Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Gastroschisis merupakan kelainan kongenital dimana terjadi herniasi isis bdomen pada
umbilicus. Pada Gastroschisis organ visera yang biasanya mengalami herniasi adalh
usus. Usus yang mengalami herniasi atau keluar dari organ abdomen akan beresiko
mengalami infeksi. Gastroschisis hampir sama dengan onfalokel yang membedakan
adalah Gastroschisis sebagian besar terletak disebelah kanan abdomen dan tidak ada
hubungan dengan abnormalitas kromoson.

Menurut T. W. Sadler, 1997 kelainan Gastroschisis terjadi pada 1:10.000 kelahiran,


sedangkan onfalokel terjadi pada 2,5:10.000 kelahiran disertai dengan angka kematian
yang tinggi (25%) dan malformasi berat. Angka hidup pada pasien Gastroschisislebih
tinggi dibanding dengan omfalokel.

Kondisi kelainan kongenital dimana terdapat defek pada abdomen seperti pada
Gastroschisis dan omfalokel ini dapat dideteksi lebih dini melalui pemeriksaan
kehamilan.

Penatalaksanaan untuk Gastroschisis dan omfalokel adalah tindakan pembedahan untuk


mengembalikan kembali organ visera yang berada pada luar rongga abdomen kedalam
rongga abdomen. Pembedahan ini dilakukan setelah persalinan. Keberhasilan
pembedahan bergantung pada ukuran derajat herniasi yang terjadi dan kondisi jaringan
karena terkadang terjadi nekrisos usus.

Berdasrkan hal tersebut maka kami akan membahas tentang asuhan keperawtan pada
pasien Gastroschisis. Dalam makalah ini pembahasan meliputi anatomi fisiologi sistem
pencernaan, definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi,
penatalaksanaan medis, penatalaksanaan diet, pengkajian, diagnosa dan intervensi untuk
pasien dengan Gastroschisis.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan anatomi pencernaan?
1.2.2. Apa definisi dari penyakit

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut :
1.3.1. Tujuan umum
Mampu memahami konsep asuhan keperawatan dengan Gastroschisis
1.3.2. Tujuan khusus
1.3.2.1. Memaparkan konsep penyakit Gastroschisis yang meliputi anatomi
fisiologi sistem pencernaan, definisi, etiologi dan faktor risiko,
patofisiologi, manifestsi klinis, komplikasi yang terjadi,
penatalaksanaan medis dan diet serta asuhan keperawatan
Gastroschisis
1.3.2.2. Memahami asuhan keperawatan dengan Gastroschisisdengan
metodologi asuhan keperawatan yang benar

1.4. Metode Penulisan


Metode penulisan pada makalah ini dilakukan berdasarkan studi pustaka dan literatur

yang berkenaan dengan topik yang dibahas. Metode yang digunakan yaitu penulusuran

pustaka dan literatur.

1.5. Sistematika Penulisan


Makalah ini terdiri dari empat bagian bab, yaitu (1) Bab pertama adalah pendahuluan,

terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan

sistematika penulisan; (2) Bab kedua berisi tinjauan pustaka yang membahas konsep

umum Gastroschisis pada bayi; (3) Bab ketiga berisi gambaran kasus dan analisanya;

(4) Bab keempat berisi tentang asuhan keperawatan bayi dengan prematur; dan (5)

Bab kelima terdiri atas simpulan dan saran.


BAB 1I

TINJAUAN TEORI

2.1. Anatomi dan fisiologi


2.1.1. Anatomi pencernaan
2.1.1.1. Mulut
Mulut merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan. Dinding
kavum oris memiliki struktur untuk memastikan di mana makanan
akan di potong, di hancurkan oleh gigi, dan di lembabkan oleh saliva.
Selanjutnya makanan tersebut akan membentuk bolus di mana massa
terlapisi salivasi. ( Sodikin : 2011)
2.1.1.2. Lidah
Lidah tersusun oleh otot yang pada bagian atas dan samping di lapisi
dengan membran mukosa. Lidah menempati kavum oris dan melekat
secara langsungpada epitel epiglotis dan faring. Tiga ruang mirip
celah membventuk struktur dalam mulut, yang memungkinkan cairan
untuk melintas ke dalam faring. Pada permukaan atas dekat pangkal
lidah terdpat alur berbentuk V yaitu suklus terminalis yang
memisahkan lidah bagian anterior dan posterior. Permukaan ataslidah
dipenuhi banyak tonjolan kecil yang di sebut sebagia papil lidah. (
Sodikin : 2011)
2.1.1.3. Gigi
Gigi mempunyai ukuran dan bentuk berbeda beda. Setiap gigi
memiliki tiga bgian, yaitu mahkota yang terlihatdi atas gusi, leher
yang ditutupi oleh gusi dan akar yang di tahan dalam soket tulang.
Bagian dalam gigi adalah rongga pulpa yang mengandung saraf dan
pembuluh darah. ( Sodikin : 2011)
2.1.1.4. Esofagus
Esofagus merupakan tuba otot dengan ukuran 8-10 cm dari kartilago
krikoid sampai bagian kardia lambung. Penjangnya bertambah selama
3 tahun setelahkelahiran, selanjutnya kecepatan pertumbuhan lebih
lambat mencapai panjang dewasa yaitu 23-30 cm. Esofagus turun dan
memasuki kavum abdomen melalui suatu apertura dalam diafragma.
Ssetelah berkisar 1,25 cm, membuka kedalam lambung melalui
orifisium kardiak. ( Sodikin : 2011)
2.1.1.5. Lambung
Lambung berbentuk lebar dan merupakan bagian yang dapat
berdilatasi dari saluran cerna. Bentuk lambung berfariasi tergantung
dari jumlah makanan yang di dalamnya, adanya gelombang
peristaltik, tekanan dariorgan lain, respirasi, dan postur tubuh. Posisi
dan bentuk lambung kiri atas abdomen. ( Sodikin : 2011)
2.1.1.6. Usus kecil
Usus kecil terbagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Usus kecil
memiliki panjang 300-500 cm saat lahir, mengalami peningkatan
sekitar 50% selama tahun pertama kehidupan, dan berukuran ± 6 m
saat dewasa. Deudenum merupakan bagian terpendek dari usus kecil
yaitu sekitar7,5-20 cm dengan diamenter 1-1,5cm. Dinding usus
terbagi menjadi empat lapisan, yaitu mukosa, submukosa, muskuler,
dan serosa (peritoneal). ( Sodikin : 2011)
2.1.1.7. Usus besar
Usus besarberjalan dari katup ileosaekal ke anus. Usus besar dibagi
menjadi bagian sekum, kolon asenden, kolon tranversum, kolon
desenden, dan kolo sigmoid. Panjang usus bervariasi, berkisar sekitar
± 180 cm. ( Sodikin : 2011)
2.1.1.8. Hepar
Glandula paling besara dalam tubuh dan memiliki berat ± 1.300 -
1.550 gram. Hepar berwarna merah kecoklatan, angat vaskular, dan
lunak berbentuk
2.1.1.9. Pangkreas
Pangkreas terletak transversal di perut bagian atas, antara duodenum
dan limpa dalam retroperitonium. Katur pangkreas, yang bersandar
pada vena kava dan vena renalis, melekat pada lengkungan C
duodenum dan melingkari di sekitar duktus koledokus. ( Sodikin :
2011)
2.1.1.10. Peritoneum
Merupakan membran serosa yang tipis, licin dan lembab yang
melapisi rongga peritonium dan banyak organ perut seperaati cavum
abdomen dan pelvis. Peritoneum menutupi visera, walaupun
bebberapa hanya ditutupi pada permukaan abdominal dan pelvis.
Peeritoneum seperti pleura tersususn dari dua lapisan yang berkotak
yaitu lapisan parietal dan viseral. ( Sodikin : 2011)

2.1.2. Fisiologi pencernaan


Fisiologi saluran pencernaan terdiri atas rangkaian proses memakan (ingesti)
dan sekresi getah pencernaa ke sistem pencernaan. Getah pencernaan mambantu
pencernaan ataudigesti pencernaan, hasilpencernaan anak diserap (absorbsi)
kedalam tubuh berupa zat gizi. Proses sekresi, digesti, dan absorbsi terjadi
secara berkesinambungan pada saluran pencernaan,mulai dari atas yaitu mulut
sampai ke rektum. Secara bertahap, massa hasil campuran makanan dan getah
pencernaan (bolus) yang telah di cerna, didorong (di gerakkan) ke arah anus
(motilitas). Sisa massa yang tidak di absorbsi di keluarkan melalui anus
(defekasi) berupa feses. ( Sodikin : 2011)

2.2. Definisi
2.2.1. Gastroschizis adalah suatu kondisi yang mirip dengan omfalokel, kecuali bahwa
defek dinding abdomen jauh dari umbilikus dan organ abdomen tidak dilapisi
oleh lapisan peiritonium tetapi lebih tertumpah abdomen secara bebas. (Sharon
J. Reeder eat all : 2011)
2.2.2. Gastroschizis adaah penonjolan kulit melalui suatu defek dinding abdomen
(biasanya sidebelah kanan tali pusat yang sehat). Usus tidak tertutup sehingga
beresiko infeksi dan trauma. Gastroschizis biasanya tidak berhubungan dengan
abdnormalitas kromosom. (Vicky Chapman :2006)
2.2.3. Gastroschizis adalah keluarnya ususu dari titik terlemah di kanan umbilikus
dimanan ususakan berada diluar rongga perut tanpa dibungkus peritonium dan
amnion. (R. Sjamsuhidayat : 1997)
2.2.4. Gastroschisis adalah fisura kongenital dinding depan perut yang tidak
melibatkan tempat insersi tali pusat, dan biasanya disertai penonjolan usus halus
dan sebagian usus besar (Sadler, T.W, 1997).
2.2.5. Gastroschizis adalah suatu herniasi pada isi usus dalam fetus yang terjadi pada
salah satu samping umbilical cord. Organ visera posisinya diluar kapasitas
abdomen saat lahir (Linda Sawden, 2002).
2.2.6. Pada dasarnya gastroschizis sama dengan omphalocele. Omphalocele adalah
defek (kecacatan) pada dinding anterior abdomen pada dasar dari umbilical cord
dengan herniasi dari isi abdomen. Organ – organ yang berherniasi dibungkus
oleh peritoneum parietal. Setelah 10 minggu gestasi, amnion dan Wharton jelly
juga membungkus massa hernia (Lelin-Okezone, 2007).
2.2.7. Menurut kamus keperawatan gastroschizisadalah kelaninan kongenital tidak
tetutupnyadinding abdomen secara lengkap disebelah kanan tali pusat yang
normal, dengan akibatterjadianya prostitusionalat viceral yang tidak tertutu oleh
peritonium. (Sua Hinchliff :1999)
2.2.8. Gastroschizis adlahdefek dinidng abdomen ketebalan penuh yang
ukurannyabervariasi dan biasanya terjadidi sebelah kanan tali pusat. Isi
abdomen yang herniasi(misalnya usus, lambung, kandung kemih. Hepar)
terpajan penuh pada cairan amnion in utero yang menyebabkan tampak tebal
dan keset. (Paulette S Haes :2008)
2.2.9. Omphalocele adalah kondisi bayi waktu dilahirkan perut bagian depannya
berlubang dan usus hanya dilapisi selaput yang sangat tipis (dr. Irawan Eko,
Spesialis Bedah RSU Kardinah, 2008).
2.2.10. Omphalocele terjadi saat bayi masih dalam kandungan, karena gangguan
fisiologis pada sang ibu, dinding dan otot – otot perut janin tidak terbentuk
dengan sempurna. Akibatnya organ pencernaan seperti usus, hati, tali pusar,
serta lainnya tumbuh diluar tubuh. Jenis gastroschizis terjadi seperti
omphalocele. Bedanya tali pusar tetap ada pada tempatnya (dr. Redmal Sitorus,
2008).
2.3. Etiologi
Gastroschizis kemungkinan disebabkan oleh ruptur dasar tali ppusat di daerah yang
telah mengalami kelemahan akibat involusi vena umbilikalis kanan sehingga
memudahkan isi abdomen herniasi ke rongga amnion. (Paulette S Haws : 2008)
Pada awalnya terdapat sepasang vena umbilikali, yaitu vena umbilikasi kanan dan kiri.
Ruptur tersebut terjadi in-utero pada daerah lemah yang sebelumnya terjadi herniasi
fisologis akibat involusi dari vena umbilikasi kanan. Keadaan ini menerangkan
mengapa gastroschizis hampir selalu terjadi di lateral kanan dari umbilikus. Teori ini di
dukung oleh pemeriksaan USG secara serial, dimana 27 minggu terjadi hernia
umbilikalis dan menjadi nyata gastroschizis pada usia 34,5 minggu. Setelah dilahirkan
pada usia 35 minggu, memang tampak gastroschizis yang nyata. (Ishawati Nur Idris
:2011).
Faktor resiko tinggi berhubungan dengan omphalocel atau gastroschizis adalah resiko
tinggi kehamilan seperti :
2.3.1. Kehamilan beresiko tinggi seperti komplikasi dari infeksi
2.3.2. Hamil usia muda
2.3.3. Paritas tinggi (semakin banyak kelahiran pada satu ibu semakin tinggi
kemungkinan terkena gastroschizis)
2.3.4. Kekurangan asupan gizi pada ibu hamil
2.3.5. Merokok
2.3.6. Penggunaan obat-obatan
2.3.7. Hal-hal lain yang dapat menyebabkan anak BBLR dapat meningkatkan resiko
terjadinya gastroschizis, dan lebih sering pada bayi SGA. ( Oden Mahyudin :
2011)

2.4. Pencegahan
Terpenuhinya nutrisi selama kehamilan seperti asam folat, vitamin B komplek dan
protein
2.5. Patofisiologi
Menurut Suriadi & Yuliani.R patofisiologi dari gastroschizis atau omphalocele yaitu
selama perkembangan embrio ada suatu kelemahan yang terjadi didalam dinding
abdomen semasa embrio yang mana menyebabkan herniasi pada isi usus pada salah
satu samping umbilicus (yang biasanya pada samping kanan), ini menyebabkan organ
visera abdomen keluar dari kapasitas abdomen dan tidak tertutup oleh kantong. Terjadi
malrotasi dan menurunnya kapasitas abdomen yang dianggap sebagai anomaly.
(Nn:2011)
Gastroschizis pada janin usia 6 minggu isi abdomen terletak diluarembrio di rongga
selon. Pada usia 10 minggu akan terjadi pengembangan liumen abdomen sehingga usus
dari ekstra peritoneum akan masuk ke rongga perut. Bila proese ini terhambat akan
terbentuk kantong di pangkal umbilikus yang berisi usus, lambung dan kadang haati.
Dindingnya tipis, terdiri darilapisan peritoneum dan lapidan amnion yang keduanya
bening sehingga isi kantong tampak dari luar. Keadaan ini di sebut omfalokel. Bila usus
keluar dari tiitk lemah di lateral umbilikus baik sisi kanan atau sisi kiri, usus akan
berada di luar rongga perut tanpa di bungkus peritoneum dan amnion. Keadaan seperti
ini di sebut gastroschizis. (R. Sjamsuhidayat. El al. : 2010)

Gastroschizis terbentuk akibat kegagalan fusi somite dlaam pembentukan dinding


abdomen sehingga dinding abdomen sebagian terbuka. Letak defek umumnya disebelah
kanan umbilikus yang terbentuk normal. Usus sebgian besar berkembang diluar rongga
abdomen janin, akibatnya usus menjadi tebal dan kaku karena pengendapan dan irirtasi
cairan amnion dalam kehiudupan intra uterin, usus juga tampak pendek, rongga
abdomen janin sempit. Usus –usus, visera, dan seluruh rongga abdomen berhubungan
dengan dunia luar menyebabkan penguapan dan pancaran panas dari tubuh cepat
berlangsung, sehingga terjadi dehidrasi dan hipotermi, kontaminasi usus dengan
kuman juga dapat terjadi dan menyebabkan sepsis, aerologi menyebabkan usus-usus
distensi sehingga mempersulit koreksi pemasukan kerongga abdomen sewaktu
pembedahan. (Nn : 2011)

2.6. Manifestasi Klinis


Gastroschizis merupakan suatu kelainan ketebalan dinding perut yang lokasi biasanya
disebelah umbilikus. Usus yang keluar dari lubang abdomen memperlihatkan tanda-
tanda peritonitis kimia sebagai akibat pengeluaran cairan amnion. Ususu menjadi tebal,
pendek dan kaku dengan edema yang jelas didinding usus. Karena pengendapan dan
iritasi cairan amnion dalam kehidupan intrauterine. Peristaltik tidak ada, kadang-kadang
terjadi iskemik karena puntiran kelaian fascia. Usus tampak pendek, rongga abdomen
janin menjadi sempit. Pada anak memperlihatkan gambaran udara sebagi hasildilatasi
perut dan usus kecil bagian proksimal, isis intra abdomen normal jelas terlihat dengan
kelainan, yang mana herniasi terjadi pada periode post natal . (Nn : 2009)
Banyak usus dan organ perut lainnya yang menonjol pada gastroschizis/ omfalochel
bervariasi tergantung kepada besarnya lubang dipusar. Jika lubangnya kecil mungkin
hanya usus yang menonjol tetapi jika lubangnya besar hati juga bisa menonjol melalui
lubang tersebut (Retno Setiowati, 2008).
Klinis perbandingan antara Omphalocele dengan Gastroschisis
Faktor Omphalocele Gastroschisis
Lokasi Cincin umbilicus Samping umbilicus
Defek ukuran Besar (2-10 cm) Kecil (2-4 cm)
Tali pusat Menempel pada kantong Normal
Kantong Ada Tidak
Isi Hepar, usus. Usus, gonad.
Usus Normal Kusut , meradang
Malrotasi Ada Ada
Abdomen kecil Ada Ada
Fungsi menurun pada
Fungsi Intestinal Normal
awal
Tidak biasa kecuali atresia
Anomali lain Sering (30-70%)
usus.

2.7. Pemerikasaan penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kelainan –kelainan
pada janin menurut dr. Greg Agung H. SpOG adalah
2.7.1. Pemeriksaan dalam
Bersamaan dengan pemeriksaan inspekulo, dokter juga akan melakukan
pemeriksaan dalam atau colok vaginal. Pemeriksaan ini digunakan untuk melhat
besar rahim atau ukuranya, serta untuk mendeteksi adanya kelainan bawaan
rahim, selain itu juga bisa teraba kalau ada benjolan tumor ataupun polip.

2.7.2. In spekulo
Dilakukna pada ibu hamil muda atau ibu ynag pertama kali datang untuk
memeriksakan diri ke dokter ahli kebidanan dan kandungan. Karena itu in
spekulo dikatakan sebagai pemeriksaan dasar. Pemeriksaan ini menggunakan
spekulum cocor bebek ynag dimasukkan kedalam vagins.
Gunakan untuk melihat keadaan permukaan di leher rahim. Dari pemeriksaan
ini, dokter akan mengetahui apakah ibu yang datang sedang hamil muda atau
tidak. Sebab, kala hamil muda rahim akan berubah warna agak keunguan. Dari
pemeriksaan ini pula dokter akan mengetahui apakah di permukaan leher rahim
ada infeksi, jenger ayam/kandiloma, varises, atuaupun bila ada keganasan atau
kanker leher rahim. Dengan demikian, bila dari hasil pemeriksaan ditemukan
hal-hal tersebut dokter bisa segera menentukan langkah-langkah
pemgobatannya.
2.7.3. Pemeriksan USG
USG juga bisa melihat jumlah bayinya, apakah bayinya terletak di dalam atau di
luar kandungan, seta lokalisasi plasenta. Bahkan UGS seial mampu menilai
perkembangan siklus dari telur tiap harinya. Jua untukmemantau masa subur si
wanita. Tidak haya di trimester I, USG juga perlu dilakukan di usia kehamilan
trimester II dan II. UGS yang dilakukan pada trimester II gunanya untuk srining
bay. Sedangkan di trimester III dilakukan untuk memantau proses persalinan.
2.7.4. Pemeriksaan luar
Dilakukan dengan meraba rahim dari luar untuk melihat pembesaran rahim,
letak janin, gerakan janin, serta kontraksi rahim. Dari pemeriksaan ini pula akan
diketahui apabila pembesaran rahim tak sesuai usia kehamilannya. Kalau
rahimnya besar, tapi tak sesuai dengan usia kehamilannya, maka dokte perlu
mencari tahu, apakahjaninnya besar atau tidak. Di trimester III, pemeriksaan luar
akan dibantu dengan doppler atau CTG/Cardiotokografi untuk merekam denyut
jantung bayinya.
2.7.5. Pemeriksaan pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi dini kelainan-kelainan yang ada di
leher rahim atau menilai sel-sel leher rahim. Megapa demikian? Karena sel-sel
leher rahim selalu berubahsesuaisiklus. Bukankah pengaruh hormon estrogen da
progerteron menyebabkan perubahan pada sel-sel leaput vagina? Sehingga
secara tak langsung pemeriksan ini juga berguna untuk mengetahui fungsi
hormonal. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengabil getah servik
kemudian diperiksa di laboratorium.
2.7.6. Kolposkopi
Dilakukan bila ada kecurigaan di daerah leher rahim dengan cara diteropong.
Alat kolposkopi terdiri atas dua alat pembesaran optik yang ditempatkan pada
penjyangga yang terbuat dari besi. Dengan teropong kolposkopi, kita bisa
mebesarkan hal-hal yang dicurigai di daerah leher rahim hingga 20 kali lebih
besar. Bukan hanya peneropongan, ala ini juga sekaligus bisa langsung
memberikan tes, artinya, dengan disemprotkan obat tertentu, maka daerah yang
dicurigai itu akan berubah warna menjadi putih atau warna lain.
2.7.7. Kuret D/C atau diagnostik kuratase
Diagnostik kuratase dilakukan untuk mengambil sek-sek di jalan lahir. Biasanya
dilakukan pada psien yang mengalami perdarahan diluar haid. Apalagi bagi yang
sudahmenopouse. Gunanya untukmendeteksi dini kelainan-kelainan di jalan
lahir atau di dalam rahim atau bila ada keganasan. Waktu pemeriksaan bisa
dilakukan kapan saja bila ada perdarahan.
2.7.8. Pemeriksaan VB (bacterial vaginosis) atau SWABE vagina
Dilakukanpada pasien-pasien yang kena infeksi berulang. Misalnya, keputihan
yang berulang atau radang pangul yang tak kunjung sembuh. Bila ada gejala
seperti diatas, maka dokter akan mengambil cairan di vaginanya untuk dilihat di
laboratorium. Kuman-kuman apakah yang ada di dalamnya. Dari situ kita bisa
memberi obat seseuai kuman yang didapat di daerah itu. Biasanya obatnya
berupa antibiotik disertai cairan pembersih vagina untuk memanipulasi pH
vagina agar menjadi asam.
2.7.9. HSG/Histero Salvingografi
Seperti halnya hidrotubasi, HSG dilakukan untuk menilai saluran tuba dan
tumor-tumor yang ada disekitarnya. Saluran tuba ini bisa tebelokkan oleh adanya
umor. Karaena itu diperlukan pemeriksaan HGSG. Pemeriksaan HSG juga
dilakukan pada hari ke-7 hingga ke -11 seklus haid. Karana saat itu dinding
rahim paling tipis, juga sel tellur tidak ada, shingga paling pas untuk dilakukan
pemeriksaan HSG ataupun hidrotubasi.
2.7.10. Histeroskopi
Suatu alat yang dimasukkan kedalam rahim yang dilengkapi dengan kamera,
sehingga visualisasi yang di capai lebih baik. Sementara kalau HSG tidak bisa
melihatpermukaan dalam rahim, seperti kalau ada polip, maka dengan
histerekopi akan terlihat permukaan dalam rahim dan saluran tuba. Histereskopi
juga sekaligus bisa untuk diagnosis dan terapi. Jadi kalau ditemukan polip di
rahim, kita bisa langsung melasernya. Pun kalau ada kelainan lainnya bisa
langsung diamblil. Bahkan kalau ada sekat dalam rahim, bisa langsung
dilakukan pemotongan sekat tersebut.
2.7.11. Laparaskopi
Pemeriksaan untuk melihat bagian dalam rahim secara keseluruhan. Jadi,
semuanya akan kelihatan. Dalam pemeriksaan ini akan dimasukkan suatu alat
terpong yang ditembuskan melalui perut. Itulah mengapa pemeriksaan
laparaskopi termasuk dalam tindakan operatif.
2.7.12. Menurut A.H Markum (1991) pemeriksaan diagnostiknya adalah:
i. Pemeriksaan fisik, pada gastroschizis usus berada diluar rongga perut
tanpa adanya kantong
ii. Pemeriksaan laboratorium
iii. Prenatal ultrasound
Pemeriksaan radiologi, fetal sonography dapat menggambarkan kelainan
genetik dengan memperlihatkan marker struktural dari kelainan kariotipik.
Echocardiography fetal membantu mengidentifikasi kelainan jantung (Retno
Setiowati, 2008).

2.8. Komplikasi
Menurut Marshall Klaus (1998) komplikasinya adalah
2.8.1. Komplikasi adalah infeksi yang mudah terjadi pada permukaan yang tebuka
2.8.2. Kekurangan nutrisi dapat terjadi sehingga perlu balane cairan dan nutrisi yang
adaekuat misalnya : dengan nutrisi parenteral
2.8.3. Dapat terjadi sepsi teutama jika nutrisi kurang dan pemasangan ventilator yang
lama
2.8.4. Nekrosis  kelainan kongenital dinding perut ini mungkin disertai kelainan
bawaan lain yang memperburuk prognosis
2.8.5. Penguapan dan pancaran panas dari tubuh cepat berlangsung, sehingga terjadi
dehidrasi dan hipotermi
2.8.6. Distres pernapasan (kesalahan peletakna isi abdomen akan menyebabkan
gangguana perkembangan paru)
2.8.7. Komplikasi dari abdomen adalah peritonitis dan paralisis usus sementara
2.8.8. Bentuk pusar dapat mengalami bentuk yang tidak normal walupun dengan nekas
luka yang tipis
Kelainan congenital dinding perut ini mungkin disertai kelainan bawaan lain yang
memperburuk prognosis (Retno Setiowati, 2008).
Bila kerusakan usus terlalu banyak, bayi memungkinkan akan megalami short bowel
syndomme dan mengalammi gangguan pencernaa dan penyerapan (Nn : 2011)

2.9. Prognosis
Meskipun pada awalnya managemen dari gastroschisis sulit, namun efek jangka
panjang memiliki problem yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan omfalokel.
Mortalitas gastroschisis pada masa lampau cukup tinggi, yaitu sekitar 30%, namun
akhir-akhir ini dapat ditekan hingga sekitar 5%. Mortalitas berhubungan dengan sepsis
dan vitalitas dan kelainan dari traktus gastrointestinal pada saat pembedahan.
Pada pasien gastroshisis dapat timbul short bowel syndrome, yang dapat disebabkan
karena reseksi usus yang mengalami gangren, atau yang memang secara anatomik
sudah memendek maupun adanya dismotilitas. Insidens dari obstruksi usus dan hernia
abdominal juga meningkat pada pasien dengan gastroschisis maupun omfalokel.
Gangguan fungsional baik nyeri abdominal dan konstipasi juga meningkat.Kurang
lebih 30% pasien dengan defek kongenital dinding abdomen terjadi gangguan
pertumbuhan dan gangguan intelektual. Namun hal ini perlu dipikirkan pula keadaan
yang dapat menyertai pada defek dinding abdomen seperti premauritas, komplikasi-
komplikasi yang terjadi dan anomali lainnya (Imam Sudrajat& Haryo Sutoto).

2.10. Penatalaksanaan Medis


Bila usus ataua organ intra abdomen terletak diluar abdomen, maka akan meningkatkan
resiko kerusakan bila melewati kelahiran normal. Banyakahli menganjurkan
diberlakukan seksio sesaria untuk semua kasus gastroschisis. Kondisi gastroschisis ini
dapat diperbaiki setelah persalinan melalui pembedahan.
2.10.1. Penatalaksanaan medis
2.10.1.1. Perawatan prabedah
a. Terpeliharanya suu tubuh, kehilangan panas dapat berlebihan
karena usus yang mengalami prolaps sangat meningkatkan area
permukaan
b. Pemasangan NGT dan pengisapan yang kontinu untuk
mencegah distensi usus-usus yang mempersulit pembedahan
c. Penggunaan bahan sinatetik dan pengisapanan yang kontinu
untuk mencegah distensi usus-usus yang mempersulit
pembedahan.
d. Penggunaan bahan sintetik dengan lapisan tipis yang atidak
melengket seperti xerofom, kemudian engan pembungkus untuk
menutup usus atau penutup dengan kasa lembab dengan cairan
NaCl steril untuk mencegah kontaminasi.
e. Terapi intravena untuk dehidrasi
f. Antiseptic dengan spectrum luas secara inravena, besarnya
kantong serta luasnya cacat dinding perut dan ada tidaknya
hepar didalam kantong, akan menentukan cara pengelolaan.
g. Terapi oksigen untuk membantu pernafasan. (Nn : 2011)
2.10.1.2. Pembedahan
Dilakukan secara bertahap tergantung besar kecilnya lubang pada
dinding abdomen. Tujuan pembedahan adalah untuk
mengembalikan visera kedalam kavum abdomen dan menutup
lubang abdomen.
Operasi ini harus dikerjakan secepat mungkin sebab tidak ada
perlindungan infeksi. Operasi dua tahap :
a. Tahap I
Permukaan luar kantong disiapkan bersama-sama dengan
kulitsaluran badan. Pangkal umbilikus direamputasi dan diikat
dekat batasan dengan kantong. Kulit diiris melingkar 1 cm dari
tepi kanataong yang tidak boleh dibuka. Kulit dan jaringan
subkutan dinding abdomen dan panggul secara ekstensif
dilepaskan dari lapisan aponeurosis untuk memungkinkan masa
ekstra abdomen ditutup dengan potongan kulit yang variabel.
Diseksi toraks harus dibaasi sedikit mmungkin sesuai dengan
penutupan klit yang diberikan. Potongan kulit diangkat dengan
forsep jaringan dan penutupan dilakukan dengan memakai
jahitan kasur simpul.
b. Tahap II
Tahap ini dtunda sampai ronga perut berkembang dan telah
dimungkinkan mereduksi hernia ventral jika anak berbaring
dengan tenang. Pada waktu operasi kulit dan kantong yang
berlebihan dieksisi dan peritoneum, lapisan-lapisan fasia serta
kulit didekatkan seperti pada reparasi tahap I.(Nn : 2009)
2.10.1.3. Pasca bedah
a. Paerawatan pasca bedah neonates rutin
b. Terapi oksigen meupun ventilasi mekanik kemungkinan
diperlukan
c. Dilakukan aspirasi setiap jam pada tuba nasogstrik
d. Pemberian antibiotik
e. Terapi intravena diperlukan untuk perbaikan cairan
Pada sekitar 7-12 hari pasca pembedahan anakakan kembali
mengalami pembedahan untuk menjalani perbaikan cacat, namun ini
tergantung kondisi bayi lemah autau tidak). (Nn : 2011)

2.10.2. Penatalaksanaan keperawatan


2.10.2.1. Pengkajian
Data fokus pengkajian menurut Doengoes,MF 1991:
a. Mengkaji kondisi abdomen
b. Kaji area sekitar dinding abdomen yang terbuka
c. Kaji letak defek, umumnya berada disebelah kanan umbilicus
d. Perhatikan adanya tanda – tanda infeksi atau iritasi
e. Nyeri abdomen, mungkin terlokalisasi atau menyebar, akut atau
kronis sering disebabkan oleh inflamasi, obstruksi
f. Distensi abdomen, kontur menonjol dari abdomen yang
mungkin disebabkan oleh perlambatan pengosongan lambung,
inflamasi, obstruksi.
g. Mengukur temperatur tubuh
a) Demam, manifestasi umum dari penyakit pada anak – anak
dengan gangguan GI biasanya berhubungan dengan
dehidrasi, infeksi atau inflamasi
b) Lakukan pengukuran suhu secara continue setiap 24 jam
c) Perhatikan apabila terjadi peningkatan suhu secara
mendadak
h. Kaji sirkulasi, kaji adanya sianosis perifer
i. Kaji distress pernafasan
j. Lakukan pengkajian fisik pada dada dan paru
k. Kaji adanya suara nafas tambahan
l. Perhatikan bila tampak pucat, sianosis
m. Perhatikan irama nafas, frekuensi
2.10.2.2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
a) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan
rongga abdomen (paru-paru)
b) Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan
dehidrasi
c) Resiko infeksi berhubungan dengan isi abdomen yang
keluar
d) Cemas pada orang tua b.d kurang pengetahuan penyakit
yang diderita anaknya.
b. Post Operasi
a) Nyeri Akut berhubungan dengan prosedur pembedahan
menutup abdomen.
b) Resiko Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan luka
post operasi
2.10.2.3. Intervensi Keperawatan
a. Pre Operasi
a) Dx 1 : Pola nafas tidak efektif b.d penekanan rongga
abdomen (paru – paru)
iv. NOC : respiratory status: Airway
v. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
manajemen jalan nafas selama 3 x 24 jam, diharapkan
pola napas pasien kembali normal dan efektif dengan
status respirasi skala 4
vi. Kriteria Hasil :
- Pola nafas efektif, tidak ada sianosis dan
dypsneu, mampu bernapas dengan mudah.
- Bunyi nafas normal atau bersih
- TTV dalam batas normal
- Ekspansi paru normal
vii. NIC : Airway Management
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan napas buatan
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
- Monitor respirasi dan status oksigen
b) Dx 2 : Resiko kurang volume cairan b.d. dehidrasi
i. NOC: Keseimbangan cairan
ii. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
manajemen cairan selama 3 x 24 jam, diharapkan
keseimbangan cairan pada pasien adekuat dengan
status cairan skala 4.
iii. Kriteria hasil :
- Keseimbangan intake & output dalam batas
normal
- Elektrolit serum dalam batas normal
- Tidak ada mata cekung
- Tidak ada hipertensi ortostatik
- Tekanan darah dalam batas normal
iv. NIC: Manajemen Cairan
- Pertahankan intake & output yang adekuat
- Monitor status hidrasi (membran mukosa yang
adekuat)
- Monitor status hemodinamik
- Monitor intake & output yang akurat\Monitor
berat badan
c) DX 3 : Resiko infeksi berhubungan dengan isi abdomen
yang keluar
i. NOC: Knowledge: infection control
ii. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
kontrol infeksi selama 3 x 24 jam, diharapakan infeksi
tidak terjadi (terkontrol) dengan status kontrol infeksi
skala 4.
iii. Kriteria hasil:
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
- Menunjukkan perilaku hidup sehat
iv. NIC : Infection control
- Pertahankan teknik isolasi
- Batasi pengunjung bila perlu
- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan
- Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
- Tingkatkan intake nutrisi
b. Post Operasi
a) Dx 1: Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera
biologis, prosedur pembedahan menutup abdomen.
i. NOC I: Tingkat Nyeri
ii. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
manajemen nyeri selama 3 x 24 jam diharapkan pasien
tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri
pada tingkat yang dapat diterima anak dengan status
penerimaan nyeri skala 2
iii. Kriteria hasil :
- Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri (rewel)
- Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima
anak
iv. NIC : Menejemen Nyeri
- Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, durasi,
frekuensi, intensitas)
- Observasi isyarat –isyarat non verbal dari
ketidaknyamanan.
- Berikan pereda nyeri dengan manipulasi
lingkungan (misal ruangan tenang, batasi
pengunjung).
- Berikan analgesia sesuai ketentuan
- Kontrol faktor – faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (lingkungan yang berisik).
b) Dx 2 : Resiko Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
luka post operasi
i. NOC : Pengenalian Resiko
ii. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
pengendalian infeksi selama 3 x 24 jam diharapkan
pasien tidak mengalami infeksi dan tidak terdapat
tanda-tanda infeksi pada pasien dengan status
pengendalian skala 4
iii. Kriteria hasil :
- Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
- Temperatur badan
- Imunisasi
iv. NIC : Pengendalian Infeksi
- Pantau tanda atau gejala infeksi
- Informaiskan kepada orang tua tentang jadwal
imunisasi
- Rawat luka operasi dengan teknik steril
- Memelihara teknik isolasi (batasi jumlah
pengunjung)
- Ganti peralatan perawatan pasien sesuai dengan
protaps
(Imam Sudrajat& Haryo Sutoto).
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Pengkajian kasus di lakukan pada tanggal 22 Juli 2019 (umur 6 hari, hari
perawatan ke-7) dengan hasil sebagai berikut :
1. Identitas Pasien
Nama : By. Ny. U
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 16 Juli 2019, jam 08:13
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan Lahir : 2471 Gram
Tanggal Masuk : 16 Juli 2019
Ruangan : Kemuning level III
No. RM : 01609423
Diagnosa Medis : NCB-SMK
Gastroschizis
Alamat : jln. Dasana Indah Blok RI10 RT005 RW019

2. Identitas Orang Tua


2.1. Ibu
Nama : Ny.U
Umur : 31 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : jln. Dasana Indah Blok RI10 RT005 RW019
2.2. Ayah
Nama : Tn. Y
Umur : ..... Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : jln. Dasana Indah Blok RI10 RT005 RW019
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
3.1 Riwayat Antenatal
Ibu ANC secara teratur di klinik, tidak ada penyakitpenyerta yang terkait
dengan kehamilan. Tidak ada riwayat alergi, tidak ada konsumsi obat-
obatan atau alkohol.
3.2 Riwayat Persalinan
G4P3A0 hamil 34 minggu Bayi lahir tanggal 16 Juli 2019 jam 08:13
wib secara Sectio Caesaria. Jenis kelamin perempuan, berat lahir 2417
gram, panjang badan 49 cm, lingkar kepala 34 cm, lingkar dada 31,5,
lingkar perut 30,5, lingkar lengan 10cm, Golongan darah ibu AB,
golongan darah ayah O, golongan darah bayi .... dengan RH +. A/S 3/6,
cairan ketuban hijau

4. Pemeriksaan Fisik
4.1. Sistem Pernafasan
4.1.1. Irama : Irregular
4.1.2. Retraksi dada : Tidak ada
4.1.3. Bentuk dada : Normal
4.1.4. Pola nafas : Normal
4.1.5. Suara nafas : Normal
4.1.6. Cyanosis : Tidak ada
4.1.7. Alat bantu nafas : Spontan
4.2. Sistem kardiovaskuler
4.2.1. Cyanosis/ pucat : Tidak ada
4.2.2. Intensitas Nadi : Kuat
4.2.3. Irama Nadi : Reguler
4.3. Sistem gastro intestinal
4.3.1. Mulut : Mukosa Lembab
4.3.2. Mual/ Muntah : Tidakada
4.3.3. Asietas : Tidak ada
4.3.4. Peristaltik usus : 3-5 kali/menit
4.3.5. CMS : 14 cc warna hijau
4.4. Sistem musculoskeletal
4.4.1. Kelainan tulang : Tidak ada
4.4.2. Oedema : Tidak ada
4.5. Sistem neurosensory
4.5.1. Kesadaran : Kompos mentis
4.5.2. Gangguan Neurologis : Tidak ada
4.6. Sistem Integumen
4.6.1. Warna kulit : Tidak Ikterik
4.6.2. Kelainan : Tidak ada
4.6.3. Resiko decubitus : Ada
4.7. Eliminasi
4.7.1. Defikasi : Ada BAB spontan 15cc dan dilakukan
spooling rectal
4.7.2. Urine : Diuresi 3,4cc/kgBB/jam
4.8. Balance cairan  + 18,2 cc/kgBB/24 jam
4.9. Psikososial
Pada saat jam kunjungan, orang tua bayi selalu datang menjenguk dan
memberikan sentuhan pada bayinya. Orang tua selalu bertanya pada
perawat atau dokter mengenai kondisi perkembangan bayinya.
4.10. Sosial Ekonomi
Biaya perawatan di tanggung oleh BPJS

5. Pemeriksaan penunjang
5.1. Pemeriksaan Laboratorium
TANGGAL
JENIS PEMERIKSAAN
16 Juli 17 Juli 18 Juli 19 Juli
22 Juli 2019
Ukuran Satuan 2019 2019 2019 2019
Hematologi mg/dl 16,4 13,3
Hematokrit % 49,0 38
Leukosit /μL .... 15,53
Trombosit /μL ..... 467
Differensial.../.../... % ... ...
CRP mg/dl 28,7 23,2
Immatur Total
Ratio(IT Ratio)
Protrombin Time 14,3/
(PT/APTT) 38,7
GDS mg/dl 95
Na/K/Cl/Ca/P 129/5,8/... 134/4,3/ 138/4,3/110/9
10,3/7,3 ,2, Ca+ 1,20
Ureum mg/dl 35
Creatinin mg/dl 0,9
Lain-lain
Kultur darah Steril
ECHO PFO
Foto Radiologi Tidak
tampak
kelainan

5.2. Tanggal 16 Juli 2019 jam 15 :00  Pemeriksaan Radiografi toraks dan
abdomen. Klinis NKB-SMK, post operasi gastroschizis :
5.2.1. Radiografi abdomen
Mediastinum superior kanan melebar (tymus)
Jantung taj membesar, kedua hilus tetutup jantung.
Tak atmpak lesi patologis dipemrukaan paru yang tervisulisasi.
Sinus, diafragma, tulang & jaringan lunak normal.
Terpasang ETT, tip distal level Th 3, +/- 1korpus di atas karina.
Tak tampak emfisema subkutis, peumotoraks,
pneumomediastinum.
Terpasang PICC melalui ekstremitas kiri, tip distal proyeksi V.
Subclavia.
Kesan :
5.2.1.1. Tak tampak lesi patologis di radiografi toraks saat ini.
5.2.1.2. Terpasang ETT dan PICC, tip distal seperti tersebut
diatas
5.2.2. Radiografi toraks
Preperitonela fat lines tak tervisualisasi. Tak tampak dilatasi
usus. Distribusi udara post operasi tampak minimal. Gaster tak
dilatasi. Terpasang gastic tube dengan tip distal pada proyeksi
gaster. Tulang-tulang baik
Kesan:
5.2.2.1. Distribusi udara tampak minimal, tak tampak dilatasi
usus
5.2.2.2. Terpasang gastric tube, tip distal di gaster
5.3. Tanggal 19 Juli 2019 jam 13 :04 Pemeriksaan ECHO
Kesan : PDA dan PFO kecil
5.4. Tanggal 19 Juli 2019 jam 17 :40 USG Kepala
5.4.1. Fisura interhemisphere di tengah, tidak tampak melebar.
5.4.2. Cortical sulci & giri normal.
5.4.3. Sistem ventrikel dan sisterna tak melebar.
5.4.4. Parenchym cerebrum tak tampak kelainan
5.4.5. Brain stem & serebellum tak tampak kelainan
Kesan : tidak tampak kelainan pada USG kepala saat ini. Khususnya
tdak tampak perdarahan, PVL maupun anomali kongenital intracranial
5.5. Klhn’lk
6. Penatalaksanaan
6.1. Total Volume kebutuhan cairan : 160 ml/kgBB/day dengan Berat
Badan : 2400gr  384 ml/day. Diberikan via :
6.1.1. Longline :
6.1.1.1. N2 D10%
Ca Gluconas 10%  4 ml 100ml 11,7ml/jam
Kcl 7,4 %  2 ml (GIR : 8,3 )
Heparin 50 ui 
6.1.1.2. AA 10% (4 gr/kgBB/day)  4 ml/jam
6.1.1.3. Smoflipid 20%  0,5 gr/kgBB/day 1,5 ml/jam 
stop  0,3 ml/jam
6.1.2. Oral  puasa, OGT tutup 2 jam, buka 1 jam
6.1.3. Balance cairan dengan NaCl 0,9 %  bila CMS > 13cc/shift
6.1.4. Spooling Rectal /12 jam  09:00 & 21:00 (10cc/kgbb)--> 24cc
6.2. Therapi oba :
Nama obat Dosis Rute Tgl star Jam Keterangan
pemberian

6.2.1. Bactesmy 180 mg IV / 8 jam  Jam : 03:00, 11:00, 19:00


6.2.2. Gentammisin 10 mg IV/ 24 jam  jam 23:00
6.3. J;

Daftar Pustaka

http://id.scribd.com/doc/220058690/Gastroschisis-Bedah

Cunningham, F.G et all. 2005. Obstretri Williams. Jakarta : EGC

Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan : Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier.


Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M dan Nancy R. Ahern. 201. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai