Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transisi epidemiologi biasa disebut dengan perubahan keadaan yang

ditandai dengan adanya perubahan angka kematian dan angka kesakitan

akibat penyakit infeksius menjadi penyakit non infeksius. Hal ini terjadi

karena adanya era globalisasi yang mengubah pola hidup di masyarakat,

mulai dari sosial ekonomi dan tingginya angka harapan hidup. Perubahan

tersebut menimbulkan penyakit kronis seperti jantung, Diabetes mellitus,

hipertensi, dan penyakit kronis lainnya (Smeltzer dan Bare, 2008).

Diabetes mellitus merupakan penyebab hiperglikemi. Hiperglikemi

disebabkan oleh berbagai hal, namun hiperglikemi paling sering disebabkan

oleh Diabetes mellitus. Pada Diabetes mellitus gula menumpuk dalam darah

sehingga gagal masuk ke dalam sel. Kegagalan tersebut terjadi akibat

hormon insulin jumlahnya kurang atau cacat fungsi. Hormon insulin

merupakan hormon yang membantu masuknya gula darah (WHO, 2016).

Penyakit tidak menular (PTM) dimasukkan sebagai salah satu target

SDGs (Sustainable Development Goals) yaitu mengurangi sepertiga angka

kematian dini dari penyakit tidak menular, dan merupakan bagian dari

beberapa target kesehatan lainnya. Diabetes mellitus (DM) merupakan salah

satu dari PTM dengan jumlah kasus yang cukup tinggi. Angka kejadian DM

di dunia dari tahun ke tahun terus meningkat, data terakhir dari World

1
2

Health Organization(WHO) menunjukkan pada tahun 2000 sebanyak 150

juta penduduk dunia menderita DM dan angka ini akan menjadi dua kali

lipat pada tahun 2025 (WHO, 2014).

Berdasarkan data dari Global report on Diabetes, jumlah orang yang

hidup dengan Diabetes dan prevalensinya tumbuh di semua wilayah di

dunia. Pada tahun 2014, 422 juta orang dewasa (atau 8,5% dari populasi)

menderita Diabetes, dibandingkan dengan 108 juta (4,7%) pada tahun 1980.

Epidemi Diabetes memiliki dampak kesehatan dan sosioekonomi yang

besar, terutama di negara-negara berkembang (WHO, 2016). Negara Asia

Tenggara menduduki peringkat ke-2 tertinggi di dunia dengan jumlah

penderita DM sebanyak 72 juta jiwa. Di wilayah regional Asia Tenggara

lebih dari 60 % laki – laki dan 40 % perempuan dengan Diabetes meninggal

dunia sebelum berusia 70 tahun (International Diabetes Federation, 2013).

Indonesia, berada pada peringkat ke-7 dari 10 negara dengan

penyandang Diabetes terbesar di seluruh dunia (diperkirakan 10 juta jiwa).

Data laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF)

mengemukakan bahwa di tahun 2012 sudah ada lebih dari 371 juta

penderita Diabetes dengan tiap tahunnya naik 3% atau bertambah 7 juta

orang. Estimasi terakhir IDF, terdapat 382 juta orang yang hidup dengan

Diabetes ditahun 2013. Pada tahun 2035 jumlah tersebut diperkirakan akan

meningkat menjadi 592 juta orang (PARKENI, 2015).

Data nasional menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun

2013, tingkat prevalensi Diabetes sebesar 6,8%. Proporsi dan perkiraan


3

jumlah Diabetes mellitus pada penduduk dengan usia >14 tahun di

Indonesia tahun 2013 yaitu 6,9% yang didapatkan. 30,4% yang telah

terdiagnosis sebelumnya dan 69,6% tidak terdiagnosis sebelumnya dengan

perkiraan jumlah penduduk yang menderita Diabetes adalah 12.191.564

jiwa. Provinsi Bengkulu menduduki peringkat ke 5 terendah dengan jumlah

penderita DM 11.242 jiwa sedangkan jumlah tertinggi diduduki oleh

provinsi Jawa Timur dengan jumlah penderita DM 605.431 jiwa

(RisKesDas, 2013).

Berdasarkan data dari departemen kesehatan RI 2014, provinsi

Bengkulu menyumbang penderita Diabetes dengan usia ≥14 tahun sebanyak

0,9% (11.243) yang telah terdiagnosis dan 0,1% (1.249) yang belum

terdiagnosis sebelumnya. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun

2013 di provinsi Bengkulu, menunjukkan bahwa prevalensi DMT2 sekitar

0,9%. Di provinsi Bengkulu Rumah Sakit Daerah Rr. M. Yunus merupakan

rumah sakit sentinel Diabetes Mellitus, jumlah penderita DMT2 pada tahun

2014 di RSUD Dr. M. Yunus sebanyak 1676 jiwa.

Berdasarkan data statistik dari RSUD Curup, pada tahun 2015

penyakit Diabetes mellitus terdapat di daftar rangking 10 besar penyakit

diruang rawat inap dengan menduduki rangking 8 dengan jumlah 159 kasus.

Di tahun 2016, terjadi penurunan jumlah penderita Diabetes mellitus

dengan jumlah 56 kasus. Di tahun 2017 sedikit mengalami peningkatan

penderita Diabetes mellitus dengan 59 kasus (Rekam Medik RSUD Curup

2015-2017).
4

Komplikasi yang terjadi pada penderita DM mengakibatkan terjadinya

angka kematian dan angka kesakitan bukan hiperglikemi. Diabetes mellitus

biasa disebut dengan penyakit yang mematikan karena menyerang semua

organ tubuh dan menimbulkan keluhan. Keluhan pada penderita DM

disebabkan oleh banyak hal diantaranya karakteristik individu meliputi jenis

kelamin, umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan, jumlah

anggota keluarga, riwayat penyakit dan dapat dipengaruhi juga dengan

faktor penanganan yang meliputi diet, aktivitas fisik, terapi obat, dan

pemantauan glukosa darah (Lathifah, 2017).

Penderita Diabetes mellitus penting untuk mematuhi serangkaian

pemeriksaan seperti pengontrolan gula darah. Bila kepatuhan dalam

pengontrolan gula darah pada penderita Diabetes mellitus rendah maka bisa

menyebabkan tidak terkontrolnya kadar gula darah yang akan menyebabkan

komplikasi. Mematuhi pengontrolan gula darah pada Diabetes mellitus

merupakan tantangan yang besar supaya tidak terjadi keluhan subyektif

yang mengarah pada kejadian komplikasi (Lathifah, 2017).

Diabetes mellitus apabila tidak tertangani secara benar, maka dapat

mengakibatkan berbagai macam komplikasi. Ada dua komplikasi pada DM

yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi kronik terdiri dari

komplikasi makrovaskuler dan komplikasi mikrovaskuler. Penyakit jantung

koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah

perifer merupakan jenis komplikasi makrovaskular, retinopati, nefropati,

dan neuropati merupakan jenis komplikasi mikrovaskuler. Dari uraian di


5

atas penulis tertarik mengangkat penerapan “ Asuhan Keperawatan terhadap

pasien dengan Diabetes mellitus di Rumah Sakit Umum Daerah Curup”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini

adalah bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien Diabetes

mellitus di RSUD Curup tahun 2018.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menerapkan penatalaksanaan asuhan

keperawatan pada penyakit Diabetes mellitus di ruang penyakit dalam

RSUD Curup.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan proses pengkajian dan analisa data pada pasien

dengan Diabetes mellitus.

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan dari data yang didapat

dari pasien dengan Diabetes mellitus di rumah sakit daerah curup

c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien

dengan Diabetes mellitus

d. Mampu menerapkan dari rencana asuhan keperawatan/implementasi

pada pasien dengan Diabetes mellitus

e. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang telah

diberikan pada pasien dengan Diabetes mellitus


6

f. Mampu menganalisis perbandingan antara teori dengan tinjauan

kasus pada pasien Diabetes mellitus.

1.4 Manfaat

1. Bagi Penulis

Setelah menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini diharapkan

kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan

mengenai penyebab serta upaya pencegahan Diabetes mellitus.

2. Bagi Petugas Kesehatan

Dapat menambah wawasan dan informasi dalam penanganan

Diabetes mellitus sehingga dapat meningkatkan pelayanan keperawatan

yang lebih baik.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan tambahan atau referensi pelajaran tentang Diabetes

mellitus.
7

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teori Diabetes mellitus

2.1.1 Pengertian Diabetes mellitus

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen

yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau

hiperglikemia. Pada Diabetes mellitus kemampuan tubuh untuk

bereaksi terhadap insulin dapat menurun atau pancreas dapat

menghentikan produksi insulin ( Smeltzer dan Bare, 2001).

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek

yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak

dan berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan

neurologis (Long, 1996).

Maka dapat diartikan Diabetes adalah kelainan heterogen yang

berupa penyakit metabolik tubuh yang ditandai dengan kenaikan kadar

gula dalam darah (hiperglikemia) karena defek sekresi insulin, defek

kerja insulin atau kombinasi keduanya yang bersifat kronik dan

berkembang secara progresif.

2.1.2 Klasifikasi Diabetes mellitus

Beberapa klasifikasi Diabetes mellitus telah diperkenalkan,

berdasarakan metode presentasi klinis, umur awitan dan riwayat

penyakit. Klasifikasi yang diperkenankan oleh American Diabetes


8

Association (ADA) dan telah disahkan oleh World Health

Organization (WHO) serta telah dipakai seluruh dunia. Empat

klasisfikasi klinis gangguan toleransi glukosa tersebut dalam

Damayanti (2015) yaitu:

a. Diabetes Mellitus Tipe 1: Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(IDDM)

Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile onset

dan tipe dependen insulin, namun kedua tipe ini dapat muncul

pada sembarang usia. Insiden Diabetes tipe 1 sebanyak 30.000

kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua sub tipe:

1. Autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-

sel beta.

2. Idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui

sumbernya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik

keturunan Afrika-Amerika dan Asia. Diabetes tipe 2 dulu

dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturasi dan

tipe nondependent insulin. Insiden Diabetes tipe 2 sebesar

650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas sering

dikaitkan dengan penyakit ini.

b. Diabetes Mellitus Tipe 2: Non Insulin Dependent Diabetes

Mellitus (NIDDM)

Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik

adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan


9

sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat

penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama

adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa

darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemia

(suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat

mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka

yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui,

faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses

terjadinya resistensi insulin.

Diabetes mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)

penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI

ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam

kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-

sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat

dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,

kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan

transpor glukosa menembus membran sel.

c. Diabetes Gestasional (Diabetes Kehamilan)

Diabetes gestasional (GDM) dikenal pertama kali selama

kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor

resiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas,

multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat Diabetes gestasional


10

terlebih dahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai

hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi

glukosa, maka kehamilan adalah suatu kedaan diabetogenik.

Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi Diabetes secara

genetik mungkin akan memperlihatkan intoleransi glukosa atau

manifestasi klinis Diabetes pada kehamilan.

d. Tipe khusus lain.

Merupakan gangguan endokrin yang menimbulkan

hiperglikemia akibat peningkatan produksi glukosa oleh sel.

Sebelumnya dikenal oleh istilah Diabetes sekunder, Diabetes

tipe ini menggambarkan Diabetes yang berhubungan dengan

keadaan dan sindrom tertentu, misalnya Diabetes yang tejadi

dengan penyakit pancreas atau pengangkatan jaringan pancreas

dan penyakit endokrin seperti akromegali atau syndrom

chusing, karena zat kimia obat, infeksi dan endokrinopati. Dua

kategori lain dari toleransi glukosa abnormal adalah gangguan

toleransi glukosa dan gangguan glukosa puasa (Soegondo dkk,

2009).
11

2.1.3 Etiologi

Menurut Brunner dan Suddarth (2016), berikut adalah penyebab

terjadinya Diabetes mellitus.

a. Diabetes tipe I:

1. Faktor genetik

Penderita Diabetes tidak mewarisi Diabetes tipe I itu sendiri;

tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik

ke arah terjadinya DM tipe Kecenderungan genetik ini

ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.

2. Faktor-faktor imunologi

Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal

dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara

bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-

olah sebagai jaringan asing. Yaitu autoantibodi terhadap sel-sel

pulau langerhans dan insulin endogen.

3. Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang

menimbulkan destruksi sel beta.

b. Diabetes Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin pada Diabetes tipe II masih belum

diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses

terjadinya resistensi insulin. Faktor - faktor resiko:


12

1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas

65)

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga

4) Kelompok etnik.

2.1.4 Patofisiologi

a. Fisiologi Pancreas

Pancreas terletak melintang dibagian atas abdomen

dibelakang gaster di retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pancreas

mencapai hilus limpa di arah craniodorsal. Bagian atas kiri kaput

pancreas dihubungkan dengan korpus pancreas yang lebarnya

biasanya tidak lebih dari 4 cm. Arteri dan vena mesentrika superior

berada di dorsal leher pancreas. Duodenum bagian horizontal dan

bagian dari penonjolan posterior bagian kiri bawah kaput pancreas

ini disebut prosesus unsinatus pancreas, melingkari arteri dan

vena tersebut.

Pancreas terdiri dari labulus-labulus, masing-masing terdiri

dari satu pembuluh kecil yang mengarah pada duktus utama dan

berakhir pada sejumlah alveoli. Alveoli dilapisi oleh sel-sel yang

mensekresi enzim yang diantaranya:

1) Tripsinogen diubah menjadi tripsin aktif oleh enterokinase,

enzim yang disekresi usus halus. Dalam bentuk aktifnya,

tripsin mengubah pepton dan protein menjadi asam amino.


13

2) Amylase mengubah zat pati, baik yang masak dan tidak masak,

menjadi maltose (gula malt).

3) Lipase mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol

setelah empedu mengemulsi lemak yang meningkat kanarea

permukaan.

Ada 5 hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah yaitu:

1) Insulin merupakan hormon yang menurunkan kadar glukosa

dalam darah dibentuk oleh sel-sel beta pulau langerhans

pancreas.

2) Glukosa yang disekresi oleh sel-sel λ (alfa) pulau langerhans

yang berfungsi meningkatkan kadar glukosa dalam darah.

3) Epinefrin yang disekresi oleh medulla adrenal dan jaringan

kromafin lain, berfungsi meningkatkan kadar glukosa dalam

darah.

4) Glukokortikoid yang disekresi oleh korteks adrenal.

5) Growth hormon yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.

Glukagon, epinefrin, glukokortikoid dan growth hormon,

membentuk suatu perlawanan mekanisme regulator yang

mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pegaruh insulin (Wijaya

dan Yessie, 2013).


14

b. Patofisiologi Pancreas

Menurut Lemone dan Bauldoff (2016) patofisiologi Diabetes

mellitus dimulai pada Diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan

untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pancreas telah

dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat

produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu

glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati

meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia

postprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal

tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,

akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika

glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini

akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.

Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari

kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan

dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein

dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat

mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya

simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis

(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis


15

(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi

lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi

tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan

hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang

mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan

produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam

yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya

berlebihan.

Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-

tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi,

nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan

perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin

bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki

dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala

hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan

kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang

penting.

Diabetes tipe II. Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah

utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan

reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin

dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam

metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada Diabetes


16

tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian

insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa

oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah

terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah

insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,

keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar

glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit

meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu

mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar

glukosa akan meningkat dan terjadi Diabetes tipe II.

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita Diabetes

yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi

glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan

progresif, maka awitan Diabetes tipe II dapat berjalan tanpa

terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering

bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,

polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina

atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).


17
18

2.1.5 Tanda dan gejala

Menurut Damayanti (2015), gejala kronis DM yang sering

muncul antara lain lemah badan, semutan, kaku otot, penurunan

kemampuan seksual, gangguan menglihatan yang sering berubah, sakit

sendi dan lain-lain. Keluhan umum pasien DM seperti poliuria,

polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang

sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi

degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.

Gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering

ditemukan adalah katarak, glaukoma retinopati, gatal seluruh badan,

pruritus vulvae, infeksi bakteri kulit, infeksi jamur di kulit,

dermatopati, neuropati perifer, neuropati viseral, amiotropi, ulcus

neurotropik, penyakit ginjal, penyakit pembuluh darah perifer,

penyakit koroner, dan penyakit pembuluh darah otak.

2.1.6 Komplikasi

Menurut Brunner & Suddarth (2002), komplikasi yang

berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes mellitus) digolongkan

sebagai akut dan kronik:

a. Komplikasi akut

Komplikasi akut terjadi sebagai akibat intoleransi glukosa yang

berlangsung dalam jangka waktu pendek, mencakup:


19

1. Hipoglikemia/ Coma Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kadar gula darah yang rendah.

Kadar gula darah yang normal 60-100 mg% yang bergantung

pada berbagai keadaan.

2. Diabetik Ketoasidosis

Diabetik Ketoasidosis atau keracunan zat keton sebagai

hasil metabolisme lemak dan protein terutama terjadi pada

Insulin Dependent Diabetes mellitus (IDDM).

3. Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketosis

Keadaan Hyperosmolar Hyperglicemic State (HHS)

terjadi pada penyandang DM tipe 2. HHS ditandai terjadi

osmolaritas plasma 340 mOsm/L atau lebih (kisaran normal

adalah 280-300 mOsm/L), naiknya kadar glukosa dengan cepat

(lebih ari 600 mg/dl dan sering kali 1000-2000 mg/dl), dan

perubahan tingkat kesadarannya yang berat.

b. Komplikasi Kronik

Komplikasi kronik biasanya terjadi 10-15 tahun setelah

awitan Diabetes mellitus. Komplikasi mencakup sebagai berikut:

a. Penyakit Macrovaskuler

b. Komplikasi Microvaskuler

c. Komplikasi Neuropati
20

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

Kriteria diagnostik yang direkomendasikan American Diabetes

Association (ADA, 2009) adalah sebagai berikut:

1. Manifestasi hiperglikemia (poliuria, polidipsia, dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan) dan konsentrasi

glukosa plasma (plasma glucose, PG) kasual >200 mg/dl (11,1

mmol/L). Kasual diartikan sebagai sewaktu-waktu tanpa

mempertimbangkan waktu makan terakhir.

2. Glukosa plasma puasa (fasting plasma glucose,FPG)>126 mg/dl

(7,0 mmol/L). Puasa didefinisikan sebagai tidak ada asupan

kalori selama 8 jam.

3. PG 2 jam >200 mg/dl (11,1 mmol/L) selama pemeriksaan

toleransi glukosa oral/oral glucose tolerance test (OGTT).

Pemeriksaan in harus dilakukan dengan muatan glukosa yang

isinya setara dengan 75 glukosa anhidrosa yang dilarutkan

dalam air.

Selain itu, American Diabetes Association (ADA)

merekomendasikan pengukuran kadar hemoglobin terglikolisasi

(A1C), dengan kadar 6,5% cukup untuk menegakkan diagnosis

Diabetes. Kadar 5,7%-6,49% mengindikasikan resiko tinggi

terjadinya Diabetes dan penyakit kardiovaskular dan merupakan

penanda preDiabetes. Berdasarkan American Diabetes Association

(ADA) 2013, screening untuk Diabetes dengan pemeriksaan:


21

Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik Diabetes Berdasarkan ADA 2013

Pemeriksaan Pre Diabetes Diabetes


Gula dara puasa 100-125 (impaired ≥126 mg/dl
(GDP) fasting glukoce/ IFT
pemeriksaan 140-200(impaired ≥200 mg/dl
toleransi glukosa glukcose tolerance)
oral (OGTT)
Random Plasma ≥200 mg/dl
Glucose
Sumber: Damayanti (2015)

2.1.8 Penatalaksanaan

a. Menurut Price dan Lorraine (2005) pelaksanaan Diabetes mellitus

di dasarkan pada :

1. Rencana diet

2. Latihan fisik dan pengaturan aktifitas fisik

3. Agen-agen hipoglikemik oral

4. Terapi insulin

5. Pengawasan glukosa dirumah

6. Pengetahuan tentang Diabetes dan perawatan diri

b. Menurut Sugondo (2009 ) penatalaksaan secara medis sebagai

berikut :

1. Obat hiperglikemia Oral : sulfonilure, biguanid, inhibitor a

glukoside.

2. Insulin

a) Ada penurunan BB dengan drastis


22

b) Hiperglikemia berat

c) Munculnya ketoadosis diabetikum

d) Gangguan pada organ ginjal atau hati.

3. Pembedahan Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan

pembedahan yang bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus

ke jaringan yang masih sehat, tindakannya antara lain :

a) Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus

diabetikum.

b) Neucrotomi

c) Amputasi

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Asuhan berarti “hasil

mengasuh, bimbingan atau didikan. Keperawatan diartikan sebagai disiplin

ilmu yang berorientasi kepada praktik keperawatan berdasarkan ilmu

keperawatan. Yang ditujukan untuk memberikan perawatan kepata klien.

Menurut Nursalam (2001), asuhan keperawatan adalah praktek keperawatan

yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan layanan

kesehatan, dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar manusia, dengan

menggunakan metedologi proses keperawatan. Proses keperawatan

dikelompokan menjadi lima tahap, yaitu: pengkajian keperawatan, diagnosa

keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi


23

keperawaan. Tahapan asuhan keperaawatan pada pasien Diebetes mellitus

adalah sebagai berikut:

2.2.1 Pengkajian

Menurut Perry & Potter (2005), pengkajian keperawatan adalah

pengumpulan dan analisa informasi secara sistematis dan berkelanjutan

mengenai klien. Pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data dan

menempatkan data ke dalam format terorganisir. Selama fase pengkajian

mengumpulkan data, perawat mulai menerima dan mengidentifikasi

masalah atau kebutuhan yang ada. Kebutuhan yang ada sering menjadi

prioritas diatas kebutuhan potensial, yang sering ditulis sebagai risiko.

Proses keperawatan ini mencakup dua langka yaitu, pengumpulan data

dari sumber sabjektif dan sumber objektif.

a. Sumber sabjektif meliputi data yang di dapat dari klien, orang

terdekat klien, atau keluarga klien sebagai suatu pendapat terhadap

suatu situasi dan kejadian

b. Sumber objektif yaitu data yang dapat diobsevasi dan diukur selama

proses pemeriksaan fisik. Data pengkajian yang terkumpul

mencakup klien, keluarga, masyrakat, lingkungan, atau kebudayaan.

Proses pengumpulan data pengkajian dapat diperoleh melalui

anamnesa, anamnesa merupakan suatu kegiatan wawancara antara pasien

dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk

memperoleh keterangan-keterangan tentang keluhan dan penyakit yang di

derita pasien.Anamnesa dibagi menjadi dua yaitu,


24

a. Auto anamnesa yaitu amamnesa yang dilakukan langsung kepada

pasien karena pasien mampu melakukan tanya jawab.

b. Allo anamnesa yaitu anamnesa yang dilakukan secara tidak

langsung karena pasien tidak mampu melakukan tanya jawab,

misalnya pada anak-anak, pasien tidak sadar, pasien tidak dapat

berkomunikasi, dan pasien dalam keadaan gangguan jiwa.

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), pangkajian yang perlu dilakukan

pada pasien Diabetes mellitus yaitu:

1. Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit

yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat,

mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli

urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-

kadang disertai nyeri perut, kram otot, gangguan tidur/istirahat, haus-

haus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan

masalah impoten pada pria.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu

a. Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan Diabetes gestasional

b. Riwayat ISK berulang

c. Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin

dan penoborbital.

d. Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan


25

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.

4. Pemeriksaan Fisik

a. Neuro sensori

Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori,

kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.

b. Kardiovaskuler

Takikardia/nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,

hipertensi dysritmia, krekel, DVJ.

c. Pernafasan

Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas,

batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung

ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika

kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau

aseton.

d. Gastro intestinal

Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas,

wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.

e. Eliminasi

Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk,

diare (bising usus hiper aktif).


26

f. Reproduksi/sexualitas

Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada

pria, dan sulit orgasme pada wanita

g. Muskulo skeletal

Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki,

reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.

h. Integumen

Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor

jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak),

kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.

5. Aspek psikososial

a. Stress, anxietas, depresi

b. Peka rangsangan

c. Tergantung pada orang lain

6. Pemeriksaan diagnostik

a. Gula darah meningkat > 200 mg/dl

b. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok

c. Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt

d. Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis

metabolik)

e. Alkalosis respiratorik

f. Trombosit darah: mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,

hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.


27

g. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat/normal lochidrasi/

penurunan fungsi ginjal.

h. Amilase darah : mungkin meningkat > pancreatitis akut.

i. Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I),

normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan

insufisiensi insulin.

j. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid

dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

k. Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin

meningkat.

l. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada

saluran kemih, infeksi pada luka.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut Potter dan Perry (2005), diagnosa keperawatan adalah

pernyataan yang menggambarkan respon aktual atau potensial klien

terhadap masalah kesehatan. Diagnosa keperawatan memberikan

dasar untuk pemilihan intervensi untuk mencapai hasil yang menjadi

tanggung gugat perawat.

Rumusan diagnosis keperawatan menurut Carpenito (2006)

mengandung tiga komponen utama Problem, Etiologi, dan Symptom

(PES) yaitu:

a. Problem (P/Masalah), merupakan gambaran keadaan klien dimana

tindakan keperawatan dapat diberikan. Masalah adalah


28

penyimpangan atau kesenjangan dari keadaan normal yang

seharusnya tidak terjadi.

b. Etiologi (E/Penyebab), keadaan ini menunjukan penyebab keadaan

atau masalah kesehatan yang memberikan arah terhadap terapi

keperawatan. Penyebab meliputi: perilaku, lingkungan, intraksi

antara perilaku dan lingkungan. Unsur dari etiologi meliputi:

patofisiologi penyakit, sittuasional, medikasi, dan maturasioal.

c. Sign dan symptom (S/Tanda dan gejala), adalah ciri tanda atau

gejala, yang merupakan informasi yang diperlukan untuk

merumuskan diagnosis keperawatan.

Menurut Doenges (2000), Diagnosa keperawatan pada klien

dengan Diabetas mellitus yaitu:

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidak cukupan insulin.

2. Gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh

berhubunugan dengan output yang berlebih.

3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi

metabolik.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan peningkatan

kadar glukosa dalam darah.

5. Resiko tinggi terhadap persepsi sensori berhubungan

dengan perubahan kimia endogen.


29

6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan neuropati

sensori perifer, defisit fungsi motorik neuropati otonomik.

2.2.3 Rencana Keperawatan

Perencanaan adalah pengembangan tujuan untuk mencegah,

mengurangi, atau mengatasi masalah dan untuk mengidentifikasi

intervensi keperawatan yang akan membantu klien dalam memenuhi

tujuan. Menetapkan prioritas , menetapkan hasil yang diharapkan, dan

memilih intervensi keperawatan akan menghasilkan rencana asuhan

keperawatan. Menurut NANDA (2015) Rencana asuhan keperawatan

pada pasien Diabetes mellitus yaitu sebagai berikut:


30

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Rencana keperawatan


keperawatan/ Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
masalah kolaborasi
Perubahan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan 1. Timbang bb setiap hari atau 1. Mengkaji pemasukan makanan
dari kebutuhan tubuh keperawatan selama 3x 24 sesuai dengan indikasi yang adekuat.
berhubungan dengan jam masalah perubahan
ketidak cukupan insulin. nutrisi kurang dari kebutuhan 2. Auskultasi bising usus 2. Hiperglikemi dan gangguan
tubuh teratasi. keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria hasil: akan menurunkan fungsi lambung.
1. Berat badan stabil atau 3. Berikan makanan cairan yang
penambahan ke arah mengandung zat makanan 3. Pemberian makanan melalui oral
rentang biasanya. (nutrien) dan elektrolit lebih baik jika pasien sadar dengan
2. Mual dan muntah hilang. fungsi gastrointestinal baik.
3. Nafsu makan bertambah. 4. Pantau pemeriksaan
4. Hasil laboratorium laboratorium, seperti glukosa 4. Gula darah akan menurunkan
menunjukan keadaan darah, aseton, ph, dan hco3 perlahan dengan penggantian
normal. cairan dan terapi insulin terkontrol.
5. Lakukan konsul dengan ahli diet
5. Sangat bermanfaat dalam
perhitungan dan penyesuaian diet
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien.
31

Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda-tanda vital, catat 1. Hipovolemi dapat di manifestasikan
keseimbangan cairan keperawatan selama 3x 24 adanya perubahan TD. oleh hipotensi dan takikardi.
kurang dari kebutuhan jam gangguan keseimbangan
tubuh berhubunugan cairan dan elektrolit kurang 2. Kaji nadi perifer, pengisian 2. Merupakan indikator dari tingkat
dengan output yang dari kebutuhan tubuh dapat kapiler, tugor kulit, dan membran dehidraasi, atau volume sirkulasi
berlebih teratasi. mukosa yang adekuat
Kriteria hasil:
1. Tanda-tanda vital normal. 3. Pantau masukan daan 3. Memberikan perkiraan akan cairan
2. Turgorkulit elastis. pengeluaran, catat berat jenis urin pengganti fungsi ginjal dan
3. Capileri refill time kurang keefektifan terapi yang diberikan.
dari tiga detik
4. Membran mukosa 4. Mempertahankan hidrasi/ volume
4. Pertahankan untuk memberikan
lembab. cairan.
cairan paling sedikit 2500 ml/hari
5. Haluaran urin tepat secara
individu.
6. Kadar elektrolit dalam 5. Berikan terapi cairan selama 5. Tipe dan jumlah dari cairan
dengan indikasi, seperti normal terganung pada derajat kekurangan
batas normal.
salin atau setengah normal salin cairan dan respon pasien secara
dengan atau tanpa dextrosa individu

6. Berikan belum atau elektrolit lain 6. Untuk mencegah hipokolemia


melalui iv atau melalui oral
sesuai indikasi
32

Kelelahan berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Diskusikan dengan klien 1. Pendidikan dapat memberikan
dengan penurunan keperawatan selama 3x 24 kebuthan atas aktivitas. motivasi untuk meningkatkan
produksi energi jam Masalah intoleransi motivasi, mekipun pasien mungkin
metabolik aktifitas dapat teratasi masih lemah.
Kriteria Hasil:
1. Mengungkapkan adanya 2. Berikan aktivitas altrrnatif 2. Mencegah kelelahan yang
peningkatan energi. dengan periode istirahat yang berlebihan.
2. Menunjukan perbaikan cukup.
kemampuan untuk
berpartisipasi dalam 3. Pantau nadi, frekuensi 3. Mengindikasikan tingkat aktivitas
aktifitas yang diinginkan. pernafasan dan tekanan darah yang dapat di toleransi secara
sebelum/sesudah melakukan fisiologis.
aktivitas.

4. Diskusikan cara manghemat 4. Klien akan dapat melakukan lebih


kalori selama berpindah tampat. banyak kegiatan.

5. Tingkatkan partisipasi pasien 5. Meningkatkan kepercayaan


dalam melakukan aktivitas diri/harga diri yang fositif yang
sehari-hari sesuai dengan yang sesuai tingkat aktivitas yang dapat
dapat di toleransi. ditoleraansi pasien.
33

Resiko tinggi terhadap Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda infeksi 1. Pasien mungkin masuk dengan
infeksi berhubungan keperawatan selama 3x 24 dan peradangan infeksi yang biasanya telah
dengan peningkatan jam masalah resiko terhadap mencetuskan keadaan
kadar glukosa dalam infeksi tidak terjadi. ketoaasidosis atau dapat
darah. Kriteria hasil: mengalami inveksi nosokomial.
1. Tidak terdapat tanda-
tanda infeksi. 2. Pertahankan tekhnik aseptik pada 2. Kadar glukosa yang tinggi dalam
2. Personal higiene yang prosedur invasif darah akan menjadi media terbaik
baik. bagi pertumbuhan kuman.
3. Perubahan gaya hidup
untuk mencegah infeksi. 3. Berikan perawatan kulit dengan 3. Sirkulasi perifer bisa terganggu
teratur yang menempatkan pasien pada
peningkatan resiko terjadinya
kerusakan pada kulit

4. Bantu pasien untuk melakukan 4. Menurunkan terjadinya penyakit


higiene oral. mulut/gusi.

5. Lakukan pemeriksaan kultur dan 5. Untuk mengidentifikasi


sensitifas sesuai dengan indikasi mikroorganisme sehingga dapat
menentukan pemberian trapi
antibiotik yang terbaik.
6. Berikan antibiotik yang sesuai
6. Penanganan awal dapat membantu
mencegah tumbuhnya infeksi.
34

Resiko tinggi terhadap Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda-tanda vital dan 1. Suhu yang meningkat
persepsi sensori keperawatan selama 3x 24 status mental. mempengaruhi fungsi mental.
berhubungan dengan jam tidak terjadi ganguan
perubahan kimia persepsi sensori. 2. Jadwalkan intervensi 2. Meningkatkan tidur, menurunkan
endogen. Kriteria hasil: keperawatan agar tidak rasa letih, dandapat memperbaiki
1. Mengeneli keterbatasan menggangu istirahat klien. daya pikir.
diri
2. Orientasi baik 3. Jaga aktivitas rutin klien 3. Mambantu klien untuk
3. Mampu mengidentifikasi sekonsisten mungkin, dorong mempertahankan orientasi pada
sensori yang datang klien untuk melakukan kegiatan lingkungannya.
sehari-hari sesuai kemampuan.
4. Meningkatkan rasa nyaman dan
4. Berikan tempat tidur yang menurunkan kemungkinan
lembut. kerusakan kulit karena rasa panas.

5. Bantu klien dalam ambulasi atau 5. Meningkatkan keamanan klien


perubahan posisi. ketika rasa keseimbangan di
pengaruhi.

6. Berikan pengobatan sesuai 6. Gangguan dalam prosespikir


dengan obat yang ditetukan terhadap aktifitas kejang biasanya
untuk mengatasi DKA sesuai hilang bila keadaan hiper
indikasi. osmolaritas.
35

Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji penampilan keadaan dari 1. Kaki merupakan bagian tubuh
integritas kulit keperawatan selama 3x 24 kebersihan kaki pasien yang sering mengalami gangguan
berhubungan dengan jam pasen dapat integritas kulit pada pasien DM
neuropati sensori perifer, mempertahankan integritas
defisit fungsi motorik kulit. 2. Kaji keadaan kuku pasien 2. Pasien DM sering mengalami
neuropati otonomik Krteria Hasil : gangguan imunitas sehingga
1. Keadaan jaringan kulit infeksi jamur mudah terjadi
utuh termasuk pada kuku
2. Neuropati tidak ada
3. Tidak terjadi luka atau 3. Kaji integritas kulit pasien, catat 3. Autonomic neuropati
ulcus diabetikus warna kulit ada atau tidaknya menyebabkan kulit menjadi
4. Vaskularisasi perifer baik ulserasi, dermatitis kering, kulit mudah pecah serta
5. Tidak ada tanda-tanda terjadi infeksi
dehidrasi
6. Kebersihan kulit baik, 4. Kaji status sirkulasi vaskuler 4. Pasien DM mudah menimbulkan
keadaan kuku baik dan kaki dengan palpasi, pulpasi arteriosklerosis sehingga terjadi
utuh ultrasound dopler. penurunan suplai darah ke kaki
7. Keadaan kaki utuh
5. Anjurkan pasien untuk menjaga 5. Kulit kaki yang kering beresiko
kelembaban kulit kaki dengan terjadi luka
menggunakan lotion

6. Anjurkan pasien untuk 6. Mengurangi trauma dan terjadi


menggunakan alas kaki yang perlukan
lebih lembut atau sepatu yang
tidak keras
Sumber: Wilkinson (2015), Dongoes (2002)
36

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan (Implementasi) adalah bersinambungan dan interaktif

dengan komponen lain dari proses keperawatan. Sesuai dengan kebutuhan

dan prioritas klien, perawat melakukan intervensi keperawatan spesifik,

yang mencakup tindakan perawat dan tindakan dokter (Potter dan Perry,

2005). Menurut Nursalam (2001), implementasi keperawatan atau

pelaksanan keperawatan merupakan intisari dari rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Tujuan dari pelaksanaan keperawatan yaitu

membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang

mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan

kesehatan dan memfasilitasi koping.

2.2.5 Evaluasi asuhan keperawatan

Potter dan Perry (2005) evaluasi adalah suatu proses keperawatan

mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien

kearah pencapaian tujuan. Dalam menentukan masalah teratasi atau tidak

teratasi cara membandingkannya yaitu dengan menggunakan SOAP dan

SOAPIER dengan tujuan dan kriteria hasil yang ditetapkan.

a. Sabjective, Objektive, Analisis,dan Planning (SOAP) meliputi:

1. S (Sabjective) : Adalah informasi berupa ungkapan yang didapat

dari klien setelah tindakan diberikan.

2. O (Objective) : Adalah informasi yang didapat berupa hasil

pengamatan format penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh

perawat setelah tindakan dilakukan.


37

3. A (Analisis) : Adalah membandingkan antara informasi

subjektive dan objektive dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian

diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi sebagian.

4. P (Planning) : Adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan

dilakukan berdasarkan hasil analisa.

b. Sabjektif, Objektif, Pengkajian, Perencanaan, Evaluasi, dan Revisi

(SOAPIER), meliputi:

1. S (Sabjektif) : Adalah masalah yang di utarakan pasien dan

pandangannya terhadap masalah.

2. O (Objektif) : Meliputi tanda-tanda klinik dan fakta yang

berhubungan dengan diagnosa keperawatan meliputi data fisiologi

dan informasi dari pemeriksaan.

3. A (Pengkajian) : Analisa dari data sabjektif dan objektif dalam

menentukan pasien.

4. P (Perencanaan) : Tindakan untuk mencapai status kesehatan yang

optimal

5. I (Intervensi) : Intervensi mengikuti diagnosa yang ada.

6. E (evaluasi) :Merupakan analisis respon pasien terhadap

intervensi yang diberikan.

7. R (Revisi) :Data yang mengalami perubahan respon pasien

yang akan direvisi untuk rencana perawatan. (Hidayat, 2001)

Anda mungkin juga menyukai