Disusun oleh:
Bella Intan Meilana P07120216017
Akhsan Hakim Padhana P07120216018
Ristanti Mulyandari P07120216019
Ihda Kusumawati P07120216020
Alfi Nur Vaizatul Khasanah P07120216021
Ismi Fitriani P07120216026
Sukma Asri P07120216027
Disetujui Oleh:
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu modal penting dalam rangka
pembangunan bangsa Indonesia menuju bangsa yang semakin adil, makmur,
sejahtera, sehat jasmani rohani dan semakin beradab. Adapun yang dimaksud
dengan kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif, baik secara sosial maupun
ekonomi. Dengan demikian, pembangunan kesehatan berusaha mewujudkan
keadaan sejahtera jasmani dan rohani serta kesejahteraan sosial dari setiap
penduduk. (Undang-undang Kesehatan no 36 tahun 2009)
Kesehatan tentu saja berkaitan erat dengan keperawatan, bahkan dapat
dikatakan bahwa baik buruknya kesehatan seseorang ditentukan oleh baik
buruknya usaha keperawatan yang dialami atau dilakukan orang yang
bersangkutan. Keperawatan yang dimaksudkan di sini terutama keperawatan
jiwa. Keperawatan jiwa adalah bagian dari kesehatan jiwa yang merupakan
suatu bidang praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia
sebagai ilmunya dan penggunaana diri sendiri secara terapeutik pada kiatnya.
Keperawatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk
meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkontribusi pada
fungsi yang terintegrasi. (Sandra J. Sunden; 2009)
Adapun salah satu indikator seseorang mengalami gangguan jiwa
adalah stressor psikososial. Hal ini muncul akibat dari perubahan-perubahan
sosial yang serba cepat sehingga mempengaruhi tata nilai, moral dan etika
dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat yang tentu saja berpengaruh
pada kesejahteraan.
.Sehubungan dengan hal tersebut maka keterlibatan perawat sangatlah
penting dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada klien dengan
gangguan proses pikir : waham agama. Berdasarkan latar belakang dan
terutama data tersebut di atas maka penulis mencoba berusaha membantu
klien meringankan sakitnya dengan cara melaksanakan praktik asuhan
keperawatan pada klien Sdr “K” dengan gangguan waham di ruang Nakula,
RSJ Grhasia Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam kasus ini adalah “Bagaimana Pelaksanaan Asuhan Keperawatan klien
dengan Gangguan Proses Pikir : Waham Curiga di RSJ Grhasia Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta”.
Adapun sub masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengkajian pada pasien dengan gangguan proses pikir : waham
curiga.
2. Bagaimana merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
gangguan proses pikir : waham curiga.
3. Bagaimana perencanaan tindakan pada pasien dengan gangguan proses
pikir : waham curiga.
4. Bagaimana pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan
gangguan proses pikir : waham curiga.
5. Bagaimana evaluasi keperawatan pada pasien dengan gangguan proses
pikir : waham curiga.
6. Bagaimana mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
perubahan persepsi sensori halusinasi penglihatan.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Supaya Penulis mendapatkan pengalaman nyata dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien Tn. “K” dengan gangguan proses pikir:
waham curiga di ruang Nakula Rumah Sakit Jiwa Grhrasia Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada klien Tn.
“K” dengan perubahan proses pikir: waham agama di ruang Nakula
Rumah Sakit Jiwa Grhrasia Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
1) Pengkajian keperawaMelaksanakan pengkajian klien dengan
gangguan proses pikir: waham curiga.
2) Menetapkan diagnosa keperawatan klien pada pasien dengan
gangguan proses pikir : waham curiga.
3) Menyusun rencana keperawatan klien pada pasien dengan
gangguan proses pikir : waham curiga.
4) Melaksanakan tindakan keperawatan klien pada pasien dengan
gangguan proses pikir : waham curiga.
5) Melaksanakan evaluasi keperawatan klien pada pasien dengan
gangguan proses pikir : waham curiga.
6) Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien pada pasien dengan
gangguan proses pikir : waham curiga.
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Bagi penulis menambah pengetahuan dan keterampilan penulis dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan proses
pikir: waham curiga.
2. Bagi pihak Rumah Sakit
Sebagai studi banding untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya
pada klien dengan gangguan proses pikir : waham curiga.
3. Bagi Pendidikan
Sebagai masukan dan menambah wawasan bagi adik tingkat agar dapat
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan proses
pikir: waham curiga, juga bagi pendidikan sebagai bahan bacaan dan
masukan guna meningkatkan institusi pendidikan.
4. Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai bahan untuk menambah dan mengembangkan asuhan keperawatan
dengan gangguan proses pikir: waham curiga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3. Etiologi
a. Etiologi waham menurut Townsend (2009) meliputi :
1) Teori biologis.
Penelitian-penelitian telah mengindikasikan bahwa faktor-
faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan
suatu kelainan kejiwaan (Townsend, 2009). Tampak bahwa
individu-individu yang berada dalam resiko tinggi terhadap
kelainan ini adalah mereka yang mempunyai anggota keluarga
dengan kelainan yang sama (orang tua, saudara kandung, sanak
saudara yang lain).
Secara relatif ada penelitian baru yang mengatakan bahwa
kelainan skizofreina mungkin pada kenyataannya merupakan suatu
kenyataan sejak lahir, terjadi pada bagian hipokampus otak.
Pengamatan memperlihatkan adanya suatu “kekacauan” dari sel-sel
pyramidal di dalam otak dari orang-orang yang menderita
skizofrenia, tetapi sel-sel tersebut pada otak orang-orang yang tidak
mengalami skizofrenia tampak tersusun rapi. (Townsend, 2009)
Teori biokimia mengatakan adanya peningkatan dari
dopamine neurotransmitter yang diperkirakan gejala-gejala
peningkatan aktifitas yang berlebihan dan pemecahan asosiasi-
asosiasi yang umumnya diobservasi pada psikosis. (Townsend,
2009)
2) Teori psikososial
Teori sistem keluarga :
Digambarkan perkembangan skizofrenia sebagai suatu
perkembangan disfungsi keluarga (Townsend, 2009). Konflik
diantara suami-istri mempengaruhi anak, dan menghasilkan
keluarga yang selalu berfokus pada ansietas. Di masa anak harus
meninggalkan ketergantungan pada orang tua dan masuk ke masa
dewasa, anak tidak mampu akan memenuhi tugas perkembangan
masa dewasanya.
Teori interpersonal :
Orang yang mengalami psikosis akan menghasilkan suatu
hubungan orang tua – anak yang penuh ansietas tinggi (Townsend,
2009). Anak menerima pesan-pesan yang membingungkan dan
penuh konflik dari orang tua dan tidak mampu membentuk rasa
percaya kepada orang lain. Bila tingkat ansietas yang tinggi
dipertahankan maka konsep diri anak akan mengalami ambivalen.
Suatu kemuduran psikosis memberikana tanda-tanda ansietas dan
rasa tidak aman dalam suatu hubungan yang intim / akrab.
Teori psikodinamik :
Hartman (1964) di dalam Townsend (2009), menegaskan
bahwa psikosis adalah hasil dari suatu ego yang lemah,
perkembangan yang dihambat oleh suatu hubungan saling
mempengaruhi antara orang tua – anak. Karena ego menjadi lemah,
penggunaan mekanisme pertahanan ego pada waktu ansietas yang
ekstrem menjadi suatu yang maladaptive dan perilakunya
seringkali merupakan penampilan dari segmen ‘id’ dalam
kepribadian.
b. Etiologi waham menurut Rawlins dan Heacock (2009)
Rawlin mengemukakan bahwa etiologi waham secara umum
dapat dilihat dari lima dimensi yaitu fisik, emosional, intelektual,
sosial dan spiritual. Untuk setiap dimensi yang menjadi fokus masing-
masing memiliki beberapa hal yang bersifat prinsip, yaitu :
1) Dimensi fisik
Waham bisa disebabkan karena infeksi, gangguan metabolik,
intoksikasi alkohol dan penyakit sistemik. Sedangkan waham
curiga pada paranoid bisa disebabkan karena hilangnya
pendengaran seseorang.
2) Dimensi emosional
Waham terjadi karena perasaan cemas yang berlebihan,
curiga yang terlalu ekstrem dan perasaan rendah diri. Bisa sebagai
penyebab waham pada paranoid.
3) Dimensi intelektual
Dalam dimensi ini, waham bisa disebabkan karena
pertahanan fungsi ego yang lemah, mekanisme defensive yang
digunakan dalam menghadapi kecemasan seperti denial dan
proyeksi, batas ego yang hilang menyebabkan ketidakmampuan
memisahkan realita dan fantasi, kemunduran tingkat perkembangan
(regresi). Waham bisa juga merupakan cara klien untuk mengubah
kegagalan yang dialami menjadi bayangan yang menyenangkan.
Pada waham yang menetap mungkin disebabkan karena psikosis.
4) Dimensi sosial
Waham merupakan salah satu cara negatif untuk beradaptasi
terhadap lingkungan, di mana tidak terpenuhinya hubungan
interpersonal, kontrol diri, dan harga diri. Perasaan malu, bingung
dan tanggapan negatif lingkungan terhadap kegagalan yang diatasi
klien dengan penolakan juga dapat menyababkan timbulnya
waham yang berlawanan dengan keadaan yang sebenarnya.
5) Dimensi spiritual
Adanya rasa tidak puas dalam hidup, perasaan tidak
berharga, kebaikan orang lain yang disalahartikan yang
menyebabkan klien menjadi menarik diri dan tidak ada kepuasan
dalam berhubungan sosial.
5. Prinsip-prinsip Therapy
a. Perawatan di rumah sakit
Pada dasarnya klien dengan waham dapat diobati dengan rawat
jalan, tetapi harus diperhitungkan perawatan di rumah sakit dengan
alasan-alasan tertentu.
b. Farmakoterapi
Keadaan klien dengan waham yang teragitasi parah perlu
diberikan obat anti psikotik secara intramuskuler, klien dengan waham
sering berperilaku yang hiperaktif, obat anti psikotik peroral diberikan
untuk menurunkan aktifitas klien yang kadang membahayakan orang
lain.
c. Psikoterapi
Perawat harus membina hubungan saling percaya dengan klien,
perhatian secara individu lebih efektif daripada kelompok.
d. Teori psiko dinamika
Proyeksi merupakan mekanisme pertahanan utama pada klien
dengan waham, karenanya klinisi harus menghormati kebutuhan akan
pertahanan proyeksi.
e. Terapi keluarga
Pada saat keluarga hadir, mereka dapat dilibatkan dalam rencana
pengobatan, keluarga dapat diajak bicara agar kondisi klien terjaga dan
berkesinambungan.
6. Prinsip-prinsip perawatan
a. Mengadakan hubungan interpersonal
b. Dalam mengadakan hubungan interpersonal diusahakan untuk
memakai kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien yang sering
mengalami gangguan.
c. Perawatan fisik
d. Pasien seringkali tidak merawat dirinya, untuk sementara perawat
harus mengambil alih tanggungjawab pemeliharaan klien.
e. Memberi rasa aman
f. Dengarkanlah segala keluhan atau pendapat pasien tanpa menyanggah
atau memberi komentar, usahakan suatu lingkungan yang dapat
memberi rasa aman dan dapat diterima.
g. Melaksanakan program dokter
h. Klien dengan waham seringkali tidak mau minum obat, agitasi diobati
dengan benzodiazepine, seperti lorazepam 1 – 2 mg peroral atau
intramuskuler, psikotik dengan haloperidol peroral atau IM. Perawat
harus bisa mengadakan pendekatan, menjelaskan pentingnya minum
obat untuk kesembuhan penyakitnya.
B. Gambaran Umum Askep dengan Gangguan Isi Pikir: Waham pada
Skizoprenia
1. Pengkajian
Pengkajia pada klien dengan gangguan isi pikir : waham pada skizoprenia
a. Dimensi fisik
1) Riwayat
a) Aktivitas kehidupan sehari-hari
(1) Nutrisi
Nutrisi tidak adekuat pada waham kejar.
(2) Tidur
Adanya gangguan tidur.
(3) Rekresi, minat
Penurunan minat karena asyik memikirkan wahamnya.
(4) Aktivitas seksual
Mengalami disfungsi / kadang berlebihan.
(5) Kebersihan diri, penurunan minat kebersihan diri
Obat-obatan dan medis :
Menolak obat dan medikasi tetapi kadang klien mau
melaksanakan program pengobatan sesuai petunjuk karena
ada bahaya jika tidak dituruti.
(6) Perilaku merusak
Kurang kontrol diri
(7) Percobaan bunuh diri
Usaha membunuh orang lain
(8) Riwayat kesehatan
Penyakit skizoprenia, organic / sistemik, intoksikasi obat,
kerusakan otak dan kehilangan pendengaran.
(9) Pemeriksaan fisik
Pada waham yang berhubungan dengan somatic, klien
akan mengenal adanya sesuatu dalam tubuhnya sesuai
wahamnya.
b. Dimensi intelektual
Adanya waham yang menetap yang tidak dapat dirubah dengan
alasan yang logis, perubahan persepsi karena adanya waham curiga,
sexual, religius, dan somatic, rusak dan lemahnya dalam mengambil
keputusan.
c. Dimensi emosial
Afek tidak sesuai, datar, adanya perasaan takut terhadap sesuatu
yang diwujudkan dalam perilaku menolak dan isolasi diri.
d. Dimensi spiritual
Adanya kepercayaan yang berlebihan, ketidakmampuan
menikmati / mensyukuri hidup, merasa dirinya adalah Tuhan, Nabi.
e. Dimensi sosial
Harga diri rendah, persepsi yang tidak realistis pada diri sendiri,
kecurigaan dan ketidakpercayaan terhadap orang lain, sosial ekonomi
rendah.
2. Test Diagnostic
Meliputi :
a. EEG
b. Kimia darah
c. Interpretasi hasil pemeriksaan kognitif yang mengalami kerusakan.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan
isi pikir waham (Marry Townsend), yaitu :
a. Resiko tinggi melakukan tindak kekerasan, agresif, destruktif pada diri
sendiri dan orang lain sehubungan dengan gangguan isi pikir, curiga
terhadap orang lain, pikiran dekusional.
b. Gangguan interaksi sosial sehubungan dengan curiga, waham dan
regresi.
c. Koping individu tidak efektif sehubungan dengan rendah diri,
disfungsi keluarga, ego kurang berkembang.
d. Perubahan persepsi sensori: pendengaran penglihatan sehubungan
dengan menarik diri, factor herediter.
e. Kerusakan komunikasi verbal sehubungan dengan menarik diri,
pikiran tidak realistis.
f. Kurang perawatan diri sehubungan dengan ketidakmampuan
mempercayai orang lain.
g. Gangguan pola tidur sehubungan dengan peningkatan kecemasan
waham.
4. Perencanaan
Perencanaan pada klien dengan gangguan isi pikir : waham pada
skizoprenia (Townsend, 2009).
a. Resiko tinggi terhadap kekerasan
Intervensi :
1) Pertahankan lingkungan pada stimulus yang rendah
2) Observasi perilaku klien
3) Singkirkan benda-benda yang membahayakan
4) Salurkan perilaku merusak diri kegiatan fisik untuk menurunkan
kecemasan klien
5) Pertahankan perilaku petugas yang tenang dihadapan klien, beri
obat sesuai program dokter
b. Isolasi sosial sehubungan dengan kurang percaya pada orang lain
panik, regresi, waham, kesulitan interaksi.
Intervensi :
1) Lakukan kontak sering tapi singkat
2) Perlihatkan penguatan positif
3) Temani klien selama aktifitas kelompok
4) Jujur dan menetapi janji klien
5) Orientasikan pasien pada orang, tempat, waktu sesuai kebutuhan.
6) Diskusikan tanda peningkatan kecemasan dan teknik memutus
respon
7) Berikan pengalaman penghargaan tanpa disuruh, pasien dapat
berinteraksi dengan orang lain
8) Berikan obat penenang sesuai program pengobatan
c. Perubahan persepsi sensori : pendengaran, penglihatan
Intervensi :
1) Observasi klien dan tanda-tanda halusinasi
2) Isyaratkan pada klien sebelum menyentuh klien
3) Dorong klien untuk menceritakan halusinasinya
4) Jangan dukung halusinasi klien
5) Alihkan pasien dari halusinasi
d. Perubahan proses pikir sehubungan dengan curiga, panik, takut, stress
berat.
Intervensi :
1) Tunjukkan bahwa perawat menerima tapi tidak mendukung
keyakinan klien yang salah.
2) Gunakan teknik keraguan yang beralasan terhadap keyakinan klien
3) Jangan membantah atau menyangkal keyakinan klien.
4) Bantu klien menghubungkan keyakinan-keyakinan yang salah
tersebut dengan peningkatan kecemasan yang dirasakan klien.
5) Diskusikan teknik-teknik yang dapat digunakan untuk mengurangi
kecemasan.
6) Kaitkan klien pada realita.
7) Kurangi lamanya ingatan pada pikiran irasional.
8) Bicarakan kejadian-kejadian nyata.
9) Bantu klien dalam mengungkapkan perasaan secara verbal.
5. Pelaksanaan
Pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan disesuaikan dengan
masalah yang timbul pada perencanaan yang telah ditetapkan. Hendaknya
dalam pelaksanaan keperawatan ini keamanan dan memperlakukan pasien
sebagai makhluk biopsikososio – kultural – spiritual, oleh karena itu perlu
dijalin suatu hubungan yang terapeutik dengan pasien dan keluarga.
6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan berdasarkan pada tujuan dan kriteria yang dibuat
yang dimaksudkan untuk menilai perkembangan klien, secara umum
kriteria ditetapkan adalah :
a. Menjalin program pengobatan secara teratur
b. Dapat mengidentifikasi kecemasan
c. Mampu menggunakan cara untuk mengurangi kecemasan
d. Mampu mengontrol waham dengan bergumam
e. Mau berinteraksi dengan orang lain
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
I. IDENTITAS KLIEN
RM No. : 010XXXX
Inisial : Tn. KK(L)
Tanggal Pengkajian : Rabu, 8Mei 2019
Umur : 46 tahun
Alamat : Gunung Kidul
VI. FISIK
1. Tanda vital : TD : 102/53 ; N : 88 x/menit ; S : 36,5 0C ; RR : 20
x/menit
2. TB : 171 cm ; BB : 58 kg ; IMT : 19,83 kg/m2.
3. Keluhan fisik : Tn. K mengatakan tidak ada keluhan fisik selama di RS
Grhasia. Tn. K mengatakan bahwa ia sehat baik-baik saja.
VII. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Tn. K mengatakan bahwa semua anggota tubuhnya adalah
pemberian dari Allah SWT yang harus dijaga baik-baik.
b. Identitas
Tn. K mengatakan ia adalah seorang duda yang memiliki satu
anak perempuan yang tinggal dengan mertuanya. Tn. K mengatakan
ia seorang buruh bangunan yang bekerja di daerah sekitar tempat
tinggalnya dan dahulu pernah bekerja sebagai buruh bangunan di
Jakarta.
c. Peran
Tn. K mengatakan ia mencari penghasilan untuk menghidupi
dirinya sendiri dan anaknya yang masih sekolah. Tn. K mengatakan
ia mampu menghidupi anak dan dirinya dengan bekerja bangunan
dan bahkan dapat membelikan anaknya sepeda motor dengan uang
kontan 15 juta.
d. Ideal diri
Tn. K mengatakan ingin keluar dari rumah sakit agar dapat
segera bekerja dan melunasi hutang-hutangnya.
e. Harga diri
Tn. K mengatakan tetangga-tetangganya ingin
membunuhnya. Tn. K mengatakan mantan istrinya mengguna-
gunanya. Tn. K mengatakan mantan istrinya mengambil semua
hartanya.
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti
Tn. K mengatakan bahwa saat ini orang yang sangat berarti
dalam hidupnya adalah anaknya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat :
Tn. K mengatakan bahwa Tn. K biasanya ikut kondangan
namun tidak aktif ikut kegitan di masyarakat.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Tn. K mengatakan tidak ada hambatan baginya untuk
berinteraksi dengan orang lain, namun keuarganya mengolok-
oloknya setelah kedua orang tuanya meninggal dan tetangganya
ingin membunuhnya.
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Tn. K mengatakan beragama Islam dan ia percaya akan Allah
swt. sebagai tuhannya.
b. Kegiatan ibadah
Tn. K mengatakan bahwa ia beribadah sholat lima waktu
tidak pernah lupa baik di rumah maupun di Rumah Sakit Jiwa
Grhasia DIY, namuan ia sedang tidak berpuasa.
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Resiko TUM : Setelah 1 kali pertemuan pasien SP I
Perilaku Pasien dapat mengontro menunjukkan tanda-tanda percaya 1. Mengidentifikasi penyebab PK
Kekerasan perilaku kekerasan kepada perawat : 2. Mengidentifikasi tanda dan gejala
- Wajah cerah, tersenyum PK
TUK : - Mau berkenalan 3. Mengidentifikasi PK yang
1. Pasien dapat membina - Ada kontak mata dilakukan
hubungan saling percaya - Bersedia menceritakan 4. Mengidentifikasi akibat PK
2. Pasien dapat 5. Menyebutkan cara mengontrol
mengidentifikasi tanda Setelah 1 kali pertemuan pasien PK
dan gejala PK menceritakan penyebab perilaku 6. Membantu pasien
3. Pasien dapat kekerasan yang dilakukannya : mempraktekkan latihan cara
mengidentifikasi jenis - Menceritakan penyebab perasaan mengontrol fisik I
perilaku kekerasan yang jengkel/kesal baik dari diri sendiri 7. Menganjurkan pasien
yang pernah dilakukannya maupun lingkungannya memasukkan dalam kegiatan
4. Pasien mampu harian
mempraktekkan kembali Setelah 1 kali pertemuan pasien
latihan fisik 1, latihan fisik menceritakan tanda-tanda saat terjadi SP II
2, cara verbal dan spiritual perilaku kekerasan yang dilakukannya : 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
5. Pasien memasukkan - Tanda fisik : mata merah, tangan harian pasien
kegiatan mengontrol emosi mengepal, ekspresi tegang dll 2. Melatih pasien mengontrol PK
dalam jadwal kegiatan dengan cara fisik II
- Tanda emosional :
harian 3. Menganjurkan pasien
- Perasaan marah, jengkel, bicara
memasukkan dalam jadwal
kasar
- Tanda sosial : kegiatan harian
Bermusuhan yang dialami saat
terjadi perilaku kekerasan. SP III
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
Setelah 1 kali pertemuan pasien harian pasien
menjelaskan : 2. Melatih pasien mengontrol PK
- Jenis-jenis ekspresi kemarahan yang dengan cara verbal
selama ini telah dilakukannya 3. Menganjurkan pasien
- Perasaannya saat melakukan memasukkan dalam jadwal harian
kekerasan
- Efektifitas cara yang di pakai dalam SP IV
menyelesaikan masalah 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
Setelah 1 kali pertemuan pasien 2. Melatih pasien mengontrol PK
menjeaskan akibat tindakan kekerasan dengan cara spiritual
yang dilakukannya 3. Menganjurkan pasien
- Diri sendiri : luka, dijauhi teman, dll memasukkan dalam jadwal
- Orang lain/keluarga : luka, kegiatan harian
tersingung, ketakutan dll
SP V
- Lingkungan : barang atau benda
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
rusak dll
harian pasien
2. Menjelaskan cara mengontrol PK
Setelah 1 kali pertemuan pasien :
dengan minum obat
- Menjelaskan cara-cara sehat
3. Menganjurkan pasien
mengungkapkan marah
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
Setelah 4 kali pertemuan pasien
memperagakan cara mengontrol perilaku
kekerasan :
- Fisik : tarik nafas dalam, memukul
bantal atau kasur
- Verbal : mengungkapkan perasaan
pada orang lain tanpa menyakiti
- Spiritual : berdoa, berzikir atau
meditasi sesuai dengan agama yang
di anut
SP III:
1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2. Diskusikan kebutuhan yang tidak
terpenuhi baik selama di rumah
maupun di rumah sakit.
3. Atur situasi agar klien tidak
mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
SPIV:
1. Berbicara dengan klien dalam konteks
realitas.
2. Sertakan klien dalam terapi aktivitas
kelompok
3. Berikan pujian terhadap tindakan
positif yang dilakukan oleh klien.
SPV:
1. Diskusikan dengan klien tentang obat,
dosis, frekuensi, efek dan efek
samping.
2. Diskusikan perasaan klien setelah
minum obat
SP III
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian
2. Mengevaluasi kemampuan pasien
dalam menjaga kebersihan dan
kerapian diri
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
11 Mei 2019 SP II : S:
Pukul 10.00 1. Memberikan pujian pada penampilan dan - Klien mengatakan tidak pernah sholat
WIB kemampuan klien yang realitas. dan tidak bisa mengaji
“Pak, bapak mengatakan rajin bekerja ya - Klien mengatakan hutangnya banyak dan
pak. Nah, itu sangat bagus pak karena belum dibayar
bapak adalah seorang kepala keluarga ya O:
pak” - Kontak mata ada
2. Mendiskusikan dengan klien kemampuan - Pandangan fokus
yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini - Pasien mau tersenyum dan berjabat
yang realistis. tangan
“Pak, kalo boleh saya tau bapak bisa ngaji - Ekspresi wajah bersahab
tidak ya pak ?” - Pasien tidak bingung
3. Mendengarkan klien membicarakan - Pasien dapat melalukan kegiatan sehari-
wahamnya sampai tidak ada lagi kebutuhan hari
waham A:
- Klien mampu melakukan jadwal
SP III : kegiatan dan mampu memenuhi
1. Mengobservasi kebutuhan sehari-hari kebutuhannya.
klien - Klien mampu berdiskusi tentang
2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak kemampuan yang dimiliki
terpenuhi baik selama di rumah maupun di - Klien dapat melatih kemampuan yang di
rumah sakit miliki.
“Pak, adakah kebutuhan sehari-hari bapak P : Lakukan strategi Pelaksanaan IV dan V
yang belum terpenuhi selama di rumah
maupun di rumah sakit?”
3. Mengatur situasi agar klien tidak mempunyai
waktu untuk menggunakan wahamnya
11 Mei 2019 SP II S:
Pukul 11.00 4. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian - Tn K. mengatakan akn mencoba mengatur
WIB pasien jadwalnya kembali
5. Mengevaluasi kemampuan pasien dalam - Tn K. mengatakan akan lebih menjaga
menjaga kebersihan dan kerapian diri kebersihan dan kerapihan dirinya
6. Membantu pasien dalam menjaga O:
kerapian diri - Tn. K terlihat mulai merapikan baju yang
SP III di pakainya.
3. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian - Tn K. terlihat antusias dalam diskusi
4. Mengevaluasi kemampuan pasien dalam - Kontak mata klien terlihat dalam diskusi
menjaga kebersihan dan kerapian diri A : Kesiapan meningkatkan perawatan diri
tercapai sebagian ditandai dengan :
- Klien mampu menjaga kebersihan dan
kerapihan dirinya
- Klien mampu mengatur jadwal
hariannya khususnya dalam perawatan
diri
P : Lakukan strategi Pelaksanaan IV dan V
Tanggal Diagnosa Tindakan Evaluasi
10 Mei 2019 Resiko perilaku SP I S : klien mengatakan marah, jengkel, kesal
Pukul 11.00 kekerasan 1. Membina hubungan saling percaya. dan ingin berkelahi jika dituduh aneh-
2. Menanyakan kepada klien apakah kien sering aneh atau ada yang mencari gara-gara
mengamuk. dengannya. Klien mengatakan akan
3. Menanyakan kepada klien mengapa klien mencoba mengelola emosi untuk
mengamuk. melakukan perkelahian dengan cara
4. Menanyakan kepada klien saat klien memukul bantal.
mengamuk, apa yang dilakukan klien. O : tatapan klien tajam. Klien kurang antusias.
5. Mengajar cara mengontrol rasa jengkel dan A : RPK teratasi sebagian dengan klien mau
rasa ingin mengamuk menceritakan masalah klien, mau
berkenalan dan berkontak mata.
SP II P : lanjutkan SP II dan IV
1. Menanyakan kepada klien kegiatan
keseharian klien.
2. Menganjurkan klien untuk latihan mengontrol
rasa marah dan perilaku kekerasan dlam
jadwal klien
Kaplan, H.I. dan Sadock. (2009). Ilmu Kedokteran Jiwa, EGC, Jakarta.
Stuart, G.W dan Sundeen S.J. (2009). Keperawatan Jiwa, Edisi III, EGC,
Jakarta.
Tomb. David. A. (2013). Buku Saku Psikiatri, Edisi VI, EGC, Jakarta.