Desa Perpustakaan-Essay Syarif PDF
Desa Perpustakaan-Essay Syarif PDF
Disusun Oleh:
Ahmad Syarif Makatita
1 Hermen Malik, Bangun Industri Kampung Selamatkan Bangsa: Strategi Pembangunan Industri
mewujudkan Arsitektur kota yang berkelanjutan Group Konservasi dan Arsitektur dan Kota, Malang,
2009, h. 7-8
Mungkin semua kini dapat diakses dengan mudah dengan menggunakan ruang
maya, namun bila hal tersebut telah dipublikasikan, sementara kekayaan intelektual
masyarakat lokal kini mengalami kondisi pembusukan dan terdestruksi oleh
gelombang globalisasi.
Ruang perustakaan kini hanya menjadi tempat yang membosankan dan
tidak memiliki nilai ideal lagi sebagai penyedia pengetahuan dan ruang diskusi bagi
intelektual. Sementara kebutuhan akan pengetahuan semakin meningkat, hal ini
tidak hanya dibutuhkan untuk menghadapi ancaman global namun pula demi
menjaga eksistensi kekayaan intelektual lokal sebagai penopang intelektual
nasional.
Uraian diatas kiranya telah menggambarkan kebutuhan legitimasi kekayaan
intelektual sebagai instrumen yang mampu memberikan penguatan pada rasa
kemandirian dalam pembangunan. Selain itu kampung sebagi ruang publik dirasa
mampu menjadi ruang industri pengetahuan kearifan lokal (local wisdom) dan
reproduksi kecerdasan lokal (local genius). Selain itu, hal ini pun dirasa mampu
menjadi sebuah solusi dari perdebatan panjang nasib identitas bangsa yang selalu
digerus oleh gelombang perubahan, sehingga dengan hadirnya kampung pustaka
dianggap mampu menjadi wadah pembangunan yang tidak berorientasi pada fisik
semata, namun lebih menitik-beratkan pada rekonstruksi kognitif tentang identitas
generasi muda sebagai generasi emas bangsa.
5
bangsa.6 Dalam konteks kemandirian dalam pembangunan sebenarnya pula telah
dilegitimasi dalam Undang-Undang Otonomi Khusus No 21 tahun 20017 untuk
wilayah pulau Papua, yang hinga kini masih menemui bebatuan terjal untuk bisa
berjalan sesuai kehendak negara. Sebenarnya hal ini bukanlah sesuatu yang
demikian rumit, ketika karakter bangsa di bangun di atas kepentingan masyarakat,
atau dengan kata lain kemandirian dalam membangun dapat difasilitasi oleh
kearifan lokal yang ditransformasikan sebagai karakter bangsa8.
Hal yang hingga kini (mungkin) tidak diketahui oleh publik adalah
bagaimana kehidupan di Papua masih tidak dapat terlepas dari pola yang
menitikberatkan kebersamaan sebagai poros mempertahankan identitasnya. Ada
tiga hal yang senantiasa dijaga oleh masyarakat Papua agar dapat memiliki hidup
yang baik (ineluk opakina hano)9, yakni menajga relasi dengan sesama, dengan
alam dan pula leluhurnya. Nilai-nilai luhur ini bukan hanya sebuah konsep yang
pasif, namun nilai-nilai ini hidup dan terkontekstualisasikan dalam wujud pola
hidup bersama dalam perkampungan (O-Ukul) yang terdiri dari rumah(silimo) yang
saling terintegrasi10.
Bahkan silimo sebagai level terendah dalam merefleksikan konsep hidup
bersama itu baik, telah diatur sedemikan rupa sehingga mampu memenuhi
fungsinya. Silimo yang hanya memiliki satu rumah utama sebagai tempat tinggal
kaum laki-laki dengan satu pintu rendah yang diharapkan bagi siapapun yang
memasukinya harus menunduk, rumah utama ini disebut juga honai11.
6 Respati Wikantiyoso Kearifan Lokal dalam Perencanaan dan Perancangan Kota untuk mewujudkan
Arsitektur kota yang berkelanjutan Group Konservasi dan Arsitektur dan Kota, Malang, 2009, h.10
7Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Papua.pdf
8 Rasid Yunus, Nilai-Nilai Kearifan Lokal (local genius) sebagai penguat karakter bagsa, Deepublish,
yang penuh, utuh meliputi dan menyeluruh, selaras dan seimbang, harmoni dan familier.
10 Agus A. Alua Nilai-Nilai hidup masyarakat Hubula di Lembah Balim Papua, Biro Penelitian STFT
E. KESIMPULAN
Kampung sebagai ruang pustaka adalah sebuah konsep sebagai tawaran
untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang mandiri serta memberikan
ruang bagi kekayaan masyarakat lokal yang berupa kearifan lokal dan
kecerdasan lokal untuk hidup dan berdampingan dengan dunia industri yang
pula mereproduksi pengetahuan lokal sebagai kekayaan nasional. Selain itu
kampung pustaka bukanlah sesutu yang hanya terbatas pada ruang mati penuh
tumpukan buku, namun sebagai taman pengetahuan yang hidup dan memberikan
nilai edukasi melalui penangkapan indera setiap individu yang datang.
Dapat juga dikatakan bahawa kampung pustaka adalah ruang penelitian
yang didalamnya terdapat akulturasi kognitif dengan alur yang saling
melengkapi dan menguatkan. Sehingga dengan kehadiran kampung pustaka ini
akan mengundang perhatian generasi muda kepada fakta bahwa teorisasi,
penggunaan bahasa, tindakan sosial dan perilaku-perilaku komunitas, hanya
dapat dipahami dan mendapatkan nilainya dari konteks-konteks tempat hal
tersebut berada, yang tidak lain adalah konteks-konteks yang dibangun
berdasarkan perilaku secara komunitas15.
Kampung sebagai ruang yang menyediakan pengetahuan lokal akan
mampu menjadi garda teredepan dalam menopang kemandirian Negara dalam
pembangunan, namun hal ini hanya akan terjadi ketika kampung dikonstruksi
menjadi ruang utama yang memberikan penguatan terhadap pengembangan
identitas kebangsaan serta menjadi pusat peragaan ilmu pengetahuan yang
berbasis pada keunggulan lokal.16
15 Darin Weinberg dalam Bryan S. Turner Teori Sosial dari Klasik sampai Post-Modern—Terj. The