Anda di halaman 1dari 13

Nama : Raihan Abdurrafi Rachmat

Absen : 27

HARI KETIKA KAMU MENGHILANG

“Risa, ayo berangkat sekolah! Tian sudah menunggumu”

Suara mama mulai terdengar dari lantai bawah. Aku mengambil ransel berisi
buku-buku pelajaran dan turun ke bawah mengikuti perkataan mamaku. Dengan cepat
kuambil sepotong roti dengan lumuran mentega dan keluar rumah menghampiri Tian.

“Hati-hati ya di jalan. Pelan-pelan naik sepedanya ya, Tian” sahut mama.

“Iya tante! Kami berangkat dulu ya” jawab Tian.

Tian mulai menggoes sepedanya menuju sekolah. Tian memang sering


mengantarku ke sekolah dengan sepedanya, sudah dari masa kecil kita melakukan hal
ini karena memang dari lama kita adalah sahabat. Sesampainya di sekolah, kami
berpisah. Kelas kami memang berbeda tetapi itu tidak menjadi halangan bagi kami.

Pukul jam 3 sore. Bel pulang sekolah pun berbunyi, seperti biasa aku menunggu
Tian di depan gerbang sekolah, mengantarku pulang ke rumah juga. Di perjalanan,
aku hanya terdiam melihat pemandangan perumahan. Kami berdua memang tidak
banyak bicara saat melakukan aktivitas ini, itu semua juga karena ketika “dia”
menghilang.

Di tengah jalan, kami mampir ke sebuah mini market yang dijalani oleh sebuah
pasangan suami istri yang baru saja menikah. Aku membeli titipan ibuku kepadaku
dan Tian hanya membeli sebuah minuman soda. Saat membayar di kasir, perempuan
di hadapanku, atau lebih tepatnya sang istri, Kak Eva, pemilik mini market
mengajakku bicara.

“Risa, bagaimana kabarmu hari ini? Kok lesu kelihatannya” tanya Kak Eva.

“Oh, tidak apa-apa kok kak” jawabku sambil tersenyum kecil.


“Masa sih? Aku tidak percaya. Nih sebagai penyemangat!”
“Suamiku sangat menyukai kopi ini, dia mendapatkannya sangat banyak jadi
kuberikan beberapa kepadamu”

“Eh kenapa dikasih ke aku?”

“Bukankah kamu suka kopi? Suamiku mengatakannya kepadaku”

Kak Eva memberikanku 3 buah koping kalengan gratis. Padahal sejujurnya aku
tidak suka kopi. Tapi, karena Kak Eva bertujuan ramah, aku harus menerimanya.
Setelah membayar belanjaan, aku dan Tian pamit kepada Kak Eva. Kami pun
melanjutkan perjalanan pulang kami.

“Sejak kapan kamu suka kopi?” tanya Tian.

“Kapan aku bilang suka kopi ya? Minum saja aku tidak bisa” jawabku
“Dulu…Farrel suka dengan Kak Eva…” tambahku. “Maka dari itu aku sedih dan
menghindari Kak Eva”

“Kita sudah sampai di rumahmu. Cepat turun” ucap Tian.

Tanpa sadar kami sudah sampai di depan rumahku. Aku turun dari sepedanya dan
berusaha melihat raut wajah Tian karena terdengar dari suaranya dia seperti marah.

“Tian… sudah melupakan Farrel ya?” tanyaku.

“Aku tidak ingin membicarakan tentang Farrel” ucap Tian dingin sembari
memalingkan pandangannya.

“Kenapa?! Bukankah kita bersahabat?!”


“Kamu harus bisa menerima kenyataan dan melangkah maju! Dia sudah menghilang
selama 6 tahun!! Kita mungkin sudah tidak bisa bertemu dengan Farrel!”

Diriku marah mendengarnya, 1 buah kopi kaleng kulemparkan ke tubuh Tian dan
kaleng itu jatuh ke bawah.

“Kenapa melupakannya… Tian bodoh!” teriakku.

Tian hanya terdiam tidak menjawab. Aku berlari meninggalkan Tian sendirian.
Bukan masuk ke rumah melainkan lari ke sebuah ladang rumput. Sesampainya di sana,
aku hanya menangis kecil sambil duduk di antara rerumputan. Dulu kami bertiga
sering bermain di tempat ini, sama sekali tidak ada yang berubah, masih banyak
bunga yang mekar di ladang ini. Tapi, kami sudah tidak bisa kembali ke masa itu.

“Pulang ah”

Aku beranjak dan membersihkan rumput-rumput yang menempel di seragam


sekolahku. Saat ingin berjalan pulang, ada sebuah rumah yang menarik perhatianku.
Orang-orang bilang itu adalah rumah angker. Dulu kami pernah mencoba uji
keberanian, tapi karena takut, kami sama sekali tidak pernah mendekat.
Tetapi aku baru sadar ada sebuah lubang di tembok rumah itu.

“Aku baru tahu ada lubang di sini”

Karena penasaran, aku masuk sendirian. Biasanya kalau aku menemukan hal
menarik, aku akan memberitahu Tian. Tapi kami sekarang sedang berantem. Aku pun
merangkak masuk ke dalam lubang itu. Saat keluar, bukannya masuk ke dalam rumah
itu, aku kenapa keluar ke ladang rumput ini lagi? Lalu, yang tadinya sudah sore, langit
menjadi cerah seperti pagi hari.

“Tian!”

Aku mendengar ada suara laki-laki yang memanggil nama Tian. Penasaran, aku
mencoba mengintip dari tembok. Di situ aku melihat Tian yang sedang berada di atas
sepedanya dan suami Kak Eva sedang berada di dalam mobilnya, berbicara bersama.
“Kamu rajin sekali ya pagi-pagi begini”

“Hehe, soalnya aku mau jemput Risa” jawab Tian.

“Pagi? Apa yang mereka bicarakan?” pikirku. “Bukannya harusnya sudah malam?”
aku mencoba mengecek ponselku untuk melihat jam, tetapi entah mengapa ponselku
mati tidak ingin menyala.

Tiba-tiba, sinar matahari menyilaukan mataku. Matahari terlihat terbit, padahal


tadi matahari terbenam. Apa jangan-jangan sekarang itu tadi pagi? Semua jadi aneh,
setelah melewati lubang ini. Apakah karena melewati lubang itu, aku kembali ke tadi
pagi?

“Aku harus bagaimana ya?” ucap Tian kepada suami kak Eva.

“Apakah ini tentang Risa?”

“Aku bukannya ingin Risa melupakan Farrel. Aku hanya ingin dia melangkah maju,
tertawa seperti masa lalu. Tetapi aku tidak bisa menyampaikannya dengan baik”

“Karena itu kamu selalu ke ladang ini untuk merawat bunga kan?”

“Ini tempat kami bertiga sering main. Jadi kalau tempat ini berubah, Risa pasti sedih.
Setidaknya aku bisa melindungi tempat ini. Cuma ini satu-satunya hal yang bisa
kulakukan, supaya Risa bisa melihat bunga yang bermekaran lagi” ucap Tian.

Aku kaget. Kenapa selama ini aku tidak menyadarinya? Jika Tian ternyata
mempunyai pikiran yang sama denganku. Farrel dari dulu sama sekali tidak berubah.
Aku bergegas untuk kembali masuk ke lubang, ketika keluar dari lubang. Ponselku
menunjukkan waktu sebelum masuk ke lubang. Dengan segera aku langsung
menghampiri rumah Tian yang tidak jauh dari situ. Kuketuk pintu rumahnya, pas
sekali yang membukakan pintu adalah dia sendiri.

“Risa? Ada perlu apa?”


“Ah, maafkan aku tadi. Aku tidak akan begitu lagi soal Farrel”
“Aku yang seharusnya minta maaf. Selama ini aku terus-terusan bersedih, padahal
aku selalu mendapat semangat dari Tian. Tian selalu merawat bunga tempat bermain
kita dulu kan? Terima kasih ya, Tian” ucapku sambil tersenyum.

“Risa…”

“Jadi, Farrel pergi kemana ya?” tanyaku.

“Sudah hilang 6 tahun sih, hanya bisa cari tahu dengan mesin waktu. Tapi mustahil”
jawab Tian.
“Ada! Aku menemukannya sore ini di ladang kita biasa bermain”

“Hah? Tidak mungkin hal fiktif seperti itu ada”

“Tidak! Aku serius! Kalau tidak percaya, sekarang ayo kita kesana!”

“Oke…”

Dengan sepeda Tian, kami pergi ke rumah angker itu untuk menemukan
kebenaran mengenai hilangnya Farrel. Tian seperti melihatku tidak percaya, tapi
mesin waktu memang ada. Kalau tidak, tidak mungkin aku dan Tian berbaikkan
sekarang.

Karena Farrel menghilang 6 tahun lalu, sekarang kami akan pergi ke hari dimana
Farrel menghilang, untuk mencari tau semua misteri ini.

“Padahal tadi sudah gelap. Kenapa jadi terang begini?” ucap Tian.

“Kan sudah kubilang, lubang di dinding ini berhubungan dengan masa lalu”

Kami mulai berjalan-jalan menyusuri perumahan kami 6 tahun lalu. Mencoba


mencari petunjuk-petunjuk mencari Farrel. Tidak sengaja, aku bertabrakkan dengan
seorang anak kecil laki-laki.
“Aduh! Ah maaf, aku tidak melihat ke depan” tuturku.

“Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf” ucap bocah itu.

Bocah itu tidak lain lagi adalah Farrel, Farrel 6 tahun yang lalu. Air mataku entah
mengapa mengalir perlahan. Melihat sahabat lama yang sudah menghilang 6 tahun.
Walaupun dalam wujud masih kecil, hal ini sudah membuatku bahagia.

“Yang benar? Masa ini Farrel yang asli?” ucap Tian.

“Eh? Bagaimana kakak tahu namaku?” tanya Farrel.

“Farrel siapa mereka?”ucap bocah lelaki lain yang baru datang.

“Temanmu ya?” sahut bocah perempuan yang juga baru datang.

Ternyata mereka adalah Risa dan Tian pada masa kecil. Aku pun tidak percaya
karena melihat diriku di masa lalu sedikit aneh dan menggelitik perutku.

“Tian tidak buat PR? Liburan semester 1 sebentar lagi selesai lho” ucap Farrel kepada
Tian kecil.

“Tunggu, apakah kalian sekarang 4 SD? Hari terakhir liburan semester 1?” tanyaku.

“Iya kak” jawab Tian kecil.

Hari terakhir liburan semester 1 kelas 4 SD, hari dimana Farrel menghilang.
Berarti kita sudah kembali di masa itu.. Ke hari dimana Farrel menghilang. Aku dan
Farrel hanya melihat mereka bertiga bermain di ladang bunga dari jauh. DI kepalaku
terus mengalir, apakah jika Farrel tidak menghilang, sampai sekarang kami bertiga
akan selalu bersama-sama?
“Dek Risa!”

Terdengar suara yang familiar didengar. Suara Kak Eva, yang 6 tahun lalu masih
duduk di bangku kelas 2 SMA.

“Selamat siang, Kak Eva!” sapa Risa kecil.

“Siang Risa, Tian, dan Farrel”

“Kak Eva, hari ini mau ke rumah sakit kan? Biar aku temani” ucap Farrel.

“Terima kasih, Farrel, tapi kakak bisa sendiri kok”

“Masa perempuan pergi sendirian? Aku bisa menemani Kak Eva kok!”

“Tidak apa-apa, lagipula ini hari terakhir kalian libur semester kan? Mainlah
sepuasnya” ucap Kak Eva sambil mengelus rambut Farrel.

Dari dulu aku tahu Farrel menyukai Kak Eva, tapi aku tidak menyangka sampai
seperti itu ia berjuang sebagai anak kecil.

“Farrel menghilang bukan karena kecelakaan atau kasus kan?” tanya Tian.

“Iya. Memangnya kenapa?” tanyaku.

“Habisnya aneh tidak sih? Farrel tidak diikuti orang yang mencurigakan, tidak
mungkin sampai diculik orang kan. Jangan-jangan dia menghilang karena
keinginannya sendiri?”

“Apa maksudmu? Mana mungkin menghilangkan diri sendiri…”


“Aku tidak bilang begitu, tapi kalau memang begitu, dia pasti akan membicarakannya
pada kita kan. Habisnya Farrel tidak menceritakan hal itu kepada kita, jangan-jangan
dia memang sudah siap untuk tidak menceritakan tekadnya kepada siapa pun”

“Aku haus” ucap Farrel kecil memotong diskusi kami.

Untung saja aku menyimpan kopi kalengan pemberian Kak Eva tadi di dalam
tasku. Kuberikan lah 2 kopi itu kepada Farrel dan diriku yang masih kecil. Aku Juga
ingat dulu aku pura-pura bohong kepada Farrel jika aku suka kopi, padahal aku tidak
suka. Hal itu kulakukan karena dulu aku suka dengan Farrel, cinta main-main anak
kecil.

“Hei lihat, mereka sudah bubar. Ayo kita ikuti kemana perginya Farrel” sahut Tian.

Kami mulai mengikuti Farrel secara diam-diam. Kalau mengikuti Farrel sekarang,
aku bisa mengetahui alasan kenapa Farrel menghilang. Setelah mengikuti Farrel,
akhirnya kami sampai di rumah angker dekat ladang bunga.

“Rumah angker? Kenapa Farrel pergi ke sini sendirian? Kan tidak ada apa-apa di sini”
ucapku.

“Apa jangan-jangan Farrel akan masuk ke lubang itu? Bagaimana dia mngetahui hal
itu?” sahut Tian.

Melihat Farrel akan masuk ke lubang itu, aku mencegatnya. “Tunggu Farrel!”
Farrel pun menoleh ke belakang.

“Farrel, kenapa kamu bisa tahu ada lubang ini?! Ini kan bisa ke masa lalu..” ucapku

“Kalian jangan-jangan…Risa dan Tian dari masa depan?” tanya Farrel.

Farrel mengkap basah kami. Betul kami datang dari masa depan untuk mencari
kebenaran mengenai Farrel.
“Setelah ini aku akan menghilang” ucap Farrel.

“Apa maksudmu?” tanya Tian.

“Kak Eva dirawat di rumah sakit orang tuaku. Keluarga Kak Eva sudah meninggal,
jadi dia selalu di rumah sakit sendirian. Sebentar lagi dia akan menjalani operasi besar,
hal itu membuat Kak Eva selalu terlihat sedih”
“Aku ingin menjadi penopang bagi Kak Eva, tapi, anak kecil sepertiku tidak akan bisa
membantunya”
“Aku selalu berpikir, kenapa aku jadi anak-anak?”
“Sejak aku tahu lubang ini bisa menghubungkan masa lalu, aku berpikir kalau aku
bisa kembali dimana seumuran dengan Kak Eva, aku bisa menghiburnya”
“Karena itu sekarang aku pergi, untuk memperbaiki masa sekarang!”

Aku tidak percaya mendengar itu langsung dari Farrel. Alasannya hanyalah itu,
karena ia sangat peduli kepada Kak Eva. Walaupun tubuhnya mungil, masih kelas 4
SD, ia sudah mempunyai pikiran yang jauh lebih dewasa daripada diriku sekarang.

“Tunggu dulu. Apa kamu tahu betapa sedihnya aku dan Tian saat Farrel menghilang?
Walau begitu, Farrel tetap pergi?”
“Kak Eva akan tetap hidup. Dia menjadi dewasa, menikah, membangun sebuah mini
market bersama suaminya, dan terlihat bahagia”
“Jadi, Farrel tidak perlu sampai begini… Kumohon, jangan pergi…”

Aku menangis lagi sambil memeluk tubuh mungil Farrel. Aku tidak ingin
kehilangannya untuk ke 2 kalinya.

“Tidak apa-apa, nanti tidak bisa berada di sisinya pun tidak masalah. Mungkin aku
tidak bisa, ada di sisi orang yang aku pedulikan. Tapi, aku tidak akan menyerah
sebelum berusaha. Maafkan aku, Risa”. ucap Farrel sambil tersenyum hangat.

“Sudahlah Risa, biarkanlah dia” ucap Tian.


“Farrel, aku akan tetap mendukungmu. Karena kita adalah sahabat bukan?”
“Iya. Risa, aku tidak akan menyesal. Ini adalah pilihanku”

Farrel tersenyum. Tangan yang melingkar di tubuh Farrel kulepaskan. Ia


kemudian berjalan mendekati lubang itu. Tangisan di pipi kuseka dengan tangan,
sebelum melihat Farrel pergi, akhirnya aku bisa mengucapkan selamat tinggal untuk
terakhir kalinya kepada Farrel.

“Selamat jalan, Farrel. Berjuanglah, kami akan terus mendukungmu” ucapku.

Sosok anak kecil itu kemudian hilang, pergi menuju masa untuk menyelamatkan
Kak Eva. Aku ingin terus bersama, menjadi orang dewasa bersama-sama. Kami
memang kembali ke waktu dimana Farrel menghilang, dan kami memohon suapa
Farrel yang sudah dewasa tahu jika pilihannya hari ini adalah yang terbaik. Suatu saat
kita pasti akan bertemu Farrel lagi.

*Keesokan harinya

“Hei, Risa, kenapa Tian tidak masuk hari ini?” tanya salah satu teman.

“Tidak tahu. Dia juga tidak menjemputku pagi ini” jawabku.

Tian, tumben sekali dia tidak masuk sekolah. Karena khawatir, saat pulang
sekolah aku mencoba pergi ke rumahnya untuk mengecek kabar Tian.

“Tian sudah prgi dari tadi pagi tante? Tapi kenapa tidak masuk sekolah?”

“Apa jangan-jangan dia bolos? Dia pergi dengan seragam sekolah kok” ucap ibunya.

Di rumahnya juga tidak ada. Kata ibunya Tian sudah pergie sejak tadi pagi. Aku
panik tidak karuan. Sebelum berpikiran negatif, kucoba tanya-tanya kepada
warga-warga perumahan sekitar tetapi jawabannya tidak seperti yang aku inginkan.
Tempat terakhir yang kutahu hanyalah ladang bungan rumah angker, disana aku
hanya terduduk sedih, berpikir apakah jangan-jangan Tian menghilang juga seperti
Farrel?
“Bunga di sini, Tian yang merawat…”
“Tian, kamu pergi kemana?! Jangan tinggalkan aku sendirian…” teriakku sambil
menangis.

“Risa, sedang apa kamu di situ?” Terdengar suara Tian yang sedang keluar dari
lubang rumah angker.

“Kamu habis dari mana?!” tanyaku.


“Aku pergi ke 6 tahun yang lalu lagi, karena kaleng kopi”
“Kamu memberikannya 6 tahun yang lalu kan? Gawat kalau membiarkan benda masa
depan seperti ini di masa lalu”

“Tolong jangan lakukan hal itu lagi. Bagaimana kalau kamu tidak bisa kembali?!”
tegurku.

“Kamu mengkhawatirkan aku ya?” tanya Farrel.

“Ugh…aku cuman belum mengucapkan terima kasih kepada Kak Eva-”

Tunggu dulu, Kak Eva waktu itu berkata kalau aku suka kopi dan itu karena kak
Eva diberitahu oleh suaminya. Kenapa Kak eva bisa bilang seperti itu ya? Padahal aku
kan tidak pernah mengatakan suka kopi kepada siapapun…
Ah…cuma saat itu saja. Aku berpura-pura dewasa di depan Farrel, ya, cuma satu
kali itu saja. Jangan-jangan?!

“Tian, ayo ikut aku, ada hal yang ingin aku pastikan!”

Aku mengajak Tian pergi ke mini market Kak Eva dan suaminya berada. Untung
saja Kak Eva sedang jaga di dalam.

“Kak Eva, ada yang ingin aku tanyakan. Kak eva bilang aku menyukai kopi kan”
“Siapa yang memberi tahu kakak?!”
Kak Eva sedikit terkaget mendapati pertanyaan itu, kemudian Kak Eva menjawab
“Suamiku”

Kemudian terlihat sosok pria dewasa mengenakan setelan jas yang masuk ke dalam
mini market, sepertinya pria itu baru saja pulang dari kantornya “Tuh dia” ucap Kak
Eva.

Aku melangkah cepat ke pria itu. Belum pria itu menyapaku, aku langsung
melayangkan pukula ke pipi pria itu. Tentu saja pria itu ambruk dan terjatuh di lantai.
Sontak itu membuat Tian dan Kak Eva kaget.

“Risa! Kamu ngapain sih?!” ucap Tian.

“Aku berbohong kalau suka kopi hanya sekali dan hanya di depan 1 orang. Maaf bila
aku salah, suami Kak Eva, lebih tepatnya nama kamu Farrel kan?!”

Suami kak Eva selama ini adalah sosok Farrel yang kami cri-cari. Tetapi Farrel
dihadapan kami bukanlah Farrel yang seumuran dengan kami, melainkan Farrel yang
lebih dewasa dan menikah dengan Kak Eva.

“Ya, kau benar Risa” ucap Farrel sambil berdiri.


“Risa, Tian, akhirnya kita berkumpul lagi. Aku selalu mengingat kenangan saat kita
bersama…”
“Tetapi, aku sangat bahagia dengan keadaanku sekarang. Masa lalu seindah apapun,
itu hanyalah kenangan. Sekarang aku akan menentukan masa depanku sendiri.”
“Tapi aku akan mendukung kalian, jangan selalu melihat masa lalu, melangkah maju
ke depan. Kalian juga buatlah masa depan kalian sendiri…”
.
.
.
.
Misteri tentang hilangnya Farrel selesai. Selama ini Farrel berada di dekat kita,
bersama Kak Eva yang ia cintai. Mendengar nasihat Farrel dewasa membuatku
tersadar, jika aku memang terus melihat ke masa lalu.
“Aku benar-benar senang, saat bersama Tian dan Farrel. Karena sangat senang, jadi
aku tidak ingin membiarkannya tinggal kenangan”
“Tapi, harapan seperti apapun, ladang bunga ini, kita juga, sama sekali tidak berubah
sejak dulu”

Sekarang semuanya sudah berbeda, kami tidak bisa membuat masa depan kami
bertiga. Tapi sekarang, aku akan membuat masa depanku. Aku bertekad untuk tidak
sksn ke masa lalu atau pun masa depan lagi.
Sejak Farrel menghilang di hari itu, aku merasa hari-hari penuh senyuman ku
juga hilang, tapi sekarag aku merasa bahagia. Aku yakin aku bisa membuat masa
depan seperti yang aku inginkan, sesuai dengan keinginan kami.

Anda mungkin juga menyukai