Anda di halaman 1dari 23

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALU OLEO


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

MAKALAH GEOKIMIA
TENTANG
UNSUR TANAH JARANG DAN IMPLIKASI TEKTONIK-ALTERASI
MINERALISASI

OLEH :

KELOMPOK 2 (DUA)

 ANDRY MULIADY (F1B214062)


 MUH. AKRAM (F1B21472)
 IKA NURJANNAH (F1B21406)
 ROMI S HIDAYAT (F1B214102)
 KASRIM (F1B21406)
 BUDIRMAN (F1B21406)

KENDARI
2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji syukur kepada ALLAH SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah UNSUR
TANAH JARANG DAN IMPLIKASI TEKTONIK ALTERASI-MINERALISASI.
Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW, keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nia Sasria, S.Si, MT sebagai
dosen pembimbing mata kuliah,orang tua, sahabat dan rekan-rekan mahasiswa yang
membantu dalam menyelesaikan tugas makalah tersebut. Sebagai tugas final mata
kuliah Geokimia itu sendiri.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah wawasan
bagi para pembaca sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak banyak
kekurangan karena pengalaman yang kami miliki masih minim. Akhir kata,
wassalammu alaikum warahmatulahi wabbarakatuh.

Kendari, 22 Desember 2016

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Bumi merupakan satu-satunya planet yang dapat di huni oleh mahluk hingga
saat ini. Hal tersebut di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti adanya kandungan
unsur-unsur mineral dalam lapisan pada bumi, mulai dari lapisan inti hingga pada
lapisan mantel bumi yang tersusun oleh ribuan jenis mineral maupun batuan baik
yang secara menguntungkan atau bernilai ekonomi serta bernilai estetika.

Mineral ataupun batuan tersebut terbentuk dari proses intrusi magma yang
bersifat panas. Sifat inilah yang menyebabkan adanya gaya atau tekanan yang terjadi
terus-menerusmencari kemudian mengikis zona-zona lemah pada batuan yang
menyebabkan terjadinya struktur geologi seperti kekar atau rekahan hingga sesar
maupun lipatan. Nah, dari aktivitas intrusi tersebut terjadi proses naiknya magma ke
permukaan bumi, dimana proses naiknya tersebut terbentuk suatu batuan dan mineral
yang disebut dengan batuan beku.

Batuan beku merupakan batuan yang terbentuk dari proses pendinginan


magma ketika ketika cairan magma naik di atas permukaan bumi sehingga terbagi
menjadi dua yaitu batuan beku intrusi yaitu batuan beku yang masih terbentuk
(pendinginan) di bawah permukaan bumi dan batuan beku ekstrusi yaitu jenis batuan
beku yang terbentuk sudah di bagian permukaan bumi. Dari jenis-jenis batuan
tersebut terdapat suatu mineral yang berasosiasi dengan mineral lain sehingga dalam
pengolahannya membutuhkan proses atau tahapan yang lebih. Meskipun berasosiasi
dengan mineral batuan beku, namun tidak semua mineral dapat terbentuk secara
bersamaan sehingga keterdapatan atau potensi endapannya pada suatu daerah dapat
di katakan langka. Nama unsur tersebut adalah “Unsur Tanah Jarang/Rare Earth
Element”.
I.2. Tujuan

Adapun tujan dibuatnya makalah ini yaitu sebagai acuan dalam


pembelajaran materi tentang unsur-unsur tanah jarang (REE)

I.3. Manfaat

Adapun manfaat dari makalah ini yaitu dapat di jadikan sebagai bahan
referensi terhadap materi tentang pengertian, kegunaan hingga pada pengolahan
unsur – unsur tanah jarang yang disebut juga sebagai “Rare Earth Element”.

I.3. Rumusan Masalah


Dalam makalah ini terdapat dua pokok permasalahan yang akan di bahas
yaitu sebagai berikut :
1. Unsur tanah jarang
2. Implikasi tektonik dan alterasi-mineralisasi
BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Unsur atau logam Tanah Jarang

Unsur atau logam tanah jarang adalah suatu kelompok mineral yang terdiri
dari 17 unsur kimia yang terdapat bersama-sama dalam sebuah sistem tabel periodik.
Kelompok ini terdiri dari yttrium dan 15 elemen lantanida (lanthanum, cerium,
praseodymium, neodymium, promethium, samarium, europium, gadolinium,
terbium, dysprosium, holmium, erbium, thulium, ytterbium, dan lutetium). Kadang-
kadang skandium juga masih masuk sebagai kelompok logam tanah jarang, karena
sering ditemukan bersama-sama dalam sebuah deposit. "International Union of Pure"
dan "Applied Chemistry" telah memasukan skandium sebagai logam tanah jarang
yang dapat dilihat pada tabel periodik berikut :

Gambar : Unsur tanah jarang dalam tabel system periodik


Unsur tanah jarang sesuai namanya merupakan unsur yang sangat langka
atau keterdapatannya sangat sedikit, di alam berupa senyawa kompleks, umumnya
senyawa kompleks fosfat dan karbonat. Seiring dengan perkembangan teknologi
pengolahan material, unsur tanah jarang semakin dibutuhkan, dan umumnya pada
industri teknologi tinggi.
Selama ini telah diketahui lebih dari 100 jenis mineral tanah jarang, dan 14
jenis di antaranya mempunyai kandungan total % oksida tanah jarang tinggi. Mineral
tanah jarang tersebut dikelompokkan dalam mineral karbonat, fosfat, oksida, silikat,
dan fluorida. Mineral logam tanah jarang bastnaesit, monasit,xenotim dan zirkon
paling banyak dijumpai di alam.
Logam Tanah Jarang (REE) sering dibagi lagi menjadi 2 klasifikasi yaitu
logam tanah jarang berat (Heavy Rare Earths) dan logam tanah jarang ringan (Light
Rare Earths). Lanthanum, cerium, praseodymium, neodymium, promethium dan
samarium masuk dalam kelompok "Logam Tanah Jarang Ringan". Sedangkan
yttrium, europium, gadolinium, terbium, dysprosium, holmium, erbium, thulium,
ytterbium, dan lutetium merupakan "Logam Tanah Jarang Berat". Meskipun
sebenarnya yttrium lebih ringan dari "Logam Tanah Jarang Ringan", tetapi ia tetap
masuk dalam kelompok "Logam Tanah Jarang Berat" karena kesamaan asosiasi
kimia dan sifat fisiknya.
Di Indonesia mineral mengandung unsur tanah jarang terdapat sebagai
mineral ikutan pada komoditas utama terutama emas dan timah aluvial yang
mempunyai peluang untuk diusahakan sebagai produk sampingan yang dapat
memberikan nilai tambah dari seluruh potensi bahan galian.
Potensi endapan emas aluvial tersebut relatif melimpah dapat dijumpai
tersebar di sebagian pulau-pulau besar di Indonesia. Sedangkan pada Jalur Timah
Asia Tenggara yang mengandung sebagian besar sumber daya timah dunia melewati
wilayah Indonesia mulai dari Kepulauan Karimun, Singkep sampai Bangka dan
Belitung merupakan potensi strategis yang dapat memberikan kontribusi besar
kepada pembangunan nasional.
Penggunaan logam tanah jarang sangat luas dan erat kaitannya dengan
produk industri teknologi tinggi seperti industri komputer, telekomunikasi, nuklir,
dan ruang angkasa. Di masa mendatang diperkirakan penggunaan tanah jarang akan
meluas, terutama unsur tanah jarang tunggal, seperti neodymium, samarium,
europium, gadolinium, dan yttrium.

Potensi besar yang dapat dihasilkan dari komoditas unsur/logam tanah


jarang khususnya dalam jangka panjang dimana teknologi terus berkembang pesat,
memerlukan ketersediaan bahan tersebut. Oleh karena itu pengelolaannya
memerlukan berbagai pertimbangan yang tidak semata-mata keekonomian semata.
Peluang jangka panjang dan untuk pemenuhan bahan industri teknologi tinggi yang
akan dikembangkan di Indonesia, maka produk sampingan berupa mineral-mineral
mengandung logam/unsur tanah jarang tersebut dapat dialokasikan untuk pemenuhan
kebutuhannasional, yang disimpan untukalternatif penggunaan pada masa yang akan
datang pada industri strategis di dalam negeri.

Berdasarkan variasi radius ion dan susunan elektron, unsur tanah jarang
diklasifikasikan ke dalam dua subkelompok, yaitu :
 Unsur tanah jarang ringan, atau subkelompok cerium yang meliputi
lanthanum hingga europium
 Unsur tanah jarang berat, atau subkelompok yttrium yang meliputi
gadolinium hingga lutetium dan yttrium.
Logam tanah jarang (LTJ) tidak ditemukan di bumi sebagai unsur bebas
melainkan paduan berbentuk senyawa kompleks. Sehingga untuk pemanfaatannya,
logam tanah jarang harus dipisahkan terlebih dahulu dari senyawa kompleks tersebut.
Selama ini telah diketahui lebih dari 100 jenismineral tanah jarang, dan 14 jenis di
antaranya diketahui mempunyai kandungan total % oksida tanah jarang tinggi.
Mineral tanah jarang tersebut dikelompokkan dalam mineral karbonat,
fospat, oksida, silikat, dan fluorida. Mineral logam tanah jarang bastnaesit, monasit,
xenotim dan zirkon paling banyak dijumpai di alam, jenis-jenisnya sebagai berikut :

 Bastnaesit (CeFCO3). Merupakan senyawa fluoro-carbonate cerium yang


mengandung 60-70% oksida logam tanah jarang seperti lanthanum and
neodymium. Mineral bastnaesit merupakan sumber logam tanah jarang yang
utama di dunia. Bastnaesit ditemukan dalam batuan kabonatit, breksi dolomit,
pegmatit dan skarn amfibol.
 Monasit ((Ce,La,Y,Th)PO3) merupakan senyawa fosfat logam tanah jarang
yang mengandung 50-70% oksida logam tanah jarang (LTJ). Monasit
umumnya diambil dari konsentrat yang merupakan hasil pengolahan dari
endapan pada timah aluvial bersama dengan zirkon dan xenotim (gambar 1).
Monasit memiliki kandungan thorium yang cukup tinggi. Sehingga mineral
tersebut memiliki sinar bersifat radioaktif. Thorium memancarkan radiasi
tingkat rendah, dengan menggunakan selembar kertas saja, akan terhindar
dari radiasi yang dipancarkan.
 Xenotim (YPO4) merupakan senyawa yttrium fosfat yang mengandung 54-
65% LTJ termasuk erbium, cerium dan thorium. Xenotim juga mineral yang
ditemukan dalam pasir mineral berat, serta dalam pegmatit dan batuan beku.
 Zirkon, merupakan senyawa zirkonium silikat yang didalamnya dapat
terkandung thorium, yttrium dan cerium.

Dalam memperoleh mineral di atas, tidak bisa didapatkan dengan mudah,


karena jumlah mineral tersebut sangat terbatas. Terlebih lagi, mineral tersebut tidak
terpisah sendiri, tetapi tercampur dengan mineral lain. Unsur-unsur yang
mendominasi dalam senyawa logam/unsur tanah jarang adalah lanthanum, cerium,
dan neodymium. Sehingga mineral dengan penyusun unsur ini, ekonomis untuk
diekstraksi. Pemanfaatan ketigajenis UTJ ini sangat tinggi dibanding logam tanah
jarang lainnya. Logam Tanah Jarang bersifat tidak tergantikan. Hal ini disebabkan
sifat Logam Tanah Jarang yang sangat khas, sehingga sampai saat ini, tidak ada
material lain yang mampu menggantikannya. Jika ada, kemampuan yang dihasilkan
tidak sebaik material logam tanah jarang. Sifat logam tanah jarang yang digunakan
sebagai material berteknologi tinggi dan belum ada penggantinya, membuat logam
tanah jarang manjadi material yang vital dan mempunyai potensi startegis

Mineral tanah jarang di Indonesia dihasilkan sebagai mineral ikutan pada


cebakan timah aluvial dan emas aluvial. Selain itu sumber daya tanah jarang di
Indonesia dijumpai juga bersama dengan cebakan uranium, seperti dijumpai di
daerah Rirang Kalimantan Barat (Sandhi F, 2014).

Dalam memperoleh mineral di atas, tidak bisa didapatkan dengan mudah,


karena jumlah mineral tersebut sangat terbatas. Terlebih lagi, mineral di atas tidak
terpisah sendiri, tetapi ia tercampur dengan mineral lain. Seperti contohnya pada
kepulauan Bangka Belitung, mineral ini merupakan hasil samping dari penambangan
timah. Sehingga sebelum memperoleh mineral di atas, maka diperlukan proses
pemisahan terlebih dahulu. Mineral-mineral yang mendominasi dalam senyawa
logam tanah jarang di atas adalah Lanthanum, Cerium, Neodymium. Sehingga
mineral ini, menjadi ekonomis untuk dilakukan proses ekstraksi. Sehingga
pemanfaatan ketiga mineral ini, sangat tinggi dibanding mineral logam tanah jarang
lainnya.

II.2. Implikasi Tektonik dan Alterasi-Mineralisasi.

Seperti kita ketahui, bahwa Indonesia terdapat 3 penunjaman lempeng


tekonik (Lempeng Eurasia, Lempeng Hindia-Australia, dan Lempeng Pasifik),
karena suhu dan tekanan yang tinggi dari penunjaman tersebut, maka sebagai dari
batuan tersebut mengalami pelelehan/partial melting menjadi magma, yang
kemudian keluar melalui bidang-bidang lemah berupa ekahan-rekahan (struktur
geologi). Apabila magma tersebut keluar ke permukaan, akan menjadi gunungapi,
jika tidak keluar ke permukaan akan menjadi batuan beku intrusi, yang dalam
keadaan tertentu akan menghasilkan mineral-mineral logam, misalnya Au, Ag, Cu,
Zn, dan Pd yang biasanya hadir bersamaan dengan batuan beku intrusi intermedit-
asam.

Mineral alterasi hidrotermal terbentuk oleh adanya interaksi antara fluida


panas dan batuan pada suatu sistem hidrotermal. Oleh karena itu, mineral alterasi
hidrotermal termasuk ke dalam mineral sekunder, yaitu mineral yang terbentuk
setelah pembentukan batuan asalnya. Mineral alterasi dapat dibedakan berdasarkan
bentuk dan komposisi kimianya (Browne, 1991). Intensitas alterasi adalah parameter
yang menunjukkan seberapa besar batuan telah mengalami proses alterasi dan
menghasilkan mineral sekunder. Intensitas alterasi diklasifikasikan seperti pada
Tabel 4.1:
Intensitas
Kondisi Batuan
Alterasi
Lemah Masa dasar atau fenokris / fragmen telah
(1-25%) terubah.
Sedang Massa dasar / masadasar dan fenokris / fragmen telah
(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.
Massa dasar / masadasar dan fenokris / fragmen telah
Kuat
terubah tetapi tekstur asal dan bentuk kristalnya masih
(50-75 %)
dapat terlihat.
Sangat kuat Massa dasar / masadasar dan fenokris / fragmen
(75-100%) seluruhnya telah terubah dan sulit untuk dibedakan

Tabel 5 Klasifikasi Intensitas Ubahan (Browne, 1991 op.cit. Corbett dan Leach,
1998)
Derajat alterasi merupakan parameter yang menunjukkan kondisi bawah
permukaan berdasarkan identifikasi mineral alterasi (Browne, 1991). Misal, adularia
memiliki derajat alterasi tinggi pada batuan yang memiliki permeabilitas tinggi, dan
epidot memiliki derajat alterasi yang tinggi pada kisaran temperatur yang besar.

Menurut Browne (1991) op.cit Corbett dan Leach (1998), terdapat enam
faktor yang mempengaruhi pembentukan mineral ubahan dalam sistem hidrotermal,
yaitu :
1. Temperatur
2. Sifat kimia larutan hidrotermal
3. Konsentrasi larutan hidrotermal
4. Komposisi batuan samping
5. Durasi aktivitas hidrotermal
6. Permeabilitas

Temperatur dan pH larutan merupakan faktor yang terpenting yang


mempengaruhi mineralogi dari sistem ubahan (Corbett dan Leach, 1998). Kondisi tak
jenuh, panas, hidrostatik, dan tekanan langsung berhubungan dengan temperatur
(Browne, 1978 op cit Corbett dan Leach, 1998) sedangkan tekanan gas dan rasio dari
konsentrasi elemen tercermin pada pH larutan (Henley dkk., 1984 op cit Corbett dan
Leach, 1998). Faktor-faktor yang lain hanya berpengaruh sedikit pada mineralogi
ubahan. Selain itu, reaksi hidrotermal pada fase tertentu akan menghasilkan
kumpulan mineral tertentu tergantung dari temperatur dan pH fluida dan disebut
sebagai himpunan mineral (Guilbert dan Park, 1986), sehingga dengan munculnya
mineral alterasi tertentu akan menunjukkan komposisi pH larutan dan temperatur
fluida (Reyes, 1990 dalam Corbett dan Leach, 1996). Kingston Morrison (1995)
menjabarkan mineral-mineral hidrotermal yang menjadi penunjuk temperatur
pembentukan mineral yang terbentuk dari alterasi batuan pada kondisi pH asam-
netral (Tabel 1.6).

Tabel 1.6 Mineral Alterasi penunjuk temperatur (Kingston Morrison, 1995).

Mineral-mineral alterasi yang dihasilkan dari proses ubahan hidrotermal


terjadi melalui empat cara, yaitu pengendapan langsung dari larutan pada rongga,
pori, retakan membentuk urat; penggantian pada mineral primer batuan guna
mencapai kesetimbangan pada kondisi dan lingkungan yang baru; pelarutan dari
mineral primer batuan; dan pelamparan akibat arus turbulen dari zona didih (Browne,
1991)
Suatu daerah yang mengalami ubahan hidrotermal dicirikan oleh adanya
intrusi yang menghasilkan larutan hidrotermal, adanya batuan samping yang
diterobos, terdapatnya ubahan pada batuan akibat reaksi antara larutan hidrotermal
dengan batuan samping, terdapat urat-urat kuarsa, dan adanya mineralisasi.

Corbett dan Leach (1998) membagi zona ubahan hidrotermal ke dalam lima
zona ubahan berdasarkan kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul pada
kondisi kesetimbangan yang sama dan derajat pH, sebagai berikut :

 Argilik lanjut (advanced argillic), terdiri dari fasa mineral pada kondisi pH
rendah (≤4) yaitu kelompok silika dan alunit. Meyer dan Hemley (1967)
op.citCorbett dan Leach (1998) menambahkan kelompok kaolin temperatur
tinggi seperti diktit dan pirofilit.
 Argilik, terdiri dari kumpulan mineral ubahan dengan temperatur relatif
rendah (<220-250ºC) dan pH larutan antara 4-5. Zona ubahan ini didominasi
oleh kaolinit dan smektit. Pada zona ini mungkin juga terdiri dari klorit dan
ilit.
 Filik, terbentuk pada pH yang hampir sama dengan pH ubahan argilik, namun
temperaturnya lebih tinggi daripada temperatur ubahan argilik. Dicirikan
dengan Kehadiran mineral serisit atau muskovit. Pada zona filik dapat juga
hadir kelompok mineral kaolin temperatur tinggi yaitu pirofilit dan andalusit
dan juga mineral klorit.
 Propilitik, terbentuk pada kondisi pH mendekati netral dengan kehadiran
mineral epidot dan/atau klorit (Meyer dan Hemley, 1967 op.cit Corbett dan
Leach, 1998). Pada zona ini dapat juga ditemukan mineral k-feldspar dan
albit sekunder. Pada temperatur yang relatif rendah (<200-250ºC), dicirikan
oleh ketidakhadiran epidot yang dikenal sebagai zona subpropilitik.Potasik,
terbentuk pada temperatur tinggi, kondisi netral, dicirikan dengan kehadiran
mineral biotit dan/atau k-feldspar ± magnetit ± aktinolit ± klinopiroksen
Larutan hidrotermal baik sebagai pembawa mineralisasi maupun tidak
menyebabkan terjadinya alterasi pada batuan samping yang dilaluinya. Adanya
alterasi pada batuan merupakan kontrol penting terhadap kemungkinan adanya
konsentrasi mineralisasi logam disekitar zona alterasi tersebut.

II.3. Hubungan Implikasi Tektonik dan Mineralisasi

Hubungan tektonik dengan proses mineralisasi adalah adanya interaksi


subduksi dengan tipe magma pada aktivitas vulkanik. Adanya interaksi tersebut
menyebabkan larutan hidrotermal terpanasi oleh batuan intrusi mengubah batuan
samping dan menghasilkan batuan alterasi dan mineralisasi. Alterasi batuan sebagai
hasil kegiatan hidrotermal mempunyai variasi mineral terubah yang tergantung pada
tingkat kondisi pembentukannya. Kondisi tersebut secara umum dipengaruhi oleh
sifat-sifat dari larutan hidrotermal sendiri antara lain komposisi, suhu, dan tekanan.
Kemudian dipengaruhi oleh sifat batuan samping (wallrock) yang meliputi tipe
batuan dan reaksi kimia yang terjadi antara wallrock dan larutan hidrotermal. Larutan
hidrotermal selain mengakibatkan terjadinya alterasi juga mengakibatkan
mineralisasi yang umumnya terdiri dari pirit, kalkopirit, dan spalerit serta proses
mineralisasi pada umumnya dijumpai pada urat-urat kuarsa. Akibat adanya
pergerakan lempeng secara subduksi maka akan terbentuk sesar-sesar baru dan
mengaktifkan sesar-sesar lama yang merupakan channel way dari larutan hidrotermal
dalam perjalanan ke permukaan dan mengakibatkan terjadinya alterasi dan
mineralisasi.

Daerah dimana telah terjadi aktivitas hidrotermal, pada umumnya


meninggalkan jejak membentuk mineral-mineral ubahan, yang mungkin disertai atau
tidak disertai oleh mineralisasi bijih. Hubungan antara zona ubahan dan mineralisasi
bijih dapat terlihat jelas, samar-samar atau kadang-kadang tidak nampak sama sekali.
Secara umum alterasi hidrotermal merefleksikan respon mineral batuan asal
berkaitan dengan kondisi termal dan/atau kondisi kimiawi yang berbeda ketika
mineral tersebut terbentuk. Reaksi hidrotermal pada fase tertentu akan menghasilkan
kumpulan mineral tertentu tergantung dari temperatur dan pH fluidanya. Kumpulan
mineral tersebut disebut sebagai himpunan mineral dimana himpunan ini akan
menunjukkan komposisi pH larutan dan temperatur fluida. Berdasarkan hubungan
temperatur dan pH larutan telah membuat zona alterasi yang ditunjukkan oleh
himpunan mineral tertentu dan tipe mineralisasinya.

Gambar 10 Proses Tektonik dan Mineralisasi

II.4. Hubungan Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi

Pada umumnya epigenetic endapan bijih merupakan hasil dari larutan


hidrotermal yang dialirkan melalui zona permeabilitas dengan komponen bijih yang
bervariasi (seperti Au, Ag, Pb, Cu, dan Mo) yang pada kondisi tertentu akan
terendapkan dan membentuk endapan bijih yang disebut mineralisasi. Pembentukan
mineral bijih sangat beragam tergantung dari karakteristik fluida, sifat kimia dan
fisik dari batuan dinding serta cara pengendapannya. Hal ini ditunjukkan oleh tekstur
yang terbentuk pada endapan bijih tersebut. Kenampakan tekstur tersebut yang
membantu kronologi himpunan mineral yang diendapkan (paragenesa), lingkungan
pembentukan (tipe mineralisasi) dan cara pengendapannya (epigenetik).
Menurut beberapa peneliti dalam menentukan model dari endapan emas
maupun endapan bijih logamnya diperlukan tiga informasi lingkungan geologi yaitu :
1. Heat Source, pada umumnya berupa berupa aktivitas magmatisme
2. Hosted Rock, pada umumnya dapat berupa batuan sedimen, beku maupun
metamorf
3. Channel way, pada umumnya sangat berhubungan erat dengan permeabilitas
batuan dimana dapat dilalui oleh larutan hidrotermal.
Channel way dapat berupa permeabilitas antar pori yang disebut sebagai
permeabilitas primer dan permeabilitas sekunder dapat berupa rekahan batuan, tipe
mineralisasi terdiri dari porpiri dan epitermal yang masih dapat dibagi lagi menjadi
dua yaitu sulfida rendah dan sulfida tinggi. Sistem Hidrotermal melepaskan SiO2
maka mineral kuarsa akan dominan seiring dengan menurunnya temperature dan
semakin tingginya derajat hidrotermal.
PERBEDAAN SISTEM EPITERMAL SULFIDA RENDAH DAN TINGGI
KRITERIA SULFIDA RENDAH SULFIDA TINGGI
ALTERASI Serisit/illit-argilik-propilitik Kuarsa residual (vughy)
Urat didominasi oleh Kuarsa alunit-mineral kaolin-
± karbonat mineral illit-propilitik
MINERAL BIJIH Pirit, elektrum, emas, Pirit, enargit-luzonit,
galena, spalerit, kalkopirit, kovelit, kalkopirit,
arsenopirit. tennantit, emas, telurida
MINERAL GANGUE Kuarsa, kalsedon, karbonat, Kuarsa, alunit, kaolinit,
adularia, illit, kaolinit dickit, pirofillit
(sebagai overprint), klorit
BENTUK ENDAPAN Urat dominan, umumnya Dominan diseminasi,
stockwock dengan sedikit umumnya berupa
diseminasi dan penggantian penggantian dengan
TEKSTUR Urat, cavity filling (bands, sedikit stockwork
colloforms, druses), breksi Penggantian wallrock,
LOGAM EKONOMIS Au±Ag, Pb, Zn, Cu, As, Hg, breksi, dan urat
Te, Sb Au±Cu, As, Te

Tabel 6 karakter Umum Endapan Epiter


BAB III
PENUTUP

III.1. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai


berikut :
 Unsur tanah jarang merupakan suatu kelompok mineral yang terdiri dari 17
unsur kimia yang terdapat bersama-sama dalam sebuah sistem tabel
periodik. Kelompok ini terdiri dari yttrium dan 15 elemen lantanida
(lanthanum, cerium, praseodymium, neodymium, promethium, samarium,
europium, gadolinium, terbium, dysprosium, holmium, erbium, thulium,
ytterbium, dan lutetium).
 Penggunaan logam tanah jarang sangat luas dan erat kaitannya dengan
produk industri teknologi tinggi seperti industri komputer, telekomunikasi,
nuklir, dan ruang angkasa.
 Mineral alterasi hidrotermal terbentuk oleh adanya interaksi antara fluida
panas dan batuan pada suatu sistem hidrotermal. Oleh karena itu, mineral
alterasi hidrotermal termasuk ke dalam mineral sekunder, yaitu mineral
yang terbentuk setelah pembentukan batuan asalnya. Mineral alterasi dapat
dibedakan berdasarkan bentuk dan komposisi kimianya (Browne, 1991).
Intensitas alterasi adalah parameter yang menunjukkan seberapa besar
batuan telah mengalami proses alterasi dan menghasilkan mineral sekunder
 Hubungan tektonik dengan proses mineralisasi adalah adanya interaksi
subduksi dengan tipe magma pada aktivitas vulkanik yang menyebabkan
larutan hidrotermal terpanasi oleh batuan intrusi mengubah batuan samping
dan menghasilkan batuan alterasi dan mineralisasi
 larutan hidrotermal terpanasi oleh batuan intrusi mengubah batuan samping
dan menghasilkan batuan alterasi dan mineralisasi
III.2. SARAN

Adapun saran yang dapat penulis berikan yaitu untuk memahami materi
tentang unsur tanah jarang dan implikasi tektonik dan alterasi mineralisasi, maka
sebaiknya mencari referensi atau materi yang lebih.
Referensi :

Anonim, 2014.Geokimia Batuan.Jurusan Teknik Geologi.FITK.UHO.Kendari

D:\materi\Logam Tanah Jarang dan Kegunaannya_Geologinesia.htm

D:\materi\Memasuki Era Tanah Jarang_Geomagz_Majalah Geologi Populer.htm

D:\materi\KAJIAN TEKNO EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENGUSAHAAN


LOGAM DAN TANAH JARANG.htm
LAMPIRAN :

1. Apabila unsur tanah jarang ini di terapkan system tambang terbuka seperti
yang di tampilkan di slide tadi apabila ditinjau dari segi ekonomi apakah
menguntungkan atau bagaimana ? (penanya : Andi Awaluddin Setiawan)
2. Apa saja kegunaan unsur tanah jarang ? (penanya : Wa Ode Fadila)
3. Bagaimana cara membedakan unsur tanah jarang dengan mineral lain ?
(penanya : Andi Arwan)
4. Bagaimana proses ektraksi unsur tanah jarang ? (penanya : Muh. Nuzul
Khaq)

JAWABAN :

1. Tergantung dari karaktresistik endapan bahan galian tersebut, apabila


keadaan struktur geologinya mendukung dan lapisan penutup dari bahan
galian tersebut tidak terlalu tebal maka bisa di terapkan dengan system
penambangan secara terbuka sehingga sifatnya high cost atau
menguntungkan
2. Penggunaan logam tanah jarang sangat luas dan erat kaitannya dengan
produk industri teknologi tinggi seperti industri komputer, telekomunikasi,
nuklir, dan ruang angkasa sehingga pada masa mendatang diperkirakan
penggunaan tanah jarang akan meluas, terutama unsur tanah jarang tunggal,
seperti neodymium, samarium, europium, gadolinium, dan yttrium.
3. Cara membedakan unsur tanah jarang dengan mineral lain yaitu dengan
melihat perbedaan sifat fisiknya seperti warna, kilap, pecahan, cerat dan sifat
fisik lainnya kemudian unsur tanah jarang mempunyai sifat magnetic dan
spectra seperti ion lantanida mempunyai elektron yang tidak berpasangan
yang berwarna dan daya tariknya terhadap magnet sangat lemah artinya
faramagnetik
4. Proses ektraksi unsur tanah mempunyai beberapa jenis salah satunya dengan
cara flotasi dengan cara pelindihan kadar berdasarkan berat jenis. Dari proses
tersebut dapat diperoleh konsentrat hingga 60 - 70 % unsur tanah jarang.
Daftar isi
KATA PENGANTAR………………………………………………………………

DAFTAR ISI………………………………………………………………………..

BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................

I.1. Latar Belakang....................................................................................


I.2. Tujuan..................................................................................................
I.3. Manfaat................................................................................................
I.4. Rumusan Masalah...............................................................................

BAB II. PEMBAHASAN............................................................................................

II.1. Unsur atau Logam Tanah Jarang......................................................


II.2. Implikasi Tektonik dan Alterasi-Mineralisasi..................................
II.3. Hubungan Implikasi Tektonik dan Mineralisasi.............................
II.4. Hubungan Altersai Hidrotermal dan Mineralisasi..........................

BAB III. PENUTUP....................................................................................................

III.1. Kesimpulan..........................................................................................
III.2. Saran....................................................................................................

Referensi......................................................................................................................

Lampiran.....................................................................................................................

Anda mungkin juga menyukai