LP Ckd+hipertensi
LP Ckd+hipertensi
Miftakhul Jannah
180070300111019
Kelompok 3A
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/ CCT (Clearance Creatinin Test)
dapat digunakan dengan rumus berikut ini:
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( Kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
Stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut :
1) Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)
Pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya belum merasakan
gejala yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjalnya. Hal ini
disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam
kondisi tidak lagi 100%, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui
kondisi ginjalnya dalam stadium.
2) Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)
Pada stadium 2 juga tidak dapat merasakan gejala yang aneh karena
ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik.
3) Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat (30 s/d 59 ml/min)
Pada tingkat ini akumulasi sisa-sisa metabolisme akan menumpuk dalam
darah yang disebut uremia. Gejala-gejala juga terkadang mulai dirasakan
seperti :
a. Fatique, rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
b. Kelebihan cairan, hal ini membuat penderita akan mengalami
pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan.
Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akibat teralu banyak cairan
yang berada dalam tubuh.
c. Perubahan pada urin, urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur
dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang
penderita sering terbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
d. Rasa sakit pada ginjal, rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal
seperti polikistik dan infeksi.
e. Sulit tidur, sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.
4) Stadium 4, dengan penurunan GFR parah (15 s.d 29 ml/min)
Apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam
waktu dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal/ dialisis atau
melakukan transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam
darah atau uremia biasanya muncul pada stadium ini. Gejala yang mungkin
dirasakan pada stadium 4 adalah fatique, kelebihan cairan, perubahan pada
urin, sakit pada ginjal, sulit tidur, nausea (muntah atau rasa ingin muntah),
perubahan cita rasa makanan (dapat terjadi bahwa makanan yang dikonsumsi
tidak terasa seperti biasanya), dan bau mulut uremic (ureum yang menumpuk
dalam darah dapat dideteksi melalui bau pernafasan yang tidak enak).
5) Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk
bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal
(dialisis) atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup. Gejala yang
dapat timbul pada stadium 5 antara lain kehilangan nafsu makan, nausea, sakit
kepala, merasa lelah, tidak mampu berkonsentrasi, gatal-gatal, urin tidak keluar
atau hanya sedikit sekali, bengkak (terutama di seputar wajah, mata dan
pergelangan kaki), kram otot, dan perubahan warna kulit.
1.3 Etiologi Chonic Kidney Disease (CKD)
Penyebab GGK menurut Price& Wilson (2006), penyebab GGK dibagi
menjadi delapan kelas, antara lain:
Infeksi misalnya pielonefritis kronik
1) Infeksi misalnya pielonefritits
2) Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul
pasca infeksi streptococcus. Untuk glomerulus akut, gangguan fisiologis
utamanya dapat mengakibatkan ekskresi air, natrium dan zat-zat nitrogen
berkurang sehingga timbul edema dan azotemia, penigkatan aldosteron
menyebabkan retensi air dan natrium. Untuk glomerulonefritis kronik, ditandai
dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat, akan nampak ginjal
mengkerut, berat lebih kurang dengan permukaan bergranula. Ini disebabkan
jumlah nefron berkurang karena iskemia, karena tubulus mengalami atropi,
fibrosis intestisial dan penebalan dinding arteri.
3) Penyakit vaskuler hipertensif
Merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Sebaliknya CKD dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme retensi Na
dan H2O, pengaruh vasopresor dari system renin, angiotensin dan defisiensi
prostaglandin, keadaan ini merupakan salah satu penyebab utama GGK,
terutama pada populasi bukan orang kulit putih. Misalnya nefrosklerosis
benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
4) Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif.
5) Gangguan kongenital dan herediter
Penyakit ginjal polikistik yang ditandai dengan kista multiple, bilateral
yang mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan menghancurkan
parenkim ginjal normal akibat penekanan. Asidosis tubulus ginjal merupakan
gangguan ekskresi H+ dari tubulus ginjal /kehilangan HCO3 dalam kemih
walaupun GFR yang mamadai tetap dipertahankan, akibatnya timbul asidosis
metabolic.Misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal.
6) Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7) Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
8) Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat,
striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
3) Berdasarkan klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada usia lanjut dapat
dibedakan:
a. Hipertensi sistolik saja (Isolated systolic hypertension), terdapat pada 6-
12% penderita di atas usia 60th, terutama pada wanita. Insioden meningkat
seiring bertambahnya umur.
b. Hipertensi diastolic saja (Diastolic hypertension), terdapat antara 12-14%
penderita di atas usia 60th, terutama pada pria. Insidensi menurun seiring
bertambahnya umur.
c. Hipertensi sistolik-diastolik: terdapat pada 6-8% penderita usia di atas 60th,
lebih banyak pada wanita. Menningkat dengan bertambahnya umur.
2.6 Penatalaksanaan
Pasien dengan hipertensi harus tahu akan pentingnya mengontrol tekanan
darah sebagai contoh monitor tekanan darah di rumah adalah salah satu aspek
penting dalam manajemen hipertensi. Demikian juga dengan melakukan pola hidup
sehat dan edukasi ke pasien hipertensi adalah metode yang sangat efektif dalam
meningkatkan hasil tekanan darah yang terkontrol. Penatalaksanaan hipertensi ada
dua yakni farmakologi dan non farmakologi:
1) Non farmakologi
a. Olahraga
Olahraga adalah suatu aktivitas yang dapat menurunkan tekanan
darah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Psffenbarger
dari Universitas Stanford yang meneliti 15.000 tamatan Universitas Havard
untuk 6-10 tahun. Selama pendidikan berlangsung didapatkan bahwa 681
tamatan Havard tersebut menderita peningkatan tekanan darah (160/95).
Ternyata alumni yang tidak terlibat olahraga dan kegiatan mempunyai resiko
untuk mendapat peningkatan tekanan darah 35% lebih besar dari mereka yang
berolah raga. Olahraga dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah
kapiler yang baru sehingga dapat mengurangi penyumbatan dalam pembuluh
darah yang berarti dapat menurunkan tekanan darah. Walaupun kesanggupan
jantung untuk melakukan pekerjaannya bertambah melalui olah raga, pengaruh
dari berkurangnya hambatan tersebut memberikan penurunan tekanan darah
yang berarti. Prinsip yang penting dalam olahraga untuk mereka yang menderita
tekanan darah tinggi ialah melalui dengan olahraga ringan lebih dahulu sepert
jalan kaki atau senam. Berjalan kaki secara teratur sekitar 30-45 menit setiap hari
dan makin lama jalan dapat dipercepat akan menurunkan tekanan darah. Dengan
olah raga seperti senam maka sel, jaringan membutuhkan peningkatan oksigen
dan glukosa untuk membentuk ATP (Adenosin Triphosphate). Terkait dengan
pembuluh darah maka dapat digambarkan bahwa pembuluh darah mengalami
pelebaran (vasodilatasi), serta pembuluh darah yang belum terbuka akan terbuka
sehingga aliran darah ke sel, jaringan meningkat. (Darmojo, 2006).
b) Penurunan konsumsi garam
Pengurangan asupan garam dan upaya penurunan berat badan dapat digunakan
sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Jumlah garam dibatasi sesuai dengan
kesehatan penderita dan jenis makanan dalam daftar diet. Pembatasan asupan garam
sampai 60 mmol per hari atau dengan kata lain konsumsi garam dapur tidak lebih
dari seperempat sampai setengah sendok teh garam per hari. Penderita hipertensi
dianjurkan menggunakan mentega bebas garam dan menghindari makanan yang
sudah diasinkan. Adapun yang disebut diet rendah garam, bukan hanya membatasi
konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium.
Pedoman diet merekomendasikan orang dengan hipertensi harus membatasi asupan
garam.
c) Bebas rokok
Merokok sangat besar perananya dalam meningkatkan tekanan darah, hal
tersebut disebabkan oleh nikotin yang terdapat didalam rokok yang memicu
hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan darah
akan turun secara perlahan dengan berhenti merokok. Selain itu merokok dapat
menyebabkan obat yang dikonsumsi tidak bekerja secara optimal (Sagala, 2011).
d) Penurunan BB jika BMI ≥ 27
Mengurangi berat badan dapat menurunkan risiko hipertensi, diabetes, dan
penyakit kardiovaskular. Penerapan pola makan seimbang dapat mengurangi berat
badan dan menurunkan tekanan darah. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental,
pengurangan sekitar 10 kg berat badan menurunkan tekanan darah rata-rata 2-3
mmHg per kg berat badan (Sagala, 2011).
Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang dengan kelebihan berat badan atau
obesitas yang berisiko menderita hipertensi, terutama pada orang berusia sekitar 40
tahun yang mudah terkena hipertensi. Dalam perencanaan diet, perlu diperhatikan
asupan kalori agar dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori
untuk penurunan 0,5 kg berat badan per minggu (Sagala, 2011).
2) Farmakologi
Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien
dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan
umur, kebutuhan, dan usia. Dosis tunggal lebih diprioritaskan karena kepatuhan
lebih baik dan lebih murah. Sekarang terdapat obat yang berisi kombinasi dosis
rendah dua obat dari golongan berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan
efektivitas tambahan dan mengurangi efek samping. Jenis-jenis obat antihipertensi
untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan adalah diuretik, beta blockers
(carvedilol, nebivolol, dan celiprolol), Calcium antagonist, ACEIs (angiotensin-
converting enzyme inhibitors), dan ARBs (angiotensin receptor blockers)
(ESC/ESH, 2013).
Menurut JNC 8 (2014) dalam Evidence-Based Guideline for the
Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members
Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8) menunjukkan
rekomendasi pengobatan yakni:
a. Rekomendasi 1
Populasi penderita hipertensi umur 60 tahun, pengobatan farmakologi untuk
menurunkan tekanan darah dengan harapan sistolik <150 mmHg dan diastolic <90
mmHg.
b. Rekomendasi 2
Populasi penderita di bawah umur 60 tahun, pengobatan farmakologi untuk
menurunkan tekanan darah dengan harapan diastolik <90 mmHg.
c. Rekomendasi 3
Populasi penderita di bawah umur 60 tahun, pengobatan farmakologi untuk
menurunkan tekanan darah dengan harapan sistolik <140 mmHg.
d. Rekomendasi 4
Populasi penderita berumur 18 tahun dengan chronic kidney disease (CKD),
pengobatan farmakologi untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan sistolik
< 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg.
e. Rekomendasi 5
Populasi penderita berumur 18 tahun dengan diabetes, pengobatan
farmakologi untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan sistolik < 140
mmHg dan diastolik < 90 mmHg.
f. Rekomendasi 6
Populasi umum termasuk dengan diabetes, pengobatan antihipertensi
meliputi diuretik thiazide-type, calcium channel blocker (CCB), angiotensin-
converting enzyme inhibitor (ACEI), atau angiotensin receptor blocker (ARB).
g. Rekomendasi 7
Populasi umum termasuk dengan diabetes, pengobatan antihipertensi
meliputi diuretik thiazide-type atau CCB
h. Rekomendasi 8
Populasi penderita berumur 18 tahun dengan CKD, pengobatan
antihipertensi harus termasuk ACEI atau ARB untuk meningkatkan kerja ginjal.
Aplikasi ini untuk semua pasien CKD dengan tanpa hipertensi atau status diabetik.
i. Rekomendasi 9
Tujuan utama dari pengobatan hipertensi adalah untuk mencapai dan
mempertahankan sasaran tekanan darah. Jika sasaran tekanan darah tidak tercapai
dengan beberapa pengobatan, direkomendasikan untuk meningkatkan dosis obat
atau menambah pilihan obat kedua dari satu kelas. Jika sasaran tekanan darah tidak
tercapai dengan 2 obat, tambahkan dan tetapkan obat ketiga. Jangan gunakan ACEI
dan ARB bersamaan pada pasien yang sama. Jika sasaran tekanan darah tidak
tercapai dengan obat dalam rekomendasi 6 karena kontraindikasi atau kebutuhan
lebih dari 3 obat dalam mencapai tekanan darah, obat antihipertensi dari kelas lain
boleh digunakan.
2.7 Komplikasi
Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam
jangka panjang akan terjadi komplikasi serius pada organ-organ sebagai berikut,
yaitu:
1) . Jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan
penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan
meningkat, otot jantung akan menyesuaikan sehingga terjadi pembesaran jantung
dan semakin lama otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang
disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa dan
menampung darah dari paru sehingga banyak cairan tertahan di paru maupun
jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema. Kondisi ini
disebut gagal jantung.
2) . Otak
5
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan risiko stroke. Tekanan
darah tinggi dapat menyebabkan dua jenis stroke, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Jenis stroke yang paling sering (sekitar 80% kasus) adalah stroke
iskemik. Stroke ini terjadi karena aliran darah di arteri otak terganggu. Otak
menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi. Stroke hemoragik (sekitar 20% kasus)
timbul saat pembuluh darah di otak atau di dekat otak pecah. Penyebab utamanya
adalah tekanan darah tinggi yang persisten. Hal ini menyebabkan darah meresap ke
ruang di antara sel-sel otak. Walaupun stroke hemoragik tidak sesering stroke
iskemik, namun komplikasinya dapat menjadi lebih serius.
3) Mata
Tekanan darah tinggi dapat mempersempit atau menyumbat arteri di mata,
sehingga menyebabkan kerusakan pada retina (area pada mata yang sensitif
terhadap cahaya). Keadaan ini disebut penyakit vaskular retina. Penyakit ini dapat
menyebabkan kebutaan dan merupakan indikator awal penyakit jantung.
4) Ginjal
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan sistem
penyaringan di dalam ginjal, akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang
zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi
penumpukan di dalam tubuh
3.5.Proses Hemodialisa
HD adalah suatu proses terapi pengganti ginjal dengan menggunakan
selaput membran semipermeabel (dialiser), yang berfungsi sebagai nefron sehingga
dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal (Black, 2005;
Ignatavicius, 2006 dalam Septiwi, 2011).
Sistem HD terdiri dari sistem vaskuler eksternal yang akan dilewati saat
darah pasien di transfer ke dalam sistem pipa polietilena steril menuju ke filter
dialisis/ dialiser menggunakan pompa mekanik. Darah pasien akan ditransfer
menuju sistem vaskuler eksternal tersebut melalui akses vaskuler, yang merupakan
akses permanen ke aliran darah untuk HD (Dipiro et al, 2011).
Akses vaskuler dapat dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu
arteriovenous (AV) fistula, AV graft, dan venous catheters. AV fistula dibuat
dengan cara anastomosis vena dan arteri (idealnya arteri radialis dan vena sefalika
di lengan bawah). AV fistula membutuhkan waktu lebih kurang 1 sampai 2 bulan
sebelum dapat secara rutin digunakan untuk dialisis. Sedangkan AV graft sintetik,
yang merupakan pilihan lain untuk akses AV permanen, biasanya menggunakan
polytetrafluoroethylene (PTFE) sebagai penghubung. Secara umum memerlukan
waktu sekitar 2-3 minggu sebelum dapat digunakan secara rutin. Venous catheters
merupakan akses vaskuler yang sering digunakan pada pada pasien HD kronik.
Venous catheters dapat ditempatkan di vena femoralis, vena subklavia, atau vena
jugularis interna (Dipiro et al, 2011).
Setelah masuk ke dalam sistem vaskuler eksternal, darah pasien akan
diinjeksikan dengan antikoagulan sistemik (heparin) dan kemudian akan melewati
dialiser. Dialiser adalah tempat dimana darah dan cairan dialisis (dialisat), yang
terdiri dari air murni dan elektrolit, bertemu dan terjadi pergerakan molekul antara
dialisat dan darah melalui membran semipermeabel. Terdapat dua mekanisme
pengangkutan zat terlarut melewati membran semipermeabel, yaitu difusi dan
ultrafiltrasi (konveksi) (Daugirdas et al, 2007).
1) Difusi
Proses difusi pada HD berfungsi untuk membuang produk limbah yang
terdapat dalam darah. Akibat perbedaan konsentrasi antara darah dan dialisat akan
menyebabkan produk limbah dalam darah, yang mempunyai konsentrasi tinggi,
bergerak melewati membran menuju dialisat yang mempunyai konsentrasi lebih
rendah. Jika darah dan dialisat dibiarkan dalam kedaan statis satu sama lain melalui
membran, konsentrasi produk limbah dalam dialisat akan menjadi sama dengan
yang di dalam darah, dan pembuangan lebih lanjut dari produk limbah tidak akan
terjadi. Oleh karena itu, selama proses HD, untuk mencegah konsentrasi
kesetimbangan, gradien konsentrasi antara darah dan dialisat harus dimaksimalkan
dengan terus mengisi kompartemen dialisat dengan cairan dialisis segar dan
mengganti darah dialisis dengan darah yang belum terdialisis. Biasanya arah aliran
dialisat dipompa ke dialiser berlawanan dengan arah aliran darah, hal ini berguna
untuk memaksimalkan perbedaan konsentrasi antara produk limbah dengan dialisat
(Daugirdas et al, 2007).
Proses difusi merupakan proses berpindahnya suatu zat terlarut yang
disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi zat-zat terlarut dalam darah dan
dialisat. Perpindahan molekul terjadi dari zat yang berkonsentrasi tinggi ke yang
berkonsentrasi lebih rendah. Pada HD pergerakan molekul/zat ini melalui suatu
membrane semi permeable yang membatasi kompartemen darah dan kompartemen
dialisat. Proses difusi dipengaruhi oleh:
a. Perbedaan konsentrasi
b. Berat molekul (makin kecil BM suatu zat, makin cepat zat itu keluar).
c. OB (blood pump)
d. Luas permukaan membrane
e. Temperature cairan
f. Proses konvektik
g. Tahanan/resistensi membrane
h. Besar dan banyaknya pori pada membrane
i. Ketebalan/permeabilitas dari membrane.
Factor-faktor diatas menentukan kliners dialiser. Klirens suatu dialyzer
adalah kemampuan dialyzer untuk mengeluarkan zat-zat yaitu jumlah atau
banyaknya darah yang dapat dibersihkan dari suatu zat secara komplit oleh suatu
dialyzer yang dinyatakan dalam ml/mnt.
2) Proses Osmosis
Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yang terjadi karena adanya
perbedaan tekanan osmotic (osmolalitas) darah dan dialisat. Proses osmosis ini
lebih banyak ditemukan pada peritoneal dialysis.
3) Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi selama HD diperlukan untuk mengeluarkan akumulasi air, baik
yang berasal dari konsumsi cairan maupun metabolisme makanan selama periode
interdialitik. Ultrafiltrasi terjadi ketika air didorong oleh tekanan hidrostatik
ataupun tekanan osmotik melalui membran. Air akan terbawa bersama dengan zat
terlarut yang melalui pori-pori membran (Daugirdas et al, 2007).
Setelah terjadi proses HD di dalam dialiser, maka darah akan dikembalikan
ke tubuh pasien. Sedangkan dialisat yang telah berisi produk limbah yang tertarik
dari darah pasien akan dibuang oleh mesin dialisis dengan cairan pembuang yang
disebut ultrafiltrat. Semakin banyak zat toksik atau cairan tubuh yang dikeluarkan
maka bersihan ureum yang dicapai selama HD akan semakin optimal (Depkes,
1999; Brunner & Suddarth, 2001; Black, 2005 dalam Septiwi, 2011).
Pada proses HD, darah pasien dipompakan ke dializer dengan kecepatan
300-600 ml/menit. Sedangkan dialisat dipompakan dengan kecepatan 500-1000
ml/menit. Laju pemindahan cairan dari pasien dikontrol dengan cara menyesuaikan
tekanan dalam kompartemen dialisat (Dipiro et al, 2011).
Gambar 1. Prinsip Kerja HD (Dipiro et al, 2011)
Proses ultrafiltrasi adalah berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane
semi permeable akibat perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan
kompartemen dialisat. Tekanan hidrostatik/ultrafiltrasi adalah yang memaksa air
keluar dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat. Besar tekanan ini
ditentukan oleh tekanan positif dalam kompartemen darah (positif pressure) dan
tekanan negative dalam kompartemen dialisat (negative pressure) yang disebut
TMP (trans membrane pressure) dalam mmHg. Perpindahan dan kecepatan
berpindahnya dipengaruhi oleh:
a. TMP
b. Luas permukaan membrane
c. Koefisien ultra filtrasi (KUF)
d. Qd dan QB
e. Perbedaan tekanan osmotic.
3.7.Manfaat Hemodialisa
Sebagai terapi pengganti ginjal, hemodialisa mempunyai manfaat
(Jamenson dkk, 2013):
1) Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh.
2) Membuang kelebihan air.
3) Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
4) Memperbaiki status kesehatan penderita.
5) Membuang urea, kreatinin, dan asam urat.
Nutrisi/cairan
o Edema, peningkatan BB
o Dehidrasi, penurunan BB
o Mual, muntah, anorexia, nyeri ulu hati
o Efek pemberian diuretic
o Turgor kulit
o Stomatitis, perdarahan gusi
o Lemak subkutan menurun
o Distensi abdomen
o Rasa haus
o Gastritis ulserasi
Neurosensor
o Sakit kepala, penglihatan kabur
o Letih, insomnia
o Kram otot, kejang, pegal-pegal
o Iritasi kulit
o Kesemutan, baal-baal
Nyeri/kenyamanan
o Sakit kepala, pusing
o Nyeri dada, nyeri punggung
o Gatal, pruritus,
o Kram, kejang, kesemutan, mati rasa
Oksigenasi
o Pernapasan kusmaul
o Napas pendek-cepat
o Ronchi
Keamanan
o Reaksi transfuse
o Demam (sepsis-dehidrasi)
o Infeksi berulang
o Penurunan daya tahan
o Uremia
o Asidosis metabolic
o Kejang-kejang
o Fraktur tulang
Seksual
o Penurunan libido
o Haid (-), amenore
o Gangguan fungsi ereksi
o Produksi testoteron dan sperma menurun
o Infertile
f. Pengkajian Psikososial
o Integritaqs ego
o Interaksi social
o Tingkat pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya
o Stress emosional
o Konsep diri
g. Laboratorium
o Urine lengkap
o Darah lengkap meliputi: Hb,Hct, L, Trombosit, LED, Ureum pre dan post,
kreatinin pre dan post, protein total, albumin, globulin, SGOT-SGPT,
bilirubin, gama gt, alkali fosfatase, kalsium, fosfor, kalium, natrium,
klorida, gula darah, SI, TIBC, saturasi transferin, feritin serum, pth, vit D,
kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida, asam urat, Hbs Ag, antiHCV, anti
HIV, CRP, astrup:pH/P02/pC02/HCO3
o Biasanya dapat ditemukan adanya: anemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia,
hipokalsemi, ureumikum, kreatinin meningkat, pH darah rendah, GD klien
DM menurun
h. Radiologi
o Ronsen, Usg, Echo: kemungkinan ditemukan adanya gambaran pembesaran
jantung, adanya batu saluran kencing/ginjal, ukuran korteks, gambaran
keadaan ginjal, adanya pembesaran ukuran ginjal, vaskularisasi ginjal.
o Sidik nuklir dapat menentukan GFR
i. EKG
o Dapat dilihat adanya pembesaran jantung, gangguan irama, hiperkalemi,
hipoksia miokard.
j. Biopsi
o Mendeteksi adanya keganasan pada jaringan ginjal
4.2. Diagnosa Keperawatan
1) Pre Dialisa
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b.d. peningkatan
afterload, vasokontriksi, iskemia miokardia, hipertrofi d.d. tidak dapat
diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala yang menetapkan diagnosis
actual.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan GFR.
c. Ketidakseimbangan pola nafas b.d edema paru, asites, anemia, keletihan,
penurunan suplai O2 ke jaringan
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,
mual dan muntah
e. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia
f. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan Hb, penurunan
suplai O2 ke jaringan
g. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan, perubahan status kesehatan saat ini
h. Gangguan pertukaran gas b.d edema paru, penurunan Hb
i. Defisit Pengetahuan b.d kurangnya pajanan informasi tentang hemodialisa
j. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan Hb, penurunan
suplai O2 ke jaringan
2) Intra Dialisa
a. Resiko cedera b.d akses Vaskuler dan komplikasi sekunder terhadap
penususkan dan pemeliharaan akses vaskuler
b. Resiko ketidalstabilan kadar glukosa darah b.d managemen medikal tidak
adekuat
c. Nyeri akut b.d tindakan invasive pada akses vaskuler
d. Resiko tinggi terhadap kehilangan akses vaskuler berhubungan dengan
perdarahan karena lepas sambungan secara tidak sengaja
e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan ultrafiltrasi
3) Post Dialisa
a. Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang
b. Resiko syok b.d hipotensi, ultrafiltrasi, dialysis disequilibrium syndrome
c. Resiko perdarahan b.d tindakan invasive pada akses vaskuler, penggunaan
dosis heparin yang berlebihan.
4.3 Intervensi
Pre Dialisis
No
Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1. Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, 1. Perbandingan dari tekanan memberi
keperawatan selama ..x jam, curah gunakan manset dan tehnik yang tepat gambaran yang lebih lengkap tentang
jantung adekuat dengan kriteria hasil: 2. Catat keberadaan, kualitas denyutan keterlibatan masalah vaskuler.
1. Tekanan darah dalam batas sentral dan perifer 2. Mencerminkan efek dari
normal 3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi vasokontraksi (peningkatan SVR 0
2. Nadi dalam batas normal napas dan kongesti vena)
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu 3. Dapat mengidentifikasi kongesti paru
dan masa pengisian kapiler sekunder terhadap terjadinya gagal
5. Catat edema umum jantung kronik.
6. Berikan lingkungan tenang, nyaman, 4. Adanya pucat, dingin, kulit lembab
kurangi aktivitas. dan masa pengisian kapiler lambat
7. Pertahankan pembatasan aktivitas mungkin keterkaitan dengan
seperti istirahat ditemapt tidur/kursi vasokonrtiksi atau mencerminkan
8. Bantu melakukan aktivitas perawatan penurunan curah jantung.
diri sesuai kebutuhan 5. Dapat mengidentifikasi gagal jantung,
kerusakan ginjal, atau vaskuler.
9. Lakukan tindakan yang nyaman spt 6. Membantu menurunkan rangsang
pijatan punggung dan leher simpatis meningkatkan relaksasi.
10. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan 7. Menurunakn stress dan ketegangan
imajinasi, aktivitas pengalihan yang mempengaruhi TD dan
11. Pantau respon terhadap obat untuk perjalanan penyakit hipertensi.
mengontrol tekanan darah 8. Dapat menurunkan rangsangan yang
12. Berikan pembatasan cairan dan diit menimbulkan stress, membuat efek
natrium sesuai indikasi tenang sehingga tak menurunkan TD.
13. Kolaborasi untuk pemberian obat- 9. Karena efek samping oabat tersebut
obatan sesuai indikasi penting untuk menggunakan obat
dalam jumlah sedikit dan dosis paling
rendah.
2. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji penyebab nafas tidak efektif 1. Untuk menentukan tindakan yang
keperawatan selama HD pola nafas 2. Kaji respirasi klien harus segera dilakukan
klien menjadi efektif dengan kreteria 3. Berikan posisi semi fowler 2. Mennentukan tindakan
hasil: 4. Berikan O2 3. Melapangkan dada klien sehingga
1. RR dalam rentang normal 5. Evaluasi kondisi klien ada HD nafas lebih longgar
2. Tidak terdapat sesak berikutnya 4. Hb rendah, edema paru, penumonitis,
3. Tidak terdapat penggunaan otot asidosis, perikarditis menyebabkan
bantu nafas suplai O2 ke jaringan berkurang
5. Mengukur keberhasilan intervensi
3. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status cairan : timbang BB pre dan 1. Pengkajian merupakan dasar untuk
keperawatan, kesimbangan cairan post HD, intake dan Output, turgor kulit memperoleh data
tercapai dengan kreteria hasil : dan edema, distensi, vena monitor vital 2. Pembatasan cairan akan menentukan
1. Tidak terdapat edema sign dry weight, haluaran urine dan respon
2. Batasi masukan cairan terhadap terapi
3. Lakukan HD dengan UF dan TMP 3. UF dan TMP yang sesuai akan
sesuai dengan kenaikan BB interdialisis menurunkan kelebihan volume cairan
4. Identifikasi sumber masukan cairan sesuai dengan BB target/dry weight
interdialisis 4. Sumber kelebihan cairan dapat
5. Jelaskan pada keluarga dan klien diketahui
rasional pembatasan cairan 5. Pemahaman keluarga dapat
6. Motivasi klien untuk meningkatkan meningkatkan kerjasama klien dan
kebersihan mulut keluarga untuk membatasi cairan
6. Kelebihan mulut mengurangi
kekeringan mulut, sehingga
menurunkan keinginan klien untuk
minum
4. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status nutrisi : perubahan BB, nilai 1. Sebagai dasar untuk memantau
keperawatan klien tidak mengalami laboratorium perubahan dan interensi yang sesuai
ketidakseimbangan nutrisi dengan 2. Kaji pola diet’kaji faktor yang berperan 2. Pola diet dulu fan sekarang berguba
kreteria hasil : dalam merubah masukan nutrisi untuk menentukan menu
1. Tidak terjadi penambahan atau 3. Kaji faktor yang berperan dalam 3. Memberikan informasi, faktor mana
penurunan BB yang cepat merubah masukan nutrisi yang bisa dimodifikasi
2. Turgor kulit norml tanpa edema 4. Kolaborasi pemberian infus albumin 1 4. Dapat meningkatkan albumin serum
3. Kadar albumin plasma normal jam terakhir HD 5. Protein lengkap akan meningkatkan
4. Konsumsi diet nilai protein 5. Tingkatkan masukan protein dengan keseimbangan nitrogen
tinggi nilai biologis tinggi : telur, daging, 6. Dapat meningkatkan pemahaman
produk susu klien sehingga mudah menerima
6. Jelaskan rasional pembatasan diet masukan
7. Anjurkan timbang BB tiap Hari 7. Untuk menentukan status cairam dan
8. Kaji adanya masukan protein yang tidak nutrisi
adekuat 8. Penurunan protein dapat menurunkan
9. Kolaborasi menentukan tindakan HD 4- albumin, pembentukan edema dan
5 jam 2-3 minggu perlambatan penyembuhan
9. Tindakan HD yang adekuat dapat
menurunkan mual-muntah dan
anoreksia sehingga dapat
meningkatkan nafsu makan
5. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji faktor yang dapat menimbulkan 1. Menyediakan informasi tentang
keperawatan, klien mampu keletihan: anemia, ketidakseimbangan indikasi tingkat keletihan
berpartisipasi dalam aktivitas yang cairam dan elektrolit, retensi poduk 2. Meningkatkan aktivitas
dapat itileransi dengan kteria : sampah, depresi ringan/sedang dan memperbaiki harga
1. Berpartisipasi dalam aktivitas 2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas diri
perawatan mandiri yang dipilih perawatan diri yang dapat ditoleransi, 3. Mendorong latihan dan aktivitas yang
2. Berpartisipasi dalam bantu jika keletihan terjadi dapat ditoleransi dan istirahat yang
meningkatkan aktivitas dan 3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil adekuat
latihan, istirahat dan aktivitas istirahat 4. Istirahat yang adekuat dianjurkan
seimbang/bergantian 4. Anjurkan untuk istirahat setelah dialisis setelah dialisi, karena adanya
perubahan keseimbangan cairan dan
elektrolit yang cepat pada proses
dialisis sangat melelahkan
Intra Dialisis
No.Dx Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kepatenan AV shunt sebelum HD 1. AV yang sudah tidak baik bila
keperawatan, pasien tidak mengalami 2. Monitor kepatenan kateter sedikitnya dipaksakan bisa terjadi rupture
cidera dengan kreteria hasil : sekitar 2 jam vaskuler
1. Kulit pada sekitar AV shunt 3. Kaji warna kulit, keutuhan kulit, sensasi 2. Posisikan kateter yang berubah dapat
utuh/tidak rusak sekitar shunt terjadi rupture vaskuler/emboli
2. Pasien tiak mengalami 4. Monitor TD setelah HD 3. Kerusakan jariangan dapat didahului
komplikasi HD 5. Lakukan heparinisasi pada shunt kateter tanda kelemahan pada kulit, lecet,
pasca HD bengkak dan penurunan sensasi
6. Cegah terjadinya infeksi pada area shunt 4. Posisikan baring lama setelah HD
penusukan kateter dapat menyebabkan orthostatik
hipotemsi
5. Shunt dapat mengalami sumbatan dan
dapat dihilangkan dengan heparin
6. Infeksi dapat mempermudahkan
kerusakan jaringan
2. Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan area steril selama 1. Mikroorganisme dapat dicegah masuk
keperawatan, pasien tidak mengalami penusukan kateter ke dalam tubuh saat insersi kateter
infeksi dengan kreteria hasil : 2. Pertahankan teknik steril selama 2. Kuman tidak masuk ke dalam area
1. Tidak ada kemerahan sekitar kontak dengan akses vaskuler : insersi
shunt penusukan dan pelepasam kateter 3. Inflamasi/infeksi ditandai dengan
2. Area shunt tidak nyeri/ 3. Monitor area akses HD terhadap kemerahan, nyeri dan bengkak
bengkak kemerahan, bengkak dan nyeri 4. Gizi yang baik dapat meningkatkan
daya tahan tubuh
4. Beri penjelasan pada pasien 5. Pasien HD mengalami sakit sehingga
pentingnya meningkatkan status dapat menurunkan status imunitas
gizi
5. Kolaborasi pemberian antibiotik
Post Dialisis
No
Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tanda dan gejala hipoglikemia 1. sebagai data dasar untuk menentukan
keperawatan pasien tidak menglami 2. monitor kadar glukosa darah pasien intervensi selanjutnya
cidera dengan kteria hasil : 3. berikan karbohidrat sederhana, misalnya 2. sebagai evaluasi keberhasilan
1. Kadar glukosa darah pasien menganjurkan pasien minum minuman intervensi
dalam rentang normal manis 3. karbohidrat sederhana seperti
4. berikan cairan IV dextrose minuman manis dapat meningkatkan
kadar glukosa darah secara cepat
sebesar 15-20 g/Dl
4. Pemberian IV dextrose meningkatkan
kadar glukosa darah pasien apabila
pasien tidak mampu makan atau
terjadi penurunan kesadaran.
4.4 Implementasi dan Evaluasi