Beberapa proyek infrastruktur sudah banyak dilakukan dengan cara privatisasi, dimana peran
swasta lebih dominan dibanding peran pemerintah. Kondisi ini mempengaruhi posisi hak dan
kewajiban. Kontrak proyek infrastruktur dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Build Operate Transfer (BOT)
Suatu rancangan kontrak dimana sektor swasta membangun suatu fasilitas dengan
biaya sendiri, lalu mengoperasikannya dan memungut pembayaran terhadap pengguna
fasilitas, lalu sektor swasta mengalihkannya kepada pemerintah setelah kurun waktu
tertentu yang telah disepakati.
Kontrak BOT melibatkan pihak swasta dalam seluruh aspek desain,pelaksanaan
konstruksi, pembiayaan, pengoperasian hingga pengalihan kepada pemerintah, yang
semuanya berhubungan dengan risiko yang harus ditanggungnya. Tetapi dalam
beberapa hal, pemerintah bertanggungjawab terhadap risiko politik, kebijakan dan
regulasi,serta pembebasan lahan.
2. Build Transfer Operate (BTO)
Suat rancangan kontrak dimana sektor swasta membangun suatu fasilitas, yang telah
selesai dialihkan kepada pemerintah sebagai pemilik yang kemudian mengoperasikan
fasilitas tersebut.
Contoh Kontrak BTO di Amerika pada proyek jalan raya. Karena pembayaran premi
risiko kecelakaan kendaraan sangat tinggi, pemerintah melindungi investor dengan
mengambil alih tanggung jawab dalam menerapkan konsep kontrak ini.
3. Build Own Operate (BOO)
Suatu rancangan kontrak dimana pihak swasta membangun suatu fasilitas dengan biaya
sendiri, mengoperasikannya dan memungut pembayaran terhadap pengguna fasilitas
tersebut. Pihak swasta mengoperasikan dan memiliki fasilitas tersebut tanpa waktu yang
ditentukan. Kontrak BOO hampir sama dengan BOT, perbedaannya tidak ada kewajiban
bagi pihak swasta untuk mengalihkan aset kepemilikan kepada pemerintah.
Dari ketiga jenis kontrak konsesi proyek diatas, yang biasa digunakan adalah kontrak BOT,
dimana kontrak ini mempunyai karakteristik yang sesuai dengan proyek infrastruktur. Dengan
kontrak BOT merupakan jalan keluar terbaik dalam memecahkan masalah penyediaan dana
yang besar serta masalah proyek yang memerlukan teknologi baru baik dalam desain maupun
pengoperasian.
Pekerjaan tambah dilaksanakan dengan ketentuan: tidak melebihi 10% (sepuluh perseratus)
dari harga yang tercantum dalam perjanjian / Kontrak awal; dan tersedianya anggaran.
IV. Uang muka dan Pembayaran Prestasi Kerja.
Uang Muka dapat diberikan kepada Penyedia Barang/Jasa untuk:
a. mobilisasi alat dan tenaga kerja;
b. pembayaran uang tanda jadi kepada pemasok barang/material; dan/atau
c. persiapan teknis lain yang diperlukan bagi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Uang Muka dapat diberikan kepada Penyedia Barang/Jasa dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Usaha Kecil paling tinggi 30% (tiga puluh perseratus) dari nilai Kontrak
Pengadaan Barang/Jasa; atau
b. untuk usaha non kecil paling tinggi 20% (dua puluh perseratus) dari nilai Kontrak
Pengadaan Barang/Jasa.
Besarnya Uang Muka untuk Kontrak Tahun Jamak adalah nilai yang paling kecil diantara 2
(dua) pilihan, yaitu:
a. 20% (dua puluh perseratus) dari Kontrak tahun pertama;
b. 15% (lima belas perseratus) dari nilai Kontrak.
Nilai Jaminan Uang Muka secara bertahap dapat dikurangi secara proporsional sesuai dengan
pencapaian prestasi pekerjaan.
Pembayaran prestasi pekerjaan dapat diberikan dalam bentuk:
a. pembayaran bulanan;
b. pembayaran berdasarkan tahapan penyelesaian pekerjaan (termin); atau
c. pembayaran secara sekaligus setelah penyelesaian pekerjaan.
Pembayaran bulanan/termin untuk Pekerjaan Konstruksi, dilakukan senilai pekerjaan yang telah
terpasang. Sebagian pembayaran prestasi pekerjaan dapat ditahan sebagai uang retensi untuk
Jaminan Pemeliharaan Pekerjaan Konstruksi.
V. Keadaan Kahar
• Keadaan Kahar adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak para pihak dan tidak
dapat diperkirakan sebelumnya sehingga kewajiban yang ditentukan dalam Kontrak
menjadi tidak dapat dipenuhi.
• Yang dapat digolongkan sebagai Keadaan Kahar dalam Kontrak Pengadaan Barang/Jasa
meliputi:
a. bencana alam;
b. bencana non alam;
c. bencana sosial;
d. pemogokan;
e. kebakaran; dan/atau
f. gangguan industri lainnya sebagaimana dinyatakan melalui keputusan bersama Menteri
Keuangan dan menteri teknis terkait.
• Keterlambatan pelaksanaan pekerjaan yang diakibatkan oleh terjadinya Keadaan Kahar
tidak dikenakan sanksi.
VI. Penyesuaian Harga
Penyesuaian Harga dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. penyesuaian harga diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Jamak berbentuk Kontrak Harga
Satuan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang telah tercantum dalam Dokumen
Pengadaan dan/atau perubahan Dokumen Pengadaan;
b. tata cara perhitungan penyesuaian harga harus dicantumkan dengan jelas dalam Dokumen
Pengadaan;
c. penyesuaian harga tidak diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Tunggal dan Kontrak Lump
Sum serta pekerjaan dengan Harga Satuan timpang.