PENDAHULUAN
1.3.1 Untuk mengetahui, memahami apa itu yang dimaksud dari luka bakar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Luka bakar merupakan cedera yang terjadi akibat pajanan terhadap panas,
bahan kimia, radiasi, atau listrik. Pemindahan energy dari sumber panas ke tubuh
manusia menyebabkan urutan kejadian fisiologis sehingga pada kasus yang
paling berat menyebabkan destruksi jaringan irevesibel. Rentang keparahan luka
bakar mulai dari kehilangan minor segmen kecil lapisan terluar kulit sampai
cedera kompleks yang melibatkan semua system tubuh. Terapi bervariasi dari
aplikasi sederhana agens antiseptic topical di klinik rawat jalan hingga
pendekatan tim antardisplin, multisystem, dan invasive di lingkungan aseptic
pusat penanganan luka bakar.
2.2 Etiologi
Kulit adalah organ terbesar dari tubuh. Meskipun tidak aktif secara metabolic,
tetapi kulit melayani beberapa fungsi penting bagi kelangsungan hidup dimana
dapat terganggu akibat suatu cedera luka bakar. Suatu cedera luka bakar akan
menganggu fungsi kulit, seperti berikut ini :
Epidermis mengalami kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut cedera.
Luka tersebut bisa terasa nyeri, tampak merah dan kering seperti luka bakar
matahari atau mengalami lepuh/bullae.
Meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada bagian
dermis yang lebih dalam. Luka bakar tersebut terasa nyeri, tampak merah dan
mengalami eksudai cairan. Pemutihan jaringan yang terbakar diikuti oleh
pengisihan kembali kapiler; folikel rambut masih utuh.
Meliputi destruksi total epidermis serta dermis dan pada sebagian kasus,
jaringan yang berada di bawahnya. Warna luka bakar sangat bervariasi mulai
dari warna putih hingga merah, cokelat atau hitam. Daerah yang terbakar tidak
terasa nyeri karena serabu-serabut sarafnya hancur. Luka bakar tersebut
tampak seperti bahan kulit. Folikel rambut dan kelenjar keringat turut hancur.
Cedera ketebalan persial dengan LPTT lebih kecil dari 15% pada orang
dewasa atau LPTT 10% pada anak-anak cedera ketebalan penuh LPTT kuran
2% yang tidak disertai komplikasi.
Cedera ketebalan persial dengan LPTT lebih dari 25% pada orang dewasa
atau lebih dari 20 % pada anak-anak. Cedera ketebalann penuh dengan LPTT
10% atau lebih besar.
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan
nama rule of fine atau rule of wallace yaitu:
e. Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
d. Umur klien
1) Parah – critical:
a) Tingkat II :30%
2) Sedang – moderate:
a) Tingkat II : 15 – 30%
3) Ringan – minor
a. Cedera Inhalasi
Cedera inhalasi biasanya timbul dalam 24 jam sampai 48 jam pasca luka
bakar. Jika luka bakar disebabkan oleh nyala api atau korban terbakar pada
tempat yang terkurung atau kedua-keduanya, maka diperhatikan tanda-tanda
sebagai berikut :
1. Keracunan karbon monoksida
Karakteristik tanda fisik tidak ada warna kulit merah bertanda cheery hamper
tidak pernah terlihat pada pasien luka bakar. Manifestasi susunan syaraf pusat
dari sakit kepala sampai koma hingga kematian.
2. Distress pernafasan
Penurunan oksigenasi arterial akibat rendahnya perfusi jaringan dan syok.
Penyebab distress adalah edema laring atau spasme dan akumulasi lender.
Adapun tanda-tanda distress pernafasan yaitu sera, ngiler dan ketikmampuan
mengalami sekresi.
3. Cedera pulmonal
Inhalasi produk-produk terbakar tidak sempurna mengakibatkan pneumonitis
kimiawi. Pohon pulmonal menjadi teriritasi dan edematosa pada 24 jam
pertama. Edema pulmonal terjadi sampai 7 hari setelah cedera. Pasien
irasional atau tidak sadar tergantung tingkat hipoksia. Tanda-tanda cedera
pulmonal adaklah pernafasan cepat dan sulit, krakles, stidor dan batuk pendek.
b. Manifestasi hematologi
Hematokrit meningkat sekunder kebocoran kapiler dan kehilangan volume
plasma di sirkulasi. Meenurunnya sel darah putih dan tromnosit serta
meningkatnya leukosit.
c. Elektrolit
Menurunnya kalium dan meningkatnya natrium, klorida serta BUN
d. Ginjal
Terjadi peningkatan haluaran urin dan mioglobinuria
Respon renalis ; GFR menurun, urine menurun, GGA. Volume intravascular
menurun, cairan plasma ke ginjal menurun. Pada ginjal meningkat haluaran
urine dan terjadi mioglobinuria
Respon kardiovaskular
1. Perpindahan cairan IV dan EV karena kebocoran kapiler dan edema
2. Volume darah menurun, COP menurun, TD menurun
3. System saraf simpatis melepskan kakolamin, resisten perifer vasokonstriksi,
nadi meningkat
e. Sepsis
Sespsis sejak terjadi pada klien luka bakar luas dengan ketebalan penuh, hal
itu disebabkan oleh bakteri yang menyerang luka masuk ke dalam airan darah,
gejalanya :
1. Suhu tubuh bervariasi
2. Nadi (140-170 ×/menit), sinus takikardi
3. Penurunan TD
4. Paralitik ileus
5. Pendarahan jelas dan luka
f. Burn Shock : syok hipovolemik
g. Metabolik
Terjadi hipermetabolik serta kehilangan berat badan.
Aktivasi GI menurun karena efek hipovolemik endokrin
Terjadi peningkatan energi dan kenaikan kebutuhn nutrisi, hipermetabolisme,
meningkat aliran glukosa dan pengeluaran banyak protein dan lemak adalah
ciri-ciri respon terhadap trauma dan infeksi.
1. Mengurangi nyeri
2. Mencegah infeksimencegah komplikasi
3. Pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat
4. Mencegah sepsis / mengurangi kecacatan
5. Meningkatkan kemandirian klien
- Mematikan api
- Mendinginkan luka bakar
- Melepaskan benda penghalang
- Menutup luka bakar
- Mengirigasi luka bakar
Prioritas pertama di UGD tetap ABC. Untuk cedera paru ringan, udara
pernafasan dilembabkan dan pasien didorong batuk sehingga secret bias
dikeluarkan dengan penghisapan. Untuk situasi parah pengeluaran secret
dengan penghisapan bronkus dan pemberian preparat bronkodilator serta
mukolitik. Jika edema jalan nafas, intubasi endotrakeal mungkin indikasi.
Continouos positive airway pressure dan ventilasi mekanis mungkin perlu
untuk oksigenasi adekuat.
Kanula intra vena pada perifer atau dimulai aliran sentral. Untuk LPTT
di atas 20%-30% harus dipasang kateter pengukuran haluaran urine. NGT
untuk resiko ileus paralitik dengan LPTT lebih 25%. Untuk cedera inhalasi
atau keracunan monoksida diberikan oksigen 100% dilembabkan.
Resusitasi cairan adalah intervensi primer pada fase ini. Tujuan dari
fase perawatan ini adalah untuk :
Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan
pasokan oksigen pada api yang menyala
a. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek torniket,
karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem
b. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air atau
meyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas
menit. Proses koagulasi protein sel dijaringan yang terpajan suhu tinggi
berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas.
Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan
mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama sehingga kerusakan lebih
diangkat dan diperkecil.
c. Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas
karena bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan langsung
pada luka bakar apapun.
d. Evaluasi awal
e. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka
akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation)
yang diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar
pada survey sekuder
Saat menilai ‘airway’ perhatikan apakah terdapat luka bakar inhalasi.
Biasannya ditemukan sputum karbonat, rambut atau bulu hidung yang gosong.
Luka bakar pada wajah, oedem oropharyngeal, perubahan suara, prubahan status
mental. Bila benar terdapat luka bakar inhalasi lakukan intubasi endotracheal,
kemudian beri oksigen melalui mask face atau endotracheal tube. Luka bakar
biasannya berhubungan dengan luka lain, biasanya dari luka tumpul akibat
kecelakaan tumpul akibat kecelakaan sepeda motor. Evaluasi pada luka bakar
harus dikoordinasi dengan evaluasi pada luka-luka yang lain. Meskipun
perdarahan dan trauma intrakavitas merupakan prioritas utama dibandingkan luka
bakar, perlu dipikirkan untuk meningkatkan jumlah cairan pengganti.
Anamnesis secara singkat dan cepat harus dilakukan pertama kali untuk
menentukan mekanisme daan waktu terjadinya trauma. Untuk membantu
mengevaluasi derajat luka bakar karena trauma akibat air mendidih biasanya
hanya mengenal sebagian lapisan kulit (partial thickness), sementara luka karena
api bisa mengenai seluruh lapisan kulit (full thickness).
a. Rumus Konsensus
Larutan Ringer Laktat (atau saline lainnya) : 2-4 ml ×kg BB × % luas luka
bakar. Separuh diberikan dalam 8 jam pertama ; sisanya diberikan dalam 16
jam berikutnya.
b. Rumus Evans
Koloid : 1 ml × kg BB × % luas luka bakar
Elektrolit (salin) : 1 ml × kg BB × % luas luka bakar
Glukosa (5% dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 (resusitasi) : separuh diberikan dalam 8 jam pertama ; separuh
sisanya dalam 16 jam berikutnya
Hari 2 (maintenance) : separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang
diberikan pada hari sebelumnya ; seluruh pengganti cairan insensible
Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar derajat dua dan tiga
yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dihitung berdesarkan 50%
luas permukaan tubuh.
c. Rumus Brooke Army
Koloid : 0,5 ml × kg BB × % luka bakar
Elektrolit (larutan ringer laktat) : 1,5 ml ×kg BB × % luas luka bakar
Glukosa 5% dalam air : 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 (resusitasi) : separuh diberikan dalam 8 jam pertama; separuh
sisanya dalam 16 jam berikutnya.
Hari 2 (maintenance) : separuh dari cairan koloid yang diberikan pada
hari sebelumnya; seluruh pengganti cairan insensible.
Luka bakar derajad dua dan tiga yang melebihi 50% luas permukaan
tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.
d. Rumus Parkland/Baxter
Larutan RL : 4 ml × kg BB × % luas luka bakar
Hari 1 (resusitasi) : separuh diberikan dalam 8 jam pertama; separuh 16 jam
berikutnya.
Hari 2 (maintenance) : bervariasi. Ditambah koloid
e. Larutan salin hipertonik
Larutan pekat natrium hipertonik klorida (NaCl) dan laktat dengan konsentrasi
250-300 mEq natrium per liter yang diberikan pada kecepatan yang cukup
untuk mempertahankan volume keluaran urin yang diinginkan. Jangan
meningkatkan kecepatan infus selama 8 jam pertama pasca luka bakar. Kadar
natrium serum harus dipantau dengan ketat, tujuan : meningkatkan kadar
natium serum dan osmolalitas mengurangi edema dan mencegah komplikasi
paru.
1. Formula Baxter
a. 24 jam I (% × BB × 4 CC RL)
½ untuk 8 jam I, ½untuk 16 jam berikutnya
b. 24 jam II (hanya cairan tanpa elektrolit)
Urine output 50 cc, 100 cc/jam, 1 cc – 1,5 cc. kg BB/jam
2. Formula Brone
a. 24 jam I (% × BB × 1,5 cc RL) + 2000 cc glukosa 5%
(% × BB × ½ cc plasma)
b. ½ untuk jam I, ½ untuk 16 jam berikutnya
Urine output 30 cc/jam atau 50 cc/jam
2.8.2 Kebutuhan Nutrisi
Penilain nutrisi yang dugunakan dalam menilai status nutrisi penderita luka bakr
meliputi antropometri. Pada saat penderita masuk ke rumah sakit, sangat penting
untuk menilai status gizi penderita. Bila terjadi kesalahan penilaian dan pemberian
nutrisi maka dapat terjadi refeeding syndrome. Skrining resiko nutrisi saat awal
masuk beberapa pertanyaan dilanjutkan dengan skrining lanjutan seperti tampak pada
lampiran.
Resiko nutrisi berkaitan tidak hanya dengan status nutrisi sebelumnya, namun juga
dengan factor-faktor yang berkaitan dengan kemampuan pasien untuk menerima dan
menggunakan zat gizi selama perawatan beratnya luka bakar, usia, dan komplikasi
seperti luka inhalasi dan disfungsi organ.
1. Kebutuhan karbohidrat
Komposisi karbohidrat adalah 50-60% dari otal kalori. Pemberian glukosa
secara parenteral tidak melibihi 5-7 mg/kg/menit. Bila glukosa diberikan
berlebihan dpata menyebakan ontoleransi glukosa, peningktan produksi
karbondioksida, peningkatan sintesis lemak, dan terjadinya infiltrasi lemak di
hepar.
2. Kebutuhan protein
Jumlah protein yang diperlukandipengaruhi oleh bebrapa hal, antara lain
derajat kerusakan jaringan yang ekskresi nitrogen memulai urin dan eksudat
luka, kemampuan hati untuk mensitesis protein, dan kecukupan terapi nutrisi.
Pada penderita luka bakar, kebutuhan akan protein meningkatkan akibat
proteilisis dan untuk perbaikan jaringan. Pemberian protein yang
direkomendasikan adalah 23-25% dari total kalori dengan perbandingan kalori
berbanding nitrogen sebesar 80:1 atau 2,5-4 g protein/kg. pendapat lain
membagi kebutuhan protein menurut usia yaitu 2-3 g/kg/hari untuk usia 0-2
tahun, 1,5-2 g/kg/hari untuk usia 2-13 tahun, dan 1,5 g/kg/hari untuk usia 13-
18 tahun.
3. Kebutuhan lemak
Kebutuhan lemak adalah 15-25 g/kg/hari dengan komposisi 20% atau kurang
dari total kalori.
4. Kebutuhan mikronutrein
Pemberian tembaga, selenium, dan seng telah terbukti aman dan berguna pada
luka bakar dalam menurunkan resiko infeksi, penyebuhan luka yang lebih
cepat, dan lama perawatan di ruang intensif yang lebih pendek. Pemberian
mikronutrein yang direomendasikan seperti berikut :
- Vitamin A (total) beta-carotene : 10.000 IU/hari
- Vitamin C : minimal 30 mg/hari
66 mg/kg/jam selama resusitasi
5-10 ×RDA setelahnya
- Vitamin B, asam folat : 2-3 × RDA
- Vitamin E : minimal 100 mg/hari
- Mineral : tembaga 2,5-3,1 mg/hari,
selenium 315-380 mg/hari, dan
seng 26,2-31,4 mg/hari
5. Imunonutrisi
Imunonutrisi saat ini telah diberikan untuk luka bakar, seperti glutamin dan
argainin. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian glutamin dapat
menurunkan kerusakan oksidatif, mengurangi proteolysis dan mempercepat
penyembuhan luka, dengan dosis 0,35-0,57 g/kg/hari selama 7-14 hari.
Arginine merupakan precursor poliamin untuk sintesis insulin, glucagon, dan
hormon pertumbuhan. Suplementasi L-arginin melalui enteral (200-400
g/kg/hari) pada penderita luka bakar terbukti mengurangi kadar nitrit oksida,
meningkatkan aliran darah ke jaringan, meningkatkan metabolisme dan
transport oksigen.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
3.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Resiko luka bakar setiap umur lebih dari 2 tahun dan diatas 60 tahun memiliki
angka kematian lebih tinggi, pada umur 2 tahun lebih rentan terhadap infeksi.
1. Aktifitas/istirahat
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
2. Sirkulasi
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok): penurunan
nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri)
disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
3. Integritas ego
4. Eliminasi
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otat dalam; diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan
bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%
sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
5. Makanan/cairan
6. Neurosensori
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD)
pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan
retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik
(syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan
sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat
kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
8. Pernafasan
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi)
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan
sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin
terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor / mengii
(obstruksi naik dengan laringospasme, edema laringeal); bunyi nafas: gemericik
(edema paru); stridor (edema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
9. Keamanan
Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
disetujui dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Daerah kulit tidak
terbakar mungkin dingin / lembab, pucat, dengan pengisian kapiler meningkat pada
saat penurunan curah hujan pulih dengan kehilangan cairan / status syok.
Cedera api: Diperoleh area yang mengandung campuran dalam sehubunagn dengan
variasi panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung
dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior; edema lingkar mulut dan atau
lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat
kekuningan dengan tekstur kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn
parut tebal. Lebih dari 72 jam setelah
Cedera listrik: rusak kutaneus eksternal Biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis.
Penarikan luka beragam, dapat memuat luka masuk / eksplosif, luka. luka bakar dari
gerakan aliran pada tubuh proksimal tertutup dan luka bakar termal dengan pakaian
terbakar Adanya fraktur / dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot
tetanik dengan syok listrik)
3. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal,
khususnya pada cedera inhalasi asap.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kasus luka bakar merupakan suatu cedera berat yang memerlukan penanganan
dan penatalaksanaan yang sangat komplek dengan biaya yang cukup tinggi serta
angka morbiditas dan mortalitas karena beberapa faktor penderita, factor pelayanan
petugas, factor fasilitas pelayanan dan faktor cideranya. Untuk penanganan luka
bakar perlu perlu diketahui fase luka bakar, penyebab luka bakar, derajat kedalaman
luka bakar, luas luka bakar. Pada penanganan luka bakar seperti penanganan trauma
yang lain ditangani secara teliti dan sistematik. Penatalaksanaan sejak awal harus
sebaik – baiknya karena pertolongan pertama kali sangat menentukan perjalanan
penyakit ini.
4.2 Saran