Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Teori Umum


1.1.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)
DAS atau yang lebih dikenal dengan Daerah Aliran Sungai pada dasarnya adalah
suatu hamparan mengenai wilayah yang dibatasi secara langsung oleh punggung bukit
(pembatas topografi). Sehingga batasan wilayah ini mampu menerima, mengumpulkan
air hujan, unsur hara, sedimen, dan mengalirkannya melalui anak sungai kecil yang telah
keluar pada satu titik (outlet). Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang
berfungsi sebagai tampungan air sehingga wilayah ini masuk dalam wilayah air sungai
utama atau induk. Sedangkan menurut para ahli, Marwah (2001) DAS adalah bentuk
pengembangan mengenai suatu wilayah yang dijadikan sebagai pengelolaan sumberdaya
alam secara rasional sehingga dapat mencapai tujuan berbagai produksi secara optimum.
Menurut Christanto (1989) berarti suatu areal yang airnya dialirkan oleh sebuah sungai,
dengan anak-anak sungainya. Suatu DAS dibatasi dari DAS lainnya oleh punggung bukit
yang letaknya lebih tinggi dari DAS tersebut

Daerah Aliran Sungai sebagai suatu hamparan wilayah atau kawasan yang
menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya ke
laut atau danau. Sehingga fungsi hidrologisnya sangat dipengaruhi oleh jumlah curah
hujan yang diterima dan geologi yang mempengaruhi bentuk lahan. Adapaun fungsi
hidrologis tersebut adalah mengalirkan air, menyangga kejadian puncak hujan, melepas
air secara bertahap, memelihara kualitas air dan mengurangi pembuangan massa (seperti
tanah longsor)

1.1.2 Metode Perhitungan Luas DAS


Luas DAS merupakan keseluruhan DAS sebagai suatu sistem sungai yang
diproyeksikan secara horisontal pada bidang datar. Untuk mengukur dan menghitung
luas dari daerah aliran sungai (DAS), terdapat berbagai metoda.

A. Metoda Segi Empat (Square Method)


Pengukuran luas dengan metode segi empat ini dilakukan dengan cara
membuat petak-petak atau kotak-kotak bujur sangkar pada daerah yang akan
dihitung luasnya. Pada batas tepi yang luasnya setengah kotak atau lebih dibulatkan
menjadi satu kotak sedangkan kotak yang luasnya kurang dari setengah dihilangkan
(tidak dihitung). Hal yang perlu diperhatikan adalah pertimbangan keseimbangan.
Harus ada penyesuaian antara kotak yang akan dibulatkan dengan yang
dihilangkan. Untuk menghitung luas akhirnya dapat digunakan rumus berikut:
L= Jumlah kotak x (luas tiap kotak x skala)
B. Metoda Jalur (Stripped Method)
Pengukuran luas dengan metode jalur ini dilakukan dengan membuat jalur
atau garis horisontal yang sejajar dan berinterval sama, kemudian pada bagian tepi
jalur ditarik garis keseimbangan. Untuk menghitung luas akhirnya dapat digunakan
rumus berikut:
L= Jumlah Luas segiempat (jalur) x skala

C. Metoda Segitiga (Triangle Method)


Pengukuran luas dengan metode segitiga ini dilakukan dengan membuat
segitiga-segitiga diseluruh daerah yang akan diukur luasnya pada peta dan pada sisa
daerah diluar segitiga ditambahkn garis-garis yaang tegak lurus dengan base line
(sisi segitiga) yang disebut offset. Untuk menghitung luas akhirnya dapat digunakan
rumus berikut:
L= (Jumlah luas segitiga + jumlah luas offset) x skala

D. Planimeter
Metode ini merupakan metode pengukuran luas dengan menggunakan alat
planimeter. Daerah yang diukur harus merupakan polygon atau area tertutup. Cara
pengukuran luas sebagai berikut:
 Kaca pengamat planimeter diletakkan pda titik awal area yang akan diukur
luasnya.
 Kemudian alat pengamat digerakkan searah jarum jam mengikuti batas areal
yang diukur sampai alat pengamat kembali ke titik awal.
 Luas area atau daerah yang akan dihitung langsung dapat dibaca pada
planimeter.
Batas DAS ditentukan berdasarkan peta kontur. Batas DAS yang
dimaksud adalah batas DAS secara topografik (Topographic Drainase Boundary)
(Seyhan, 1979).

1.2 Pentuan Sungai dan Outlet


1.2.1 Letak Geografis
Sungai yang menjadi sampel dalam makalah ini adalah Kali Begaluh

Dengan spesifikasi sungai sebagai berikut:

• Letak Geografis : 07’12”23 LS – 108’55”47 BT


• Lokasi : Propinsi Jawa Tengah, Kab.Brebes, Kec.BantarKawung, Desa
BantarKawung.
• Luas Daerah Pengaliran : 280 Km2
1.2.2 Penentuan Outlet dengan Global Mapper dan WMS
1. Buka aplikasi global mapper

2. Pilih open your own data files, cari map yang sudah di download dari
http://hydrosheds.cr.usgs.gov/index.phps

3. Klik Tools>Configuration>Projection ubah tab Projection menjadi UTM


4. Klik File>Export Rasther and Elevation Data>Export Dem

5. Setelah melaksanakan langkah ke 4, akan muncul catalog box yang baru, pilih tab

export bounds>draw a box, buat kotak untuk deleniasi peta daerah aliran

sungai>ok.
6. Buka Aplikasi WMS, buka file hasil export DEM dari global mapper sebelumnya.

7. Klik menu drainage module pada toolbar


8. Klik Toolbar DEM>Compute Topaz

9. Setelah melakukan langkah ke-8 akan muncul aliran sungai seperti berikut
10. Buka kembali global mapper, klik>tools>configure>grid display>centang lat/lon

grids, ubah grid spacing menjadi 1’.

11. Cari koordinat titik outlet sungai sesuai referensi dan bandingkan letaknya dengan

peta aliran sungai pada WMS


12. Klik Outlet Point pada WMS, letakkan pada daerah yang sebelumnya di tunjukan

pada koordinat ditunjukkan global mapper

Maka titik outlet pun telah berhasil ditentukan

1.2.3 Sungai dan Outlet


Titik Outlet pada sungai BantarKawung adalah sebagai berikut.
1.2.4 Penentuan DAS dengan WMS
1. Setelah titik outlet di tentukan, klik DEM>Stream Arc

2. Klik Dem>Define Basins


3. Klik Dem>Polygon Basins

Maka Das pun telah berhasil di tentukan

1.3 Penentuan Luas Daerah Pengaliran


1.3.1 Penentuan Luas Daerah dengan WMS
1. Setelah menentukan daerah DAS, klik DEM>Compute Basins
1.3.2 Luas DAS
Maka luas DAS pun telah berhasil didapatkan yaitu 286.94 Km2

1.3.3 Galat Luas DAS


Luas DAS tidak boleh melebihi Galat maksimum yaitu 5% dari data Luas Daerah
Pengaliran. Dalam kasus ini antara 286.94 km2 dengan 280 km2 maka galatnya hanya 2.5%.

BAB II
ANALISIS CURAH HUJAN WILAYAH

2.1 Teori Umum


2.1.1 Melengkapi Data Hujan yang Hilang
Data hujan dikumpulkan oleh seorang petugas/pengamat dari stasiun tertentu, terkadang
terjadi kecacatan data bisa karena data hujan tidak terekam, catatan hilang atau rusak, akibat
faktor manusia dan faktor alat. Namun analisis tetap harus dilakukan apapun yang terjadi.
Karena itu digunakan beberapa metode untuk mengurangi kesulitan analisis data yang hilang
tersebut, yaitu.

1. Metode Aritmatik
Metode ini menggunakan beberapa stasiun pembanding dengan catatan memiliki jarak
yang tidak terlalu jauh dari stasiun yang dikaji. Metode ini adalah merata-ratakan aritmatik dari
stasiun pembanding. Persamaannya adalah:

∑ 𝑃𝑛 𝑃1 + 𝑃2 + ⋯ + 𝑃𝑛
𝑃𝑥 = =
𝑁 𝑁
Dimana :
PX = Hujan di stasiun x yang diperkirakan (mm)
P1 = Hujan di stasiun pembanding 1 (mm)
P2 = Hujan di stasiun pembanding 2 (mm)
Pn = Hujan di stasiun pembanding ke-n
N = jumlah stasiun pembanding

2. Metode Rasio Normal

Metode ini juga memerlukan stasiun pembanding, metode ini mirip dengan metode
aitmatik hanya saya metode ini memperhatikan bobot dalam perhitungannya. Persamaannya
adalah:

1 𝑃𝑛
𝑃𝑖 = 𝑥𝑁𝑖 𝑥 (∑ )
𝑛 𝑁𝑛
Dimana :
Pi = Hujan di stasiun i yang diperkirakan (mm)
Ni = Hujan tahunan normal (rata-rata) di stasiun i (mm)
Pn = Hujan di stasiun ke – n (mm)
Nn = Hujan tahunan normal di stasiun ke-n (mm)

3. Metode Kebalikan Kuadrat Jarak


Metode ini adalah membandingkan stasiun-stasiun didekat data yang hilang dengan
kebalikan kuadrat jaraknya. Semakin dekat jarak stasiunnya maka semakin mempengaruhi
nilainya, metode ini lebih mendekati dengan nilai sebenarnya. Persamannya adalah:
𝑃𝑎 𝑃𝑏
+
𝑃𝑥 = 𝑋𝑎 𝑥 𝑋𝑎 𝑋𝑏 𝑥 𝑋𝑏
1 1
+
𝑋𝑎 𝑥 𝑋𝑎 𝑋𝑏 𝑥 𝑋𝑏
Dimana :

PX = Hujan di stasiun x yang diperkirakan (mm)


PA = Hujan di stasiun pembanding A (mm)
PB = Hujan di stasiun pembanding B (mm)
dXA = Jarak antara stasiun A dan stasiun X (Km)
dXB = Jarak antara stasiun B dan stasiun X (Km)

2.1.2 Mencari Curah Hujan Rata-Rata Wilayah


Perkiraan data curah hujan rata-rata wilayah diperlukan untuk mengatasi variabel ekstrem
seperti banjir dan kekeringan. Debit yang dihasilkan dapat digunakan dalam kebutuhan
minuman, irigasi, industri, dll. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

1. Cara Rerata Aljabar

Cara ini adalah yang paling sederhana yaitu dengan perhitungan rata-rata aljabar dari
rerata presipitasi yang diperoleh dari pengamatan alat penakar yang digunakan. Cara ini aman
digunakan untuk variasi curah hujan yang tidak terlalu besar. Rumus ini:

Keterangan :
R = Curah hujan rerata tahunan ( mm )
n = Jumlah stasiun yang digunakan
2. Cara Polygon Thiessen
Metode ini lebih akurat jika dibandingkan dengan rerata aljabar dikarenakan wilayah
tangkapan diwakilkan dengan pembobotan massa yang proposional. Metode ini dirumuskan
sebagai berikut:

Keterangan :
R = Curah hujan rerata tahunan (mm)
R1,R2,R3 = Curah hujan rerata tahunan di tiap titik pengamatan (mm)
Rn = Jumlah titik pengamatan
A1,A2 = Luas wilayah yang dibatasi polygon
A = Luas daerah penelitian
3. Cara Garis Isohyet

Cara ini yakni dengan mengambarkan peta isohyet pada peta topografi berdasarkan data
curah hujan. Luas daerah yang terbentuk dari dua garis diukur dengan planimeter. Cara ini dapat
lebih teliti dibandingkan polygon thiessen apabila garis digambar dengan teliti dan variasi curah
hujan didaerah tersebut tidak terlalu besar. Curah hujan dihitung dengan persamaan:

Keterangan :
R = Curah hujan rerata tahunan
A1, A2 = Luas bagian antar dua garis isohyets
R1, R2, Rn = Curah hujan rata – rata tahunan pada bagian A1, A2, …. , An

2.2 Pemilihan Stasiun


Stasiun yang dibutuhkan adalah 3 stasiun, berdasarkan metode yang digunakan yaitu
polygon thiessien. Ketiga stasiun tersebut harus berada didekat DAS agar cakupan areanya
sesuai, selain itu jika ketiga stasiun itu dihubungkan dengan garis akan membentuk suatu
segitiga, usahakan segitiga ini memiliki panjang sisi yang tidak terlalu jauh. Agar titik berat
segitiga tersebut berada didalam segitiga dan berada didalam DAS sehingga ketiga stasiun itu
seimbang dalam menunjukkan perhitungan DAS.

Lokasi stasiun diambil dari website http://www.bbwspemalijuana.com/database


kemudian diplot satu persatu kedalam software AutoCad hingga sesuai dengan DAS yang
dimiliki. Degan mencocokkan daerah dari WMS dengan yang berada di peta maka diperoleh
tiga stasiun yang terletak pada BantarKawung, Bumiayu, dan Tonjong.
+Polygon Thiessen

Anda mungkin juga menyukai