Anda di halaman 1dari 11

MORAL DAN ETIKA BIROKRASI DALAM PELAYANAN PUBLIK

Dera Izhar Hasanah1

Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Bale Bandung


zifanigabriela@yahoo.com

ABSTRAK

Alasan mendasar mengapa pelayanan publik harus diberikan adalah adanya public interest
atau kepentingan publik yang harus dipenuhi oleh pemerintah karena pemerintahlah yang
memiliki “tanggung jawab” atau responsibility. Dalam memberikan pelayanan kepada publik
ini, pemerintah diharapkan dapat melaksanakannya secara profesional dan menjunjung tinggi
nilai moral dan etika.

Kata Kunci: moral, etika, birokrasi dan pelayanan publik

ABSTRACT

The basic reason why public services should be given is the existence of public interest or
public interest that must be fulfilled by the government because it is the government that has
"responsibility" or responsibility. In providing services to the public, the government is
expected to be able to implement it professionally and uphold moral and ethical values.
Keywords: moral, ethics, bureaucracy and public service

1
Penulis merupakan Dosen Tetap Yayasan pada FISIP Universitas Bale Bandung (UNIBBA) dengan konsentrasi
keilmuan pada bidang administrasi publik dan Ilmu Sosial. Saat ini aktif mengajar pada mata kuliah Dasar-dasar
Ilmu Sosial, Administrasi Pertanahan, serta Perbandingan Sistem Pemerintahan.

48 | JURNAL ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


Volume 3 No. 1 Januari 2019
ISSN: 2087 - 4742

PENDAHULUAN Masyarakat yang semakin kritis dan berani


Birokrasi memang diharapkan untuk mengajukan keinginan, tuntutan dan
berperan besar dalam pelaksanaan seluruh aspirasinya, serta melakukan kontrol atas
rencana negara yang telah diputuskan kinerja pemerintah. Masyarakat semakin
dalam kebijakan publik. Dalam kehidupan berani menuntut birokrasi publik untuk
bernegara, birokrasi menjadi aktor yang mengubah posisi dan perannya
berperan dalam menjalankan (revitalisasi) dalam memberikan layanan
penyelenggaraan pemerintahan. Namun publik. Dengan demikian sangatlah
dalam praktek pemerintahan negara peran menarik untuk dikaji lebih lanjut yang
birokrasi seringkali diragukan untuk dapat disusun dalam bentuk makalah dengan
menghidupkan dan mendinamisasikan judul “Moral dan Etika dalam Pelayanan
proses demokratisasi. Birokrasi Indonesia Publik”
adalah institusi yang lebih banyak
menghabiskan ketimbang menghasilkan. PERMASALAHAN DAN
Sebagai sarang korupsi dan pencurian, PEMBAHASAN
birokrasi adalah penyumbang terbesar Berbagai faktor sebagai penyebab
krisis finansial negara. Benar-benar sebuah para birokrat melakukan tindakan
ironi yang konyol kalau negara menderita penyimpangan dalam menjalankan tugas
krisis tetapi para pengelolanya bisa hidup dan fungsinya, salah satu halnya adalah
kaya dan mewah. mengabaikannya prinsip-prinsip etika dan
Salah satu penyebab runtuhnya moral sehingga muncullah mal-
legitimasi birokrasi dimata rakyat adalah administrasi. Ada dua faktor sebagai
karena birokrasi tidak dijalankan secara sumber penyebab timbulnya mal-
rasional, dimana birokrasi mengabaikan administrasi yaitu: pertama, faktor internal
sikap impersonalitas dalam pelaksanaan yakni faktor pribadi orang yang
tugas. Fenomena tindakan-tindakan melakukan tindakan mal-administrasi,
penyelewengan perilaku birokrasi dalam misalnya niat, kemauan, dan dorongan
paradigma etika dapat dijumpai dimana- yang tumbuh dalam pribadi
mana, penyebabnya mungkin karena orang; kedua, faktor eksternal yaitu faktor
birokrasi tidak dapat menempatkan diri yang berada diluar diri pribadi orang yang
sebagai institusi yang memperjuangkan melakukan tindakan mal-administrasi,
kepentingan publik. Beberapa fenomena misalnya lemahnya peraturan, lemahnya
mengenai birokrasi yang buruk penuh pengawasan, dan lingkungan kerja yang
dengan unsure KKN, sentralistik, berbelit- memungkinkan kesempatan untuk
belit dan kekuasaan yang berlebih-lebihan melakukan tindakan mal-administrasi.
Nampak dalam perilaku birokrasi pada Menurut Widodo (2001:259), mal-
semua sektor pelayanan publik administrasi merupakan suatu praktek
pemerintahan. yang menyimpang dari etika dan moral
Persoalannya yang terjadi pada administrasi yang menjauhkannya dari
perilaku birokrasi sampai saat ini, hampir pencapaian tujuan administrasi. Sedangkan
semua tindakan-tindakan penyelewengan Nigro dan Nigro dalam Widodo
bermuara pada tidak dijalankannya (2001:259-262), mengemukakan terdapat
prinsip-prinsip etika dalam delapan bentuk mal-praktek (mal-
penyelenggaraan pemerintahan. administrasi) yaitu:

JISIPOL | 49
Dera Izhar Hasanah

1. Ketidak-jujuran (dishonesty), yaitu ditafsirkan untuk menguntungkan


suatu tindakan administrasi yang kepentingan tertentu. Misalnya
tidak jujur. Misalnya; mengambil “gubernur” sebagai pembina politik
uang dan barang publik untuk di wilayahnya harus bersikap netral,
kepentingan sendiri, menerima uang namun dalam pemilu sebagai kader
suap dari langganan (client), menarik partai A merasa terpanggil
pungutan liar, dan sebagainya. memenangkan partai tersebut.
Dikatakan ketidak-jujuran karena 5. Perlakuan yang tidak adil terhadap
tindakan ini berbahaya dan pegawai. Pegawai diperlakukan
menimbulkan ketidak-percayaan secara tidak adil. Misalnya bos
(dis-trust), dan merugikan menghambat pegawai yang
kepentingan organisasi atau berprestasi karena merasa disaingi.
masyarakat. 6. Menutup-nutupi kesalahan. Pimpinan
2. Perilaku yang buruk (unethical atau pegawai menutupi kesalahannya
behaviour), pegawai (administrator sendiri atau bawahannya, atau
publik) mungkin saja melakukan menolak diperiksa atau dikontrol
tindakan dalam batas-batas yang oleh legislative atau melarang pers
diperkenankan hukum, tetapi meliput kesalahan instansinya.
tindakan tersebut dapat digolongkan 7. Gagal menunjukkan inisiatif.
sebagai tidak etis, sehingga secara Sebagian pegawai gagal membuat
hukum tidak dapat dituntut. keputusan yang positif atau
Misalnya, kecendrungan pegawai menggunakan diskresi (keleluasaan
untuk memenangkan perusahaan /kelonggaran) yang diberikan hukum
koleganya dalam tender proyek; kepadanya.
seorang pembesar minta kepada
kepala personalia supaya familinya Selain itu, masih banyak kasus-kasus
diluluskan dalam seleksi pegawai. yang menyangkut pelayanan, etika dan
Tindakan ini jelas tidak etis karena moral, diantaranya yaitu:
mengabaikan objektivitas penilaian. a. Pelayanan yang lama, prosesnya
3. Mengabaikan hukum (disregard of berbelit dan mahal (misalnya:
the law), pegawai (administrator pengurusan perizinan. Menurut
publik) dapat mengabaikan hukum aturan, seharusnya izin bisa selesai
atau membuat tafsiran hukum yang dalam 14 hari kerja tapi
menguntungkan kepentingannya. kenyataanya bisa 3-4 bulan dengan
Misalnya pegawai menggunakan berbagai alasan.)
mobil dinas untuk keluarga, padahal b. PNS yang berbuat asusila bahkan
ia tahu fasilitas kantor yang secara ditempat kerja dan videonya beredar
hukum hanya diperuntukkan bagi di masyarakat.
pegawai dan hanya untuk c. PNS yang seharusnya netral dalam
kepentingan dinas. pemilihan Kepala baik itu tingkat
4. Favoritisme dalam menafsirkan daerah maupun pusat akan tetapi
hukum. Pejabat atau pegawai di ikut sebagai tim sukses didalam
suatu instansi tetap mengikuti hukum pemilihan tersebut.
yang berlaku, tetapi hukum tersebut d. Kasus nikah siri bupati Garut

50 | JURNAL ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


Volume 3 No. 1 Januari 2019
ISSN: 2087 - 4742

e. Kasus-kasus korupsi, kolusi dan pengawasan politik, fungsional maupun


gratifikasi yang melibatkan pengawasan masyarakat.
birokrasi, partai politik, dan aparat Masyarakat dalam hubungannya
penegak hukum seperti kasus dengan pelayanan aparatur pemerintah
Hambalang, Bank Century, Banggar selalu menuntut pemberian pelayanan
DPR RI, Nazarudin, Gayus yang cepat, cermat maupun ramah. Untuk
Tambunan, dsb. mencapai pada pelayanan tersebut,
f. Jaksa di Riau yang selingkuh pemahaman perilaku birokrasi sebaiknya
dengan bawahannya. diketahui terlebih dahulu sebagai suatu
g. Jaksa yang menerima uang suap. tindakan individu bagi keberhasilan
organisasi, karena individu yang dapat
Berbagai permasalahan yang membawa tatanan birokrasi, kemampuan,
berkaitan dengan keberadaan birokrasi kepercayaan pribadi, pengharapan dan
khususnya yang berkaitan dengan moral pengalaman untuk mencapai tujuan
dan pelayanan publik, dilatarbelakangi organisasi. Dalam hal ini lebih
oleh beberapa faktor. Secara umum, menekankan pada pencarian cara untuk
masalah krusial yang masih dihadapi oleh meningkatkan hasil yang efektif, sehingga
keberadaan PNS sampai saat ini, seperti pelayanan yang diberikan dapat
rendahnya kinerja PNS, KKN, memuaskan masyarakat dan harus
kesejahteraan yang terbatas, netralitas berawal dari aparat birokrasi yang suka
PNS, sampai pada proses rekruitmen yang bekerja keras.
kurang transparan dan sebagainya. Upaya Menurut Tjokrowinoto (2001:11)
untuk melakukan reformasi birokrasi tidak berpendapat relevansi pemuasan
lepas dari berbagai persoalan yang masyarakat atas pelayanan yang
melingkupinya. Hal ini diperburuk lagi disediakan, perilaku birokrasi perlu
dengan kondisi sosial politik yang masih diperhitungkan kompetensinya dengan
belum stabil serta perkembangan sistem mengacu pada dua hal yaitu:
penyelenggaraan pemerintahan yang 1. Birokrasi harus memberikan
belum menunjukkan kinerja secara pelayanan publik dengan adil,
optimal. Selain itu, ukuran tingkah laku menuntut kemampuan untuk
berupa baik buruknya sesuatu hal, tidak memahami keadaan masyarakat,
dipahami secara sejalan oleh setiap mengartikulasikan aspirasi dari
individu. kebutuhan masyarakat, lalu
Upaya untuk mencegah atau merumuskan dalam suatu kebijakan
mengatasi tindakan mal-administrasi pada kemudian diimplementasikan;
tubuh birokrasi publik harus berupaya 2. Birokrasi harus mempunyai
untuk tidak mempertemukan antara niat kompetensi untuk memberdayakan
dan kesempatan tadi. Maka skala prioritas masyarakat sipil dengan menciptakan
untuk mencegah dan mengatasinya adalah enabling social setting,
dengan cara: pertama, perlu kontrol dari pendekatan top down yang
internal; kedua, menjunjung tinggi dan menguasai dinamika interaksi antara
menegakkan etika birokrasi pada jajaran birokrasi dengan masyarakat dapat
birokrasi publik; ketiga, kontrol eksternal mengalami perubahan menjadi
dalam wujud adanya pengawasan baik hubungan horizontal”.

JISIPOL | 51
Dera Izhar Hasanah

“Pelayanan Prima adalah kepedulian


Setiap kehidupan bermasyarakat, kepada pelanggan dengan memberikan
manusia pasti memerlukan pelayanan dari layanan terbaik untuk memfasilitasi
orang lain, baik pelayanan fisik maupun kemudahan pemenuhan kebutuhan dan
pelayanan administratif. Kaitannya dengan mewujudkan kepuasannya, agar mereka
pelayanan publik maka dalam hal ini selalu loyal kepada organisasi
birokrasi sebagai abdi negara, abdi /perusahaan”
masyarakat adalah sebagai aparat
pelaksana pelayanan (public service) Dimensi dari Pelayanan Prima menurut
merupakan salah satu fungsi yang Barata (2006:31) adalah:
diselenggarakan dalam rangka 1. Ability (kemampuan), yaitu
penyelenggaraan administrasi negara. pengetahuan dan keterampilan
Kotler (1995:548) menyebutkan bahwa tertentu yang mutlak diperlukan
“pelayanan merupakan terjemahan dari untuk menunjang program layanan
kata “service”, yang sering diartikan prima, yang meliputi kemampuan
dengan kata “jasa” adalah setiap tindakan dalam bidang kerja yang ditekuni,
atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh melaksanakan komunikasi yang
satu pihak kepada pihak lain yang pada efektif, mengembangkan motivasi
dasarnya tidak terwujud dan tidak dan menggunakan public relation
mengakibatkan kepemilikan apapun”. sebagai instrument dalam membina
Pengertian Pelayanan Prima dan hubungan ke dalam dan keluar
pelayanan publik merupakan satu kesatuan organisasi/perusahaan;
yang utuh. Konsep layanan prima 2. Attitude (sikap), yaitu perilaku atau
merupakan model yang ditetapkan guna perangai yang harus ditonjokan
meningkatkan kualitas layanan publik. ketika menghadapi pelanggan;
Pelayanan prima merupakan strategi 3. Appearance (Penampilan) yaitu
mewujudkan budaya kualitas dalam penampilan seseorang, baik yang
pelayanan publik. Orientasi dari pelayanan bersifat fisik maupun non fisik,
prima adalah kepuasan masyarakat yang mampu merefleksikan
pengguna layanan.Pelayanan perizinan kepercayaan diri dan kredibilitas
termasuk bagian dari publik oleh birokrasi dari pihak lain.
yang bertujuan untuk menyejahterakan 4. Attention (Perhatian) adalah
masyarakat. Pelayanan publik berarti pula kepedulian penuh terhadap
pemberian layanan (melayani) keperluan pelanggan, baik yang berkaitan
orang atau masyarakat, yang mempunyai dengan perhatian akan kebutuhan
kepentingan pada organisasi itu sesuai dan keinginan pelanggan maupun
dengan aturan yang telah ditetapkan. pemahaman atas saran dan
Sementara itu, masyarakat sudah semakin kritiknya;
kritis dan berani untuk melakukan kontrol 5. Action (Tindakan) adalah berbagai
terhadap apa yang dilakukan oleh kegiatan nyata yang harus
pemerintah. dilakukan dalam memberikan
Barata (2006:27) berpendapat layanan kepada pelanggan;
bahwa: 6. Accountability (Tanggung jawab)
adakah suatu sikap keberpihakan

52 | JURNAL ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


Volume 3 No. 1 Januari 2019
ISSN: 2087 - 4742

kepada pelanggan sebagai wujud wajib ditaati oleh pemberi dan atau
kepedulian untuk menghindarkan penerima pelayanan. Ukuran keberhasilan
dan meminimalkan kerugian atau penyelenggaraan pelayanan publik
ketidakpuasan pelanggan”. ditentukan oleh tingkat kepuasan penerima
pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan
Sementara itu, menurut Keputusan dapat dicapai apabila penerima pelayanan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara memperoleh pelayanan sesuai dengan
Nomor 63 Tahun 2004, standar pelayanan, yang dibutuhkan dan diharapkan. Oleh
sekurang-kurangnya meliputi: karena itu, dalam kaitannya dengan tingkat
1. Prosedur Pelayanan: yaitu kepuasan masyarakat, Keputusan
prosedur pelayanan yang MENPAN Nomor 63 tahun 2004
dibakukan bagi pemberi dan mengamanatkan agar setiap penyelenggara
penerima pelayanan termasuk pelayanan secara berkala melakukan
pengaduan. survei indeks kepuasan masyarakat.
2. Waktu penyelesaian: waktu Menurut Saefullah dalam Tachjan
penyelesaian yang ditetapkan (2006:138) menyebutkan bahwa, “Tugas
sejak saat pengajuan permohonan pokok birokrasi pemerintah adalah
sampai dengan penyelesaian pelayanan publik, yaitu pelayanan yang
pelayanan termasuk pengaduan. diberikan kepada masyarakat umum yang
3. Biaya pelayanan: yaitu biaya/tarif menjadi warga Negara atau secara sah
pelayanan termasuk rinciannya menjadi penduduk Negara yang
yang ditetapkan dalam proses bersangkutan, Pemeritnah sebagai lembaga
pemberian pelayanan. birokrasi mempunyai fungsi untuk
4. Produk pelayanan: yaitu hasil memberikan pelayanan kepada
pelayanan yang akan diterima masyarakat”. Akibatnya, diperlukan
sesuai dengan ketentuan yang reformasi untuk menstransformasikan
telah ditetapkan. budaya birokrasi. Hal ini sesuai dengan
5. Sarana dan Prasarana: yaitu nilai-nilai Weberian bureaucracy yang
penyediaan sarana dan prasarana mendasarkan diri pada prinsip-prinsip
pelayanan yang memadai oleh efisiensi, rasionalitas, certainity dan
penyelenggara pelayanan publik.” calculability yang berakar pada
intellectual culture negara maju.
Untuk mendukung hal tersebut di Selanjutnya, hal ini juga sesuai dengan
atas, maka tingkat kompetensi petugas prinsip birokrasi yang ideal yaitu birokrasi
pemberi pelayanan harus ditetapkan yang bertindak atas dasar wewenang yang
dengan tepat berdasarkan pengetahuan, sah yang berbasis pada pertimbangan
keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku rasional.
yang dibutuhkan. Setiap penyelenggaraan Wahyudi (2001:61) memberikan
pelayanan publik harus memiliki standar pengertian “penyelenggaraan
pelayanan dan dipublikasikan, sebagai pemerintahan dalam dimensi pelayanan
jaminan dari adanya kepastian bagi publik, birokrasi dapat dilihat dari
penerima pelayanan. Standar pelayanan perpektif sebagai alat untuk menjembatani
merupakan ukuran yang dibakukan dalam kebijakan-kebijakan administratif yang
penyelenggaraan pelayanan publik yang diambil oleh penguasa dengan aspirasi

JISIPOL | 53
Dera Izhar Hasanah

rakyat mengingat rakyat sebagai pihak Beberapa konsep mengenai etika


yang mendelegasikan wewenang kepada pelayanan publik diantaranya menurut
penguasa itu sendiri”. Konsep pelayanan Kumorotomo (1996:7) berpendapat bahwa
publik sendiri tidak dapat didefinisikan “Etika pelayanan publik adalah: “suatu
secara kongrit, mengingat begitu luasnya cara dalam melayani publik dengan
ruang lingkup pelayanan umum yang menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang
diselenggarakan oleh pemerintah sehingga mengandung nilai-nilai hidup dan hukum
sadar atau tidak sadar masyarakat akan atau norma-norma yang mengatur tingkah
selalu berhubungan dengan birokrasi. laku manusia yang dianggap baik”.
Ketika kita berbicara tentang etika Sedangkan etika dalam konteks birokrasi
birokrasi, tentu saja tidak terlepas dari menurut Dwiyanto (2002:188): ”Etika
aspek moralitas aparat birokrasi sebagai birokrasi digambarkan sebagai suatu
penyelenggara pemerintahan itu sendiri. panduan norma bagi aparat birokrasi
Etika dan moralitas secara teoritis berawal dalam menjalankan tugas pelayanan pada
dari pada ilmu pengetahuan (cognitive) masyarakat. Etika birokrasi harus
bukan pada afektif. Moralitas berkaitan menempatkan kepentingan publik di atas
pula dengan jiwa dan semangat kelompok kepentingan pribadi, kelompok dan
masyarakat. Moral terjadi bila dikaitkan organisasnya. Etika harus diarahkan pada
dengan masyarakat. Tidak ada moral bila pilihan-pilihan kebijakan yang benar-benar
tidak ada masyarakat dan seyogyanya mengutamakan kepentingan masyarakat
tidak ada masyarakat tanpa moral, dan luas”.
berkaitan dengan kesadaran kolektif dalam Dari konsep tersebut jelaslah
masyarakat. Teori moralitas tidak hanya bahwa etika pelayanan publik perlu untuk
mengenai hal yang baik dan yang buruk, diterapkan pada jiwa birokrat, khususnya
tetapi menyangkut masalah yang ada dalam melayani publik atau masyarakat,
dalam kontak sosial dengan masyarakat, agar tujuan pemerintah dengan harapan
ini berarti etika tidak hanya sebatas masyarakat dapat tercapai dengan baik.
moralitas individu tersebut dalam artian Berikut beberapa faktor yang menyangkut
aparat birokrasi tetapi lebih dari itu dengan etika dalam pelayanan publik.
menyangkut perilaku di tengah-tengah
masyarakat dalam melayani masyarakat Sumber Daya Manusia
apakah sudah sesuai dengan aturan main Faktor kualitas SDM birokrasi
atau tidak, apakah etis atau tidak. menjadi faktor yang sangat krusial.
Etika, termasuk etika birokrasi Ternyata kemampuan di setiap lini dalam
mempunyai dua fungsi, yaitu: pertama, melakukan pelayanan sangat berbeda.
sebagai pedoman, acuan, refrensi bagi Sebagai contoh, PNS yang berada di
administrasi negara (birokrasi publik) tingkat kota relatif memiliki kemampuan
dalam menjalankan tugas dan intelektual yang lebih baik daripada di
kewenangannya agar tindakannya dalam tingkat kelurahan. Hal ini dapat dilihat dari
organisasi tadi dinilai baik, terpuji, dan tingkat kemampuan teknologi informasi,
tidak tercela. Kedua, etika birokrasi wawasan, kemampuan berkomunikasi dan
sebagai standar penilaian mengenai sifat, sebagainya. Ada kesan, bahwa pegawai di
perilaku, dan tindakan birokrasi publik tingkat kelurahan hanyalah orang-orang
dinilai baik, tidak tercela dan terpuji.

54 | JURNAL ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


Volume 3 No. 1 Januari 2019
ISSN: 2087 - 4742

“buangan” ataupun orang-orang yang Pilkada langsung, akhirnya membawa PNS


sudah tidak mampu berkembang lagi daerah pada situasi (sekali lagi) dilematis,
Di era saat ini, penguatan karena pimpinan daerah yang akan
kelembagaan di tingkat kewilayahan menjadi atasannya adalah pejabat politik.
menjadi hal yang sangat penting dan perlu
dipertimbangkan oleh pimpinan tingkat Kesejahteraan
pusat. Dengan semakin banyaknya Salah satu faktor penyebab
pelimpahan kewenangan dari tingkat pusat rendahnya kinerja PNS adalah tingkat
ke kecamatan dan kelurahan (misalnya: kesejahteraan yang masih berada di bawah
PBB, IMB, PNPM dsb) maka diperlukan negara-negara ASEAN lainnya. Walaupun
aparat birokrasi yang handal. Sudah demikian, upaya untuk
saatnya tingkat kelurahan mengubah meningkatkan kesejahteraan PNS itu
paradigmanya dengan meningkatkan selalu diupayakan secara berkala. Hal ini
kualitas SDM-nya, apalagi jika kelak harus menjadi perhatian, terutama untuk
berhadapan dengan aparat pemeriksa mengantisipasi terjadinya korupsi di
seperti BPK. Mereka harus memiliki kalangan birokrasi. Besarnya jumlah PNS
kemampuan yang memadai untuk di Negara kita, menjadi salah satu faktor
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. penyebab tingkat kesejahteraannya belum
Hal ini semakin diperparah lagi dengan optimal, meskipun anggaran negara untuk
kemampuan mereka dalam melayani menggaji PNS sangat besar.
masyarakat. Karena rata-rata pegawai Setiap tahun pengangkatan
kelurahan ini berpendidikan SMA lalu usia pegawai ditekan dalam jumlah yang
sudah di atas 40 tahun, maka prinsip seminimal mungkin dan hanya 15 persen
pelayanan prima tidak mereka pahami dari total jumlah pegawai yang pensiun
seutuhnya. Kecepatan, keramahan, sikap, setiap tahun. Jika jumlah pegawai per
dan perhatian terhadap pemohon seringkali tahun, mulai tahun 2007, yang pensiun
diabaikan. berjumlah 120.000 orang, maka
pemerintah hanya mengangkat pegawai
Tekanan Politik baru berjumlah 25.000 orang. Banyaknya
Faktor dominan yang melingkupi jumlah pegawai dan pensiunan pegawai di
citra negatif birokrasi selama ini tidak Indonesia saat ini memang sudah
terlepas dari tekanan politik praktis yang overload, yaitu untuk menggaji 3,6 juta
menempatkan PNS pada posisi yang pegawai plus 2,9 juta pensiunan pegawai
dilematis. Pengalaman sejarah alokasi belanja APBN per tahunnya
membuktikan bahwa PNS di masa orde mencapai angka Rp 125 triliun.
baru telah menjadikannya sebagai abdi Masalah-masalah di atas
politik dan bukan sebagai abdi negara. menjadikan upaya untuk melakukan
Akibatnya, PNS diatur oleh partai reformasi birokrasi menjadi lebih
berkuasa dan mesin politik yang berakibat berintegritas dan berdaya kerja tinggi
kepada kurang optimalnya pelayanan sebagai suatu keharusan. Tantangan zaman
publik. Kondisi ini rupanya terus yang semakin kompleks menuntut birokrat
berlangsung hingga memasuki masa harus mengubah mind set-nya, dari yang
reformasi. Di tingkat daerah, pada saat ingin dilayani menjadi pelayan masyarakat
sistem politik menghendaki adanya sesuai dengan fungsinya sebagai civil

JISIPOL | 55
Dera Izhar Hasanah

servant. Konsepsi Good Governance dan menghasilkan PNS yang lebih produktif
New Public Service harus dikedepankan, dan responsif terhadap segala tugas dan
jika ingin meningkatkan citra positif tanggungjawabnya. Proses reward and
birokrasi di mata masyarakat. Cara punishment sudah seharusnya diterapkan
pandang ini harus ditanamkan dalam setiap dengan aturan yang jelas. Artinya, selama
PNS sehingga lambat laun mereka akan ini pegawai yang malas dan bodoh, selalu
memposisikan dirinya sebagai pelayan dianggap sama dengan pegawai yang
masyarakat. Upaya untuk membangun cerdas dan produktif terutama dalam hal
kesadaran tersebut setidaknya dibangun kesejahteraan. Sehingga, bukan tidak
melalui sistem yang kuat untuk mungkin hal ini akan menurunkan
memperbaiki kinerja PNS secara motivasi pegawai yang memang produktif
profesional. dan capable.
Proses reformasi birokrasi bisa Untuk membentuk sistem tersebut,
diawali dari adanya proses rekruitmen diperlukan adanya suatu sistem yang
PNS yang ideal, mengedepankan terencana dengan baik. Dimulai dari pusat
profesionalisme dan bukannya faktor lain. sampai ke tingkat daerah, dan disepakati
Hal ini dianggap sebagai gerbang untuk serta diimplementasikan secara konsisten.
mendapatkan pegawai yang memiliki Ada kecenderungan, jika seorang PNS
kapabilitas, kemampuan serta etika melakukan kesalahan, maka akan sulit
moralitas yang baik. Beban anggaran yang untuk dilakukan pemecatan karena
besar akan selalu terjadi untuk membayar prosesnya sangat panjang dan rumit.
pegawai yang tidak memiliki kapabilitas Kondisi seperti ini akan jadi salah satu
dan kemampuan dalam bekerja. faktor penghambat keberhasilan reformasi
Walau bagaimanapun, birokrasi birokrasi. Sudah seharusnya dilakukan
harus memberikan contoh yang baik penyederhanaan prosedur kepegawaian.
terhadap masyarakat, sehingga bisa Sistem reformasi pegawai negeri sipil
diteladani oleh masyarakat dan terutama sudah saatnya menempatkan PNS sebagai
generasi muda penerus bangsa ini. Kalau pegawai yang profesional, transparan dan
mereka memberikan contoh yang tidak akuntabel. Netralitas PNS menjadi
baik terhadap masyarakat itu sama saja permasalahan tersendiri, karena dalam
mereka mengajarkan masyarakat dan banyak kasus selalu menjadikan mereka
generasi muda penerus bangsa ini untuk sebagai alat politik yang pada akhirnya
melakukan pratik KKN sama seperti para akan berpihak kepada kepentingan
pendahulunya.Maraknya kasus korupsi penguasa maupun partai politik. Hal ini
yang melibatkan berbagai pejabat tinggi akan menjadikan kondisi yang serba salah
hingga bawahannya membuat masyarakat bagi seorang birokrat untuk mengambil
menjadi miris melihat tingkah laku para keputusan secara jernih karena besarnya
elite negeri. Padahal mereka tergolong tekanan dari pihak luar.
orang-orang yang berpendidikan tinggi. Menurut Indiahono (2009:228)
Birokrasi Ideal sedikitnya mencakup
Pengawasan dan Pembinaan beberapa aspek, yaitu:
Selain itu, yang perlu mendapat 1. Birokrasi cermin kedaulatan,
perhatian adalah sistem pembinaan bukan kekuasaan, maksudnya
maupun pengawasan yang ketat untuk adalah birokrasi merupakan

56 | JURNAL ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


Volume 3 No. 1 Januari 2019
ISSN: 2087 - 4742

pihak yang menjalankan publik yang harus dipenuhi oleh


amanah kedaulatan yang pemerintah karena pemerintahlah yang
diberikan oleh publik memiliki “tanggung jawab” atau
kepadanya. Birokrasi bukanlah responsibility. Dalam memberikan
isntitusi kekuasaan yang dapat pelayanan ini pemerintah diharapkan
digunakan untuk secara profesional melaksanakannya, dan
melanggengkan kekuasaan harus mengambil keputusan politik secara
seseorang ataupun sekelompok tepat mengenai siapa mendapat apa,
orang. Kultur ini tidaklah berapa banyak, dimana, kapan,
mudah untuk dilepaskan di dsb. Padahal, kenyataan menunjukan
Indonesia. Birokrasi sudah bahwa pemerintah tidak memiliki tuntunan
seharusnya menunjuk pada atau pegangan kode etik atau moral secara
birokrasi yang responsive memadai. Asumsi bahwa semua aparat
terhadap setiap aspirasi, saran pemerintah adalah pihak yang telah teruji
maupun kritik dari pihak pasti selalu membela kepentingan publik
eksternal. atau masyarakatnya, tidak selamanya
benar. Banyak kasus membuktikan bahwa
2. Birokrasi yang netral, berarti kepentingan pribadi, keluarga, kelompok,
memihak kepada rakyat, partai dan bahkan struktur yang lebih
maksudnya bahwa birokrasi tinggi justru mendikte perilaku
sangat rentan untuk dipolitisasi seorang birokrat atau aparat pemerintahan.
oleh pejabat public. Netralitas Birokrat dalam hal ini tidak memiliki
birokrasi sering menjadi “independensi” dalam bertindak etis, atau
permasalahan manakala dengan kata lain, tidak ada “otonomi
kepentingan politik mulai dalam beretika”.
mempengaruhi birokrasi yang
bertugas untuk menjalankan PENUTUP
amanah rakyat secara teknis. Kode etik pegawai negeri di Indonesia
Birokrasi dianggap mampu secara lebih detail diatur dalam Peraturan
untuk menjembatani Pemerintah (PP) No.42 Th. 2004 tentang
kepentingan partai politik Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik
dengan konstituennya. Hal ini Pegawai Negeri. Kode etik Pegawai
lah yang menjadikan partai Negeri Sipil dalam peraturan ini diartikan
politik amat berkepentingan sebagai pedoman sikap, tingkah laku, dan
dengan birokrasi. Birokrasi perbuatan Pegawai Negeri Sipil di dalam
yang ideal adalah birokrasi melaksanakan tugasnya dan pergaulan
yang rasional dan tidak hidup sehari-hari. Dalam PP ini
memihak serta senantiasa dirumuskan etika pegawai baik etika
berpihak pada kepentingan profesional, etika organisasi, etika sosial,
publik. maupun etika personal.
Adanya kode etik tidak menjamin bahwa
Alasan mendasar mengapa birokrasi pelayanan publik di Indonesia
pelayanan publik harus diberikan adalah menjadi birokrasi yang efisien, bersih dan
adanya public interest atau kepentingan akuntabel, yang penting bukan sekedar

JISIPOL | 57
Dera Izhar Hasanah

adanya aturan yang merumuskan dengan ISTIANTO, Bambang HP. 2011.


terperinci apa nilai-nilai etika PNS tapi Manajemen Pemerintahan Dalam
bagaimana nilai-nilai itu Perspektif Pelayanan Publik, Mitra
diimplementasikan. Dua hal yang sangat Wacana Media, Jakarta.
penting dalam mengimplementasikan etika
KOTLER, Philip. 1995. Manajemen
adalah adanya standard (aturan atau
Pemasaran. PT Gramedia Pustaka.
norma) yang harus dipatuhi dan kehendak
Jakarta.
kuat untuk menjalankannya. Kode etik
atau kesepakatan nilai bersama yang sering TACHJAN, 2006. Implementasi
dilanggar akan menjadi budaya etika yang Kebijakan Publik, AIPI, Bandung.
buruk. Budaya etika yang buruk akan
TJOKROWINOTO, Moelyarto. 2001.
membuat pegawai berpribadi buruk
Birokrasi dalam Polemik. Pustaka
mempunyai lisensi untuk menjadi semakin
Pelajar, Jakarta.
buruk, pegawai yang pada dasarnya
berpribadi baik menjadi terdorong atau WIDODO, Joko. 2001. Good Governance,
terpengaruh untuk ikut buruk, akibatnya Telaah dari Dimensi Akuntabilitas
penyimpangan etika publik diterima dan Kontrol Birokrasi Pada Era
sebagai hal yang lumrah. Inilah yang Desentralisasi dan Otonomi Daerah,
berkontribusi pada pembusukan birokrasi. Insan Cendekia, Surabaya.
Sumber-sumber lain:
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Pendayagunaan
BARATA, Atep Adya. 2003. Dasar-Dasar Aparatur Negara Nomor 63 Tahun
Pelayanan Prima, PT. Elex Media 2004.
Computindo, Jakarta.
Peraturan Pemerintah (PP) No.42 Th. 2004
DWIYANTO Agus, Partini, Ratminto, tentang Pembinaan Jiwa Korps dan
Wicaksono Bambang, Tamtiari Wini, Kode Etik Pegawai Negeri
Kusumasari Bevaola, dan Nuh
Keputusan Menteri Pendayagunaan
Muhamad. 2002. Reformasi Birokrasi
Aparatur Negara Nomor 63 Tahun
Publik Di Indonesia. Pusat Studi
2004
Kependudukan dan Kebijakan
(PSKK), UGM., Yogyakarta.

INDIAHONO, Dwiyanto. 2009. Kebijakan


Publik Berbasis Dynamic Policy
Analysis, GAVA Media, Yogyakarta.

58 | JURNAL ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


Volume 3 No. 1 Januari 2019

Anda mungkin juga menyukai