Anda di halaman 1dari 5

KEBIJAKAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RSUD Dr.

SOESELO
KABUPATEN TEGAL

KEBIJAKAN UMUM
1. PENATALAKSANAAN KASUS INFEKSI SECARA UMUM
a. Pasien dengan gejala infeksi dilakukan anamnesis, pemeriksaan
klinis dan pemeriksaan penunjang (laboratorium/radiologi).
b. Apabila penyebab infeksi diduga bakteri/jamur , maka segera
dilakukan pengambilan sampel untuk pemeriksaan mikrobiologi dan
diberikan antibiotik empiris.
c. Setelah ada hasil pemeriksaan mikrobiologi, maka dilakukan de
eskalasi untuk terapi antibiotik definitif dengan mempertimbangkan
kondisi klinis pasien.
d. Apabila hasil pemeriksaan mikrobiologi tidak ditemukan
bakteri/jamur , penanganan pasien dikaji sesuai kondisi klinis
pasien dan pemeriksaan laboratorium penunjang lainnya.
e. Penanganan kasus infeksi kompleks dan infeksi yang disebabkan
oleh bakteri pan-resisten, MRSA, MDRO seperti kelompok bakteri
penghasil ESBL, Carbapenem resisten perlu penanganan secara
multi-disiplin yang didiskusikan dalam forum kajian kasus infeksi
terintegrasi.
f. Penanganan penyakit infeksi kompleks dilakukan secara berjenjang
dimulai SMF (DPJP atau Tim PRA SMF) dan bila diperlukan KPRA
RSUD Dr. Soesilo dapat dilibatkan dalam penanganan kasus
tersebut.
g. Tim PRA SMF dan KPRA RSUD Dr Soesilo dapat memberikan
bimbingan dan memantau perkembangannya.
2. PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
2.1 Ketentuan Umum
a. Pemberian antibiotik meliputi indikasi profilaksis pada pembedahan
dan indikasi terapi
b. Antibiotik indikasi terapi terdiri dari terapi empiris dan terapi
definitive
c. Jenis antibiotik yang digunakan untuk indikasi profilaksis pada
pembedahan tidak digunakan untuk indikasi terapi, begitu juga
sebaliknya.
2.2 Ketentuan Khusus
2.2.1 Antibiotik T erapi Empiris dan Definitive
a. Pemilihan antibiotik empiris berdasarkan panduan penggunaan
antibiotik (PPAB) disusun berdasarkan pola mikroba dan pola
sensitivitas antibiotik di RSUD Dr. Soesilo, farmakokinetik
farmakodinamik serta kajian evidence base medicine (EBM).
b. Terapi antibiotik empiris diberikan selama 3 hari dan dilakukan
evaluasi respon klinis dan/ atau hasil laboratorium.
c. Terapi antibiotik definitif didasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi
sesuai prinsip penggunaan antibiotic secara bijak.
d. Penetapan jenis antibiotik harus mempertimbangkan kendali mutu
dan kendali biaya, meliputi: efektivitas, keamanan, ketersediaan,
biaya, legalitas.
2.2.2 Antibiotik Profilaksis pada Pembedahan
a. Antibiotik profilaksis digunakan pada kategori operasi bersih
berisiko infeksi dan bersih kontaminasi.
b. Pemberian antibiotik profilaksis ditujukan untuk mencegah kejadian
infeksi daerah operasi (IDO), menurunkan morbiditas dan
mortalitas pasca operasi.
c. Saat pemberian 30-60 menit sebelum insisi, sekali pemberian atau
dosis tunggal dalam waktu 15-30 menit secara drip intravena
(dilarutkan dalam 100 ml normal saline pada pasien dewasa) dan
pemberian di kamar operasi.
d. Pemberian antibiotik profilaksis diulang bila terjadi perdarahan lebih
dari 1500 ml atau lebih dari 30% Estimated blood volume=EBV (pada
pasien anak >15% EBV) atau lama operasi lebih dari 3 jam,
pemberian maksimal 24 jam sejak pemberian antibiotik profilaksis
pertama, kecuali pada kasus-kasus tertentu (sesuai Panduan Praktek
Klinik=PPK).
e. Rekomendasi jenis antibiotik profilaksis adalah Cephalosporin
generasi I (Cephazoline) atau generasi II (Cefuroxime), kecuali pada
kasus-kasus tertentu (sesuai PPK)
2.2.3 Antibiotik Profilaksis pada Non Bedah
Antibiotik profilaksis pada kasus non-bedah mengacu pada PPK yang
berlaku dan referensi berbasis bukti (EBM) yang telah disepakati di
rumah sakit.
2.2.4 Antibiotik kombinasi
a. Pemberian antibiotik lebih dari satu jenis ditujukan untuk
meningkatkan sinergisme efek antibiotik pada infeksi yang spesifik
dan mengurangi risiko timbulnya bakteri resisten.
b. Indikasi penggunaan kombinasi antibiotik pada kasus infeksi yang
dicurigai atau diketahui disebabkan lebih dari satu mikroba
patogen dan tidak bisa diatasi dengan satu jenis antimikroba.
c. Pertimbangan pemberian kombinasi antibiotic berdasarkan PPK yang
berlaku dan referensi berbasis bukti
2.2.4 Antibiotik pengendalian khusus (APK)
a. Antibiotik pengendalian khusus adalah pembatasan penggunaan
jenis antibiotik tertentu, termasuk kewenangan penulisan resep jenis
antibiotik tersebut.
b. Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan
menerapkan panduan penggunaan antibiotik, dan penerapan
kewenangan dalam peresepan antibiotic tertentu.
c. Tata cara pelayanan antibiotik pengendalian khusus sebagai berikut:
1) Setiap permintaan resep “Antibiotik Pengendalian Khusus”
dilampiri form persetujuan oleh Tim Pengendali APK yang
ditetapkan oleh Pimpinan RSUD Dr. Soeselo
2) Instalasi farmasi akan melayani sesuai ketentuan yang berlaku
3) Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan
point dan 2 (misal pada saat malam hari/ hari libur), dan
kondisi klinis pasien membutuhkan terapi antibiotik sesuai
ketentuan, maka persetujuan dan verifikasi oleh Tim Pengendali
APK akan diatur secara khusus .
d. Jenis Antibiotik Pengendalian Khusus (APK), sebagai berikut:
1) Golongan Carbapenem ( Meropenem, Imipenemcilastatin,
Doripenem)
2) Vancomycin
3) Piperacillin-Tazobactam
4) Tygecycline
5) Linezolide
6) Polimixin B
3. PANDUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK (PPAB)
a. Setiap SMF/Departemen menyusun panduan praktek klinik terkait
penggunaan antibiotik (PPK-PAB) mengacu pada kebijakan
penggunaan antibiotik di RSUD Dr .Soetomo
b. Usulan PPK-PAB masing-masing Dep/SMF akan dikaji bersama oleh
KFT dan KPRA, selanjutnya ditetapkan menjadi Panduan Penggunaan
Antibiotik (PPAB) dan disahkan oleh Pimpinan RSUD. Dr. Soeselo
c. Evaluasi dan revisi PPAB dilakukan secara berkala setiap tahun
4. PEMANTAUAN DAN EVALUASI
a. Pemantauan dan evaluasi dilakukan setiap 6 – 12 bulan
b. indikator evaluasi sebagai berikut:
1) kuantitas penggunaan antibiotik
2) kualitas penggunaan antibiotik
3) kepatuhan terhadap kebijakan dan panduan penggunaan
antibiotic
4) Pola mikroba, pola sensitivitas dan resistensi antimikroba
5) angka kejadian infeksi di rumah sakit yang disebabkan oleh
mikroba resisten
c. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dilakukan secara kolaboratif
dan koordinatif antara KPRA, KFT, KPPI, Instalasi Mikrobiologi
Klinik, Instalasi Farmasi, dan SMF terkait.
5. SOSIALISASI DAN EDUKASI
a. Sosialisasi dan edukasi dalam meningkatkan pemahaman
pengendalian dan penggunaan antibiotik bijak dilakukan pelatihan
atau workshop bagi:
1) staf medik fungsional (DPJP)
2) Dokter Umum
3) PPDSp-2
4) Dokter muda
5) Tenaga keperawatan
6) Tenaga kefarmasian
b. Pelaksanaan pelatihan atau workshop bekerjasama dengan Bidang
DIKLAT RSUD Dr .Soeselo

Anda mungkin juga menyukai