Anda di halaman 1dari 19

MODUL PATOFISIOLOGI

EFUSI PLEURA

Dian Qisthi, dr.

Pembimbing: Prayudi Santoso,dr., SpPD-KP

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2018
EFUSI PLEURA

I. ANATOMI
Pleura adalah membran serosa tipis yang melapisi parenkim paru, mediastinum,
diafragma, serta tulang iga. Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap dan
semitransparan. Pleura terdiri dari 2 lapisan, yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua
lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan cabang utama
bronkus, arteri dan vena bronkialis, serabut saraf dan pembuluh limfatik. Diantara kedua
lapisan pleura terdapat ruangan potensial, yang disebut rongga pleura. Di dalam rongga pleura
normalnya terdapat sejumlah cairan.

Pleura parietalis terdiri dari 4 bagian yaitu bagian tulang iga, diafragmatika,
mediastinal, dan servikal. Pleura viseralis melapisi seluruh permukaan parenkim paru. Pleura
viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura viseral diinervasi
saraf-saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner, sementara pleura
parietal diinervasi saraf-saraf interkostalis dan nervus frenikus serta mendapat aliran darah
sistemik. Ujung saraf sensorik berada di pleura parietal, kostalis dan diafragmatika. Pleura
kostalis diinervasi oleh saraf interkostalis, bagian tengah pleura diafragmatika oleh saraf
frenikus. Stimulasi oleh inflamasi dan iritasi pleura parietal menimbulkan sensasi nyeri dinding
2
dada dan nyeri tumpul pada bahu ipsilateral. Tidak ada jaras nyeri pada pleura viseral walaupun
secara luas diinervasi oleh nervus vagus dan trunkus simpatikus

II. HISTOLOGI

Secara histologis, kedua lapisan pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis
terbagi menjadi lima lapisan, yaitu lapisan mesotel, lamina basalis, lapisan elastik superfisial,
lapisan jaringan ikat longgar, dan lapisan jaringan fibroelastik dalam. Kolagen tipe I dan III
yang diproduksi oleh lapisan jaringan ikat merupakan komponen utama penyusun matriks
ekstraseluler pleura dan merupakan 80% berat kering struktur ini. Lapisan jaringan fibroelastik
dalam menempel erat pada iga, otot-otot dinding dada, diafragma, mediastinum dan paru.
Lapisan jaringan ikat longgar tersusun atas jaringan lemak, fibroblas, monosit, pembuluh
darah, saraf dan limfatik. Proses inflamasi mengakibatkan migrasi sel-sel inflmasi harus
melewati lapisan jaringan ikat longgar menuju lamina basalis kemudian menuju rongga pleura
setelah melewati mesotel. Mesotel memiliki fungsi fagositik dan eritrofagositik antarsel bagian
basal. Mesotel mensekresikan senyawa vascular endothelial growth factor (VEGF) senyawa
mesotel sebagai respons terhadap pajanan lipopolisakarida, thrombin dan bakteri menyebabkan
peningkatan pemeabilitas pleura terhadap protein.

III. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui
pembuluh darah kapiler dalam keadaan normal. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan
osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk
ke dalam rongga pleura. Selain itu, cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.1
Cairan pleura menjadi berlebih Aketika cairan pleura yang terbentuk melebihi cairan
pleura yang terabsorpsi. Cairan memasuki rongga pleura melalui kapiler pada pleura parietal
dan dibuang melalui saluran limfatik pada pleura parietal dalam keadaan normal. Cairan yang
masuk juga bisa berasal dari interstitial paru melalui pleura visceral atau dari rongga peritoneal
melalui lubang kecil pada diafragma. Saluran limfatik dapat mereabsorpsi cairan 20 kali dari
pada cairan yang terbentuk.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer
paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum,

3
hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru
dan pneumotoraks.
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas
kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau
kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa
yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis
eksudativa tuberkulosa. Penyebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis,
ekinokokkus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, legionella), keganasan paru,
proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain
seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.1

4
Gambar 1. Skema pertukaran cairan pleura dalam keadaan abnormal1

1. Efusi karena gagal jantung


Penyebab paling sering adalah gagal jantung kiri. Efusi terjadi karena
penumpukan cairan pada interstitial paru yang masuk ke rongga pleura melalui pleura
visceral. Cairan ini melebihi kapasitas limfatik di pleura parietal untuk mengalirkan
cairan. Pada pasien dengan gagal jantung, torakosentesis harus dilakukan pada efusi
tidak bilateral, pasien demam, atau pasien mengeluhkan adanya nyeri dada pleuritik.
Tatalaksana pada efusi karena gagal jantung adalah mengobati gagal jantungnya.2
2. Hepatic hydrothorax
Efusi pleura dapat terjadi pada 5% pasien dengan sirosis dan ascites.
Mekanisme utama yaitu perpindahan langsung cairan peritoneal ke rongga pleura
melalui lubang kecil di diafragma. Efusi biasanya ditemukan pada sebelah kanan dan
cukup banyak untuk menyebabkan gangguan bernapas.2
3. Efusi parapneumonia
Efusi parapneumonia biasanya berhubungan dengan pneumonia bakteri, abses
paru, bronkiektasis. Empiema berarti efusi yang sangat purulen. Pasien dengan
pneumonia bakteri aerobik, selain ditemukan efusi pleura juga ditemukan panas badan
akut, nyeri dada, batuk berdahak dan leukositosis. Pasien dengan infeksi anaerob datang
dengan penyakit subakut dengan penurunan berat badan, lekosit meningkat tajam,
anemia ringan dan riwayat aspirasi.2
4. Efusi sekunder keganasan
Penyebab kedua tersering dari efusi pleura eksudatif adalah efusi pleura
malignant karena metastasis. Karsinoma yang paling sering menyebabkan efusi pleura
adalah karsinoma paru, karsinoma payudara, limfoma. Diagnosis biasanya dibuat
setelah dilakukan pemeriksaan sitologi cairan pleura, jika sitologi negatif dapat
dilakukan torakoskopi sambil dilakukan prosedur pleurodesis jika diperlukan.2
5. Mesotelioma
Tumor primer yang berasal dari sel mesotel pelapis lapisan pleura. Hal ini
disebabkan karena paparan asbestos. Pasien dengan mesotelioma datang dengan
keluhan nyeri dada dan sesak napas. Radiografi thoraks menggambarkan efusi pleura,
penebalan pleura dan shrunken hemithorax. Diagnosis biasanya dipastikan dengan
image-guided needle biopsy atau torakoskopi. 2
6. Efusi sekunder terhadap emboli paru

5
Efusi pleura yang terjadi hampir selalu berupa eksudat. Diagnosis dapat dibuat
dengan spiral CT-scan atau arteriografi paru.2
7. Pleuritis Tuberkulosis
Penyebab tersering dari eksudatif efusi pleura. Pasien biasanya datang karena
demam, penurunan berat badan, sesak napas, dan atau nyeri dada pleuritik. Diagnosis
pasti dengan TB marker pada cairan pleura ( adenosine deaminase> 40 IU/L), kultur
cairan pleura, biopsi pleura atau torakoskopi.2
8. Infeksi virus
Infeksi virus dapat menyebabkan efusi pluera eksudatif yang biasanya sulit
terdiagnosa.2
9. Chylothorax
Terjadi ketika terjadi kerusakan pada duktus toraksikus sehingga terjadi
penumpukan chyle di dalam rongga pleura. Penyebab paling sering adalah trauma yang
biasa terjadi pada pembedahan thoraks atau disebabkan karena tumor mediastinum.
Torakosentasis dapat menemukan adanya cairan seperti susu dengan kadar trigliserida
> 110 mg/dL.2
10. Hematothoraks
Paling sering disebabkan karena trauma. Penyebab lainnya adalah ruptur
pembuluh darah atau tumor.2
11. Penyebab lain
Jika amilase cairan pleura meningkat, pertimbangkan ruptur esofagus atau
penyakit pankreas. Jika pasien demam dengan dominan PMN pada cairan pleura dan
tidak ada kelainan paru, pikirkan abses intra abdomen.2

Patofisiologi Efusi Pleura

6
VF: Vocal Fremitus
VBS: Vesicular breath sound
Bagan 1. Skema patofisiologi efusi pleura

IV. PATOGENESIS EFUSI PLEURA BERDASARKAN ETIOLOGI


Secara umum penyakit-penyakit dengan efusi pleura dibedakan menjadi:1
a. Pleuritis Karena Virus dan Mikoplasma
Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Jenis-jenis virusnya adalah:
echo virus, Coxsackie group, chlamidia, rickettsia dan mikoplasma. Cairan efusi biasanya
eksudat dan berisi lekosit antara 100-6.000 per cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit
kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut. Kadang-kadang ditemukan juga
gejala-gejala perikarditis. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan virus dalam cairan efusi,
tapi cara termudah adalah dengan mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.
b. Pleuritis Karena Bakteri Piogenik
Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim
paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang melalui penetrasi diafragma, dinding
dada atau esofagus.
Aerob : Streptokokus pneumonia, Streptokokus mileri, Stafilokokus aureus,
Haemophilus spp, Eschericia colli, Klebsiella, Pseudomonas spp.
Anaerob: Bakteroides spp, Peptostreptokokus, Fusobakterium.

7
Pemberian kemoterapi dengan Ampisilin 4x1 gram dan Metronidazol 3x500 mg
hendaknya sudah dimulai sebelum kultur dan sensitivitas bakteri didapat. Terapi lain yang lebih
penting adalah mengalirkan cairan efusi yang terinfeksi tersebut keluar dari rongga pleura
dengan efektif.
c. Pleuritis Tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang serosantokrom dan bersifat eksudat.
Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus subpleura
yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke
arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau kolumna vertebralis
(menimbulkan penyakit Pott). Dapat juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura
bilateral. Cairan efusi yang biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemoragik. Jumlah
lekosit antara 500-2.000 per cc. Mula-mula yang dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi
kemudian sel limfosit. Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman tuberkulosis dalam cairan
efusi (biakan) atau dengan biopsi jaringan pleura.
Pengobatan dengan obat-obat anti tuberkulosis (Rifampisin, INH, Pirazinamid/
Etambutol/ Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian obat seperti
pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat diserap
kembali, tapi untuk menghilangkannya eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan
torakosentesis.
d. Pleuritis Fungi
Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran infeksi fungi dari
jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis adalah: Aktinomikosis, Koksidioimikosis,
Aspergilus, Kriptokokus, Histoplasmolisis, Blastomikosis, dll. Patogenesis timbulnya efusi
pleura adalah karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi. Prognosis
penyakit ini relatif baik.
e. Pleuritis Parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah amuba. Bentuk
tropozoitnya datang dari parenkim hati menembus diafragma terus ke parenkim paru dan
rongga pleura. Efusi pleura karena parasit ini terjadi karena peradangan yang ditimbulkannya.
Di samping ini dapat juga terjadi empiema karena amuba yang cairannya berwarna khas merah
coklat. Disini parasit masuk ke rongga pleura secara migrasi dari parenkim hati. Bisa juga
karena adanya robekan dinding abses amuba pada hati ke arah rongga pleura.
f. Efusi Pleura Karena Kelainan Intra Abdominal

8
Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dan peradangan yang
terdapat di bawah diafragma seperti pankreas atau eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses
ginjal, abses hati, abses limpa. Efusi terjadi pada pleura kiri tapi dapat juga bilateral.
Mekanismenya adalah karena berpindahnya cairan yang mengandung enzim pankreas ke
rongga pleura melalui saluran getah bening. Efusi ini bersifat eksudat serosa, tapi kadang-
kadang bisa juga hemoragik. Kadar amilase dalam efusi lebih tinggi daripada dalam serum.
Efusi pleura juga sering setelah 48-72 jam pasca operasi abdomen seperti splenektomi, operasi
terhadap obstruksi intestinal atau pasca operasi atelektasis. Biasanya terjadi unilateral dan
jumlah efusi tidak banyak. Cairan biasanya bersifat eksudat dan mengumpul pada sisi operasi,
efusi pleura operasi biasanya bersifat maligna dan kebanyakan akan sembuh secara spontan.
1. Sirosis hati
Efusi pleura dapat terjadi pada pasien dengan sirosis hati. Kebanyakan efusi
pleura timbul bersamaan dengan asites. Secara khas terdapat kesamaan antara cairan pleura
dan asites, karena terdapat hubungan fungsional antara rongga pleura dan rongga abdomen
melaui saluran getah bening atau celah jaringan otot diafragma. Kebanyakan efusi menempati
pleura kanan (70%) dan efusi bisa juga terjadi bilateral.

2. Sindrom meig
Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada ovarium ( jinak atau
ganas) disertai asites dan efusi pleura. Patogenesis terjadi efusi pleura ini masih belum
diketahui betul. Apabila tumor ovarium tersebut dilakukan operasi, efusi pleura dan asites akan
segera hilang.
3. Dialisis peritoneal
Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialisis peritoneal. Efusi
terjadi pada salah satu paru maupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal
ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi
antara cairan pleura dengan cairan dialisat.
g. Efusi Pleura Karena Penyakit Kolagen atau Autoimun
1. Lupus eritematosus. Pleuritis adalah salah satu gejala yang timbul belakangan
pada penyakit lupus eritematosus sistemik (SLE). Dengan terjadinya efusi pleura yang kadang-
kadang mendahului gejala sistemik lainnya, diagnosis SLE ini menjadi lebih jelas. Terdapat
55% dari SLE disertai pleuritis.

9
2. Artritis reumatoid (RA). Efusi pleura terdapat pada 5% RA selama masa sakit.
Cairan efusi bersifat eksudat serosa yang banyak mengandung limfosit. Faktor reumatoid
mungkin terdapat dalam cairan efusi tapi tidak patognomik untuk RA, karena juga terdapat
pada karsinoma, tuberkulosis ataupun pneumonia. Kadar glukosa biasanya sangat rendah
(kurang dari 20 mg%), malah tidak terdeteksi sama sekali (demikian juga pada tuberkulosis
dan karsinoma). Kadar kolesterol dalam cairan efusi juga sering meningkat. Biopsi pada
jaringan pleura bisa mendapatkan granuloma yang seolah-olah seperti nodul reumatik perifer.
Efusi pleura pada RA sembuh sendiri tanpa diobati, tapi kadang-kadang diperlukan juga terapi
kortikosteroid. Demam reumatik akut sering juga ditemukan efusi pleura dengan sifat eksudat.
Jumlah cairan efusi biasanya sedikit dan segera menghilang bila demam reumatiknya
berkurang.
3. Skleroderma. Efusi pleura juga didapatkan pada penyakit skleroderma. Jumlah
cairan efusinya tidak banyak, tapi · yang menonjol disini adalah penebalan pleura atau adhesi
yang terdapat pada 75% pasien skleroderma.
h. Efusi Pleura Karena Gangguan Sirkulasi
1. Gangguan kardiovaskular
Gagal jantung (decompensatio cordis) adalah sebab terbanyak timbulnya efusi pleura.
Penyebab lain: perikarditis kontritiva dan sindrom vena kava superior. Patogenisnya adalah
akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler pulmonal akan
menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga akan
menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura dan paru-paru meningkat.
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga menyebabkan efusi
pleura yang bilateral, tapi yang agak sulit menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih
sering terjadi pada sisi kanan. Terapi ditujukan pada gagal jantung itu sendiri. Bila kelainan
jantungnya teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretik, efusi pleura segera menghilang.
Torakosentesis diperlukan bila pasien sangat sesak.
2. Emboli paru
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli paru. Keadaan ini dapat
disertai infark paru ataupun tanpa infark. Emboli menyebabkan menurunnya aliran darah arteri
pulmonalis, sehingga terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim paru dan memberikan
peradangan dengan efusi yang berdarah (warna merah). Pada bagian paru yang iskemik
terdapat juga kerusakan pleura visceralis, keadaan ini kadang-kadang disertai rasa sakit
pleuritik yang berarti pleura parietalis juga ikut terkena. Permeabilitas antara satu ataupun
kedua bagian pleura akan meningkat, sehingga cairan efusi mudah terbentuk. Adanya nyeri

10
pleuritik dan efusi pleura pada emboli pulmonal tidak berarti infark paru juga harus terjadi.
Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak dan biasanya sembuh secara
spontan, asal tidak terjadi emboli pulmonal lainnya. Efusi pleura dengan infark paru jumlah
cairan efusinya lebih banyak dan waktu penyembuhan juga lebih lama. Pengobatan ditujukan
terhadap embolinya yakni dengan memberikan obat antikoagulan dan mengontrol keadaan
trombositnya.
3. Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti sindrom nefrotik,
malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta edema anasarka. Efusi terjadi karena
rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan dengan tekanan osmotik darah.
Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah
dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Pengobatan yang terbaik adalah
dengan memberikan infus albumin.
i. Efusi Pleura Neoplasma
Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura dan
umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah sesak
napas dan nyeri dada. Gejala lain adalah akumulasi cairannya kembali dengan cepat walaupun
dilakukan torakosentesis berkali-kali. Efusi bersifat eksudat, tapi sebagian kecil (10%) bisa
sebagai transudat. Warna efusi bisa sero-santokrom ataupun hemoragik (terdapat lebih dari
100.000 sel eritrosit per cc). Pada cairan ditemukan sel-sel limfosit (yang dominan) dan banyak
sel mesotelial. Pemeriksaan sitologi terhadap cairan efusi atau biopsi pleura parietalis sangat
menentukan diagnosis terhadap terhadap jenis-jenis neoplasma. Terdapat beberapa teori
tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma yakni:
- - Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura
terhadap air dan protein.
- - Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah
vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan cairan dan protein.
- - Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadidan selanjutnya timbul
hipoproteinemia.
Efusi pleura karena neoplasma biasanya unilateral, tetapi bisa juga bilateral karena
obstruksi saluran getah bening, adanya metastasis dapat mengakibatkan pengaliran cairan dari
rongga pleura via diafragma. Keadaan efusi pleura dapat bersifat maligna. Keadaan ini
ditemukan 10-20% karsinoma bronkus, 8% dari limfoma maligna dan leukemia. Jenis-jenis
neoplasma yang menyebabkan efusi pleura adalah:

11
1. Mesotelioma
Mesotelioma adalah tumor primer yang berasal dari pleura. Tumor ini jarang
ditemukan, bila tumor masih terlokalisasi, biasanya tidak menimbulkan efusi pleura, sehingga
dapat digolongkan sebagai tumor jinak. Sebaliknya bila ia tersebar (difusa) digolongkan
sebagai tumor ganas karena dapat menimbulkan efusi pleura yang maligna.
2. Karsinoma bronkus
Jenis karsinoma ini adalah yang terbanyak menimbulkan efusi pleura. Tumor bisa
ditemukan dalam permukaan pleura karena penjalaran langsung dari paru-paru melalui
pembuluh getah bening. Efusi dapat juga terjadi tanpa adanya pleura yang terganggu, yakni
dengan cara obstruksi pneumonitis atau menurunnya aliran getah bening.
3. Neoplasma metastatik
Jenis-jenis neoplasma yang sering bermetastasis ke pleura dan menimbulkan efusi
adalah: karsinoma payudara (terbanyak), ovarium, lambung, ginjal, pankreas dan bagian-
bagian organ lain dalam abdomen. Efusi dari pleura yang terjadi dapat bilateral. Gambaran foto
toraks mungkin tidak terlihat bayangan metastasis di jaringan paru, karena implantasi tumor
dapat mengenai pleura viseralis saja. Pengobatan terhadap neoplasma metastatik ini sama
dengan karsinoma bronkus yakni dengan kemoterapi dan penanggulangan terhadap efusi
pleuranya.
4. Limfoma maligna
Kasus-kasus limfoma maligna (non-Hodgkin dan Hodgkin) ternyata 30% terjadi
keterlibatan pleura dan juga menimbulkan efusi pleura. Pada cairan efusi tidak selalu terdapat
sel-sel ganas seperti pada neoplasma lainnya. Biasanya ditemukan sel-sel limfosit karena sel
ini ikut dalam aliran darah dan aliran getah bening melintasi rongga pleura. Pada sel-sel yang
bermigrasi inilah kadang-kadang ditemukan sel-sel yang ganas limfoma maligna. Terdapat
beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya yakni:
- - Bila efusi terjadi dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan pleura,
cairannya adalah eksudat, berisi sel limfosit yang banyak dan sering hemoragik.
- - Bila efusi pleura terjadi karena obstruksi saluran getah bening, cairannya bisa
transudat atau eksudat dan ada limfosit.
- - Bila efusi terjadi karena obstruksi duktus torasikus, cairannya akan berbentuk
kilus.
- - Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma maligna karena
menurunnya resistensi terhadap infeksi, efusi akan berbentuk empiema akut atau kronik.
j. Efusi Pleura Karena Sebab Lain-lain

12
1. Trauma
Efusi pleura dapat terjadi akibat trauma yakni trauma tumpul, laserasi, Iuka tusuk pada
dada, ruptur esofagus karena muntah hebat atau karena pemakaian alat waktu tindakan
esofagoskopi. Jenis cairan dapat berupa serosa (eksudat/transudat), hemotoraks, kilotoraks dan
empiema. Analisis cairan efusi dapat menentukan lokalisasi trauma, misal pada ruptura
esofagus kadar pH nya rendah (± 6,5) karena terkontaminasi dengan asam lambung, kadar
amilase dalam cairan pleura meningkat karena adanya air ludah (saliva) yang tertelan dan
masuk ke dalam rongga pleura.
2. Uremia
Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang terdiri efusi pleura,
efusi perikard dan efusi peritoneal (asites). Mekanisme penumpukan cairan ini belum diketahui
betul, tapi diketahui dengan timbulnya eksudat terdapat peningkatan permeabilitas jaringan
pleura, perikardium atau peritoneum. Efusi pleura karena uremia tidak memberikan gejala yang
jelas seperti sesak napas, sakit dada, atau batuk. Jumlah efusi bisa sedikit atau banyak,
unilateral atau bilateral. Dialisis yang teratur dapat menyebabkan efusi terserap perlahan-lahan.
Torakosentesis sewaktu-waktu masih diperlukan.
3. Miksedema
Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagai bagian dari penyakit miksedema.
Efusi dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-sama. Cairan bersifat eksudat dan
mengandung protein dengan konsentrasi tinggi. Limfedema secara kronik dapat terjadi pada
tungkai, muka, tangan dan efusi pleura yang berulang pada satu atau kedua paru. Pada beberapa
pasien terdapat kuku jari yang berwarna kekuning-kuningan. Patogenesis efusi pleura yang
bersifat eksudat ini belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya kegagalan aliran
getah bening.
4. Familial mediterranean fever
Penyakit ini banyak terdapat di daerah Timur Tengah terutama pada bangsa Yahudi.
Penyakit diturunkan secara autosomal resesif dari orang tua ke anaknya. Gejala penyakit
berupa serangan demam yang berulang, rasa sakit abdominal dan pleuritis. Pleuritis disini dapat
memberikan rasa nyeri pleuritik dan efusi pleura. Pengobatan bersifat suportif saja dan operasi
sebaiknya dihindarkan.
5. Reaksi hipertensif terhadap obat
Pengobatan dengan nitrofurantoin, metilsergid, praktolol kadang-kadang memberikan
reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan pleura berupa radang dan kemudian juga akan
menimbulkan efusi pleura. Apabila proses menjadi kronik bisa terjadi fibrosis paru atau pleura.

13
Pengobatan dengan hidrazin, prokainamid dan kadang-kadang dengan definilhidatoin dan
isoniazid sering juga menimbulkan pleuritis dan perikarditis (drug induced lupus syndrome).
Radang dan efusi yang timbul dapat menghilang bila pemberian obat-obatan tersebut
dihentikan.
6. Dressler syndrome
Pleuritis dan perikarditis dapat terjadi setelah 1-6 minggu serangan infark jantung akut,
tindakan resusitasi jantung atau operasi kardiotomi. Cairan pleura/ perikardium yang timbul
bersifat eksudat, steril, berwarna serosa atau hemoragik. Keadaan ini disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas otot jantung dan perikard terhadap tindakan/pengobatan. Terapi pada kasus
ini hanya simptomatik.
7. Sarkoidosis
Efusi pleura sebenarnya jarang ditemukan pada sarkoidosis. Efusi biasanya unilateral
tapi dapat juga bilateral. Cairan bersifat eksudat atau serosa tapi bisa juga hemoragik dengan
banyak sel-sel limfosit. Diagnosis untuk sarkoidosis ialah dengan tuberkulin negatif, biopsi
pleuranya mengandung granulomata non caseosa dan hasil biakan negatif untuk
mikobakterium dan organisme mikosis lainnya.
8. Efusi pleura idiopatik
Efusi pleura idiopatik terjadi ketika efusi pleura masih belum dapat dipastikan
walaupun telah dilakukan prosedur diagnostik secara berulang-ulang. Penyebab efusi pleura
ini belum jelas, tapi diperkirakan karena adanya infeksi, reaksi hipersensitivitas, kontaminasi
dengan asbestos dan lainnya. Daerah-daerah dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, efusi
pleura idiopatik kebanyakan dianggap pleuritis tuberkulosa, sedangkan pada negara maju
sering dianggap pleuritis karena penyakit kolagen atau neoplasma.

V. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik yang
teliti. Diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura.1
Kriteria Light’s

14
15
16
17
18
DAFTAR PUSTAKA

1. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR eds. Clinically Oriented Anatomy, 6th ed. Ch. 1,
Thorax. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2010. p. 72–180.
2. Halim H. Penyakit-penyakit Pleura. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 6ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia; 2014. p. 1631-39.
3. Light WR. Disorders of the Pleura. In: Dennis L. Kasper M, Anthony S. Fauci M, Dan L.
Longo M, Eugene Braunwald M, Stephen L. Hauser M, J. Larry Jameson M, PhD, editors.
Harrison's Principle of Internal Medicine. 19 ed. United States of America: The McGraw-
Hill Companies, Inc; 2015. p. 1716-19.
4. Stuart B. Mushlin. Pleural Effusion. In: Harry L. Greene. Decision Making in Medicine.
3rd ed. United States of America : Philadelphia. P 491-93.
5. Diagnostic evaluation of a pleural effusion in adults: Initial testing. Source:
https://www.uptodate.com/contents/search?search=pleural%20effusion&sp=&searchTyp
e=PLAIN_TEXT&source=USER_INPUT&searchControl=TOP_PULLDOWN&search
Offset=1&autoComplete=true&language=&max=0&index=0~6&autoCompleteTerm=pl
eural

19

Anda mungkin juga menyukai