Anda di halaman 1dari 16

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Glukosa Darah
Glukosa adalah sumber energi utama bagi tubuh manusia. Beragam jenis
makanan diubah menjadi glukosa setelah melalui sistem pencernaan untuk
membentuk suatu energi siap pakai yang dapat dibawa oleh jaringan darah ke
otak dan organ tubuh lain (Shadine, 2010).
Kadar glukosa darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan
dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa darah yang normal pada
pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dl darah. Kadar
glukosa darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dl pada 2 jam setelah makan
atau minum cairan yang mengandung glukosa maupun karbohidrat lain. Kadar
glukosa darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif
setelah usia 50 tahun, terutama pada orang yang tidak aktif (Arisandi, 2015).
Kadar glukosa tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan
mengalami penurunan di waktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan
mengalami hiperglikemia apabila kadar glukosa dalam darah jauh di atas nilai
normal, sedangkan hipoglikemia adalah suatu kondisi dimana seseorang
mengalami penurunan nilai glukosa dalam darah di bawah normal (Shadine,
2010).
Glukosa baru dapat diubah menjadi energi setelah berada di dalam sel
jaringan, seperti sel otot. Masuknya glukosa ke jaringan sel diperlukan satu alat
bantu (hormon) yaitu insulin. Terjadi satu kondisi, dimana glukosa tidak dapat
masuk ke sel otot. Penyebabnya adalah kekurangan insulin atau karena sesuatu
hal insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan benar (Fransisca, 2012).
Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang
bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah atau kadar glukosa dalam darah
dan insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan
protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin
berfungsi menurunkan kadar glukosa dalam darah (Shadine, 2010).
6

Pankreas atau kelenjar liur perut adalah sebuah kelenjar yang letaknya
dibelakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk peta,
karena itu disebut pulau-pulau langerhans yang berisi sel beta yang
mengeluarkan hormon insulin, yang sangat berperan dalam mengatur kadar
glukosa darah (Fransisca, 2012).
Suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah tinggi karena tubuh
tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat disebut
diabetes mellitus (Arisandi, 2015). Diabetes sering terdeteksi ketika seseorang
mengalami gejala-gejala yang disebabkan oleh diabetes seperti serangan jantung,
stroke, neuropati, penyembuhan luka yang lama, gangguan penglihatan,
beberapa infeksi jamur, dan melahirkan bayi dengan macrosomia atau
hipoglikemia (Sutanto, 2010).
a. Gejala Diabetes Mellitus
Gejala Diabetes Mellitus bervariasi tergantung organ mana yang terkena.
Tidak sedikit pula orang yang ditemukan terkena diabetes setelah mengalami
komplikasinya. Tiap orang memiliki kepekaan yang berbeda dan kadang tidak
merasakan adanya perubahan dalam diri (Tandra, 2013).
Beberapa keluhan utama dari diabetes adalah banyak kencing, rasa haus,
berat badan turun, rasa seperti flu dan lemah, pandangan kabur, luka yang sukar
sembuh, kesemutan, gusi merah dan bengkak, kulit kering dan gatal, mudah
terserang infeksi (Tandra, 2013).
b. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Ada 2 jenis diabetes yang umum terjadi dan derita banyak orang yaitu
diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2. Penyakit diabetes tipe 1 sering disebut Insulin
Dependent Diabetes Mellitus atau diabetes mellitus yang bergantung pada
insulin. Diabetes tipe 1 ini berkaitan dengan ketidak sanggupan pankreas untuk
membuat insulin karena kerusakan atau gangguan fungsi pankreas (Apriyanti,
2010).
Karena kekurangan insulin, glukosa tetap ada di dalam aliran darah dan
tidak dapat digunakan sebagai energi. Beberapa penyebab pankreas tidak dapat
menghasilkan insulin pada penderita diabetes tipe 1, antara lain adalah faktor
keturunan atau genetika, jika salah satu atau kedua orang tua menderita diabetes
7

maka akan berisiko terkena diabetes. Penyebab yang kedua adalah autoimunitas,
autoimunitas yaitu tubuh alergi terhadap salah satu jaringan atau jenis selnya
sendiri yang ada dalam pankreas. Tubuh kehilangan kemampuan untuk
membentuk insulin karena sistem kekebalan tubuh menghancurkan sel-sel yang
memproduksi insulin. Penyebab terakhir yaitu virus atau zat kimia yang
menyebabkan kerusakan pada kelompok-kelompok dalam pankreas tempat
insulin dibuat. Semakin banyak kelompok sel yang rusak, semakin besar
kemungkinan seseorang menderita diabetes (Apriyanti, 2010).
Penyakit diabetes tipe 2 sering juga disebut Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus atau diabetes mellitus tanpa bergantung pada insulin. Berbeda
dengan diabetes tipe 1, pada tipe 2 masalah yang terjadi bukan karena pankreas
tidak dapat memproduksi insulin tetapi karena insulin yang diproduksi tidak
cukup. Insulin yang diproduksi dihisap oleh sel-sel lemak akibat gaya hidup dan
pola makan yang tidak baik, sedangkan pankreas tidak dapat memproduksi
cukup insulin untuk mengatasi kekurangan insulin sehinga kadar glukosa dalam
darah akan naik (Apriyanti, 2010).
Penyebab diabetes tipe 2 karena insulin yang dihasilkan oleh pankreas
tidak mencukupi untuk mengikat glukosa yang ada dalam darah akibat pola
makan atau gaya hidup yang tidak sehat. Beberapa penyebab utama diabetes tipe
2 antara lain faktor keturunan, pola makan atau gaya hidup yang tidak sehat,
kadar kolesterol yang tinggi, jarang berolahraga, obesitas atau kelebihan berat
badan (Apriyanti, 2010).
c. Patofisiologi Diabetes Mellitus
Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel
yang rusak. Disamping itu, tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh
dapat berfungsi dengan baik. Energi pada manusia berasal dari makanan yang
dikonsumsi sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat (glukosa dan tepung-
tepungan), protein (asam amino), dan lemak (Suyono, 2013).
Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan
selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu makanan dipecah menjadi
bahan dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein
menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu
8

akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan
diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh
sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan
itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat
makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia, yang hasil akhirnya
adalah energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme ini
insulin bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat
digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah hormon yang dikeluarkan oleh
sel beta di pankreas (Suyono, 2013).
Dalam keadaan normal yaitu kadar insulin cukup dan sensitif, insulin
akan ditangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot,
kemudian membuka pintu masuk sel sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel
untuk kemudian dibakar menjadi energi atau tenaga. Akibatnya kadar glukosa
dalam darah normal (Suyono, 2013).
Pada diabetes, dimana didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada
keadaan kualitas insulinnya tidak baik (resistensi insulin), meskipun insulin ada
dan reseptor juga ada, tapi karena ada kelainan di dalam sel itu sendiri pintu
masuk sel tetap tidak dapat terbuka sehingga glukosa tidak dapat masuk ke
dalam sel untuk dibakar (metabolisme). Akibatnya glukosa tetap berada di luar
sel sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat (Suyono, 2013).
d. Diagnosis Diabetes Mellitus
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah
sewaktu > 200 mg/dl atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Bila hasil pemeriksaan glukosa darah
meragukan, pemeriksaan TTGO diperlukan untuk memastikan diagnosis
diabetes mellitus. Untuk diagnosis diabetes mellitus dan gangguan toleransi
glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-
kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi
diagnosis diabetes mellitus pada hari yang lain (Mansjoer, 2009).
9

e. Komplikasi Diabetes Mellitus


Hiperglikemia yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan
kerusakan berbagai sistem tubuh terutama syaraf dan pembuluh darah. Beberapa
komplikasi dari diabetes yang sering terjadi adalah meningkatnya risiko penyakit
jantung dan stroke, neuropati (kerusakan syaraf) di kaki yang mengakibatkan
kejadian ulkus kaki, infeksi dan bahkan keharusan untuk amputasi kaki,
retinopati diabetikum, gagal ginjal, dan risiko kematian penderita diabetes secara
umum adalah dua kali lipat dibandingkan bukan penderita diabetes (Infodatin,
2014).
2. Stroke
Stroke terjadi saat aliran darah ke otak terganggu yang mengakibatkan
pasokan darah ke otak berkurang atau berhenti sama sekali. Otak manusia sangat
memerlukan pasokan darah, karena dalam darah terdapat nutrisi dan oksigen
untuk otak. Oleh karena kerja otak manusia tergantung pada pasokan darah,
maka bila pasokan darah berkurang atau berhenti sama sekali, otak tidak dapat
bekerja atau fungsi kontrol otak jadi berkurang atau hilang. Bila hal ini terjadi,
maka fungsi kontrol otak ke bagian tubuh tertentu akan terganggu atau rusak,
maka kelumpuhan pada bagian tubuh tertentu akan timbul (Wardhana, 2011).
a. Faktor Penyebab Stroke
Penyebab serangan stroke secara umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu
penyebab internal yang irreversible (faktor risiko tak terkendali) dan penyebab
eksternal yang reversible (faktor risiko terkendali) (Wardhana, 2011).
Penyebab irreversible serangan stroke, adalah penyebab serangan stroke
yang berasal dari diri sendiri (internal) dan faktor penyebab ini termasuk faktor
risiko tak terkendali atau faktor yang tak bisa dihindari. Faktor ini merupakan
faktor bawaan yang ada di dalam diri. Faktor risiko yang tidak bisa dihindari
adalah faktor jenis kelamin, faktor usia, faktor keturunan riwayat stroke, faktor
keturunan ras/etnik (Wardhana, 2011).
Faktor reversible serangan stroke adalah faktor penyebab serangan stroke
yang bisa dihindari atau dikendalikan. Dikatakan bisa dihindari atau
dikendalikan karena faktor risikonya dari luar (eksternal) yang bisa dihindari
atau dikendalikan dengan menggunakan obat tertentu dibantu pola hidup dan
10

pola makan yang baik. Penyebab eksternal tersebut meliputi kadar kolesterol
darah, kadar glukosa darah, kebiasaan merokok, kebiasaan minum alkohol,
kebiasaan memakai obat-obatan terlarang, tekanan darah tinggi (hipertensi)
(Wardhana, 2011).
b. Diagnosis Stroke
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil
pemeriksaan alat dan pemeriksaan fisik, yang dapat menentukan lokasi
kerusakan otak yang terserang. Dalam diagnosis ini diusahakan agar proses
pemeriksaan yang dilakukan tidak memakan waktu yang terlalu lama, demi
meminimalkan hilangnya waktu emas antara onset timbulnya penyakit dan
dimulainya terapi (Junaidi, 2011).
Evaluasi klinis pasien stroke:
1) Riwayat Penyakit
Untuk mendiagnosis stroke dapat dilihat dari riwayat penyakit stroke
sebelumnya, kapan waktu timbulnya gejala, aktivitas apa yang sedang dilakukan
saat serangan stroke, dan pola perburukan gejala (misalnya perburukan
maksimal saat onset, perburukan lambat, perburukan dalam pola seperti tangga).
Tanda-tanda yang menyertai seperti nyeri kepala, nyeri leher, muntah, dan
penurunan kesadaran. Faktor risiko/riwayat penyakit vaskuler seperti hipertensi,
dislipidemia, infark miokard, angina, palpitasi, penyakit jantung rheuma, gagal
jantung, aneurisme aorta, penyakit arteri perifer, merokok, dan diabetes mellitus.
Kondisi nonaterosklerotik yang berhubungan dengan defisit neurologis fokal
misalnya riwayat kejang, migren, tumor otak, aneurisma serebral, trauma kepala,
sklerosis multiple, diskrasia darah, penggunaan obat terlarang (Goldszmidt,
2011).
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilihat dari tanda vital yaitu pemeriksaan
neurologis, pemeriksaan HEENT terhadap trauma kepala, dan perubahan retina
(hipertensif, kristal kolesterol, papiledema, perdarahan subhialoid). Pemeriksaan
ada tidaknya bunyi yang dihasilkan akibat turbulensi ketika darah melewati
pembuluh arteri yang mengalami penyempitan (bruit) pada leher, abdomen, dan
vaskuler perifer. Pemeriksaan jantung ada tidaknya suara yang muncul akibat
11

turbulensi atau aliran darah yang tidak normal (murmur), bising jantung (gallop),
disfungsi ventrikel, hipertensi pulmoner, aneurisme, melemahnya nadi, dan
perubahan kulit iskemik (Goldszmidt, 2011).
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis
adalah hitung darah lengkap untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab
stroke meliputi hematokrit > 60%; leukosit > 150.000/mm3; dan trombosit > 1
juta/mm3 atau > 20.000/mm3. Pemeriksaan adanya anemia sel sabit atau
hemoglobinopati lain, laju endap darah (meningkat pada tumor, infeksi,
vaskulitis), glukosa serum (hiperglikemia dapat memperburuk hasil akhir
kondisi akut; hipoglikemia dapat menyebabkan perubahan neurologis),
elektrolit, profil lipid, fibrinogen, PT, PTT, INR untuk mendeteksi koagulopati
dan sebagai patokan dalam terapi antikoaglukosasi, pemeriksaan antibodi
antikardiolipin, RPR untuk neurosifilis, dan skrining urin untuk kokain jika
terdapat kecurigaan (Goldszmidt, 2011).
c. Pembagian Stroke
Secara garis besar, stroke dibagi dalam dua kelompok besar yaitu stroke
perdarahan (hemoragik) dan stroke iskemik (Junaidi, 2011).
1) Stroke Iskemik
Serangan stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan
pasokan darah yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak.
Penyumbatannya adalah plak atau timbunan lemak yang mengandung kolesterol
yang ada dalam darah. Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh darah besar
(arteri karotis), pada pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh
darah kecil (Wardhana, 2011).
Penyumbatan pembuluh darah bisa terjadi karena dinding bagian dalam
pembuluh darah menebal dan kasar, sehingga aliran darah tidak lancar dan
tertahan. Oleh karena darah berupa cairan kental, maka ada kemungkinan akan
terjadi gumpalan darah (trombosis), sehingga aliran darah makin lambat dan
lama-lama menjadi sumbatan pembuluh darah. Akibatnya, otak mengalami
kekurangan pasokan darah yang membawa nutrisi dan oksigen yang diperlukan
oleh darah, dan ini berarti serangan stroke. Apabila kekurangan pasokan darah
12

berlangsung lama, otak tidak mendapatkan nutrisi dan oksigen maka sel-sel
jaringan otak akan rusak dan mati. Sel-sel jaringan otak yang rusak dan mati
tidak dapat dipulihkan kembali, tidak bisa melakukan regenerasi seperti halnya
sel-sel jaringan tubuh lainnya (Wardhana, 2011).
Awal mula penyumbatan terjadi karena adanya semacam luka kecil pada
bagian dalam pembuluh darah. Luka kecil ini diakibatkan oleh adanya tekanan
darah yang tinggi disertai dengan adanya gumpalan kolesterol dalam darah yang
menggores bagian dalam pembuluh darah. Luka kecil ini biasanya akan ditutup
oleh endapan gumpalan kolesterol (plak). Apabila terjadi tekanan darah yang
meninggi, endapan gumpalan kolesterol (plak) akan lepas terbawa arus aliran
darah dan akan berhenti pada pembuluh darah yang menyempit dan akhirnya
terjadilah sumbatan (Wardhana, 2011).
a) Klasifikasi Stroke Iskemik
Penggolongan berdasarkan perjalanan klinisnya dikelompokkan menjadi
Transient Ischemic Attack (TIA) yaitu serangan stroke sementara yang
berlangsung kurang dari 24 jam, Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
yaitu gejala neurologis yang akan menghilang antara > 24 jam sampai dengan 21
hari, Progressing stroke atau stroke in evolution yaitu kelainan atau defisit
neurologik berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat,
dan stroke komplit atau completed stroke yaitu kelainan neurologis sudah
lengkap menetap dan tidak berkembang lagi (Junaidi, 2011).
b) Gejala Stroke Iskemik
Stroke iskemik biasanya disebabkan oleh sumbatan karena thrombus dan
emboli. Gejala dan tanda-tandanya sesuai dengan bagian yang terserang, apakah
pada sistem karotis atau vertebrobasilaris (Junaidi, 2011).
Gejala yang disebabkan terserangnya sistem karotis adalah gangguan
penglihatan pada satu mata tanpa disertai rasa nyeri, terutama bila disertai
dengan kelumpuhan lengan, tungkai, atau keduanya pada sisi yang sama; defisit
motorik dan sensorik pada wajah, wajah dan lengan atau tungkai saja secara
unilateral; kesulitan untuk berbahasa, dan sulit mengerti atau berbicara (Junaidi,
2011).
13

Yang disebabkan terserangnya sistem vertebrobasilaris yaitu vertigo


dengan atau tanpa nausea dan atau muntah, terutama bila disertai dengan
diplopia, disfagi, atau disartri; mendadak tidak stabil; gangguan visual, motorik,
sensorik, unilateral, atau bilateral; hemianopsia homonim, serangan drop atau
drop attack (Junaidi, 2011).
c) Patofisiologi
Stroke iskemik terjadi karena aliran darah ke otak berkurang karena
sumbatan sehingga oksigen yang sampai ke otak juga berkurang atau tidak ada
tergantung berat ringannya aliran darah yang tersumbat. Sumbatan oleh plak
aterosklerosis, trombus (pecahan bekuan darah/plak), emboli (udara,lemak) pada
arteri otak yang bersangkutan merupakan sumbernya. Iskemik otak terjadi bila
aliran darah ke otak kurang dari 20 ml per 100 gram otak per menit. Plak
penyebab sumbatan terbentuk karena adanya proses aterosklerosis yang
diperkuat dengan hadirnya berbagai faktor risiko (Junaidi, 2011).
Stroke iskemik diawali dengan proses pembentukan plak aterosklerotik
melalui mekanisme aterosklerosis pada dinding pembuluh darah. Aterosklerosis
dimulai dengan adanya luka pada sel endotel pembuluh darah, yaitu lapisan
dalam pembuluh darah yang bersentuhan langsung dengan darah dan zat dalam
darah (Junaidi, 2011).
Semua diawali dengan adanya luka pada sel endotel, lalu timbul respon
terhadap luka endotel tersebut yang berlanjut dengan meningkatnya
permeabilitas sel endotel. Hal terus berimplikasi terhadap komponen-komponen
zat yang terdapat di dalam darah, yang dapat masuk ke lapisan tunika media
arteri. Mediator kemotaktik dari platelet akan menarik monosit dari sirkulasi
darah lalu menembus barier endotelial dan masuk ke ruang subendotel (Junaidi,
2011).
Di ruang subendotel ini monosit berubah bentuk menjadi makrofag yang
memainkan peranan kunci pada proses aterosklerosis. Makrofag tersebut akan
memakan tumpukan kolesterol LDL yang teroksidasi menjadi foam cell (sel
busa) di dinding pembuluh darah. Hasilnya terganggunya keseimbangan
kolesterol di makrofag karena kolesterol yang masuk ke dalam sel lebih besar
dari kolesterol yang keluar. Di bawah kondisi ini makrofag mensekresi produk-
14

produk tambahan yang memicu pergerakan sel-sel darah sehingga terjadi


proliferasi fibroblas dan sel otot polos pembuluh darah (Junaidi, 2011).
Akibat semakin menebalnya plak maka fibrous kolagen subendotel akan
robek. Hal ini menginduksi penempelan (adesi) faktor pembekuan darah seperti
platelet dan agregasi pada lesi endothelium. Proses ini akan berlanjut dengan
sekresi beberapa substansi yang menyebabkan perlengketan, termasuk Platelet
derived growth factor (PDGF). PDGF menyebabkan migrasi sel dari lapisan
media ke intima yang mampu menstimulasi perbanyakan (proliferasi) sel
(Junaidi, 2011).
Sel busa ini merupakan komponen yang penting yang membentuk
struktur massa plak (sumbatan). Plak yang terbentuk akan menjadi matang dan
dapat pecah lalu mengikuti aliran darah yang akan menyebabkan emboli dan
menyumbat aliran darah sehingga terjadi gangguan suplai oksigen (iskemia) baik
di pembuluh darah jantung maupun otak. Terjadinya sumbatan aliran darah akan
dilawan dengan meningkatkan tekanan darah. Usaha paksa ini akan
menyebabkan terjadinya turbulensi (arus balik) darah yang menyebabkan luka
pada endotel semakin besar sehingga plak yang terbentuk akan semakin besar
pula (Junaidi, 2011).
Karena tumpukan plak pada dinding arteri semakin banyak membuat
lapisan bawah garis pelindung arteri perlahan-lahan mulai menebal dan jumlah
sel otot bertambah. Setelah beberapa waktu, jaringan penghubung yang
menutupi daerah itu berubah menjadi jaringan parut (sklerosis). Jaringan parut
tersebut akan mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah sehingga mudah
pecah. Akibatnya mulai terjadi penempelan daerah parut oleh sel-sel darah yang
beredar dalam darah. Selanjutnya gumpalan darah dapat dengan cepat tertumpuk
pada permukaan lapisan arteri yang robek dan semakin lama semakin banyak
tumpukan terbentuk sehingga menimbulkan penyempitan arteri, lalu terjadi
penyumbatan total. Apabila aterosklerosis terjadi dalam arteri otak maka terjadi
serangan stroke iskemik (Junaidi, 2011).
2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada
15

penderita hipertensi (Yulianto, 2011). Terhalangnya suplai darah ke otak pada


stroke perdarahan disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah.
Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stres
psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga dapat
disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan lainnya, seperti mengedan,
batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya. Pembuluh darah yang pecah
umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis berbentuk balon yang disebut
aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak aterosklerotik (Junaidi, 2011).
a) Klasifikasi Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik ada dua jenis, yaitu perdarahan intraserebral (PIS) atau
perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak dan perdarahan subaraknoid
(PSA) atau perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara
permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak) (Yulianto, 2011).
b) Gejala dan Tanda Stroke Hemoragik, yaitu:
Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS) ini berupa gangguan kesadaran
sering sampai koma, nyeri kepala berat, nausea, muntah, pusing (vertigo), defisit
neurologis tergantung lokasi perdarahan; bila perdarahan ke kapsula interna
dapat ditemukan hemiparese kontralateral, hemiplegia, koma; perdarahan luas di
serebelum akan ditemukan ataksia serebelum (gangguan koordinasi), nyeri
kepala di oksipital, vertigo, nistagmus dan disartri; perdarahan terjadi di pons,
maka akan ditemukan kuadriplegik dan flaksid, pupil kecil, depresi pernapasan,
hipertensi, febris, penurunan kesadaran dengan cepat tanpa didahului sakit
kepala, vertigo, mual/muntah; perdarahan di talamus, defisit hemisensorik,
hemiparesis, afasia; perdarahan di lobus frontalis ditemukan hemiparesis
kontralateral dengan lengan lebih nyata. Parietalis ditemukan defisit persepsi
sensorik kontralateral dengan hemiparesis ringan. Oksipitalis ditemukan
hemianopsia dengan atau tanpa hemiparesis minimal pada sisi ipsilateral.
Temporalis ditemukan afasia sensorik (Junaidi, 2011).
Gejala Perdarahan Subaraknoid (PSA) pada penderita akan dijumpai
gejala seperti nyeri kepala yang hebat, kadang-kadang muntah, kaku leher serta
kehilangan kesadaran sementara dan setelah sadar kembali terdapat gejala kaku
kuduk, keluhan silau terhadap cahaya, mual, rasa enek dan fotofobia (Junaidi,
2011).
16

c) Patofisiologi
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi di dalam otak,
yaitu ganglia, batang otak, otak kecil, dan otak besar merupakan stroke yang
menimbulkan dampak paling fatal karena diatasi dengan segera melakukan
tindakan operasi. Operasi adalah tindakan penyelamatan yang paling memun
gkinkan unuk segera menghentikan perdarahan akan tetapi tindakan yang
beresiko cukup besar (Lingga, 2013).
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan yang terjadi diluar otak, yaitu
pembuluh darah yang berada dibawah otak atau selaput di luar otak. Perdarahan
yang menekan otak sehingga suplai darah ke otak terhenti. Perdarahan yang
terjadi bercampur dengan cairan yang terdapat di batang dan selaput otak akan
menghalangi aliran cairan otak sehingga menimbulkan tekanan (Lingga, 2013).
d. Penentuan jenis stroke
Secara sederhana jenis stroke dapat dikenali dari kecepatan terjadinya
serangan. Berikut ini gambaran klinis yang dapat digunakan untuk menentukan
jenis stroke (Junaidi, 2011).

Tabel 2.1 Gambaran Klinis untuk Menentukan Jenis Stroke


Gangguan Defisit
Jenis Stroke Nyeri Kepala
Kesadaran Fokal/Kelumpuhan
Stroke Tidak ada/ringan Tidak ada/ringan Berat
Iskemik/infark
Stroke perdarahan Berat Berat Berat
(PIS)
Stroke perdarahan Sedang-Berat Sedang Ringan/tidak ada
(PSA)
PIS = Perdarahan intra-serebral. PSA = Perdarahan sub-araknoid

Tabel 2.2 Perbedaan Stroke Perdarahan dan Iskemik

Gejala & Tanda Stroke Perdarahan Stroke Iskemik


Saat kejadian/onset Sedang aktif Saat istirahat
17

Peringatan TIA Tidak ada Ada


Nyeri kepala Hebat Ringan/sangat ringan
Kejang Ada Tidak ada
Muntah Ada Tidak ada
Penurunan kesadaran Sangat nyata Ringan/sangat ringan
Nadi bradikardia/lambat ++ (sejak awal) +/- (hari ke-4)
Edema papil mata + (sering) -
Kaku kuduk + -
Kernig, Brudzinki ++ -

3. Hubungan glukosa darah dengan kejadian stroke


Meningkatnya kadar glukosa darah secara berkepanjangan berkaitan erat
dengan disfungsi sel endotel yang memicu terbentuknya aterosklerosis.
Kecenderungan membentuk bekuan abnormal semakin dipercepat oleh resistensi
insulin, sehingga kecenderungan mengalami koaglukosasi intravascular semakin
meningkat (Price dan Wilson, 2006).
Diabetes Mellitus mempunyai risiko mengalami stroke. Pembuluh darah
pada penderita diabetes mellitus umumnya lebih kaku dan tidak lentur. Hal ini
terjadi karena adanya peningkatan atau penurunan kadar glukosa darah secara
tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan kematian otak (Arum, 2015).
Kadar glukosa darah yang tinggi pada stroke akan memperbesar
meluasnya area infark (sel mati) karena terbentuknya asam laktat akibat
metabolisme glukosa yang dilakukan secara anaerob (oksigen sedikit) yang
merusak jaringan otak. Peningkatan risiko stroke pada pasien diabetes diduga
karena hiperinsulinemia, peningkatan kadar trigliserida total, kolesterol HDL
turun, hipertensi dan gangguan toleransi glukosa, serta berkurangnya fungsi
vasodilatasi arteriol serebral. Hiperglikemia dapat menurunkan sintesis
prostasiklin yang berfungsi melebarkan saluran arteri, meningkatkan
pembentukan trombosis, dan menyebabkan glikolisis protein pada dinding arteri
(Junaidi, 2011).
Pasien diabetes sering juga mengidap hipertensi, kolesterol terutama
LDL yang tinggi, obesitas, merokok, kurang olahraga, hidup santai, dan lain-
lain. Semuanya ini akan memicu terbentuknya radikal bebas yang mendorong
18

atau mempercepat proses aterosklerosis. Pasien diabetes yang memiliki


komplikasi pada ginjal maka pembekuan darahnya terganggu dan lebih gampang
timbul stroke (Tandra, 2013).
Pasien diabetes juga mudah mengalami komplikasi perdarahan pada
pembuluh darah otak. Stroke akibat perdarahan (hemoragik) umumnya lebih
berbahaya daripada stroke karena penyumbatan. Jika kadar glukosa darah di
atas 200 mg/dl kemungkinan perdarahan naik sebesar 25% (Tandra, 2013).
Komplikasi jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh-
pembuluh kecil (mikroangiopati) dan pembuluh-pembuluh besar
(makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang
menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetic), glomerulus ginjal
(nefropati diabetic), dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetic), otot-otot serta
kulit (Price dan Wilson, 2006).
Makroangiopati diabetic mempunyai gambaran histopatologis berupa
aterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh
defisiensi insulin. Pada akhirnya, makroangiopati diabetik ini akan
mengakibatkan penyumbatan vascular (Price dan Wilson, 2006). Selanjutnya
penyumbatan ini menyebabkan tidak ada suplai makanan dan oksigen ke
jaringan sehingga terjadi kematian sel otak dan terjadilah stroke (Tandra, 2013).

B. Kerangka Teori

Defisiensi insulin Diabetes Mellitus


19

Hiperglikemia

Aterosklerosis

Trombus/trombo
emboli

Penurunan aliran
darah ke otak

Kehilangan
Perdarahan Penyumbatan
suplai oksigen
arteri otak
ke otak

Stroke

Stroke Hemoragik Stroke Iskemik

C. Kerangka Konsep

Stroke Iskemik
20

Kadar glukosa darah


sewaktu
Stroke Hemoragik

D. Hipotesis
Ho = Tidak ada hubungan antara glukosa darah dengan kejadian stroke iskemik
dan stroke hemoragik.
Ha = Ada hubungan antara glukosa darah dengan kejadian stroke iskemik dan
stroke hemoragik.

Anda mungkin juga menyukai