 1993. Facing The Government Agencies Do and Why
Bureaucracy: Living & Dying in a Public They Do It. Basic Books, USA.
Agency. Jossey-Bass Publisher, San
Wirutomo, P. 2002. Mencari Bentuk
Fransisco.
Indonesia Baru: Transformasi, Reformasi
Prasojo, E. 2006. Reformasi Birokrasi di atau Deformasi Kebudayaan ? Makalah
Indonesia: Beberapa Catatan Kritis. Seminar Berkala pada Badan
Jurnal Bisnis & Birokrasi No. 01 Vol. Kepegawaian Negara, Jakarta.
XIV.
Siswomiharjo, K. W. 2003. Filsafat
Pemerintahan dengan Pancasila

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

STRATEGI PENGADAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG


BERKUALITAS1
Oleh:
Janry Haposan U. P. Simanungkalit

Abstract
One of civil service reform urgent agenda in Indonesia for shortly been done is reform of civil servant
candidates (CPNS) procurement, remembering that it is the most deep critical thing in the entirely of
civil service management process. This study result shows that generically, civil servant candidates
procurement that held by Government Institution on exhaustive locus study went on good and smooth,
even it still has not yet fully free of deviation practices (KKN). Base on strategy analysis result by using
SWOT Analysis, this study recommend strategy formulation for qualified civil servant candidates
procurement in the future, namely: (1) speeding up reform actualise and enhancing transparency and
accountability of the civil servant candidates procurement on all steps; (2) establishing civil service job
competency standard nationally; (3) improving civil service planning system comprehensivelly; (4)
upholding law and sanction implementing for each KKN’s actions in the civil servant candidates
procurement processes; (5) realizing competitive and equity (internal and external) civil service
remuneration system; and (6) advance merit’s principles in the civil servant candidates procurement
process.
Keywords: Strategy, Quality, Civil Servant Candidates Procurement.

I. PENDAHULUAN antisipasi timbulnya implikasi negatif lebih


lanjut di masa mendatang, maka perlu
A. Latar Belakang dilakukan perubahan ke arah perbaikan
Pelayanan publik (public services) atau reformasi birokrasi kepegawaian
dan penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia secara keseluruhan
merupakan fungsi dari berbagai faktor. (Kasim, 1998 dan Prasojo, 2007).
Salah satu di antaranya adalah faktor Salah satu agenda reformasi ke-
sumber daya manusia, yakni Pegawai pegawaian negara yang mendesak untuk
Negeri Sipil (PNS). Dapat dikatakan bahwa segera dilakukan adalah reformasi dalam
baik buruknya suatu birokrasi negara pengadaan (rekrutmen) Calon PNS
sangat dipengaruhi oleh kualitas PNS. (CPNS). Hal tersebut mengingat proses
Di Indonesia, sektor kepegawaian pengadaan CPNS merupakan proses yang
negara yang merupakan sub sistem dari paling kritis dan berisiko dalam
birokrasi secara keseluruhan, belum keseluruhan proses manajemen PNS di
dijadikan sebagai fokus reformasi birokrasi Indonesia.
(Prasojo, 2007). Sebagai konsekuensinya, Disebut sebagai proses yang paling
kualitas dan kinerja birokrasi dalam kritis mengingat proses tersebut sangat
memberikan pelayanan publik masih jauh menentukan dalam membentuk profil PNS
dari harapan. Konsekuensi lainnya adalah yang handal, berkualitas, dan relevan
masih belum terciptanya budaya dengan kebutuhan organisasi atau justru
pelayanan yang berorientasi kepada sebaliknya, yakni PNS yang kontra-
kebutuhan pelanggan/customer (service produktif terhadap organisasi. Di samping
delivery culture). itu, melalui proses pengadaan CPNS
Kondisi tersebut apabila berlangsung diketahui gambaran awal (umum) tentang
secara terus-menerus mengakibatkan CPNS yang akan diperoleh (raw material),
kekecewaan masyarakat yang berke- guna mengantisipasi ungkapan yang
panjangan terhadap birokrasi. Guna meng- menyatakan garbage in garbage out

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

(GIGO). Dengan kata lain, proses secara garis besar di atas, baik yang
pengadaan CPNS merupakan titik tolak bersumber dari kekuatan internal maupun
yang dapat menggambarkan apa dan eksternal bagaimanapun tidak dapat
bagaimana profil CPNS yang dikehendaki dibiarkan berlangsung demikian secara
sesuai dengan kebutuhan organisasi. berke-panjangan, mengingat risiko dan
Selanjutnya proses pengadaan dampaknya yang berdimensi jangka
CPNS disebut berisiko artinya panjang. Oleh karena itu, ke depan perlu
mengandung konsekuensi jangka panjang ditempuh berbagai upaya terobosan antara
terhadap investasi aset ke depan, lain melalui perumusan alternatif strategi
mengingat CPNS yang nantinya akan pengadaan CPNS yang dapat
diangkat menjadi PNS tidak hanya sebagai menghasilkan CPNS yang kelak akan
aset penting organisasi, melainkan juga diangkat menjadi PNS yang berkualitas.
merupakan partner organisasi yang perlu Untuk itu, perlu dilakukan suatu kajian
dan harus dikelola dengan baik, karena yang secara mendalam dan komprehensif
sangat menentukan efektivitas organisasi. dalam upaya perumusan strategi dimaksud.
Di samping itu, proses pengadaan CPNS PENUTUP
penuh risiko dari praktek-praktek KKN
(Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme) yang A. Kesimpulan
dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dengan Berdasarkan hasil analisis data dan
masyarakat. Dengan kata lain, proses informasi yang dilandasi oleh kerangka
pengadaan CPNS sering menimbulkan teoritis, juridis, dan empiris dalam kajian ini,
banyak masalah karena banyaknya dapat disimpulkan beberapa hal pokok
ketidak-puasan masyarakat terhadap dalam penyelenggaraan pengadaan CPNS
proses pengadaan CPNS yang dilakukan. sebagai berikut:
Salah satu faktor dominan alasan 1. Secara umum, pengadaan CPNS yang
sebagian besar PNS di Indonesia tidak diselenggarakan oleh Instansi pada
efektif dan belum memberikan kontribusi seluruh lokus kajian (pada sejumlah
yang optimal, khususnya dalam BKD) pada Tahun Anggaran 2005 dan
memberikan pelayanan kepada 2006 ber-langsung baik dan lancar,
masyarakat, bahkan terkesan menjadi meskipun belum sepenuhnya terbebas
pengangguran terselubung (disguised dari praktek-praktek KKN.
unemployment), karena kebijakan 2. Temuan-temuan penting berdasarkan
pengadaan CPNS di lingkungan Instansi hasil survei dalam kajian ini terkait
Pemerintah di masa lalu tidak berdasarkan dengan Pengadaan CPNS pada Tahun
perencanaan tenaga kerja, tetapi lebih Anggaran 2005 dan 2006 adalah
didasarkan pada faktor kepentingan politik sebagai berikut:
dan kekuasaan (Mujiono, 2006). Selama
puluhan tahun, birokrasi (PNS) lebih sering a. Berdasarkan hasil analisis
dijadikan sebagai alat kekuasaan dan pendapat masing-masing
politik, sehingga mengabaikan kualitas dan kelompok respon-den, secara
syarat-syarat kebutuhan untuk statistik tidak terdapat perbedaan
analisis pekerjaan atau jabatan (job yang signifikan antara kelompok
analysis). Akibatnya, SDM aparatur pada responden PNS, CPNS, dan
satuan organisasi menjadi berlebihan dan Pelamar CPNS dalam mem-
tidak seusai dengan kebutuh-an atau berikan pendapat pada seluruh
beban kerja riil yang ada (Prasojo, 2007), variabel Pengadaan CPNS.
sehingga memunculkan desakan untuk b. Secara keseluruhan, sebagian
segera melakukan rasionalisasi PNS. besar kelompok responden PNS
Situasi problematik dalam pengadaan (98.9%) dan CPNS (95.6%)
CPNS sebagaimana yang dikemukakan berpendapat bahwa rata-rata

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

beban kerja pegawai selama 1 penerimaan CPNS sangat besar. e.


(satu) tahun anggaran cenderung Jangka waktu pengajuan
sedang dan padat serta relatif lamaran yang diterapkan selama
sesuai dengan jumlah pegawai ini oleh sebagian besar responden
yang ada. Meskipun demikian, (PNS, CPNS, dan Pelamar CPNS),
masih terdapat Instansi yang yakni lebih dari 66.3% dirasakan
belum melakukan analisis beban cukup, dengan batas waktu ideal
kerja pegawai dan analisis antara 2 (dua) sampai dengan 3
kebutuhan pegawai (lebih dari 16% (tiga) minggu. Seluruh kelompok
pada kelompok responden PNS responden tersebut juga
dan lebih dari 9.6% pada kelompok menyatakan bahwa syarat-syarat
responden CPNS). Terkait dengan yang diterapkan selama ini tidak
hal tersebut, kelompok responden memberatkan dan perlunya
PNS (39.8%) dan CPNS (38.3%) persyaratan fisik dan pengalaman
menyatakan bahwa pada awal kerja pada saat melamar sebagai
tahap anggaran pekerja-annya CPNS.
padat dan setelah itu pegawai f. Terkait dengan proses
“menganggur”. penyaringan lamaran CPNS,
c. Sebagian besar responden (PNS, sebagian besar responden (PNS,
CPNS, dan Pelamar CPNS), yakni CPNS, dan Pelamar CPNS), yakni
lebih dari 65.4% telah mengetahui lebih dari 53.8% mengemukakan
nama jabatan yang lowong dan bahwa masing-masing Instansi
jumlah pegawai yang dibutuhkan tempat dimana mereka melamar
ber-dasarkan pengumuman sebagai CPNS telah
lowongan kerja yang diumumkan melaksanakan pengisian formulir-
oleh Instansi yang bersangkutan. formulir yang dibutuhkan dalam
Akan tetapi, sebagian besar penyelenggaraan Pengadaan
responden (lebih dari 64.3%) pada CPNS sesuai dengan peraturan
masing-masing kelompok perundang-undangan yang berlaku.
responden mengemuka-kan g. Sebagian besar kelompok
bahwa di dalam pengumuman responden PNS (73.1%)
tersebut tidak dicantumkan rincian menyatakan bahwa implementasi
tugas/tanggungjawab yang harus rekruitmen CPNS telah sesuai
dikerjakan sesuai dengan jabatan dengan tuntutan dan
yang lowong. perkembangan Instansi/Lembaga
d. Sebagian besar dari masing- Pemerintahan. Selanjutnya,
masing kelompok responden (PNS, sebagian besar responden PNS
CPNS, dan Pelamar CPNS), yakni (70.4%) menyatakan bahwa faktor
lebih dari 73.9% telah mengetahui kebijakan dan faktor anggaran
adanya lowongan penerimaan mempengaruhi Pengadaan CPNS.
CPNS sebelumnya, yakni lebih Dalam proses penyelenggaraan
banyak mengetahuinya melalui Pengadaan CPNS, sebagian besar
iklan pada media massa dan responden PNS (75.5%)
sebagian kecil dari papan berpendapat bahwa perlunya
pengumuman instansi serta prosedur standar/baku dalam
sumber lain. Hampir seluruh res- pelak-sanaan rekruitmen CPNS.
ponden (lebih dari 91.4%) h. Sebagian besar kelompok
menyatakan bahwa peranan atau responden PNS dan CPNS (lebih
andil media massa dalam dari 74.6%) menyatakan bahwa
menginformasikan adanya Pengadaan CPNS harus sesuai
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

dengan kompetensi yang keberhasilan (key success factors)


dibutuhkan. Menurut sebagian internal dan eksternal yang
besar kedua kelompok responden mempengaruhi Strategi Pengadaan
tersebut (lebih dari 62.1%), pelak- CPNS, yakni:
sanaan rekrutmen CPNS selama a. Faktor Internal: (1) Kekuatan:
ini telah bebas dari KKN, 28.1% (a) Undang-Undang Nomor 43
sampai dengan 28.7% responden Tahun 1999 dan (b) Peraturan
meragu-kan hal tersebut, dan 2.6% Pemerintah sampai dengan
sampai dengan 9.8% tidak Peraturan Daerah tentang
menyetujui bahwa rekruitmen Manajemen PNS (Pusat dan
CPNS tidak ada KKN. Daerah) dan (2) Kelemahan:
i. Lebih dari 90.3% kelompok res- (a) Proses Pengadaan CPNS
ponden PNS dan CPNS belum didasarkan pada Standar
menyatakan bahwa proses Kompetensi Jabatan PNS dan (b)
penyaringan CPNS telah Belum memadainya pelaksanaan
dilaksanakan berdasarkan Peren-canaan Kepegawaian (PNS)
kompetensi dan jabatan/posisi dan Analisis Jabatan sebagai
yang dibutuhkan. Kemudian, dasar dalam penyusunan Formasi
menurut 84.0% PNS dan 93.0% CPNS.
CPNS menyatakan bahwa proses b. Faktor Eksternal: (1) Peluang: (a) Upaya
pe-nyaringan CPNS telah perwujudan Reformasi
dilaksanakan secara terbuka. Kepegawaian Negara (PNS)
j. Terkait dengan Instansi Penye- dengan salah satu fokusnya
lenggara Pengadaan CPNS, adalah Reformasi Pengadaan
terdapat sebanyak 55.0% CPNS dan (b) Trans-paransi dan
responden PNS, 47.0% responden Akuntabilitas Publik semakin baik
CPNS, dan 59.6% responden dan (2) Ancaman: a) Masih adanya
Pelamar CPNS menyata-kan upaya-upaya untuk melakukan
bahwa Pengadaan CPNS KKN dalam proses
sebaiknya dilaksanakan secara penyelenggaraan Pengadaan
terpusat. Demikian pula keputusan CPNS dan (b) Sistem renumerasi
kelulusan dilaksanakan secara PNS yang belum memadai.
terpusat (dinyatakan lebih dari
60.9% responden). B. Rekomendasi
3. Berdasarkan hasil analisis kualitas Berdasarkan kesimpulan yang
CPNS dapat disimpulkan bahwa dihasilkan dalam kajian ini dapat diusulkan
kualitas CPNS yang diangkat hasil beberapa rekomendasi sebagai berikut:
Pengadaan CPNS Tahun Anggaran 1. Berdasarkan hasil analisis strategi
2005 dan 2006 menurut sebagian yang dilakukan melalui kajian ini, perlu
besar responden (87.00%) memiliki dipertimbangkan untuk menerapkan
kualitas yang relatif baik, yang ditinjau alternatif strategi sebagai berikut:
dari sisi Kompetensi Teknis dan
a. Percepatan perwujudan reformasi
Manajerial, Sosial, Strategik dan Etis,
Pengadaan CPNS pada seluruh
dalam rangka mendukung optimalisasi
kinerja masing-masing satuan tahapan.
organisasi di mana CPNS bekerja. b. Peningkatan Transparansi dan
Akuntabilitas Pengadaan CPNS
4. Berdasarkan analisis SWOT dalam
berlandaskan pada Peraturan
penyelenggaraan Pengadaan CPNS,
Perundang-undangan yang
dihasilkan faktor-faktor kunci
berlaku.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

c. Mempercepat proses penyusunan mungkinan adanya unsur subjektivitas


dan penetapan Model dan Standar dalam penyampaian pendapat terkait
Kompetensi Jabatan PNS secara dengan kondisi/fakta yang sebenarnya
nasional. terjadi sehubungan dengan penyeleng-
d. Perbaikan Sistem Perencanaan garaan Pengadaan CPNS yang di-
Kepegawaian (PNS) dan Analisis selenggarakan pada Instansi masing-
Jabatan sebagai dasar dalam masing. Untuk kajian sejenis di masa
penyusunan Formasi CPNS mendatang, sebaiknya lokus kajian
secara komprehensif. dikombinasikan antara BKD dan
e. Penegakan dan Penerapan Sanksi Organisasi Perangkat Daerah lainnya,
Hukum Tegas setiap tindakan KKN seperti Sekretariat Daerah, Dinas
dalam proses Pengadaan CPNS. Daerah, dan Unit Pelaksana Teknis
Daerah, termasuk Instansi Pemerintah
f. Perwujudan Sistem Renumerasi Pusat, baik yang memiliki best
PNS yang Kompetitif dan Adil practices dalam Pengadaan CPNS
(internal & external equity). maupun yang dalam upaya (proses)
g. Mengedepankan Merit System menuju ke arah yang demikian.
dalam proses Pengadaan CPNS.
2. Penggunaan SWOT Analysis yang
h. Perwujudan Sistem Perencanaan tidak terbebas dari unsur subjektivitas
Kepegawaian (PNS), Penetapan dalam menentukan faktor-faktor apa
Formasi, Rekrutmen dan Seleksi saja yang menjadi kekuatan,
CPNS yang mendukung Sistem kelemahan, peluang, dan ancaman
Renumerasi PNS secara Kompetitif terhadap obyek kajian. Untuk itu, ke
dan Adil. 2. Berdasarkan kondisi depan dapat digunakan tools analysis
pengadaan CPNS yang yang lebih obyektif, misalnya dengan
diselenggarakan oleh masing-masing mengkombinasikan SWOT Analysis
Instansi, maka dalam upaya dengan AHP (Analytical Hierarchi
penerapan prinsip “the right man in the Process) atau yang lainnya.
right place/job and the right time”,
maka seluruh rangkaian
penyelenggaraan Pengadaan CPNS DAFTAR PUSTAKA
yang sudah baik tetap dipertahankan
dan senantiasa melakukan Cushway, B. 1996. Human Resource
pembenahan/perbaikan secara terus- Management (The Fast-Tract MBA
menerus (continuously), yang didukung Series). Terjemahan. Gramedia,
oleh pembenahan-pembenahan pada Jakarta.
berbagai bidang lainnya, khususnya
setelah CPNS diangkat menjadi PNS Dale, M. 1999. Successful Recruitment
nantinya. and Selection: A Practical Guide for
Managers. Kogan Page Limited,
C. Keterbatasan dan Saran Kajian London.
Lanjutan Daniel, W. W. 1989. Statistika
Beberapa hal yang menjadi Nonparametrik Terapan. Gramedia,
keterbatasan dalam pelaksanaan kajian ini Jakarta.
sebagai bahan pembenahan untuk kajian Dessler, G. 1997. Manajemen Sumber
sejenis di masa mendatang adalah sebagai Daya Manusia. Edisi Bahasa
berikut: Indonesia, Jilid 2. Prenhallindo,
1. Lokus kajian ini adalah pada sejumlah Jakarta.
BKD, sehingga tidak menutup ke- Field, H. S. & Gatewood, R. D. 2001.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Human Resource Selection. 5th Publik. Tahun II, Edisi XI.


Edition. South Western, Ohio. Prasojo, E. 2007. Reformasi Kepegawaian
Institut Teknologi Bandung. 2003. di Indonesia. Jurnal Ilmiah
Perancangan Organisasi: Proses Administrasi Publik. Vol. VII No. 1.
Manajemen Perencanaan dan Rangkuti, F. 1997. Analisis SWOT:
Pengendalian. Departemen Teknik Teknik Membedah Kasus Bisnis.
Industri, Laboratorium Sistem Gramedia, Jakarta.
Produksi (http://www.lspitb.org).
Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan
Johnson, G. & Scholes, K. 2002. Strategik untuk Organisasi Publik dan
Exploring Corporate Strategy: Text & Organisasi Non Profit. Gramedia,
Cases. 6th Edition. Prentice Hall, Jakarta.
London.
Sherman, A. W. Jr. & Bahlander. 1992.
Kasim, A. 1998. Reformasi Admi-nistrasi Managing Human Resources. 9th
Negara. Jurnal Bisnis dan Ekonomi Edition. Cincinnati, Ohio.
Politik. Vol. 2, No. 4.
Soemarsono, S. H. M. 2004. Metode
Mangkuprawira, Tb. S. 2002. Riset Sumber Daya Manusia. Graha
Manajemen Sumber Daya Manusia Ilmu, Yogyakarta.
Strategik. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Sulardi. 2006. PNS Daerah yang
Mintzberg, H., Bruce, A. & Joseph, L. Profesional dan Berkualitas. Makalah
1988. Strategy Safari: A Guided Seminar Berkala Badan Kepegawaian
Tour through the Wilds of Strategic Negara, Jakarta.
Management. The Free Press, New Sunarto. 2005. MSDM Strategik.
York. AMUS, Yogyakarta.
Mujiyono. 2006. CPNS dan Pember-
dayaan Aparatur. Jurnal Layanan

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

MEMBANGUN MODEL
PENGEMBANGAN SDM APARATUR PEGAWAI NEGERI SIPIL1
Oleh:
Ajib Rakhmawanto

Abstract
The bureaucracy which is considered qualified will indicate its human resource’s capacity and professionalism,
particulary for many civil servants who hold the current positions. For this matter civil servant development has to
program accurately, selectively, objectively, and with precise method. Method which is used in quality
development and career development, i.e.; (a) quality development by founding ethics and morality, performance
apprasial, technicial training, and empowering system; (b) career development by career coaching, career path,
job training, and competency system.

Key wood: civil servant, development, professional and quality

I. PENDAHULUAN Guna mendukung arah


pengembangan PNS sebaiknya diikuti
A. Latar Belakang adanya perubahan pada lembaga birokrasi
Munculnya paradigma baru birokrasi yang harus berbenah dan berubah
perlu dijadikan prioritas dalam melakukan mengikuti perkembangan yang terjadi.
reformasi birokrasi, terutama dalam hal Lembaga birokrasi pemerintah seyogyanya
perencanaan dan pengembangan SDM didesain sesuai dengan tupoksinya (tugas
Aparaturnya (PNS). Birokrasi pemerintah pokok dan fungsi) secara nyata dengan
saat ini sudah seharusnya menerapkan cara melakukan restrukturisasi organisasi.
dan mengembangkan sistem learning Restrukturisasi pada dasarnya merupakan
organization (organisasi pembelajaran) pembenahan atau perombakan mendasar
dalam program pengembangan PNS. Pada terhadap seluruh mata rantai organisasi
hakekatnya organisasi pembelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan daya
adalah merupakan iklim yang dapat saing. Rancangan lembaga birokrasi
mendorong dan mem-percepat individu, hendaknya disusun secara ramping
kelompok, atau organisasi untuk terus (downsizing), pendek (flattening), dan kaya
belajar dan selalu menerapkan proses fungsi (function) yang mengarah pada
berpikir kritis (critical thinking) dalam terbentuknya organisasi dengan
memahami apa yang seharusnya jenjang kendali pendek (delayering),
dilaksana-kan dan mengapa sehingga operasionalnya akan semakin
melaksanakan (Soetjipto dan Martdianty, efektif, efisien, dan fleksibel. Adanya
2006:17). Organisasi pembelajaran dapat perubahan organisasi ini secara otomatis
dilihat sebagai upaya pemberdayaan akan membawa konsekuensi bagi para
individu maupun kelompok untuk mampu karyawan untuk menyesuaikan dan
menciptakan pengetahuan, produk, dan berkompetitif dalam meningkatkan
jasa melalui jaringan kerja yang inovatif kemampuannya.
baik didalam organisasi maupun diluar Sebagai subyek dalam
organisasi. Penerapan organisasi pem- melaksanakan pengembangan SDM,
belajaran ini lebih dimaksudkan bagi modal manusia (human capital) selayaknya
pegawai agar mampu mengembangkan dinilai pada beberapa sisi, penekanannya
kapasitasnya secara berkelanjutan dalam pada kompetensi inti (coor competence),
mewujudkan optimalisasi organisasi. kapabilitas (capability), dan proses
pembelajarannya (learning proces). Untuk

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

meningkatkan kinerja dan produktivitas 110, sedangkan negara-negara ASEAN


para pegawai ada beberapa hal penting lainya menempati rangking yang cuku
yang harus diperhatikan seperti tinggi seperti Singapura (22), Brunai (25),
pengetahuan (knowledge), kemampuan Thailand (67), Malaysia (56), dan Philipina
(capability), ketrampilan (skill), sikap pada peringkat (77) (Zainun, 2001:7).
(attitudes), perilaku dan etika (behavior and Kemudian dalam data Human
ethics), serta kebiasaan (habit). Development Index (HDI) Tahun 2000,
Sedangkan dalam pembinaan karier PNS bahwa dari 174 negara di dunia Indonesia
perlu diatur sistem pembinaan yang jelas, memempati urutan ke 102 pada tahun
baik dalam hal kepangkatan, jabatan, 1996, peringkat 99 pada tahun 1997,
pematangan tugas, pelatihan, maupun peringkat 107 pada tahun 1988, peringkat
pendidikan. Disamping itu setiap personil 109 pada tahun 1999 (www.nurulfikri.org).
PNS harus mengetahui secara jelas Rendahnya kinerja birokrasi dapat dilihat
tentang pola karier (career path) yang akan pada laporan The World Competitiveness
ditempuhnya, oleh karena itu setiap Yearbook Tahun 1999, bahwa birokrasi
instansi hendaknya punya sistem pola pelayanan publik di Indonesia berada pada
karier yang jelas. kelompok negara-negara yang memiliki
Pentingnya pengembangan PNS indeks competitiveness paling rendah
disamping merupakan amanat Undang diantara 100 negara paling kompetitif di
Undang2, juga didasarkan pada banyaknya dunia (Dwiyanto, 2002:52).
persepsi yang mengatakan bahwa kualitas Persepsi ini telah menjadi
birokrasi/PNS di Indonesia sangat rendah, perhatian khusus tersendiri bagi kondisi
korup, tidak profesional, kinerja rendah, aparatur birokrasi PNS terutama dalam hal
dan lain-lain (yang intinya menilai citra melakukan pengembangannya. Oleh
buruk PNS). Adapun beberapa karena itu melaksanakan program
permasalahan mendasar yang harus pengembangan PNS yang terencana
dicermati, seperti tentang; (1) Pelaksanaan secara baik dan benar adalah merupakan
“manajemen PNS” yang belum program besar guna meningkatkan
menerapkan prinsip-prinsip manajemen profesionalisme dan kualitas PNS dimasa
modern (menonjolkan pada pendekatan yang akan datang. Dengan menerapkan
SDM). (2) Perencanaan pengembangan pola dan strategi pengembangan PNS
PNS yang belum menerapkan pola atau yang baik, diharapkan PNS akan mampu
sistem pengembangan PNS secara jelas. menjalankan roda pemerintahan ke arah
(3) Dari sisi kuantitas dan kualitas PNS tujuan nasional secara terprogram dan
adalah merupakan dua hal yang sangat terencana. Oleh karena Penelitian ini
dilematis, jumlah PNS yang melampaui 3,8 dirasa sangat penting terutama untuk
juta orang merupakan sosok yang sangat memotret permasalahan tentang;
besar sekali dan telah membebani lebih bagaimanakah metode atau cara-cara
dari 25 persen dari APBN. Kemudian dari pengembangan PNS yang selama ini
sisi kualitas, kondisi PNS dapat dikatakan diterapkan oleh instansi-instansi
masih sangat rendah, terutama kalau pemerintah?; dan bagaimana menciptakan
dibandingkan dengan pihak swasta model strategi pengembangan PNS yang
ataupun dengan pegawai-pegawai di tepat guna membentuk PNS yang
negara lain. profesional dan berkualitas?
Pembuktian rendahnya kualitas SDM
di Indonesia dapat dilihat dari laporan-
laporan yang ada, seperti UNDP pada
tahun 1997 yang menyatakan bahwa
Indonesia menempati rangking ke-105
sedikit diatas Vietnam dengan rangking
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

PENUTUP sistem kompetensi. Berbagai indikator


model pengembangan tersebut
A. Kesimpulan mendapatkan penilaian yang positif dari
Metode pengembangan PNS yang kebanyakan instansi pemerintah yang
selama ini diterapkan oleh instansi-instansi diwakili oleh para pejabat dan stafnya.
pemerintah dinilai kurang baik, karena;
mayoritas instansi pemerintah di Indonesia,
DAFTAR PUSTAKA
baik Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah belum mempunyai
rancangan pengembangan PNS secara Miles, Mattew. B dan Huberman, Michael.
jelas. Para PNS pada gilirannya menjadi A, (1992); Analisis Data Kualitatif,
kesulitan dan mendapatkan ketidakjelasan Jakarta: UI Press
ketika harus memikirkan pengembangan
Nawawi, Hadari (2005); Pengembangan
kariernya. Kondisi seperti ini ditambah
Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis
dengan tidak jelasnya arah pengembangan
Yang Kompetitif, Yogyakarta: Gadjah
PNS melalui program diklat-diklat yang
Mada University Press
selama ini diselenggarakan oleh instansi
pemerintah. Pola pengembangan PNS Notoatmodjo, Soekidjo (2003); Pengembangan
sebaiknya mengacu pada aspek Sumber Daya Manusia, Jakarta:
peningkatan kualitas dan karier PNS. Rineka Cipta
Pengembangan PNS sebaiknya mengacu Robbins, Stephen. J (1994); Teori
pada masing-masing visi dan misi Organisasi Struktur, Desain, dan
organisasi. Untuk mengembangkan Aplikasi, Jakarta: Arcan
kualitas PNS dapat sebaiknya diterapkan Ruky, Ahmad. S (2006); Sumber Daya
melalui pembinaan disiplin, moral, dan Manusia Berkualitas Mengubah Visi
etika, penilaian kinerja, diklat teknis, dan Menjadi Realitas, Jakarta: PT
pem-berdayaan. Sedangkan beberapa Gramedia Pustaka Utama
aspek dominan yang perlu dijadikan dasar
dalam membangun karier PNS diantaranya Salusu. J (2005); Pengambilan
ada pembinaan karier, jalur karier yang Keputusan Stratejik Untuk Organisasi
jelas, diklat jabatan, dan menerapkan Publik dan Organisasi Non Proprofit,
sistem kompetensi. Jakarta: Grasindo
Siagian, Sondang. P, (2003); Administrasi
B. Rekomendasi Pembangunan:Konsep, Dimensi, dan
Dalam rangka menciptakan model Strateginya, Jakarta:PT Bumi Aksara
strategi pengembangan PNS yang tepat, Soetjipto, Budi. W dan Martdianty,
guna membentuk PNS yang berkualitas Fanny (2006); Mengembangkan
dan profesional aspek-aspek seperti visi, Potensi Sumber Daya Manusia,
misi, dan tujuan organisasi harus dijadikan Jakarta: LM FEUI
sebagai dasar untuk membangun pola
Sulistiyani, Ambar. T, (2004); Memahami
pengembangan PNS. Disamping beberapa
Good Governance Dalam Perspektif
aspek dominan tersebut diatas, ada hal-hal
Sumber Daya Manusia, Yogyakarta:
yang perlu diperhatikan yaitu adanya
Gava Media
pembinaan disiplin, moral, dan etika,
Syamsudin, Sadili (2006); Manajemen
kemudian penilaian kinerja, diklat teknis,
Sumber Daya Manusia, Bandung: Pustaka
dan pemberdayaan. Sedangkan beberapa
Setia
hal yang perlu diperhatikan dalam
membangun karier PNS adalah adanya Simamora, Hanry, (1995); Manajemen
pembinaan karier, melalui jalur karier yang Sumber Daya Manusia, Yogyakarta:
jelas, diklat jabatan, dan menerapkan STIE YKPN

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Zainun, Buchari (2001); Manajemen Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999;


Sumber Daya Manusia Indonesia, Tentang Perubahan Atas UU Nomor 8
Jakarta: PT Gunung Agung Tbk Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, Jakarta: BKN

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Call for Papes:


“CIVIL SERVICE”
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Redaksi “Civil Service”, Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS yang dikelola oleh Pusat Pengkajian dan
Penelitian Kepegawaian, Badan Kepegawaian Negara mengundang para akademisi dan praktisi serta para
pengelola kepegawaian untuk mempublikasikan tulisan/artikel maupun hasil riset terkait/relevan pada
Volume IV Nomor 1 dan 2 Tahun 2010.

Tema yang diangkat pada Volume IV Nomor 1 Tahun 2010 adalah “Reformasi Kepegawaian” dan tema pada
Volume IV Nomor 2 Tahun 2010 adalah “Profesionalisme PNS”. Urgensi penetapan tema ini didasarkan
pada kondisi objektif prioritas kebijakan pemerintah untuk melakukan reformasi birokrasi secara sistematis,
komprehensif, dan berkesinambungan, khususnya dalam bidang kepegawaian.

Naskah yang diterima dewan redaksi akan di-review oleh Redaksi Ahli. Naskah untuk Volume IV Nomor 1
Tahun 2010 diterima oleh Dewan Redaksi paling lambat Tanggal 30 April 2010 dan naskah untuk Volume IV
Nomor 2 Tahun 2010 diterima oleh Dewan Redaksi paling lambat Tanggal 30 September 2010. Naskah
dapat dikirim via email: puslitbang_bkn@yahoo.com.

Syarat penulisan artikel sesuai dengan format “Civil Service” yang dapat dilihat di www.bkn.go.id). Artikel
maksimal terdiri dari 15 – 30 halaman dan diketik dengan spasi tunggal. Abstraksi maksimal terdiri dari 250
kata dan disertai dengan keywords. Setiap artikel yang dikirimkan disertai dengan nama dan alamat
korespondensi penulis.

Contact Person:
 Hj. Siti Djaenab (021-80887011; 08159578984)
 Janry Haposan U. P. Simanungkalit (081310775217)

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

Anda mungkin juga menyukai