Anda di halaman 1dari 19

PEDOMAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM P2 DBD
(DEMAM BERDARAH DENGUE)

PUSKESMAS KAUMAN

DINAS KESEHATAN KABUPATEN PONOROGO

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puskesmas sebagai penanggungjawab penyelenggara upaya kesehatan terdepan,
kehadirannya di tengah masyarakat tidak hanya berfungsi sebagai pusat pelayanan
kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga sebagai pusat komunikasi masyarakat. Di samping
itu, keberadaan Puskesmas di suatu wilayah dimanfaatkan sebagai upaya-upaya
pembaharuan (inovasi) baik dibidang kesehatan masyarakat maupun upaya pembangunan
lainnya bagi kehidupan masyarakat sekitarnya sesuai dengan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat. Oleh karena itu keberadaan Puskesmas dapat diumpamakan sebagai
“agen perubahan” di masyarakat sehingga masyarakat lebih berdaya dan timbul gerakan-
gerakan upaya kesehatan yang bersumber pada masyarakat.
Hal tersebut sejalan dengan keputusan menteri kesehatan nomor
128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat menjelaskan
bahwa Puskesmas mempunyai 3 fungsi yaitu :
1) sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan; 2) pusat pemberdayaan
keluarga dan masyarakat; 3) pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Namun dalam pelaksanaannya Puskesmas masih menghadapi berbagai masalah antara
lain : 1) Kegiatan yang dilaksanakan Puskesmas kurang berorientasi pada masalah dan
kebutuhan masyarakat setempat tetapi lebih berorientasi pada pelayanan kuratif bagi pasien
yang datang ke Puskesmas; 2) Keterlibatan masyarakat yang merupakan andalan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan tingkat pertama belum dikembangkan secara
optimal. Sampai saat ini Puskesmas kurang berhasil menumbuhkan inisiatif masyarakat
dalam pemecahan masalah dan rasa memiliki Puskesmas serta belum mampu mendorong
kontribusi sumberdaya dari masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah umum
kesehatan masyarakat di Indonesia, sejak tahun 1986 jumlah kasusnya cenderung
meningkat dan penyebarannya bertambah luas. Keadaan ini erat kaitannya dengan
peningkatan mobilitas penduduk sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi
serta tersebar luasnya. Penyakit ini termasuk salah satu penyakit menular yang dapat
menimbulkan wabah, maka sesuai Undang-Undang No.4 Tahun 1984 tentang wabah
penyakit menular sertaPeraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, setiap penderita
termasuk tersangka DBD harus segera dilaporkan selambat-lambatnya dalam jangka
waktu24 jam oleh unit pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, poli klinik, balai
pengobatan, dokter praktik swasta, dan lain-lain) (Depkes RI, 2005).
Demam berdarah dengue (DBD) ditandai dengan demam mendadak,perdarahan di kulit
maupun di bagian tubuh lainnya, dapat menimbulkan syok atau renjatan, dan kematian.
Penyakit ini telah menimbulkan berbagai keresahan warga karena kasus DBD meningkat
setiap tahunnya. DBD disebabkan oleh virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti
yang hidup di tempat-tempat yang terdapat genangan air yang tidak beralaskan tanah, serta
tempat sampah rumahtangga termasuk ban bekas, kaleng bekas, bekas wadah air mineral

1
dan tatakanvas bunga. Selain merugikan bagi kesehatan, DBD dapat mengakibatkan
kerugian secara finansial dikarenakan besarnya biaya pengobatan yang harus dikeluarkan
untuk kesembuhan dari penyakit tersebut (Depkes RI, 2007).
World Health Organization (WHO) mengestimasi 50 juta orang terinfeksi penyakit
demam berdarah setiap tahunnya. DBD mempunyai kecenderungan kasusnya yang mudah
meningkat dan meluas. Selain itu penyebaran DBD sulit dikendalikan dan belum ada
obatnya. Distribusi geografi secara potensial telah menyebabkan perluasan tempat
perkembangan vektor. Hal tersebut dipengaruhi oleh ledakan pertumbuhan penduduk yang
cepat dan pengaruh iklim. Saat ini diperkirakan terdapat 100 negara yang berstatus endemi
DBD dan 40% populasi dunia berisiko karena tinggal di wilayah tropis (2,5 milyar orang)
(WHO, 2009).Di Indonesis penyakit ini selalu meningkat pada setiap awal musim hujan dan
menimbulkan kejadian luar biasa di beberapa wilayah. Penyakit tersebut juga menimbulkan
wabah lima tahunan di Indonesia, dimana wabah lima tahunan terakhir terjadi tahun
2003/2004. Pada tahun 2007 di Indonesia dilaporkan137.469 kasus demam berdarah.Case
Fatality Rate (CFR) penyakit ini di Negara berkembang berkisar antara 1-2,5%. Dengan
demikian setiap 100 kasus demamberdarah akan didapatkan 1-3 orang meninggal dunia
karena penyakit tersebut(Depkes RI, 2007). Oleh karena itu, pentingnya program DBD di
Puskesmas membantu membantu tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil
dan ahli, serta memiliki perencanaan kesehatan.
Berkenaan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan Pemukian No : 451-I/PD.03.04I.F/1991 maka untuk
kewaspadaan Keadaan Luar Biasa (KLB) perlu adanya penyelidikan epidemiologi.
Dikarenakan akan pentingnya kebutuhan informasi tentang penyelidikan penyakit ini
diperoleh melalui kegiatan DBD epidemiologi yang digunakan untuk Sistem Kewaspadaan
Keadaan Luar Biasa (KLB) egiatan tersebut secara teknis oleh Seksi Pengamatan Penyakit.
Informasi hasil DBD ini harus dapat menunjukkan sebaran penyakit menurut orang yang
terkena penyakit, tempat penyebaran penyakit serta waktu (periodisasi) kejadian penyakit,
serta menunjukkan peringatan (warning) terjadinya KLB suatu penyakit sesuai dengan
indikator kriteria kerja KLB yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan tentang
Pedoman Penanggulangan Penyakit dan Kejadian Luar Biasa. Informasi hasil DBD
diperlukan oleh Seksi Pengamatan Penyakit untuk menentukan penyelidikan Wilayah
(kelurahan) yang terjadi KLB penyakit tertentu, serta untuk membuat laporan kepada
Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Sub Dinas P2P maupun Ka Sub Dinas Perencanaan,
Perijinan dan Informasi (PPI)
Untuk melaksanakan upaya program DBD tersebut di Puskesmas diperlukan pedoman
pelayanan program DBD untuk mengelola program DBD di Puskesmas secara professional
dan mampu untuk mengelola serta menyelenggarakan pelayanan yang bersifat promotif
dan preventif.
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan umum

2
Tujuan umum pedoman ini adalah untuk meningkatkan mutu kegiatan pengendalian
program DBD di Puskesmas termasuk fasyankes lainnya.
2. Tujuan khusus
a. Mampu membuat rencana kerja dalam pencapaian kegiatan pengendalian yang
telah ditetapkan di wilayah kerja Puskesmas
b. Mampu melakukan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor
terkait dalam kegiatan pengendalian.
c. Mampu melakukan supervisi dan bimbingan tehnis ketingkat desa dalam
melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan oleh Puskesmas.
d. Mampu melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan pengendalian yang telah
dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan desa diwilayah kerja
Puskesmas tersebut.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi :
1. Standar ketenagaan
2. Standar fasilitas
3. Tatalaksana pelayanan
4. Logistik
5. Keselamatan sasaran
6. Keselamatan kerja
7. Pengandalian mutu
Sasaran dari pedoman ini adalah Penanggung jawab /pengelola kegiatan pengendalian
Program DBD di Puskesmas dan Desa diwilayah kerja Puskesmas Kauman

D. Batasan Operasional
Kegiatan pengendalian program DBD adalah upaya untuk mencegah dan mengurangi
serta menanggulangi penyakit DBD di masyarakat,serta meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan petugas dalam pengelolaan program untuk mencapai kualitas pelaksanaan
pengendalian penyakit DBD secara maksimal melaksanakan evaluasi untuk mengetahui
hasil kegiatan program dan sebagai dasar untuk perencanaan selanjutnya.

E. Landasan Hukum
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

BAB II
KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya


Sumber daya utama yang diperlukan untuk penyelenggaraan Program DBD Puskesmas
adalah tenaga, sarana / peralatan termasuk media komunikasi, dan dana atau anggaran.
Pengelolaan program DBD hendaknya dilakukan oleh koordinator yang mempunyai
kapasitas di bidang program DBD. Koordinator tersebut dipilih dari tenaga khusus program
DBD (yaitu pejabat, fungsional, penyuluh kesehatan masyarakat atau PKM). Jika tidak
tersedia tenaga khusus program DBD tersebut dapat dipilih dari semua tenaga kesehatan
Puskesmas yang melayani pasien / klien (dokter, perawat, bidan, sanitarian, dan lain-lain).
3
Semua tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas hendaknya memiliki pengetahuan dan
keterampilan dalam memberikan informasi atau konseling jika keterampilan ini ternyata
belum dimiliki, maka harus diselenggarakan program pelatihan / kursus.
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat perlu melibatkan sektor terkait yaitu : Camat,
Kepala desa, Tenaga Kesehatan, Lintas program dan lintas sektor terkait lainnya dengan
kesepakatan peran masing-masing dalam pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.

B. Distribusi Ketenagaan
Pengaturan dan penjadwalan penanggung jawab UKM, UKP, dan karyawan Puskesmas
dikoordinir oleh Pananggung jawab UKM promosi kesehatan sesuai dengan kesepakatan.

C. Jadwal Kegiatan
Jadwal pelaksanaan kegiatan program DBD disepakati dan disusun bersama dengan
sektor terkait dalam pertemuan lokakarya mini lintar sektor tahunan.

BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah wilayah

4
Gambar 1. Wilayah kerja Puskesmas Kauman
Wilayah kerja Puskesmas Kauman dilalui oleh 1 buah anak sungai yang melalui desa
Gabel, Plosojenar, Semanding, Somoroto dan Maron. Wilayah kerja Puskesmas Kauman
merupakan daerah dataran rendah. Adapun batas-batas wilayah Puskesmas Kauman adalah
sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sukorejo dan Sampung
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukorejo
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Jambon dan Balong
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Jambon

B. Denah Ruang Puskesmas Kauman


Koordinator pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh
penanggung jawab UKM Program DBD yang menempati ruang UKM dari gedung
Puskesmas. Pelaksanaan rapat koordinasi dilakukan di Aula Puskesmas Kauman.

C. Standar Fasilitas
Fasilitas pendukung yang ada di Puskesmas Kauman antara lain :
1. Pedoman Penatalaksa DBD : 1 Buah

5
2. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah : 1 Buah
Dengue (PSN DBD)

3. Modul Pelatihan Bagi Pengelola Program Pengendalian Penyakit : 1 Buah


Demam Berdarah Dengue Di Indinesia.
4. Petunjuk Tehnis Pembinaan Dan Penggerakan Pemberantasan : 1 Buah
Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue Oleh Masyarakat
5. Pedoman pengendalian demam berdarh dengue di indonesia : 1 Buah

Standar sarana/peralatan program pengendalian DBD Puskesmas minimalnya adalah


sebagai berikut :
No Jenis Sarana / Peralatan Jumlah
1 Flipcharts & Stands 1 set
2 Over Head Projector (CHP) 1 buah
3 Amplifier & Wireless Microphone 1 set
4 Kamera Foto 1 buah
5 Mengaphone / Public Address System 1 set
6 Portable Generator 1 buah
7 Tape / Cassette Recorder / Player 1 buah
8 Papan Informasi 1 buah
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan
Kegiatan program pemberantasan penyakit DBD meliputi:
1. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan adalah satu elemen yang sangat penting dalam sistem
penanggulangan DBD yang telah dilaksanakan. Kegiatan ini bertujuan untuk mencatat,
menilai dan melaporkan hasil kegiatan penanggulangan DBD yang telah dicapai. Pencatatan
dan pelaporan dibakukan berdasarkan klasifikasi dan tipe penderita. Semua unit pelaksana
harus melakukan sistem dan pencatatan yang baku. Pencatatan dan pelaporan dilakukan
berjenjang dalam kurun waktu secara harian, bulanan, triwulan, semester dan tahunan.

2. Penyelidikan epidemiologi (PE)


Penyelidikan Epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita panas atau yang 1
minggu yang lalu menderita panas dan pemeriksaan jentik di rumah kasus DBD dan rumah
sekitarnya dalam radius 100 m atau lebih kurang 20 rumah, serta di sekolah jika kasus DBD
adalah anak sekolah. Hasil penyelidikan epidemiologi ada 2 yaitu PE (+) atau PE (-)
digunakan untuk menentukan penanggulangan kasus.
Penyelidikan epidemiologi positif yaitu ditemukan 3 atau lebih kasus demam tanpa
sebab yang jelas dan atau ditemukan 1 kasus yang meninggal karena sakit DBD dalam
radius 100 m atau lebih kurang 20 rumah di sekitarnya, sedangkan PE negatif adalah kecuali

6
tersebut pada PE positif. Tujuan penyelidikan epidemiologi adalah untuk mengetahui
ada/tidaknya kasus DBD tambahan dan luasnya penyebaran serta mengetahui kemungkinan
terjadinya penyebarluasan penyebaran penyakit DBD lebih lanjut di lokasi tersebut.
Penyelidikan epidemiologi dilakukan oleh petugas Puskesmas yang telah dilatih
meliputi pencarian kasus tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik Aedes Aegypti.
Kegiatan ini segera dilaksanakan setelah menerima laporan kasus dalam waktu maksimal
3x24 jam. Hasilnya kemudian dicatat pada form PE untuk digunakan sebagai dasar tindak
lanjut penanggulangan kasus.
Langkah-langkah pelaksanaan PE adalah sebagai berikut:
1) Setelah menerima laporan adanya kasus/tersangka DBD, petugas Puskesmas/
koordinator DBD segera mencatat dalam buku catatan harian penderita penyakit DBD
dan menyiapkan peralatan survei (tensimeter, senter dan formulir PE) serta menyiapkan
surat tugas;
2) Petugas Puskesmas melapor kepada lurah dan ketua RT/RW setempat bahwa di
wilayahnya terdapat penderita/tersangka penderita DBD dan akan dilaksanakan PE.
Lurah/kader akan memerintahkan ketua RW agar pelaksanaan PE dapat didampingi
oleh ketua RT, kader atau tenaga masyarakat lainnya. Keluarga penderita/tersangka
penderita DBD serta keluarga lainnya juga membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan
PE;

3) Petugas Puskesmas melakukan wawancara dengan keluarga untuk mengetahui


ada/tidaknya penderita panas saat itu dan dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya.
Bila terdapat penderita panas tanpa sebab yang jelas, saat itu akan dilakukan
pemeriksaan terhadap adanya tanda perdarahan di kulit dan uji tourniquet. Selanjutnya
petugas melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air dan benda-benda
lain yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes Aegypti, baik di
dalam maupun di luar rumah. Hasil seluruh pemeriksaan tersebut dicatat dalam formulir
PE;
4) Hasil PE dilaporkan kepada kepala Puskesmas dan selanjutnya kepala Puskesmas akan
melaporkan hasil PE dan rencana penanggulangan seperlunya kepada lurah melalui
camat. Berdasarkan hasil PE ini dilakukan pelaksanaan penanggulangan seperlunya.

3. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan serangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip
belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, kelompok atau masyarakat secara
keseluruhan dapat bebas dari penyakit DBD dengan cara memelihara, melindungi dan
meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
kesadaran, kemauan dan praktek mengenai pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.
Penyuluhan dapat diberikan oleh dokter, paramedis, atau kader terlatih mengenai penyakit
DBD. Materinya meliputi pemberantasan sarang nyamuk, abatisasi selektif, tanda dan gejala
penyakit DBD serta penanggulangan penyakit DBD di rumah.
7
Walaupun 3-M adalah cara yang mudah dan bisa kita lakukan karena tidak
memerlukan biaya, pada kenyataannya cara ini tidak terlaksana dengan baik. Ini sangat erat
hubungannya dengan kebiasaan hidup bersih dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya
demam berdarah dengue ini. Kurangnya kesadaran masyarakat mungkin disebabkan
beberapa hal, di antaranya adalah faktor ekonomi. Susahnya masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi membuat masyarakat hanya memikirkan 'makan' tanpa peduli terhadap
kebersihan dan sanitasi. Selain itu, budanya hidup bersih, sedikit banyaknya juga
berpengaruh terhadap pelaksanaan 3-M ini.Lebih dari itu, penyuluhan dari pemerintah sangat
memengaruhi pelaksanaan 3-M ini. Pelaksanaan 3-M sangat dipengaruhi oleh kesadaran
masyarakat akan bahaya deman berdarah dengue itu sendiri. Artinya, tidak terlaksananya 3-
M juga berarti bahwa penyuluhan pemerintah kepada masyarakat tentang demam berdarah
dengue ini masih kurang. Karena itu, pemerintah harus lebih aktif lagi memberikan pengertian
dan penyuluhan kepada masyarakat dengan menggunakan berbagai media seperti surat
kabar dan televisi. Jika tidak, kasus dengue tidak akan pernah teratasi, bahkan akan
bertambah parah.

4. Kemitraan
Kemitraan adalah suatu proses kerjasama yang melibatkan berbagai pihak dan sektor
dalam masyarakat termasuk kalangan swasta, organisasi profesi dan organisasi sosial
kemasyarakatan serta lembaga swadaya masyarakat dalam penanggulangan penyakit DBD
dalam rangka sosialisasi dan advokasi program untuk memperoleh dukungan dalam rangka
penanggulangan DBD. Pemerintah dan masyarakat menunjukkan kepedulian terhadap
penanggulangan DBD di bawah koordinasi Pokja/Pokjanal DBD.

5. Fogging fokus dan fogging masal


Merupakan serangkaian kegiatan dalam pemberantasan nyamuk Aedes Aegypti
dewasa untuk memutus rantai penularan. Fogging dilakukan pada kasus-kasus dengan PE
positif, 2 penderita positif atau lebih, ditemukan 3 penderita demam dalam radius 100 m dari
tempat tinggal penderita DBD positif atau ada 1 penderita DBD meninggal. Fogging fokus
dilaksanakan 2 siklus dengan radius 200 m dalam selang waktu 1 minggu, sedangkan
fogging masal dilakukan 2 siklus di seluruh wilayah tersangka KLB dengan selang waktu 1
bulan. Obat yang dipakai adalah Malathion 96 EC atau Fendona 30 EC.

6. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)


Sudah tidak diragukan lagi bahwa penyebaran wabah dengue disebabkan oleh
nyamuk Aedes Aegypti, terutama nyamuk betina. Nyamuk ini sangat pintar menyembunyikan
suaranya dengan membuat gerakan sayap yang halus sehingga nyaris tak terdengar.
Nyamuk betina ini menghisap darah manusia sebagai bahan untuk mematangkan telurnya.
Hingga kini belum diketahui mengapa hanya darah manusia yang dikonsumsi nyamuk ini,
tidak darah makhluk hidup lainnya.Bila nyamuk jenis lain bertelur dan menetaskannya pada
sarangnya, Aedes Aegypti betina melakukannya di atas permukaan air. Karena dengan

8
demikianlah, telur-telurnya itu berpotensi menetas dan hidup. Telur menjadi larva yang
kemudian mencari makan dengan memangsa bakteri yang ada di air tersebut. Karena itu
tidak heran bila nyamuk penyebab demam berdarah ini berkembang biak pada genangan air,
terutama yang kotor.
Penyebaran wabah dengue dipengaruhi oleh ada tidaknya nyamuk Aedes aegypti
yang dipengaruhi lagi oleh ada tidaknya genangan air yang kotor. Pemberantasan sarang
nyamuk merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan peran serta dan swadaya
masyarakat dalam rangka memberantas nyamuk Aedes aegypty. Tujuan kegiatan PSN
adalah memberantas nyamuk Aedes aegypti dengan menghilangkan tempat-tempat
perindukan/sarang nyamuk sehingga penularan penyakit DBD dapat dicegah atau dibatasi.
Pelaksana PSN-DBD adalah individu, keluarga atau masyarakat. Kegiatan dilakukan secara
berkesinambungan dan bisa secara massal/serentak.
Pertama adalah membunuh nyamuk, baik dengan pestisida maupun dengan ovitrap,
yakni dengan bak perangkap yang ditutup kasa. Penggunaan pestisida, selain memerlukan
biaya dan berbahaya pada manusia, juga akan memicu munculnya nyamuk yang resistan,
sehingga cara ini bukanlah cara yang efektif untuk jangka panjang. Untuk jangka pendek,
cara ini masih bisa digunakan. Cara kedua adalah membuat nyamuk transgenik supaya tidak
terinfeksi oleh virus dengue. Jika nyamuk tidak bisa diinfeksi oleh virus dengue, otomatis
manusia tidak akan pernah terinfeksi oleh virus dengue. Cara ini digunakan oleh beberapa
peneliti untuk mengatasi masalah malaria. Namun, pengembangan cara ini masih
memerlukan puluhan tahun untuk bisa diaplikasikan. Cara yang ketiga adalah
pemberantasan sarang nyamuk yang efektif dan efisien melalui kegiatan 3-M, yaitu
menguras, menutup/menabur abate di tempat penampungan air, dan
mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang memungkinkan dijadikan tempat
perindukan dan perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes Aegypti. Cara inilah yang efektif
yang bisa kita lakukan dengan kondisi kita saat ini.
Sasaran PSN-DBD adalah semua tempat yang dapat menjadi sarang nyamuk, alami
ataupun buatan, baik di dalam maupun di luar rumah, serta tempat-tempat umum (termasuk
bangunan kosong dan lahan tidur).
Pada dasarnya PSN-DBD adalah kegiatan dari, oleh, dan untuk masyarakat, sehingga
jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan merupakan kesepakatan masyarakat setempat yang
diorganisasikan oleh kelompok kerja pemberantasan dan pencegahan DBD (POKJA DBD)
dalam wadah LKMD.
Penggerakan masyarakat dalam kegiatan PSN-DBD dilakukan dengan kerja sama
lintas sektoral yang dikoordinasikan oleh kepala wilayah/daerah setempat melalui wadah
Pokjanal/Pokja DBD. Kegiatan ini dilakukan selama 1 bulan, pada saat sebelum perkiraan
peningkatan jumlah kasus yang ditentukan berdasarkan data kasus bulanan DBD dalam 3-5
tahun terakhir.
Pemberantasan sarang nyamuk dilakukan seminggu sekali, alasannya daur hidup
nyamuk Aedes aegypti adalah 8-10 hari. Jika PSN dilakukan seminggu sekali maka rantai
pertumbuhan dari mulai telur menjadi jentik atau dari jentik menjadi kepompong dan dari
9
kepompong menjadi dewasa atau dari dewasa kembali bertelur akan terputus sebelu nyamuk
dapat menyelesaikan daur hidupnya. Sasaran penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan
adalah semua rumah keluarga, sehingga dilaksanakan PSN-DBD di rumah secara terus-
menerus. Kegiatan rutin penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan meliputi :
Pokok-Pokok Kegiatan Penggerakan PSN-DBD adalah:
1. Penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan;
a) Penyuluhan kelompok masyarakat oleh kader dan tokoh masyarakat antara lain di
Posyandu, tempat ibadah dan dalam pertemuan warga masyarakat,
b) Kerja bakti PSN-DBD secara serentak dan berkala untuk membersihkan lingkungan
termasuk tempat-tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari,
c) Kunjungan rumah berkala sekurang-kurangnya setiap 3 bulan (untuk penyuluhan dan
pemeriksaan jentik) oleh tenaga yang telah dibimbing dan dilatih. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengingatkan keluarga agar selalu melaksanakan PSN-DBD.
2. Penggerakan PSN-DBD di sekolah dan tempat umum lainnya;
Pembinaan kegiatan PSN-DBD di sekolah diintegrasikan dalam proses belajar-
mengajar, baik melalui intra maupun ekstra kurikuler termasuk program Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS). Kegiatan penggerakan PSN-DBD di sekolah dilaksanakan
sesuai petunjuk teknis pelaksanaan PSN-DBD di sekolah melalui UKS yang telah
diedarkan Dirjen Dikdasmen Depdikbud melalui surat edaran No. 81/TPUKS 00/X/1993
tanggal 14 Oktober 1993.
Pembinaan kegiatan PSN-DBD di tempat umum lainnya dipadukan dalam
program pemeliharaan kesehatan lingkungan antara lain melalui pemeriksaan sanitasi
tempat umum.
3. Penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat luas
Penyuluhan kepada masyarakat luas dilaksanakan melalui media massa seperti
televisi, radio, bioskop, poster, surat kabar, majalah dan sebagainya. Motivasi tentang
PSN-DBD dilakukan antara lain melalui berbagai lomba, misalnya lomba PSN desa,
lomba sekolah atau tempat umum.Penggerakan PSN-DBD di tempat umum lainnya
dipadukan dalam program pemeliharaan kesehatan lingkungan.
Pemantauan gerakan PSN-DBD dilakukan secara berkala minimal setiap 3 bulan.
Pemantauan dilaksanakan antara lain dengan pemeriksaan jentik berkala (PJB) pada
sejumlah sampel rumah, sekolah dan tempat umum lainnya. Indikator keberhasilan PSN-
DBD adalah angka bebas jentik (ABJ), yaitu persentase rumah/bangunan yang tidak
ditemukan jentik sebesar 95%.
Mengenai kegiatan PSN tersebut. Hasil pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir
PJB-1. Kemudian minta tandatangan kepala keluarga/anggota keluarga pada formulir
tersebut. Formulir PJB-1 yang telah diisi disampaikan kepada pihak puskesmas setiap
hari. Dibuat rekapitulasi untuk memperoleh angka bebas jentik (ABJ) tiap kelurahan.
Untuk evaluasi/penilaian kualitas kegiatan pemeriksaan jentik berkala digunakan format
penilaian kualitas kegiatan PJB.

10
B. Metode
Dalam upaya mencapai tujuan pelayanan promosi kesehatan diperlukan peran fasilitator,
dimana fasilitator bertanggungjawab dalam mengkomunikasikan inovasi di bidang
kesehatan kepada masyarakat penerima manfaat..
Metode yang dimaksud disini adalah metode POAC. POAC terdiri dari empat faktor, yaitu:
a. Planning (Perencanaan)
Yang dimaksud dengan planning disini adalah rencana awal atau tujuan awal yang jelas.
Didalam perencanaan ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu SMART1[6].
1. S: Specific (spesifik)
Artinya perencanaan harus jelas maksud maupun ruang lingkupnya. Tidak terlalu
melebar dan idealis.
2. M: Measurable (terukur)
Artinya program kerja atau rencana harus dapat diukur tingkat keberhasilannya.
3. A: Achievable (tercapai)
Artinya dapat dicapai, jadi bukan angan-angan.
4. R: Realistic (realistis)
Artinya sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang ada. Tidak terlalu mudah
dan tidak terlalu sulit tapi tetap ada tantangan.
5. Time (waktu)
Artinya ada batas waktu yang jelas. Mingguan, bulanan, triwulan, semester, atau
tahunan, sehingga mudah dinilai dan dievaluasi.
b. Organizing (Pengorganisasian)
Agar tujuan tercapai maka dibutuhkan pengorganisasian.biasanya dalam perusahaan
diwujudkan dalam bentuk bagan organisasi. Yang kemudian di pecah menjadi berbagai
jabatan. Semakin tinggi suatu jabatan biasanya semakin tinggi tugas, tanggung jawab
dan wewenangnya.
c. Actuating (Penggerak)
Perencanaan dan pengorganisasian yang baik kurang berarti bila tidak diikuti dengan
pelaksanaan kerja. Untuk itu maka dibutuhkan kerja keras, kerja cerdas, dan kerjasama.
Semua sumber daya manusia yang ada harus dioptimalkan untuk mencapai visi, misi
dan program kerja organisasi.
d. Controlling (Mengendalikan)
Agar perkejaan berjalan sesuai dengan visi, misi, aturan dan program kerja maka
dibutuhkan pengontrolan. Baik dalam bentuk supervise, pengawasan, inspeksi hingga
audit.

C. Langkah Kegiatan
1. Perencanaan
a. Merencanakan teknis kegiatan program pengendalian DBD
b. Membentuk tim atau kepanitiaan kegiatan
c. Mengalokasikan anggaran untuk kegiatan program pengendalian penyakit DBD
2. Persiapan
a. Diseminasi informasi kegiatan tingkat kecamatan dan pihak lain yang terkait
b. Membentuk dan mengaktifkan kelembagaan pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan tingkat kecamatan.
3. Pelaksanaan

1
11
a. Menetapkan mekanisme koordinasi antar sektor terkait dengan leading sektor dari
Puskesmas (penanggung jawab program pengendalian penyakit DBD)
b. Membentuk dan mengaktifkan kelembagaan untuk pelaksanaan kegiatan program
pengendalian penyakit DBD di tingkat kecamatan.
c. Melaksanakan kegiatan program pengendalian penyakit DBD sesuai dengan jadwal
yang telah disusun
4. Monitoring evaluasi
a. Monitoring pelaksanaan kegiatan program pengendalian penyakit DBD
b. Melaporkan pelaksanaan kegitan program pengendalian penyakit DBD

12
BAB V
LOGISTIK

Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan kegiatan program DBD direncanakan
dalam pertemuan lokakarya mini lintas program sesuai dengan tahapan kegiatan dan metoda
yang akan dilaksanakan.

13
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegitan program DBD perlu


diperhatikan keselamatan sasaran dengan melakukan identifikasi resiko terhadap segala
kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan resiko
terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.

14
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan program DBD perlu


diperhatikan keselamatan kerja karyawan Puskesmas dan lintas sektor terkait dengan
melakukan identifikasi resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat
pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan resiko terhadap harus dilakukan untuk tiap-tiap
kegiatan yang akan dilaksanakan.

15
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Kinerja pelaksanaan program DBD dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan


indikator sebagai berikut :
1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadwal
2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan
3. Ketepatan metode yang digunakan
Permasalahan dibahas pada tiap pertemuan lokakarya

BAB IX

16
PENUTUP

Pedoman ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman atau pegangan bagi
penanggung jawab/pengelola program/kegiatan DBD di puskesmas dalam melaksanakan
manajemen kegiatan pengendalian DBD. Dengan adanya pedoman ini diharapkan seluruh
penanggung jawab/pengelola program/kegiatan termasuk pihak terkait lainnya memiliki
kesamaan pandangan terhadap tujuan dan pelaksanaan kegiatan pengendalian serta
menejemennya. Keberhasilan kegiatan pengendalian DBD tergantung pada komitmen yang
kuat dari semua pihak terkait dalam upaya meningkatkan kemandirian masyarakat dan peran
serta aktif masyarakat dalam bidang kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

17
1. Pedoman Penatalaksa DBD
2. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) oleh juru pemantau
jentik (Jumantik). Departemen kesehatan Republik Indonesia direktorat jendral
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan.2007
3. Modul Pelatihan Bagi Pengelola Program Pengendalian Penyakit Demam Berdarah
Dengue Di Indinesia. direktorat jendral pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan.departemen kesehatan RI 2007
4. Petunjuk Tehnis Pembinaan Dan PenggeraKan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam
Berdarah Dengue Oleh Masyarakat. Tim pengendalian program psn dbd propinsi jawa timur
tahun 2006.
5. Pedoman pengendalian demam berdarh dengue di indonesia. Kementerian kesehatan
republik indonesia direktorat jendral pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan.tahun 2015

18

Anda mungkin juga menyukai