Anda di halaman 1dari 1

Sahabat Penyejuk Hati

Ketika manusia dilahirkan ke dunia, secara naluri mereka akan mulai mengenal sifat-
sifat mendasar yang ada dalam diri mereka, seperti kasih sayang, saling mengasihi bahkan
sifat pemarah sekalipun. Karena sejatinya manusia ditakdirkan untuk memiliknya. Bayi yang
lahir kemarin, anak-anak, orang dewasa bahkan orang yang sudah sepuhpun memiliknya.
Menjadi penyayang bukan berarti ia tidak memilliki sifat pemarah. Begitupun sebaliknya,
menjadi pemarah belum tentu ia tidak memiliki sifat penyayang. Mengapa demikian? Karena
Allah menghendaki manusia untuk memiliki akal dan nafsu.
Pernahkah kita berfikir darimana kita belajar sifat-sifat tadi? Pada dasarnya kita yang
dalam hal ini adalah sebagai orang dewasa, sering kali mengabaikan ilmu-ilmu dan pelajaran
penting yang sesungguhnya kita memperolehnya dari anak-anak kecil di sekeliling kita.
Mereka anak-anak kecil yang masih polos namun dari kepolosan mereka kita bahkan bisa
belajar tentang ilmu sabar dan menahan amarah. Bahkan jika masing-masing diantara kita
mampu menguraikan satu persatu dari pelajaran penting tersebut, alangkah banyaknya ilmu
yang kita peroleh dari mereka. Merekalah para penerus dan pemegang panji peradaban
bangsa.
Dalam keseharian kita, tentu tidak pernah lepas dari kehidupan anak-anak kecil yang
sungguh menggemaskan. Baik itu menggemaskan dalam arti yang positif maupun negatif.
Tidak jarang pula seharian kita dibuat kesal olehnya. Entah itu dari tingkahnya, pertanyaan-
pertanyaannya dan masih banyak lagi yang lainnya. Pokoknya adaaa saja perilakunya yang
membuat kita sering beristighfar. Kesal? Jengkel? Ya. Sebagian besar. Tapi tidak menutup
kemungkinan ternyata sebagian diantara kita ada yang tidak mengatakan “ya”. Dan mereka
justru bahagia. Mereka bersyukur karena Allah telah menitipkan amanah yang luar biasa yang
sepatutnya harus mereka jaga dan bimbing untuk menjadi lebih baik. Dari sini, mari kita
kembali belajar dan mencoba untuk kembali menilai diri kita. Sudahkah kita bersyukur?
Sudahkah kita mencoba menjadikan mereka sebagai “sahabat” kita? Sahabat yang akan selalu
menyambutnya dengan senyuman ketika dia merengek menangis. Atau bahkan sahabat yang
selalu menyambutnya dengan pelukan ketika dia mulai marah karena keinginannya tidak
dituruti. Mari belajar dan terus belajar bahwa ada banyak hikmah yang Allah titipkan lewat
dirinya. Ada banyak ilmu yang sepantasnya kita gali dan kita amalkan. Mari menjadi sahabat
yang mampu menyejukkan hatinya, bukan seseorang yang kelak tidak disejukkan hatinya.

Anda mungkin juga menyukai