Pembimbing :
dr. Tendi Novara, Sp.An
Disusun oleh :
1. Fitriyanur Sahrir G1A212108
2. Zuldi Erdiansyah G1A212109
3. Vemy Melinda G4A013041
2013
i
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
Disusun oleh:
1. Fitriyanur Sahrir G1A212108
2. Zuldi Erdiansyah G1A212109
3. Vemy Melinda G4A013041
Pembimbing,
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN................................................................. ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ......................................................................... iv
I. PENDAHULUAN…………………………………………………. 1
A. Latar Belakang…………………………………………….. 1
B. Tujuan Penulisan…………………………………………... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………... 2
A. Anestesi Spinal ........................................................... 2
B. TURP .................................................................... 3
C. Anestesi Spinal Pada TURP..................................... 6
III. KESIMPULAN .............................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………. 18
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa
sehingga referat yang berjudul "Anestesi Spinal pada TURP" dapat terselesaikan
dengan baik.
Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti ujian
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto. Selain hal di atas, tentunya penulis berharap
pembuatan laporan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Kiranya dapat penulis kemukakan bahwa tidak mungkin laporan ini dapat
diselesaikan tanpa bantuan dan dorongan serta kerjasama berbagai pihak sehingga
dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-
tulusnya kepada :
1. dr. Tendi Novara, Sp.An. selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian
Ilmu Anestesi dan Reanimasi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.
2. Seluruh staf dan karyawan yang banyak membantu selama menjalani
Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi dan Reanimasi RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.
3. Teman-teman sejawat UNSOED Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi dan
Reanimasi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
referat ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menerima saran
dan kritik yang membangun guna penyempurnaan pembuatan referat ini.
Penulis
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada Operasi TURP dari segi anesthesiology dapat dikerjakan secara anestesi
umum dan anestesi local tertentu. Masing-masing pendekatan memiliki keuntungan dan
kekurangan tertentu. Pada berbagai Negara maju telah menjadi sebuah kesepakatan bahwa
dalam tindakan operative TURP yang digunakan adalah anestesi local yaitu anestesi
spinal. Inggris melakukan tindakan anestesi spinal pada 75% kasus TURP, Karen secra
teoritis hal ini meliki keuntungan seperti pendeteksian dini pada sindroma TURP.
Keputusan akan pemberian anestesi sangatlah bergantung dair keadaan pasien dan
pendekatan anesthesiologist dan urologist.
B. Tujuan Penulisan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anestesi Spinal
Anestesi spinal didapatkan dengan menyuntikkan obat anestesi local secara
langsung ke dalam cairan cerebrospinal di dalam ruang subarachnoid. Jarum spinal
diinsersikan di bawah lumbal 2 dan di atas vertebra sakralis 1. Batas ini dikarenkan
adanya ujung medulla spinalis dan batas bawah dikarenakan penyatuan vertebra
sakralis yang tidak mungkin dilakukan insersi (Soenarjo et al, 2013).
Tingkat keberhasilan teknik spinalis ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya
dosis obat, volume, posisi pasien serta komplikasi yang mungkin ditimbulkan. Efek
yang ditimbulkan bisa berkaitan dengan farmakologis obat, fisiologis tubuh, teknik, dan
peralatan yang digunakan, terutama jarum spinal (Sutiyono et Winarno, 2009)
1. Teknik anestesi
a. Persiapan
1) Monitor standar, seperti EKG, tekanan darah, pulse oksimetri.
2) Obat dan alat resusitasi, seperti oksigen, bagging, suction, dan set intubasi.
5) Obat anestesi local untuk anestesi spinal dan untuk infiltrasi local kulit dan
jaringan subkutan.
2
Terdapat dua posisi pasien yang memungkinkan dilakukannya insersi
jarum, yaitu posisi lateral dengan lutut ditekuk ke perut dan dagu ditekuk ke
dada. Posisi lainnya adalah posisi duduk flesi dimana pasien duduk pada pinggir
troli dengan lutut diganjal bantal. Posisi fleksi akan membantu identifikasi
atau “Tappered Point”. Insersi dilakukan dengan menyuntikkan jarum sampai ujung
keluhan nyeri kepala pasca pungsi dura (PDPH) (Soenarjo et al, 2013).
3. Efek samping
1) Hipotensi.
2) Bradikasrdi.
3) Hematome.
5) Perdarahan.
6) Infeksi.
3
menghilangkan hyperplasia prostat yang menekan uretra. Operasi ini perlu
penekanan pada uretra yang dapat menyebabkan penyumbatan yang pada akhirnya
Anestesi spinal digunakan pada operasi TURP dengan sedasi, sebuah citoscope
yang dimasukkan melalui uretra sampai ke bladder, kemudian bladder diisi dengan
bagian yang membesar, dan kateter akan dibiarkan sampai beberapa hari. Observasi
2. Klasifikasi BPH
a. Early BPH
Bladder
Uretra
Enlargement of the
prostate starts to
b. Moderate BPH
4
Urethra become
narrowed
c. Severe BPH
i. Retensi urin.
5
j. Batu vesica urinaria.
4. Preoperasi
a. Harus diinformasikan tentang kondisi kesehatan, apakah punya riwayat
sebelumnya.
b. Bila menggunakan obat seperti aspirin dan ibuprofen maka harus berhenti
penyembuhan.
6
1. Persiapan Pasien
Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed concent)
penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT)
agar tindakan anestesi dan operasi lebih lancar. Namun, premedikasi tidak berguna
bila diberikan pada waktu yang tidak tepat (Soenarjo, et al., 2013).
2. Perlengkapan
Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan
operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan
tindakan resusitasi. Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal
memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16-G
sampai dengan 30-G. Obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain,
tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi
Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis cairan
gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke
atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alkohol (Yang, 2009).
7
Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung
bambu runcing (jenis Quinke-Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya
seperti ujung pensil (Whitacre). Ujung pensil banyak digunakan karena jarang
Narkotik Analgetik
Dosis :
Papaveratum : 0,3 mg/Kg
Pethidin : 50-100 mg/Kg
Phentanyl : 100 mcg
5. Obat yang dipakai untuk induksi spinal
Bupivacain, untuk anestesi spinal, dosis yangdigunakan adalah 7-15 mg (larutan
0,75%).
6. Teknik Anestesi
Adapun tahapan spinal anestesi adalah (Soenarjo et al, 2013):
Teknik untuk melakukan anestesi spinal yaitu dengan posisi duduk atau posisi
tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling
sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan
8
c. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alcohol.
d. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan. Untuk mencapai cairan
serebrospinalis, maka jatum suntik akan menembus : kulit subkutis
ligamentum supraspinosum ligamentum interspinosum ligamentum
flavum ruang epidural duramater ruang subarachnoid.
e. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23 G
atau 25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27 G atau
29 G dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer) yaitu jarum suntik
biasa semprit 10 cc. Tusukan introducer sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit
ke arah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang
jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam irisan jarum haruis sejajar
dengan dengan serat duramater untuk menghindari kebocoran likuor yang
dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi
menghilang, mandarin juarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit
berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0.5 ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Untuk BAB
anelgesi spinal kontinyu dapat dimasukkan kateter.
f. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6 cm.
a. Pendarahan
Perdarahan pada TURP akan menimbulkan hipovolemia,
9
b. Sindrom TURP
Reseksi prostat transurethral sering membuka jaringan ekstensif sinus
Absorbsi dari cairan dalam jumlah yang besar (2 liter atau lebih)
sindromTURP .
a) Hiponatremia
b) Hipoosmolaritas
c) Overload cairan
d) Gagal jantung kongestif
e) Edema paru
f) Hipotensi
g) Hemolisis
h) Keracunancairan
i) Hiperglisinemia
j) Hiperamonemia
k) Hiperglikemia
l) Ekspansi volume intravaskular
Sindrom TURP adalah satu dari komplikasi tersering pembedahan
waktu perioperatif. Angka mortalitas dari sindrom TURP ini sebesar 0,99%
cairan irigasi agar daerah yang di irigasi tetap terang dan tidak tertutup oleh
darah.
10
Syarat cairan yang dapat digunakan untuk TURP adalah: isotonik, non-
disterilisasi dan tidak mahal. Akan tetapi sayangnya cairan yang memenuhi
cairan nonelektrolit hipotonik sebagai cairan irigasi seperti air steril, Glisin
(230 Osm/L). Cairan yang boleh juga dipakai tapi jarang digunakan adalah
1) Hipovolemi, Hipotensi
Tanda hemodinamika klasik dari Sindrom TURP, ketika glisin
2) Gangguan Penglihatan
Salah satu komplikasi dari Sindrom TURP adalah kebutaan sementara,
bersamaan dengan gejala lain dari Sindom TURP atau bisa jugamenjadi
11
3) Perforasi
Perforasi dari kandung kemih bisa terjadi saat TURP berkaitan dengan
adalah penurunan kembalinya cairan irigasi dari kantung kemih. Dan diikuti
agar bisa terjadi letusan. Tetapi jika udara masuk bersama dengan
4) Koagulopati
DIC ( Disseminated Intravasculer Coagulation) bisa terjadi berkaitan
Degradation Products) yang tinggi(FDP > 150 mg/dl) dan plasma fibrinogen
12
5) Bakteremia, Septisemia dan Toksemia
Sekitar 30% dari semua pasien TURP memiliki urin yang terinfeksi saat
preoperatif. Ketika prostat sinus vena terbuka dan digunakan irigasi dengan
produksi toksin dari koagulasi jaringan akan berakibat keadaan toksik pada
6) Hipotermia
Hipotermia merupakan observasi yang selalu dilakukan pada pasien
13
tersebut harus dimulai sebelum tejadi komplikasi sistem saraf pusat dan
tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam. Di samping itu beberapa operator
lebih dari satu jam staging TURP harus dilakukan. Kapsul prostat harus
lambat dan tidak lebih dari 0,5 meq/per 1 jam atau tidak lebih cepat dari100
14
meredistribusi air dari sel menuju ruang ekstraseluler, dimana akan
dengan infus heparin 2000 unit secara bolus( dan kemudian diberikan 500
unit tiap jam). Fresh Frozen Plasma (FFP) dan platelet juga bisadigunakan
15
infusglisin untuk menurunkan efek toksik dari glisin pada jantung.
hipertonis harus tidak diberikan dengan kecepatan tidak lebih dari 100
urea kreatinin, osmolaritas, glisin, dan amonia. Pemeriksaan gas darah dapat
melihat PH, PO2, PCO2, dan karbonat. Perlu juga dilakukan EKG untuk
16
BAB III
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
Davies, J., Eden, C., Boot, S., Langley, S. 2005. A patient’s Guide to TURP – Your Prostat
Operation. Prostat Cancer Centre, Guildford.
Moorthy H K, Philip S. 2001. TURP syndrome - current concepts in the pathophysiology and
management. Indian J Urol;17:97-102
Norris HT, Aasheim GM, Sherrard DJ, Tremann JA. 1973. Symptomatology, pathophysiology
and treatment of the transurethral resection of the prostate syndrome. Br J Urol: 45:
420-427.
Olsson J, Nilsson A. Hahn RG. 1995. Symptoms of the transurethral resection syndrome using
glycine as the irrigant. J Urol; 154: 123-128.
Soenarjo, et al. 2013. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FAkultas
Kedokteran UNDIP/dr. Kariadi Semarang
Sutiyono et Winarno. 2009. Jarum Spinal dan Pengaruuh yang Mungkin Terjadi. Jurnal
Anestsiologi Indonesia
Yang Q, Petes TJ, Donovan JL, Wilt TJ, dan Abrams P. 2009. British Journal of Anasthesia.
Comparison of Intrathecal Fentanyl and Sufentanil in Low Dose Dilute Bupivacaine
Spinal Anasthesia for Transurethral Prostectomy”. Vol 103,Number 5. Page 750
18