Anda di halaman 1dari 17

Survey Kadastral

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Titik Dasar Teknik (TDT) dalam pendaftaran tanah didefinisikan
sebagai titik yang mempunyai koordinat yang diperoleh dari suatu
pengukuran dan perhitungan dalam suatu sistem tertentu yang berfungsi
sebagai titik ikat bagi keperluan penyiapan peta pendaftaran/peta dasar
pendaftaran serta untuk keperluan rekonstruksi batas bidang tanah (Pasal
1 butir 13 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Pengukuran
TDT dapat dilaksanakan dengan metode terestris atau metode lainnya,
sesuai dengan Pasal 7 PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Kegiatan pendaftaran tanah di Indonesia dalam pengukuran


bidang-bidang tanahnya memerlukan titik dasar teknik. Titik dasar teknik
(TDT) harusnya tersebar banyak di seluruh Indonesia. Karena
keterbatasan waktu dan biaya oleh BPN untuk melakukan pendataan
bidang-bidang tanah secara menyeluruh ke seluruh wilayah Indonesia,
persebaran TDT menjadi tidak merata dan hanya terfokus pada wilayah-
wilayah tertentu. Untuk itu, perlu adanya percepatan dalam membuat
TDT maka diusulkan menggunakan GPS CORS (Global Positioning
System Continuously Operating Reference Stations). GPS CORS
berwujud sebagai titik kerangka referensi yang dipasangi receiver GPS
dan beroperasi secara kontinyu selama dua puluh empat jam.

I.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana metode pengukuran TDT dengan GPS CORS?
2. Berapa ketelitian yang didapat dengan pengukuran GPS CORS?
3. Apakah penggunaan GPS CORS efektif untuk pengukuran TDT di
seluruh Indonesia?

Kelompok II B 1
Survey Kadastral

BAB II
DASAR TEORI
II.1 Titik Dasar Teknik (TDT)
Pasal 1 butir 13 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
menyebutkan Titik Dasar Teknik (TDT) dalam pendaftaran tanah
didefinisikan sebagai titik yang mempunyai koordinat yang diperoleh dari
suatu pengukuran dan perhitungan dalam suatu sistem tertentu yang
berfungsi sebagai titik ikat bagi keperluan penyiapan peta
pendaftaran/peta dasar pendaftaran serta untuk keperluan rekonstruksi
batas bidang tanah.

Titik Dasar Teknik mempunyai peran yang penting dalam proses


pemetaan dan pendaftaran tanah, sehingga perlu dilakukan pemeliharaan
secara kontinyu terhadap TDT yang telah ada. Pemeliharaan ini
semestinya dilakukan dengan suatu metode pengukuran yang relatif
singkat dengan ketelitian yang tinggi sesuai dengan TDT yang diukur
serta dengan biaya yang relatif murah karena dilakukan secara periodic.

TDT dilaksanakan berdasarkan kerapatan dan dibedakan atas orde


0, 1, 2, 3, 4 serta TDT Perapatan. Pemasangan TDT orde 0 dan orde 1
dilaksanakan oleh Bakosurtanal, sedangkan orde 2, 3, 4 serta Titik Dasar
Teknik Perapatan dilaksanakan oleh BPN. Tahapan kegiatan pemasangan
titik dasar teknik adalah sebagai berikut Inventarisasi, Perencanaan,
Survei Pendahuluan dan Monumentasi.

Kerapatan Titik Dasar Teknik diklasifikasikan berdasarkan menurut


tingkat kerapatannya. Titik dasar teknik orde 2 dilaksanakan dengan
kerapatan ± 10 kilometer. Titik dasar teknik orde 3 dilaksanakan dengan
kerapatan ± 1 - 2 kilometer. Titik dasar teknik orde 4 merupakan titik
dasar teknik dengan kerapatan hingga 150 meter. Titik dasar teknik
perapatan merupakan hasil perapatan titik dasar teknik orde 4.

Kelompok II B 1
Survey Kadastral

II.2 Global Navigation Satellite System (GNSS)


GPS (Global Navigation Satellite System) adalah system radio
navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit yang dimiliki dan
dikelola oleh Amerika Serikat. System yang secara nominal terdiri dari 24
satelit ini dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala
cuaca, serta didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi
yang teliti dan juga informasi mengenai waktu secara kontinyu di seluruh
dunia (USNO,2010 dalam Abidin,2016).

Sebagai langkah awal pelaksanaan pemeliharaan TDT, BPN RI


bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
(BPPT) melakukan sebuah studi kajian pustaka mengenai pembangunan
sistem GNSS CORS (Global Navigation Satellite System – Continuously
Operating Reference Stations). GNSS CORS di BPN RI dikenal sebagai
Jaringan Referensi Satelit Pertanahan (JRSP).

CORS (Continuously Operating Reference Station) adalah suatu


teknologi berbasis GNSS yang berwujud sebagai suatu jaring kerangka
geodetik yang pada setiap titiknya dilengkapi dengan receiver yang
mampu menangkap sinyal dari satelit-satelit GNSS yang beroperasi
secara penuh dan kontinyu selama 24 jam perhari, 7 hari per minggu
dengan mengumpukan, merekam, mengirim data, dan memungkinkan
para pengguna (users) memanfaatkan data dalam penentuan posisi, baik
secara post processing maupun secara real time (sumber: Gudelines for
New and Existing CORS).

Jaringan Referensi Satelit Pertanahan (JRSP) merupakan sebuah


sistem jaringan stasiun referensi yang bekerja secara kontinu selama 24
jam nonstop.JRSP merupakan pengembangan teknologi Continuously
Operating Reference Station (CORS) atau teknologi untuk menentukan
posisi secara global menggunakan system satellite positioning.Global
Navigation Satellite System (GNSS) dapat disebut sebagai sistem
navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. GNSS didesain untuk
memberikan informasi waktu dan posisi secara kontinu di seluruh dunia.
Kelompok II B 2
Survey Kadastral

II.3 Survey Penentuan Posisi dengan GPS


BPN telah membuat TDT dengan klasifikasi orde 2, orde 3, dan
orde 4 guna membantu pengikatan bidang tanah sesuai Petunjuk Teknis
PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1997. TDT tersebut membentuk suatu
Kerangka Dasar Kadastral Nasional (KDKN). Dalam memperoleh hasil
ukuran TDT dapat dilakukan dengan metode terestris ataupun metode
ekstra-terestris.

Pada dasarnya konsep dadar penentuan posisi menggunakan GPS


adalah melakukan pengikatan ke belakang (reseksi) dengan jarak.
Pengikatan dengan reseksi dilakukan dengn pengukuran jarak pada satelit
GPS yang koordinatnya sudah diketahui. Pada prinsipnya survey GPS
bertumpu pada metode penentuan posisi static secara deferensial dengan
menggunkan data fase.

Ketelitian data yang diperoleh dari survey GPS secara umum akan
tergantung pada empat factor, yaitu ketelitian data yang digunakan,
geometri pengamatan, strategi pengamatan yang digunakan, dan strategi
pengolahan data yang ditetapkan (Abidim, Jones, & Kahar, 2016).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengamatan TDT orde 3


menggunakan satelit GNSS yaitu :

1. Mempunyai ruang pandang langit bebas ke segala arah di atas


elevasi 15o.
2. Jauh dari obyek-obyek relatif yang mudah memantulkan sinyal
GPS. Pemasangan antena juga harus mempunyai tinggi lebih dari
0,3 meter, hal ini untuk meminimalkan terjadinya multipath.
3. Jauh dari obyek-obyek yang mampu menimbulkan gangguan
gelombang elektris terhadap penerimaan.

Kelompok II B 3
Survey Kadastral

BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Pengukuran TDT
Pengukuran TDT dilaksanakan dengan menggunakan metode
pengamatan satelit atau metode lainnya (Pasal 7). TDT dipakai sebagai
pengikatan bidang tanah dan pengikatan bagi perapatan TDT dengan
ketelitian di bawahnya.

Berkaitan dengan pengukuran TDT yang harus diikatkan terhadap


TDT yang lebih tinggi ordenya, TDT orde 2 harus lebih teliti dibandingkan
dengan TDT orde 3 dan 4. TDT orde 3 harus lebih teliti dibandingkan
dengan TDT orde 4.

Sehubungan dengan keterbatasan sumberdaya dan peralatan, Kantor


Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan hanya melaksanakan pengukuran
TDT orde 4 dan TDT Perapatan, serta Direktorat Pengukuran melaksanakan
pengukuran TDT orde 2, 3, 4 dan TDT Perapatan. Pengukuran TDT orde 2
dan 3 dapat dilaksanakan oleh Kanwil dan atau Kantor Pertanahan setelah
mendapat pelimpahan wewenang dari Direktur Pengukuran setelah
mempertimbangkan kesiapan sumberdaya manusia dan peralatannya.
Metode pengukuran yang dapat dipakai adalah pengamatan satelit,
pengukuran terestrial dan pengukuran fotogrametrik.

Pemasangan titik dasar teknik yang berfungsi sebagai pengikatan


berarti bahwa setiap bidang tanah dalam pendaftaran tanah sistematik
ataupun sporadik harus diikatkan kepada titik dasar teknik tersebut,
sedangkan yang berfungsi sebagai perapatan berarti bahwa pemasangan titik
dasar teknik tersebut adalah merapatkan titik dasar teknik yang telah ada
dan tersebar di suatu wilayah.

III.2 Pengukuran TDT dengan GPS CORS


BPN RI bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi (BPPT) melakukan sebuah studi kajian pustaka mengenai
pembangunan sistem GNSS CORS (Global Navigation Satellite System –
Continuously Operating Reference Stations). GNSS CORS di BPN RI
dikenal sebagai Jaringan Referensi Satelit Pertanahan (JRSP).

Kelompok II B 1
Survey Kadastral

JRSP merupakan sebuah teknologi handal dan layak yang


memberikan ketelitian tinggi untuk penentuan posisi di permukaan bumi.
JRSP dibangun dengan tujuan mempermudah dan mempercepat tercapainya
tertib pertanahan, meningkatkan produktifitas dan akurasi data, serta
meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat di bidang survei dan
pemetaan. Dalam pelaksanaannya, GNSS CORS dengan metode statik
digunakan oleh BPN untuk pengukuran koordinat TDT. Metode lain yang
digunakan untuk pengukuran TDT adalah aplikasi teknologi satelit GNSS
memanfaatkan CORS sebagai base station dengan metode RTK-NTRIP
(Real Time Kinematic-Networked Transport Internet Protocol).

Pengukuran koordinat dengan menggunakan GNSS CORS RTK


NTRIP ini juga lebih efisien dengan ketelitian yang mencapai fraksi
sentimeter dan waktu pengukuran juga relatif cepat dibandingkan metode
GPS statik. Oleh karena itu, aplikasi GNSS CORS ini diharapkan bisa
menjadi metode alternatif dalam pemeliharaan TDT yang telah ada. Pada
penelitian ini dilakukan evaluasi terhadap koordinat TDT yang tersebar di
Kabupaten Bantul hasil pengukuran menggunakan receiver GNSS CORS.
Metode yang digunakan adalah RTK NTRIP.

Kelompok II B 2
Survey Kadastral

BAB IV
STUDI KASUS PEMETAAN TANAH ASET PEMERINTAH KOTA
PROBOLINGGO

IV.1 Peta Kerja


Peta kerja pemetaan tanah aset pemerintahan kota merupakan peta persil tanah
aset pemerintah kota dalam bentuk dan format SIG yang sudah dibakukan. Peta
kerja dalam bentuk cetakan dibawa ke lapangan bersama-sama dengan borang
survei setiap persil tanah aset untuk identifikasi, pemeriksaan dan penyempurnaan
data/informasi persil tanah aset.

a. Isi Peta
Peta ini menunjukkan lokasi, bentuk dan ukuran setiap persil tanah aset
milik pemerintah kota yang sudah dilengakapi dengan kode status persil.
Dalam peta kerja ditampilkan nama kelurahan, ditunjukkan batas RT/RW,
unsur transportasi dan drainase/sungai penting.

Gambar IV-1 Peta kerja pemetaan tanah aset pemerintah kota


Probolinggo tahun 2012

b. Sumber dan Ketersediaan Data

Kelompok II B 3
Survey Kadastral

Peta blok persil cetak berasal dari BPN Kota Probolinggo, citra satelit
terkini dari Google Earth, batas wilayah administrasi, transportasi,
drainase/sungai dari Peta Rawan Bencana Kota Probolinggo tahun 2011
(PRB 2011) yang dibuat oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kota Probolinggo. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan
Aset (DPPKA) Kota Probolinggo mengumpulkan peta persil dari BPN dan
menyediakan semua data tanah aset pemerintah kota dari database yang
sudah ada.
c. Cara dan Tatacara Pembuatan Peta Kerja
Persil tanah aset bebentuk geometri polygon format shapefile mengadopsi
sistem koordinat peta PRB 2011, yaitu UTM dengan elipsoid WGS 1984.
Peta blok persil BPN tingkat kelurahan di-scan, diikatkan dan direktifikasi,
demikian pula potongan citra dari GoogleEarth untuk lokasi blok persil
kelurahan ini diikatkan dan direktifikasi. Peta blok persil BPN sebagai
petunjuk pendijitan persil tanah aset yang didijit berdasarkan citra dari
GoogleEarth dan dilengkapi dengan atribut persil berdasarkan BPN dan
DPPKA.
Setiap persil tanah aset dihitung koordinat titik sentroidnya. Koordinat
titik sentroid persil tanah aset ini merupakan identitas lokasi spasial tanah
aset.
IV.2 Survei Partisipasi Aktif Tanah Aset
Survei tanah aset pemerintah kota Probolinggo dilakukan pada semua
persil tanah aset yang sudah disusun data dan dibuat peta sementaranya, yaitu
Peta Kerja. Keberadaan, status dan kondisi persil tanah aset pemerintah kota
terkini lebih banyak diketahui oleh aparat pemerintah kelurahan setempat dan
atau pengguna tanah aset daripada oleh staf/petugas DPPKA Kota Probolinggo
sendiri. Partisipasi aktif petugas DPPKA Kota Probolinggo dan pihak-pihak
yang berkepentingan dengan tanah aset pemerintah kota di kelurahan tempat
tanah aset berada sangat menentukan kelancaran survei, kebenaran dan
kelengkapan rincian informasi tanah aset.

a. Lokasi dan Pelaksanaan Survei

Kelompok II B 4
Survey Kadastral

Berdasarkan persil-persil tanah aset pemerintah kota yang telah dibuat


peta kerjanya di bagian 2 di atas ditentukan lokasi, jumlah persil dan
waktu survei yang disepakati bersama peneliti/juru ukur, DPPKA Kota
Probolinggo dan para pihak di kelurahan
b. Perlengkapan dan Peralatan Survei
Kelengkapan survei tanah aset terdiri dari peta kerja dan borang survei. Satu
borang survei untuk satu persil tanah aset pemerintah kota. Borang Survei
berisi data pokok persil tanah aset yang disalin dari tabel peta kerja
disertakan pula koordinat sentroid persil tanah aset.
Alat GPS pemetaan dengan ketelitian sub-meter yang digunakan dalam
survei pemetaan tanah aset ini sejatinya memiliki berbagai fitur untuk
pemetaan terpadu tabel, borang dan peta langsung dalam satu alat. Tetapi
fitur-fitur itu merupakan tambahan (optional) yang tidak disertakan saat
survei dilaksanakan. Fitur lain yang digunakan saat survei meliputi
pemotretan, komunikasi mobile dan internet.

c. Pengujian Lokasi dan Pemetaan Batas Persil

Kebenaran lokasi persil tanah aset dari peta kerja dilacak menggunakan
piranti perlacak alat GPS Pemetaan Sub-meter yang telah diatur pada radius
tertentu, misal 10 meter dari koordinat sentroid persil. Pengaturan radius
pelacakan disesuaikan dengan ukuran persil. Bila pelacakan lokasi persil
tanah aset dengan radius itu benar, maka dilanjutkan dengan pengukuran
batas persil.

Koordinat titik-titik sudut persil diamati menggunakan alat GPS


Pemetaan Sub-meter yang sistem koordinatnya telah diatur sama dengan
sistem koordinat peta kerja. Data koordinat yang diperoleh disimpan
langsung ke memori tambahan yang nantinya bisa dipindahkan ke
komputer.

d. Pengamatan dan Pembahasan Persil Tanah Aset Pemerintah Kota


di Lapangan

Persil tanah aset yang telah teruji kebenaran lokasi dan diukur koordinat
titik-titik sudutnya dibuat sket situasi lapangan dan diamati serta dibahas
lebih lanjut mengenai asal-usul tanah aset, status kepemilikan, nomor
Kelompok II B 5
Survey Kadastral

sertifikat, penggunaan dan pengguna dan tutupan lahan saat pengamatan.


Pengamatan dicatat di borang survei dan foto lahan maupun diskusi
lapangan difoto menggunakan dan disimpan menggunakan alat GPS yang
sama.

IV.3 Pemetaan Tanah Aset


Pemetaan hasil pemeriksaan dan survei lapangan tanah aset pemerintah kota
meliputi penyimpanan dan pengelolaan data tanah aset pemerintah kota
Probolinggo tahun 2012 ke folder SIG pekerjaan Penelitian Pemetaan Daerah
Rawan Bencana Kota Probolinggo di Kota Probolinggo, BPBD Kota
Probolinggo Tahun 2011. Persil tanah aset di peta kerja direvisi dan
disempurnakan. Dibuat dokumen peta SIG dan peta format gambar dijital
untuk setiap kelurahan, setiap kecamatan dan kota Probolinggo.

a. Penyimpanan Data dan Dokumen Tanah Aset Kota Probolinggo Tahun


2012
Semua data dan dokumen spasial (peta) – termasuk SIG dan
data/informasi lainnya pemetaan tanah aset pemerintah kota Probolinggo
oleh DDPKA Kota Probolinggo tahun 2012 disimpan ke dalam folder
SIG Kota Probolinggo 2012 yang merupakan folder Penelitian Pemetaan
Daerah Rawan Bencana Kota Probolinggo di Kota Probolinggo, BPBD
Kota Probolinggo Tahun 2011. Gambar 3 berikut menunjukkan folder
pemetaan tanah aset pemerintah kota tahun 2012 yang menyatu ke dalam
folder pemetaan daerah rawan bencana kota Probolinggo tahun 2011.
b. Penyuntingan Persil Tanah Aset Pemerintah Aset Kota Probolinggo
Tahun 2012
Beberapa kemungkinan pada persil tanah aset pemerintah kota di Peta
Kerja setelah dilakukan survei lapangan, yaitu: (1) tidak berubah, karena
sudah benar; (2) perlu diubah karena ada pemisahan atau penggabungan;
(3) penambahan. Gambar 3 berikut menunjukkan persil tanah aset di Peta
Kerja pada Gambar 1 (b) dan (2) yang menunjukkan adanya penambahan
(warna merah) dan penggabungan (arsir ungu).

Kelompok II B 6
Survey Kadastral

Perhatikan, pada pengukuran lapangan hasil penggabungan maupun


penambahan, titik-titik pembentuk persil pada peta kerja dan hasil survei
pengukuran dengan GPS jenis pemetaan ketelitian sub-meter tepat
menyambung atau berimpit. Ini menunjukkan bahwa pembuatan peta kerja
yang sejatinya merupakan peta persil tanah aset yang didijit berdasarkan peta
blok persil dari BPN yang disesuaikan dengan posisi persil pada citra satelit
yang tersedia di GoogleEarth menghasilkan pemetaan persil tanah aset yang
efektif dan efisien untuk pekerjaan inventarisasi awal.

Penyuntingan juga dilakukan untuk atribut pendaftaran kode dan nomor


persil sesuai data di pengelolaan tanah aset pemerintah kota Probolinggo di
DPPKA Kota Probolinggo.

c. Publikasi Peta Tanah Aset Pemerintah Kota Probolinggo


Peta tanah aset pemerintah kota Probolinggo tahun 2012 dibuat dalam format
image jpg seperti ditunjukkan pada Gambar 4 yang menunjukkan peta tanah
aset di tingkat kelurahan. Image ini merupakan export peta SIG ke format
gambar image dalam bernagai ukuran dan tingkatan administrasi. Dengan
demikian bila ada perubahan persil dalam basis data SIG akan mudah
diperoleh pemutakhiran petanya.

Kelompok II B 7
Survey Kadastral

Gambar IV-2 Peta tanah aset Pemerintah Kota Probolinggo Tahun 2012
di Kelurahan Kedung Galeng.

Pemetaan tanah aset pemerintah kota di kota Probolinggo secara partisipasi


aktif diperlukan karena data tentang kepemilikan aset tanah melibatkan banyak
pihak di lingkungan kota. Dalam proses ini diharapkan juga ada saling tukar
alih pengetahuan dan pengalaman antara peneliti/pembuat peta dengan pihak-
pihak berkaitan dengan aset tanah, khususnya DPPKA sebagai pihak pengelola
aset kota.

Aset tanah hanyalah salah satu aset suatu kota, masih ada aset-aset lainnya yang
umumnya juga menggunakan tanah sebagai dasar keberadaan aset tersebut.
Persyaratan utama data/informasi aset tanah adalah kepastian hukum, ketepatan
dan ketelitian lokasi, bentuk dan ukuran aset serta atribut lain-lainnya berkaitan
dengan tanah – setidaknya nilai aset. BPN memiliki data tentang lokasi, bentuk,
ukuran dan status tanah. Bagian pajak Kementrian Keuangan mempunyai data
dan cara lengkap tentang penilaian aset. Bila kedua data/informasi ini bisa
digabungkan dalam satu sistem terpadu maka ada harapan aset tanah bisa

Kelompok II B 8
Survey Kadastral

dikelola dengan persyaratan itu. DPPKA memiliki kesempatan itu dan


merupakan pintu masuk untuk mewujudkannya.

Di khasanah yang lebih umum di bidang pengelolaan tanah dikenal land


infortion management (LIM) dan land information system (LIS). Penulis ke 1,
diakhir tahun 1990-an dan di awal tahun 2000-an pernah terlibat dan
mengamati serta membuat catatan tentang LIS di kota Surakarta dan Semarang
yang dipublikasikan dalam seminar nasional dan kemudian terpilih untuk
dipublikasikan dalam junal ilmiah nasional terakreditasi waktu itu. Salah satu
pokok masalah di bidang LIM/LIS adalah tiadanya atau kekurangan kapasitas.
Kapasitas yang penulis 1 pahami dan adopsi dari Groot and van der Molen
(2000) yang menyitir dari Enemark (2003):

“The development of knowledge, skills and attitudes in individuals and


groups of people relevant in design, development, management and
maintenance of institutional and operational infrastructures and processes
that are locally meaningful”,

“Capacity can be defined as the ability of individuals and organizations or


organizational units to perform functions effectively, efficiently and
sustainably.”

Kedua indikasi ini sekarang bisa dikaitkan dengan kompetensi dan perlu serta
harus dikembangkan terus-menerus – berkelanjutan agar DPPKA Kota
Probolinggo bisa mengelola aset pemerintah kota dengan sebaik-baiknya: efektif,
efisien, terkini, tepat waktu, dapat dipertangungjawabkan dan dapat
memaksimumkam fungsi guna maupun nilai aset tanah.

Saat pemetaan tanah aset pemerintah kota Probolinggo dilaksanakan, di


lingkungan Bidang Aset DPPKA Kota Probolinggo belum memiliki petugas
dengan latar belakang geomatika. Keahlian bidang geomatika ini yang
memadukan survei pemetaan dan telematika sangat dibutuhkan untuk mendukung
DPPKA secara umum.

GPS dengan jenis dan ketelitian dalam pemetaan ini juga belum dimiliki.
Peralatan hardware dan piranti software banyak ada di pasaran dan mudah
diperoleh. Dengan demikian faktor penentu keberhasilan pengelolaan tanah aset
Kelompok II B 9
Survey Kadastral

dan aset-aset lainnya di suatu lingkungan pemerintah kota adalah dukungan


kebijakan yang memihak peningkatan kapasitas.

IV.4 Kesimpulan Pemetaan Tanah Aset Pemerintah Probolinggo


Pemetaan tanah aset pemerintah kota Probolinggo menggunakan SIG sebagai
basisdata, GoogleEarth sebagi sumber citra rupabumi gratis dan GPS jenis
pemetaan dengan tingkat ketelitian sub-meter memberikan hasil yang baik
untuk inventarisasi awal dan sangat membantu serta memudahkan dalam
pengenalan maupun pengelolaan tanah aset pemerintah kota lebih lengkap dan
terpadu lebih lanjut. Kerjasama pemerintah kota dengan berbagai pihak yang
memiliki kemampuan kegeomatikaan dan keasetan harus terus menerus
didukung dan dikembangkan dengan tujuan peningkatan kapasitas. Tenaga
pengelola dan pelaksana keasetan juga perlu segera ditingkatkan kapasitasnya.

Kelompok II B 10
Survey Kadastral

Kelompok II B 1
Survey Kadastral

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
TDT dilaksanakan berdasarkan kerapatan dan dibedakan atas orde
0, 1, 2, 3, 4 serta TDT Perapatan. Pemasangan TDT orde 0 dan orde 1
dilaksanakan oleh Bakosurtanal, sedangkan orde 2, 3, 4 serta Titik Dasar
Teknik Perapatan dilaksanakan oleh BPN. Tahapan kegiatan pemasangan
titik dasar teknik adalah sebagai berikut Inventarisasi, Perencanaan,
Survei Pendahuluan dan Monumentasi. Pengukuran koordinat dengan
menggunakan GNSS CORS RTK NTRIP ini juga lebih efisien dengan
ketelitian yang mencapai fraksi sentimeter dan waktu pengukuran juga
relatif cepat dibandingkan metode GPS statik. Oleh karena itu, aplikasi
GNSS CORS ini diharapkan bisa menjadi metode alternatif dalam
pemeliharaan TDT yang telah ada.

Kelompok II B 2
Survey Kadastral

DAFTAR PUSTAKA

Abidim, H. Z., Jones, A., & Kahar, J. (2016). Survei dengan GPS. Bandung: ITB
Press.

Kementerian Agraria Dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional,2019.


Penggunaan CORS Untuk Pengukuran. Jakarta.
https://www.atrbpn.go.id/Publikasi/Inovasi/Layanan-Pengukuran-
Menggunakan-CORS diakses tangGal 13/05/2019 pukul 11.00 WIB.

Kelompok II B 1

Anda mungkin juga menyukai