Anda di halaman 1dari 7

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 1

NAZIRA
AMIRZHAN
ANISATUL RIFQA
AYU SAFITRI
BERYL
UNIT: 4

A. Pengertian Asuransi dan Asuransi Syari’ah

Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance, yang dalam bahasa Indonesia telah

menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan

kata pertanggungan.1 Enchols dan Shadilly memaknai kata Insurance dengan (a) asuransi dan (b)

jaminan. Dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan

verzekering (pertanggungan).2

Beberapa definisi Asuransi menurut para ahli diantaranya:

a. Wirjono Prodjodikoro
Asuransi adalah suatu perjanjian dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak

yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian,

yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa

yang belum jelas.3


b. Abbas Salim
Asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit)

yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugian-kerugian yang belum pasti.4


c. Ensiklopedi Hukum Islam

1 Depdikbud , Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1996, h.63.


2 Abbas Salim, Asuransi dan Menejemen Resiko, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), h.1.
3 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, (Jakarta: Intermasa, 1987), h.1.
4 Abbas Salim, Asuransi dan Menejemen Resiko, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), h.1.
Asuransi adalah transaksi perjanjian antara kedua pihak. Pihak yang satu

berkewajiban membayar iuran dan pihak lain berkewajiban memberi jaminan

sepenuhnya kepada pembayar iuran jikan terjadi sesuatu yang menimpa pihak

pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.5


d. Ahmad Azhar Basyir
Asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri

kepada seorang tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan

penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan, dan kehilangan keuntungan yang

diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.6
e. Rediks Purba
Asuransi adalah suatu persetujuan, dimana penanggung mengikatkan diri kepada

tertanggung, dengan mendapatkan premi, untuk mengganti kerugian karena

kehilangan, kerugian, atau tidak diperolehnya keuntungan yang diharapkan, yang

dapat diterima karena peristiwa yang tidak diketahui lebih dahulu.7

Menurut beberapa pengertian menurut para tokoh mengenai pengertian asuransi dapat

disimpulkan bahwa pengertian asuransi adalah perjanjian antara kedua belah pihak atau lebih

dengan pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi

asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau

kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang

mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu yang tidak pasti atau pembayaran

yang yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

5 Abdul Aziz Dahlan dkk (editor), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996), h.138.
6 Ahmad Azhar Basyir, Takaful Sebagai Alternatif Asuransi Islam, Ulumul Qur’an, 2/VII/96, h.15.
7 Radika Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, (Jakarta: PPM, 1992), h.40.
Dalam bahasa Arab, asuramsi disebut at-ta’min, diambil dari kata “amana”, yang artinya

memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan terbebas dari rasa takut sesuai dalam

firman Allah :

Artinya: “,,, Dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan”. (Q.S Quraisy : 4)

Para ahli fiqih terkini, seperti Wahbah Az-Zuhaili mendefinisikan asuransi syariah

sebagai at-ta’min (asuransi yang bersifat tolong menolong), yaitu kesepakatan beberapa orang

untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka ditimpa

musibah. Musibah itu dapat berupa kematian, kecelakaan, sakit, kecurian, kebakaran, atau

bentuk-bentuk kerugian lain. Pengertian ini paling sesuai dengan firman Allah : “,,, Tolong

menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong

dalam berbuat dosa dan permusuhan ,,,” (Q.S Al-Maidah :2). 8

Dewan syariah Nasional Majelis Utama Indonesia (DSN-MUI) dalam fatwanya tentang

pedoman umum asuransi syariah, memberi definisi tentang asuransi. Menurutnya asuransi

syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong

diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset atau tabarru’ yang

memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang

sesuai dengan syariah.9

Asuransi syariah adalah pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan

syariah, tolong mrnolong secara mutual yang melihatkan peserta dan operator. Syariah berasal

dari ketentuan-ketentuan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.10

8 Khairil Anwar, Asuransi Syariah, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2007), hlm 19
9 Muhammad Syakirsula, Asuransi Syariah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm 30
10 Iqbal Muhaimin, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005) 2.
B. Asal Mula Asuransi Syariah

Kata “asuransi” berasal dari bahasa Belanda “assurantie” yang dalam hukum Belanda

disebut verzekering bermakna “pertanggungan”. Dari peristilahan assurantie, kemudian muncul

istilah assuradeur bagi ‘penanngung’ dan greassureerde bagi ‘tertanggung’. Dalam bahasa

inggris asuransi diistilahkan dengan insurance, ‘penanggung’ diistilahkan dengan insurer dan

‘tertanggung’ diistilahkan dengan insured.

Istilah asuransi mulanya dikenal di Eropa Barat pada abad pertengahan berupa asuransi

kebakaran. Kemudian, pada abad ke-13 dan ke-14 terjadi peningkatan lalu lintas perhubungan

laut antar yang berasal dari Romawi. Jenis asuransi ini merupakan jenis asuransi kapitalis.

Asuransi ini dibentuk untuk mendapatkan laba dan didasrakan atas perhitungan niaga. Asuransi

jiwa baru dikenal pada awal abad ke-19.

Asal-usul asuransi syariah berbeda dengan kemunculan asuransi konvensional seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya. Praktik bernuansa asuransi tumbuh dari budaya Suku Arab zaman

Nabi Muhammad saw yang disebut aqilah. Al-Aqilah mengandung pengertian saling memikul

dan bertanggung jawab bagi keluarga. Dalam kasus terbunuhnya seorang anggota keluarga, ahli

waris korban akan mendapatkan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh anggota keluarga

terdekat dari sipembunuh yang disebut aqilah. Aqilah mengumpulkan dana secara bergotong

royong untuk membantu keluarga yang terlibat dalam perkara pembunuhan yang tidak sengaja

itu.

Dalam satu kasus tentang aqilah ini , Nabi Muhammad saw pernah bersabda seperti yang

diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, yang artinya adalah sebagai berikut.
Dari Abu Hurairah ra: “berselisih dua oramg wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu

wanita tersebut melempar batu kepada wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian

wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Ahli waris dari wanita yang meninggal

tersebut mengaduka peristiwa tersebut kepada Rasulullah saw maka Rasulullah memutuskan

ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin adalah dengan membebaskan seorang budak laki-

laki atau wanita. Dan kompensasi atas kematian wanita tersebut dengan uang darah(diyat) yang

dibayarkan oleh aqilahnya ( kerabat dari orang tua laki-laki).”(HR Bukhari)

Sejak zaman Rasulullah saw, hingga saat ini kaum muslimin memiliki peran penting dalam

mengenalkan asuransi kepada dunia. Pada tahun 200 H, banyak pengusaha muslim yang

memulai merintis system takaful, sebuah system pengumpulan dana yang akan digunakan untuk

menolong para pengusaha satu sama lain yang sedang menderita kerugian : seperti ketika kapal

tenggelam, atau ketika seseorang dirampok yang mengakibatkan kehilangan sebagian atau

seluruh hartanya. Istilah tersebut lebih dikenal dengan nama “Sharing Of Risk”.

Kini para ahli ekonomi dan masyarakat muslim menyadari bahwa dalam islam terdapat

sistem ekonomi yang terbaik untuk seluruh umat manusia selain sebagai system hidup terbaik,

mereka mencoba membangkitkan kembali semangat tolong menolong dalam bidang ekonomi,

diantaranya dengan mendirikan perusahaan asuransi syariah. Asuramsi syariah pertama kali

didirikan di Bahrain, lalu dengan cepat diikuti oleh negara muslim lain termasuk Indonesia.11

C. Perkembangan Asuransi Syariah di Indonesia

Perkembangan industri asuransi syariah juga terjadi di Indonesia. Pertumbuhan asuransi

syariah didukung oleh ketentuan regulasi yang menjamin kepastian hukum kegiatan asuransi

11 Abdullah Amrin, Asuransi Syariah, (Jakarta, PT Gramedia, 2011) Hlm 3


syariah. Ketentuan hukum yang mengatur asuransi syariah antara lain: Pertama, Undang-Undang

No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Kedua, Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun

1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah No. 63 Tahun 1992. Ketiga, Keputusan Menteri Keuangan

Nomor:421/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang Penilaian Kemampuan dan

Kepatutan bagi Direksi dan Komisaris Perusahaan Perasuransian. Keempat,Keputusan Menteri

Keuangan Nomor: 422/KMK.06/2003 tanggal 30 September2003 tentang Penyelenggaraan

Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Kelima, Keputusan Menteri Keuangan

Nomor: 423/KMK.06/2003tanggal 30 September 2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan

Perasuransian.Keenam, Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 424/KMK.06/2003 tanggal 30

September 2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Ketujuh, Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 426/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003

tentang Perizinan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Perkembangan dan pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia mengalami pencapaian yang

baik, terlebih lagi ketika ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Tahun 2003 tentang

Perizinan bagi Pembukaan Perusahaan Asuransi dan Unit Usaha Syariah dari Perusahaan

Konvensional, asuransi syariah di Indonesia mulai mengalami perkembangan dan pertumbuhan

yang signifikan hingga sekarang. Perkembangan pasca-KMK 2003, dalam waktu empat tahun

saja lahir 40 perusahaan asuransi syariah.

Adapun perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada paruh akhir tahun 1994,

yaitu dengan berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25 Agustus 1994. Dengan

diresmikannya PT Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang dipelopori oleh ICMI (Ikatan

Cendikiawan Muslim Indonesia). Melalui berbagai seminar nasional dan setelah mengadakan
studi banding dengan Takaful Malaysia, akhirnya berdirilah PT Syarikat Takaful Indonesia (PT

STI) sebagai holding company pada tanggal 24 Februari 1994. Kemudian PT STI mendirikan

anak perusahaan, yakni PT Asuransi Takaful Keluarga (Life Insurance) dan PT Asuransi Takaful

Keluarga diresmikan lebih awal pada tanggal 25 Agustus 1994 oleh Bapak Mar’ie Muhammad

selaku Menteri Keuangan saat itu. Setelah keluarnya izin operasional perusahaan pada tanggal 14

Agustus 1994.12

Peluang terbuka untuk usaha asuransi syariah di Indonesia dengan adanya kebijakan

pemerintah melalui SK. Menkeu No. 286/KMK.06/2002 tanggal 7 November 2002, yang

member peluang bagi perusahaan asuransi konvensional untuk menjalankan usahanya berbasis

syariah melalui tiga pendirian, yaitu:

Konversi langsung secara penuh dari asuransi syariah dengan mengubah akad dan

menghilangkan unsure maisir, ghrarar, dan riba.


a. Membentuk langsung lembaga asuransi syariah
b. Membuka kantor cabang asuransi syariah.
c. Membuka kantor cabang asuransi syariah.

12 Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media 2004). Hlm 76

Anda mungkin juga menyukai