Progress 1
Progress 1
PENDAHULUAN
Daerah Aliran Sungai sebagai suatu hamparan wilayah atau kawasan yang
menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya ke
laut atau danau. Sehingga fungsi hidrologisnya sangat dipengaruhi oleh jumlah curah
hujan yang diterima dan geologi yang mempengaruhi bentuk lahan. Adapaun fungsi
hidrologis tersebut adalah mengalirkan air, menyangga kejadian puncak hujan, melepas
air secara bertahap, memelihara kualitas air dan mengurangi pembuangan massa (seperti
tanah longsor)
D. Planimeter
Metode ini merupakan metode pengukuran luas dengan menggunakan alat
planimeter. Daerah yang diukur harus merupakan polygon atau area tertutup. Cara
pengukuran luas sebagai berikut:
Kaca pengamat planimeter diletakkan pda titik awal area yang akan diukur
luasnya.
Kemudian alat pengamat digerakkan searah jarum jam mengikuti batas areal
yang diukur sampai alat pengamat kembali ke titik awal.
Luas area atau daerah yang akan dihitung langsung dapat dibaca pada
planimeter.
Batas DAS ditentukan berdasarkan peta kontur. Batas DAS yang
dimaksud adalah batas DAS secara topografik (Topographic Drainase Boundary)
(Seyhan, 1979).
2. Pilih open your own data files, cari map yang sudah di download dari
http://hydrosheds.cr.usgs.gov/index.phps
5. Setelah melaksanakan langkah ke 4, akan muncul catalog box yang baru, pilih tab
export bounds>draw a box, buat kotak untuk deleniasi peta daerah aliran
sungai>ok.
6. Buka Aplikasi WMS, buka file hasil export DEM dari global mapper sebelumnya.
9. Setelah melakukan langkah ke-8 akan muncul aliran sungai seperti berikut
10. Buka kembali global mapper, klik>tools>configure>grid display>centang lat/lon
11. Cari koordinat titik outlet sungai sesuai referensi dan bandingkan letaknya dengan
BAB II
ANALISIS CURAH HUJAN WILAYAH
1. Metode Aritmatik
Metode ini menggunakan beberapa stasiun pembanding dengan catatan memiliki jarak
yang tidak terlalu jauh dari stasiun yang dikaji. Metode ini adalah merata-ratakan aritmatik dari
stasiun pembanding. Persamaannya adalah:
∑ 𝑃𝑛 𝑃1 + 𝑃2 + ⋯ + 𝑃𝑛
𝑃𝑥 = =
𝑁 𝑁
Dimana :
PX = Hujan di stasiun x yang diperkirakan (mm)
P1 = Hujan di stasiun pembanding 1 (mm)
P2 = Hujan di stasiun pembanding 2 (mm)
Pn = Hujan di stasiun pembanding ke-n
N = jumlah stasiun pembanding
Metode ini juga memerlukan stasiun pembanding, metode ini mirip dengan metode
aitmatik hanya saya metode ini memperhatikan bobot dalam perhitungannya. Persamaannya
adalah:
1 𝑃𝑛
𝑃𝑖 = 𝑥𝑁𝑖 𝑥 (∑ )
𝑛 𝑁𝑛
Dimana :
Pi = Hujan di stasiun i yang diperkirakan (mm)
Ni = Hujan tahunan normal (rata-rata) di stasiun i (mm)
Pn = Hujan di stasiun ke – n (mm)
Nn = Hujan tahunan normal di stasiun ke-n (mm)
Cara ini adalah yang paling sederhana yaitu dengan perhitungan rata-rata aljabar dari
rerata presipitasi yang diperoleh dari pengamatan alat penakar yang digunakan. Cara ini aman
digunakan untuk variasi curah hujan yang tidak terlalu besar. Rumus ini:
Keterangan :
R = Curah hujan rerata tahunan ( mm )
n = Jumlah stasiun yang digunakan
2. Cara Polygon Thiessen
Metode ini lebih akurat jika dibandingkan dengan rerata aljabar dikarenakan wilayah
tangkapan diwakilkan dengan pembobotan massa yang proposional. Metode ini dirumuskan
sebagai berikut:
Keterangan :
R = Curah hujan rerata tahunan (mm)
R1,R2,R3 = Curah hujan rerata tahunan di tiap titik pengamatan (mm)
Rn = Jumlah titik pengamatan
A1,A2 = Luas wilayah yang dibatasi polygon
A = Luas daerah penelitian
3. Cara Garis Isohyet
Cara ini yakni dengan mengambarkan peta isohyet pada peta topografi berdasarkan data
curah hujan. Luas daerah yang terbentuk dari dua garis diukur dengan planimeter. Cara ini dapat
lebih teliti dibandingkan polygon thiessen apabila garis digambar dengan teliti dan variasi curah
hujan didaerah tersebut tidak terlalu besar. Curah hujan dihitung dengan persamaan:
Keterangan :
R = Curah hujan rerata tahunan
A1, A2 = Luas bagian antar dua garis isohyets
R1, R2, Rn = Curah hujan rata – rata tahunan pada bagian A1, A2, …. , An