Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH KEPERAWATAN PROFESIONAL

Identifikasi Kasus Kejahatan dan Pelanggaran di Bidang Kesehatan

Disusun Oleh :
Kelompok
Tingkat 2 Reguler
Dosen Pembimbing :
Hj. Dwi Agustanti,.Mkep.,Sp.Kom

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2011/2012

Lembar Pengesahan

: MAKALAH DOKUMENTASI KEPERAWATAN


METERNITAS
Tanggal : 22 Oktober 2012
Kelompok :
Nama Anggota :
1. Andika Pranata 11200 006
2. Anisa Kartika Aprilia 11200 007
Dyto Pandu Pratama 11200 015
4. Edy Riawan 11200 016
5. Indenti Oktariani 11200 024
6. Rinta Wulandari 11200 029
7. Tana Nurhasanah 11200 033
8. Yesi Agraini 11200 039

Mengetahui,
Pembimbing

Hj. Anita Puri, M.Kep., Sp. Mat


Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat-Nya pada
akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugasasiswa dari Mata Kuliah
Keperawatan Profesional Jurusan Keperawatan Tahun Ajaran 2012-
2013
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ibu.Dwi Agustanti.M.Kep, Sp.Kom selaku dosen Mata Kuliah Dokumentasi
Keperawatanyang telah memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesainya makalah
ini.
2. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para mahasiswa,
khususnya masyarakat dam pembaca pada umumnya. Dan semoga
makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan tambahan untuk
memperoleh pengetahuan.

Bandarlampung, November2012

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................... i
Halaman Keterangan........................................................................................ ii
Kata Pengantar................................................................................................ iii
Daftar Isi........................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
2.1Definisi....................................................................................
................................................... 3
2.2Malpraktek..............................................................................
................................................ 3
2.3 Kelalaian (Negligence)...........................................................
.......................................... 4
2.4 Liabilitas dalam praktek
keperawatan........................................................................ 5
2.5 Dasar hukum perundang-undangan praktek
keperawatan................................ 6
2.6 Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan
praktik perawat... 6
2.7 Tanggung jawab profesi
perawat................................................................................... 7

2.8 Beberapa bentuk Kelalaian dalam

Keperawatan.................................................... 9

2.9 Dampak

Kelalaian......................................................................................

......................... 10
BAB III KASUS PERLINDUNGAN LEGAL KEPERAWATAN
3.1 ANALISA
KASUS.........................................................................................
................................. 13
3.2 Hal yang perlu dilakukan dalam upaya pencegahan dan
perlindungan bagi
penerima pelayanan asuhan
keperawatan............................................................................
16
3.3 Bagi Rumah Sakit dan
Ruangan......................................................................................
..... 16
IV. Faktor Manusia dalam
Kasus Malpraktek....................................................................
18
CONTOH KASUS MALPRAKTIK DI MASYARAKAT
............................................................ 20
BAB V PENUTUP
5.1KESIMPULAN.........................................................................
...................................................... 26
5.2SARAN....................................................................................
.......................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan


yang memberikan pelayanan kesehatan langsung baik kepada
individu, keluarga dan masyarakat. Sebagai salah satu tenaga
profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan
kegiatan praktek keperawatan dengan mengunakan ilmu
pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat dipertanggung
jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah mempunyai bdy
of knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya
dapat diimplementasikan kepada masyarakat langsung.

Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah


bentuk implementasi praktek keperawatan yang ditujukan
kepada pasien/klien baik kepada individu, keluarga dan
masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan
kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara
kesehatan serta menyembuhkan dari sakit, dengan kata lain
upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitasi.

Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara


langsung berhubungan dan berinteraksi kepada penerima jasa
pelayanan, dan pada saat interaksi inilah sering timbul
beberapa hal yang tidak diinginkan baik disengaja maupun
tidak disengaja, kondisi demikian inilah sering menimbulkan
konflik baik pada diri pelaku dan penerima praktek
keperawatan. Oleh karena itu profesi keperawatan harus
mempunyai standar profesi dan aturan lainnya yang didasari
oleh ilmu pengetahuan yang dimilikinya, guna memberi
perlindungan kepada masyarakat. Dengan adanya standar
praktek profesi keperawatan inilah dapat dilihat apakah
seorang perawat melakukan malpraktek, kelalaian ataupun
bentuk pelanggaran praktek keperawatan lainnya.

Kelalaian (Negligence) adalah salah satu bentuk pelanggaran


praktek keperawatan, dimana perawat melakukan kegiatan
prakteknya yang seharusnya mereka lakukan pada
tingkatannya, lalai atau tidak mereka lakukan. Kelalaian ini
berbeda dengan malpraktek, malpraktek merupakan
pelanggaran dari perawat yang melakukan kegiatan yang tidak
seharusnya mereka lakukan pada tingkatanya tetapi mereka
lakukan.

Kelalaian dapat disebut sebagai bentuk pelanggaran etik


ataupun bentuk pelanggaran hukum, tergantung bagaimana
masalah kelalaian itu dapat timbul, maka yang penting adalah
bagaimana menyelesaikan masalah kelalaian ini dengan
memperhatikan dari berbagai sudut pandang, baik etik, hukum,
manusianya baik yang memberikan layanan maupun penerima
layanan. Peningkatan kualitas praktek keperawatan, adanya
standar praktek keperawatan dan juga meningkatkan kualitas
sumber daya manusia keperawatan adalah hal penting.

Dengan berbagai latar belakang diatas maka kelompok


membahas beberapa hal yang berkaitan dengan kelalaian, baik
ditinjau dari hukum dan etik keperawatan, disamping itu juga
kelompok membahas bagaimana dampak dan bagaimana
mencegah serta melindungi klien dari kelalaian praktek
keperawatan.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini, secara umum adalah mahasiswa
dapat memahami kelalaian dalam bidang keperawatan dilihat
dari dimensi etik dan dimensi hukum. Dan secara khusus
mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengertian, kriteria dan
unsur-unsur terjadinya kelalaian, disamping itu juga dapat
menjelaskan dampak yang terjadi dengan adanya kelalaian
serta bagaimana mencegah terjadinya kelalaian dalam praktek
keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi

Hukum adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah


hukum, sedangkan etika adalah kumpulan peraturan yang
berisi kaidah-kaidah non hukum, yaitu kaidah-kaidah tingkah
laku (etika) (Supriadi, 2001).
Hukum adalah ” A binding custom or practice of acommunity: a
rule of conduct or action, prescribed or fomally recognized as
binding or enforced by a controlling authority “ (Webster’s,
2003).
Banyak sekali definisi-definisi yang berkaitan dengan hukum,
tetapi yang penting adalah hukum itu sifatnya rasionalogic,
sedangkan tentang hukum dalam keperawatan adalah
kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah hukum
keperawatan yang rasionalogic dan dapat dipertanggung
jawabkan.
Fungsi hukum dalam keperawatan, sebagai berikut:
2.1.1 Memberi kerangka kerja untuk menetapkan kegiatan
praktek perawatan apa yang legal dalam merawat pasien.
2.1.2 Membedakan tanggung jawab perawat dari profesi
kesehatan lain
2.1.3 Membantu menetapkan batasan yang independen
tentang kegiatan keperawatan
2.1.4 Membantu mempertahankan standar praktek
keperawatan dengan membuat perawat akontabilitas dibawah
hukum yang berlaku

2.2 Malpraktek
Balck’s law dictionary mendefinisikan malpraktek sebagai
”professional misconduct or unreasonable lack of
skill” atau failure of one rendering professional services to
exercise that degree of skill and learning commonly applied
under all the circumstances in the community by the average
prudent reputable member of the profession with the result of
injury, loss or damage to the recipient of those services or
those entitled to rely upon them”.
Bila dilihat dari definisi diatas maka malpraktek dapat terjadi
karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada
misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun
suatu kekurang-mahiran/ketidakkompetenan yang tidak
beralasan (Sampurno, 2005). Malpraktek dapat dilakukan oleh
profesi apa saja, tidak hanya dokter, perawat. Profesional
perbankan dan akutansi adalah beberapa profesi yang dapat
melakukan malpraktek.

2.3 Kelalaian (Negligence)


Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian
termasuk dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam
malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian.
Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat
melanggar standar sehingga mengakibatkan cidera/kerugian
orang lain (Sampurno, 2005).
Sedangkan menurut amir dan hanafiah (1998) yang dimaksud
dengan kelalaian adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak
melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati
melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa
yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan
melakukannya dalam situasi tersebut.
Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk
melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan) atau
Commission (melakukan sesuatu secara tidak hati-hati).
(Tonia, 1994).

Dapat disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu


yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi
tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang
telah ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan adalah
seorang perawat tidak mempergunakan tingkat ketrampilan
dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan
dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama.
2.3.1 Jenis-jenis kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005),
sebagai berikut:
2.3.1.1 Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang
menlanggar hukum atau tidak tepat/layak, misal:
melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi yang
memadai/tepat
2.3.1.2 Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan
keperawatan yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak
tepat
Misal: melakukan tindakan keperawatan dengan
menyalahi prosedur
2.3.1.3 Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan
keperawatan yang merupakan kewajibannya.
Misal: Pasien seharusnya dipasang pengaman tempat
tidur tapi tidak dilakukan.

Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau


sikap tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi empat
(4) unsur, yaitu:
1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk
melakukan tindakan atau untuk tidak melakukan tindakan
tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi
tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpanagan
kewajiban
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang
dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari
layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi
pelayanan.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab
akibat yang nyata, dalam hal ini harus terdapat hubungan
sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan
kerugian yang setidaknya menurunkan “Proximate cause”

2.4 Liabilitas dalam praktek keperawatan


Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang
terhadap setiap tindakan atau kegagalan melakukan tindakan.
Perawat profesional, seperti halnya tenaga kesehatan
lain mempunyai tanggung jawab terhadap setiap bahaya
yang timbulkan dari kesalahan tindakannya. Tanggungan
yang dibebankan perawat dapat berasal dari kesalahan yang
dilakukan oleh perawat baik berupa tindakan kriminal
kecerobohan dan kelalaian.

Seperti telah didefinisikan diatas bahwa kelalaian merupakan


kegagalan melakukan sesuatu yang oleh orang lain dengan
klasifikasi yang sama, seharusnya dapat dilakukan dalam
situasi yang sama, hal ini merupakan masalah hukum yang
paling lazim terjadi dalam keperawatan. Terjadi akibat
kegagalan menerapkan pengetahuan dalam praktek antara lain
disebabkan kurang pengetahuan. Dan dampak kelalaian ini
dapat merugikan pasien.

Sedangkan akuntabilitas adalah konsep yang sangat penting


dalam praktik keperawatan. Akuntabilitas mengandung arti
dapat mempertaggung jawabkan suatu tindakan yang
dilakukan dan dapat menerima konsekuensi dari tindakan
tersebut(Kozier, 1991).

2.5 Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan.

Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi pelaku


dan penerima praktek keperawatan yang ada di Indonesia,
adalah sebagai berikut:
2.5.1 Undang – undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan,
bagian kesembilan pasal 32 (penyembuhan penyakit dan
pemulihan)
2.5.2 Undang – undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen
2.5.3 Peraturan menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998
tentang Rumah Sakit
2.5.4 Peraturan Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang
dilengkapi surat ederan Direktur Jendral Pelayanan Medik
No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88 tentang penerapan
standard praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di
Rumah Sakit.

2.6 Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan


praktik perawat dan direvisi dengan SK Kepmenkes
No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik
perawat.

Perlindungan hukum baik bagi pelaku dan penerima praktek


keperawatan memiliki akontabilitas terhadap keputusan dan
tindakannya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak
menutup kemungkinan perawat berbuat kesalahan baik
sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu dalam
menjalankan prakteknya secara hukum perawat harus
memperhatikan baik aspek moral atau etik keperawatan dan
juga aspek hukum yang berlaku di Indonesia. Fry (1990)
menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua komponen
utama, yakni tanggung jawab dan tanggung gugat. Hal ini
berarti tindakan yang dilakukan perawat dilihat dari praktik
keperawatan, kode etik dan undang-undang dapat dibenarkan
atau absah (Priharjo, 1995)

2.7 Tanggung jawab profesi perawat


Perawat adalah salah satu pekerjaan yang memiliki ciri atau
sifat yang sesuai dengan ciri-ciri profesi. Saat ini Indonesia
sudah memiliki pendidikan profesi keperawatan yang sesuai
dengan undang-undang sisdiknas, yaitu pendidikan
keprofesian yang diberikan pada orang yang telah memiliki
jenjang S1 di bidang keperawatan, bahkan sudah ada
pendidikan spesialis keperawatan. Organisasi profesi
keperawatan telah memiliki standar profesi walaupun secara
luas sosialisasi masih berjalan lamban. Karena Tanggung
jawab dapat dipandang dalam suatu kerangka sistem hirarki,
dimulai dati tingkat individu, tingkat institusi/profesional dan
tingkat sosial(Kozier,1991)

Profesi perawat telah juga memiliki aturan tentang kewenangan


profesi, yang memiliki dua aspek, yaitu kewenangan material
dan kewenangan formil. Kewenagan material diperoleh sejak
seseorang memperoleh kompetensi dan kemudian ter-
registrasi, yang disebut sebagai Surat ijin perawat (SIP) dalam
kepmenkes 1239. sedangkan kewenangan formil adalah ijin
yang memberikan kewenangan kepada perawat (penerimanya)
untuk melakukan praktek profesi perawat, yaitu Surat Ijin Kerja
(SIK) bila bekerja didalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik
Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau
kelompok. (Kepmenkes 1239, 2001)

Kewenangan profesi haruslah berkaitan dengan kompetensi


profesi, tidak boleh keluar dari kompetensi profesi.
Kewenangan perawat melakukan tindakan diluar kewenangan
sebagaimana disebutkan dalam pasal 20 Kepmenkes 1239
adalah bagian dari good samaritan law yang memang diakui
diseluruh dunia. Otonomi kerja perawat dimanifestasikan ke
dalam adanya organisasi profesi, etika profesi dan standar
pelayanan profesi. Oragnisasi profesi atau representatif dari
masyrakat profesi harus mampu melaksanakan self-regulating,
self-goverming dan self-disciplining, dalam rangka memberikan
jaminan kepada masyarakat bahwa perawat berpraktek adalah
perawat yang telah kmpeten dan memenuhi standar.

Etika profesi dibuat oleh organisasi profesi/masyrakat profesi,


untuk mengatur sikap dan tingkah laku para anggotanya,
terutama berkaitan dengan moralitas. Etika profesi perawat
mendasarkan ketentuan-ketentuan didalamnya kepada etika
umum dan sifat-sifat khusus moralitas profesi perawat, seperti
autonomy, beneficence, nonmalefience, justice, truth telling,
privacy, confidentiality, loyality, dan lalin-lain. Etika profesi
bertujuan mempertahankan keluhuran profesi umumnya
dituliskan dalam bentuk kode etik dan pelaksanaannya diawasi
oleh sebuah majelis atau dewan kehormatan etik.
Sedangkan standar pelayanan Kepmenkes 1239 disebut
sebagai standar profesi, dan diartikan sebagai pedoman yang
harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalanankan
profesi secara baik dan benar.

Tanggung jawab hukum pidana profesi perawat jelas


merupakan tanggung jawab perorangan atas perbuatan
pelanggaran hukum pidana yang dilakukannya. Jenis pidana
yang mungkin dituntutkan kepada perawat adalah pidana
kelalaian yang mengakibatkan luka (pasal 360 KUHP), atau
luka berat atau mati (pasal 359 KUHP), yang dikualifikasikan
dengan pemberatan ancaman pidananya bila dilakukan dalam
rangka melakukan pekerjaannya (pasal 361 KUHP).
Sedangkan pidana lain yang bukan kelalaian yang mungkin
dituntutkan adalah pembuatan keterangan palsu (pasal 267-
268 KUHP).

Didalam setting Rumah Sakit, pidana kelallaian yang dapat


dituntutkan kepada profesi perawat dapat berupa kelalaian
dalam melakukan asuhan keperawatan maupun kelalaian
dalam melakukan tindakan medis sebagai pelaksana delegasi
tindakan medis. Kelalaian dapat berupa kelalaian dalam
mencegah kecelakaan di Rumah Sakit (jatuh), kelalaian dalam
mencegah terjadinya decubitus atau pencegahan infeksi,
kelalaian dalam melakukan pemantauan keadaan pasien,
kelalaian dalam merespon suatu kedaruratan, dan bentuk
kelalaian lainnya yang juga dapat terjadi pada pelayanan
profesi perorangan.

2.8 Beberapa bentuk Kelalaian dalam Keperawatan.

Pelayanan kesehatan saat ini menunjukkan kemajuan yang

cepat, baik dari segi pengetahuan maupun teknologi, termasuk

bagaimana penatalaksanaan medis dan tindakan keperawatan

yang bervariasi. Sejalan dengan kemajuan tersebut kejadian

malpraktik dan juga adanya kelalaian juga terus meningkat

sebagai akibat kompleksitas dari bentuk pelayanan kesehatan

khususnya keperawatan yang diberikan dengan standar

keperawatan. (Craven & Hirnle, 2000).

Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan

kelalaian dalam keperawatan diantaranya yaitu :

2.8.1 Kesalahan pemberian obat: Bentuk kelalaian yang sering

terjadi. Hal ini dikarenakan begitu banyaknya jumlah obat

yang beredar metode pemberian yang bervariasi.

Kelalaian yang sering terjadi, diantaranya kegagalan

membaca label obat, kesalahan menghitung dosis obat, obat

diberikan kepada pasien yang tiak teoat, kesalahan

mempersiapkan konsentrasi, atau kesalahan rute


pemberian. Beberapa kesalahan tersebut akan

menimbulkan akibat yang fatal, bahkan menimbulkan kematian.

2.8.2 Mengabaikan Keluhan Pasien: termasuk perawat

dalam melalaikan dalan melakukan

observasi dan memberi tindakan secara tepat. Padahal dapat

saja keluhan pasien menjadi data yang

dapat dipergunakan dalam

menentukan masalah pasien dengan tepat (Kozier, 1991)

2.8.3 Kesalahan Mengidentifikasi Masalah Klien:

Kemunungkinan terjadi pada situasi RS yang

cukup sibuk, sehingga kondisi pasien tidak dapat secara

rinci diperhatikan. (Kozier, 1991).

2.8.4 Kelalaian di ruang operasi: Sering ditemukan

kasus adanya benda atau alat kesehatan yang

tertinggal di tubuh pasien saat operasi. Kelalaian ini juga

kelalaian perawat, dimana peran perawat

di kamar operasi harusnya mampu

mengoservasi jalannya operasi, kerjasama yang baik dan

terkontrol dapat menghindarkan

kelalaian ini.
2.8.5 Timbulnya Kasus Decubitus selama dalam

perawatan: Kondisi ini muncul karena

kelalaian perawat, kondisi ini sering muncul karena asuhan

keperawatan yang dijalankan oleh

perawat tidak dijalankan dengan baik dan

juga pengetahuan perawat terdahap asuhan keperawatan tidak

optimal.

2.8.6 Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan

Pasien: Contoh yang sering ditemukan

adalah kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya dapat

dicegah jika perawat memperhatikan

keamanan tempat tidur pasien. Beberapa

rumah sakit memiliki aturan tertentu mengenai penggunaan

alat-alat untuk mencegah hal ini.

2.9 Dampak Kelalaian

Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan

dampak yang luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya,

juga kepada pihak Rumah Sakit, Individu perawat pelaku

kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga


dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti

rugi. (Sampurna, 2005).

Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa

kelalaian merupakan bentuk dari pelanggaran dasar moral

praktek keperawatan baik bersifat pelanggaran autonomy,

justice, nonmalefence, dan lainnya. (Kozier, 1991) dan

penyelesainnya dengan menggunakan dilema etik. Sedangkan

dari segi hukum pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku

baik secara individu dan profesi dan juga institusi

penyelenggara pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini

terjadi kelalaian dapat digolongan perbuatan pidana dan

perdata (pasal 339, 360 dan 361 KUHP).


BAB III
KASUS PERLINDUNGAN LEGAL KEPERAWATAN

KASUS :
Tn.T umur 55 tahun, dirawat di ruang 206 perawatan neurologi
Rumah Sakit AA, tn.T dirawat memasuki hari ketujuh
perawatan. Tn.T dirawat di ruang tersebut dengan diagnosa
medis stroke iskemic, dengan kondisi saat masuk Tn.T tidak
sadar, tidak dapat makan, TD: 170/100, RR: 24 x/mt, N: 68
x/mt. Kondisi pada hari ketujuh perawatan didapatkan
Kesadaran compos mentis, TD: 150/100, N: 68,
hemiparese/kelumpuhan anggota gerak dextra atas dan
bawah, bicara pelo, mulut mencong kiri. Tn.T dapat mengerti
bila diajak bicara dan dapat menjawab pertanyaan dengan baik
tetapi jawaban Tn.T tidak jelas (pelo). Tetapi saat sore hari
sekitar pukul 17.00 wib terdengar bunyi gelas plastik jatuh dan
setelah itu terdengar bunyi seseorang jatuh dari tempat tidur,
diruang 206 dimana tempat Tn.T dirawat. Saat itu juga
perawat yang mendengar suara tersebut mendatangi dan
masuk ruang 206, saat itu perawat mendapati Tn.T sudah
berada dilantai dibawah tempatt tidurnya dengan barang-
barang disekitarnya berantakan.

Ketika peristiwa itu terjadi keluarga Tn.T sedang berada


dikamar mandi, dengan adanya peristiwa itu keluarga juga
langsung mendatangi tn.T, keluarga juga terkejut dengan
peristiwa itu, keluarga menanyakan kenapa terjadi hal itu dan
mengapa, keluarga tampak kesal dengan kejadian itu. Perawat
dan keluarga menanyakan kepada tn.T kenapa bapak jatuh,
tn.T mengatakan ”saya akan mengambil minum tiba-tiba saya
jatuh, karena tidak ada pengangan pad temapt tidurnya”,
perawat bertanya lagi, kenapa bapak tidak minta tolong kami ”
saya pikir kan hanya mengambil air minum”.

Dua jam sebelum kejadian, perawat merapikan tempat tidur


tn.T dan perawat memberikan obat injeksi untuk penurun darah
tinggi (captopril) tetapi perawat lupa memasng side drill tempat
tidur tn.T kembali. Tetapi saat itu juga perawat
memberitahukan pada pasien dan keluarga, bila butuh sesuatu
dapat memanggil perawat dengan alat yang tersedia.

3.1 ANALISA KASUS

Contoh kasus pada bab III merupakan salah satu bentuk kasus
kelalaian dari perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan, seharusnya perawat memberikan rasa aman dan
nyaman kepada pasien (Tn.T). rasa nyaman dan aman salah
satunya dengan menjamin bahwa Tn.T tidak akan terjadi
injuri/cedera, karena kondisi Tn.T mengalami kelumpuhan
seluruh anggota gerak kanan, sehingga mengalami kesulitan
dalam beraktifitas atau menggerakan tubuhnya.
Pada kasus diatas menunjukkan bahwa kelalaian perawat
dalam hal ini lupa atau tidak memasang pengaman tempat tidur
(side drill) setelah memberikan obat injeksi captopril, sehingga
dengan tidak adanya penghalang tempat tidur membuat Tn.T
merasa leluasa bergerak dari tempat tidurnya tetapi kondisi
inilah yang menyebabkan Tn.T terjatuh.

Bila melihat dari hubungan perawat – pasien dan juga tenaga


kesehatan lain tergambar pada bentuk pelayanan praktek
keperawatan, baik dari kode etik dan standar praktek atau ilmu
keperawatan. Pada praktek keperawatan, perawat dituntut
untuk dapat bertanggung jawab baik etik, disiplin dan hukum.
Dan prinsipnya dalam melakukan praktek keperawatan,
perawat harus menperhatikan beberapa hal, yaitu: Melakukan
praktek keperawatan dengan ketelitian dan kecermatan, sesuai
standar praktek keperawatan, melakukan kegiatan sesuai
kompetensinya, dan mempunyai upaya peningkatan
kesejaterahan serta kesembuhan pasien sebagai tujuan
praktek.

Kelalaian implikasinya dapat dilihat dari segi etik dan hukum,


bila penyelesaiannya dari segi etik maka penyelesaiannya
diserahkan dan ditangani oleh profesinya sendiri dalam hal ini
dewan kode etik profesi yang ada diorganisasi profesi, dan bila
penyelesaian dari segi hukum maka harus dilihat apakah hal ini
sebagai bentuk pelanggaran pidana atau perdata atau
keduannya dan ini membutuhkan pakar dalam bidang hukum
atau pihak yang berkompeten dibidang hukum.

Bila dilihat dari beberapa teori diatas, maka kasus Tn.T,


merupakan kelalaian dengan alasan, sebagai berikut:
3.1.2 Kasus kelalaian Tn.T terjadi karena perawat tidak
melakukan tindakan keperawatan yang merupakan kewajiban
perawat terhadap pasien, dalam hal ini perawat tidak
melakukan tindakan keperawatan sesuai standar profesi
keperawatan, dan bentuk kelalaian perawat ini termasuk dalam
bentuk Nonfeasance.
Terdapat beberapa hal yang memungkinkan perawat tidak
melakukan tindakan keperawatan dengan benar, diantaranya
sebagai berikut:
3.1.2.1 Perawat tidak kompeten (tidak sesuai dengan
kompetensinya)
3.1.2.2 Perawat tidak mengetahui SAK dan SOP
3.1.2.3 Perawat tidak memahami standar praktek keperawatan
3.1.2.4 Rencana keperawatan yang dibuat tidak lengkap
3.1.2.5 Supervise dari ketua tim, kepala ruangan atau perawat
primer tidak dijalankan dengan baik
3.1.2.6 Tidak mempunyai tool evaluasi yang benar dalam
supervise keperawatan
3.1.2.7 Kurangnya komunikasi perawat kepada pasien dan
kelaurga tentang segala sesuatu yang berkaitan
dengan perawatan
pasien. Karena kerjasama pasien dan
keluarga merupakan hal yang penting.
3.1.2.8 Kurang atau tidak melibatkan keluarga dalam
merencanakan asuhan keperawatan

3.1.3 Dampak – dampak kelalaian


Dampak dari kelalaian secara umum dapat dilihat baik sebagai
pelanggaran etik dan pelanggaran hukum, yang jelas
mempunyai dampak bagi pelaku, penerima, dan organisasi
profesi dan administrasi.
3.1.3.1 Terhadap Pasien
Terjadinya kecelakaan atau injury dan dapat menimbulkan
masalah keperawatan baru
1) Biaya Rumah Sakit bertambah akibat bertambahnya hari
rawat
2) Kemungkinan terjadi komplikasi/munculnya masalah
kesehatan/keperawatan lainnya.
3) Terdapat pelanggaran hak dari pasien, yaitu mendapatkan
perawatan sesuai dengan standar yang benar.
4) Pasien dalam hal ini keluarga pasien dapat menuntut pihak
Rumah Sakit atau perawat secara peroangan sesuai dengan
ketententuan yang berlaku, yaitu KUHP.
3.1.3.2 Perawat sebagai individu/pribadi
5) perawat tidak dipercaya oleh pasien, keluarga dan juga pihak
profesi sendiri, karena telah melanggar prinsip-prinsip
moral/etik keperawatan, antara lain:
a) Beneficience, yaitu tidak melakukan hal yang sebaiknya dan
merugikan pasien
b) Veracity, yaitu tidak mengatakan kepada pasien tentang
tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh pasien dan
keluarga untuk dapat mencegah pasien jatuh dari tempat tidur
c) Avoiding killing, yaitu perawat tidak menghargai kehidupan
manusia, jatuhnya pasien akan menambah penderitaan pasien
dan keluarga.
d) Fidelity, yaitu perawat tidak setia pad komitmennya karena
perawat tidak mempunyai rasa “caring” terhadap pasien dan
keluarga, yang seharusnya sifat caring ini selalu menjadi dasar
dari pemberian bantuan kepada pasien.
6) Perawat akan menghadapai tuntutan hukum dari keluarga
pasien dan ganti rugi atas kelalaiannya. Sesuai KUHP.
7) Terdapat unsur kelalaian dari perawat, maka perawat akan
mendapat peringatan baik dari atasannya (Kepala ruang –
Direktur RS) dan juga organisasi profesinya.
3.1.3.3 Bagi Rumah Sakit
8) Kurangnya kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan RS
9) Menurunnya kualitas keperawatan, dan kemungkinan
melanggar visi misi Rumah Sakit
10) Kemungkinan RS dapat dituntut baik secara hukum pidana
dan perdata karena melakukan kelalaian terhadap pasien
11) Standarisasi pelayanan Rumah Sakit akan dipertanyakan baik
secara administrasi dan prosedural
3.1.3.4 Bagi profesi
12) Kepercayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan
berkurang, karena menganggap organisasi profesi tidak dapat
menjamin kepada masyarakat bahwa perawat yang melakukan
asuhan keperawatan adalah perawat yang sudah kompeten
dan memenuhi standar keperawatan.
13) Masyarakat atau keluarga pasien akan mempertanyakan
mutu dan standarisasi perawat yang telah dihasilkan oleh
pendidikan keperawatan

3.2 Hal yang perlu dilakukan dalam upaya pencegahan dan


perlindungan bagi penerima pelayanan asuhan keperawatan,
adalah sebagai berikut:
# Bagi Profesi atau Organisasi Profesi keperawatan :
b. Bagi perawat secara individu harus melakukan tindakan
keperawatan/praktek keperawatan dengan kecermatan dan
ketelitian tidak ceroboh.
c. Perlunya standarisasi praktek keperawatan yang di buat oleh
organisasi profesi dengan jelas dan tegas.
d. Perlunya suatu badan atau konsil keperawatan yang
menyeleksi perawat yang sebelum bekerja pada pelayanan
keperawatan dan melakukan praktek keperawatan.
e. Memberlakukan segala ketentuan/perundangan yang ada
kepada perawat/praktisi keperawatan sebelum memberikan
praktek keperawatan sehingga dapat dipertanggung jawabkan
baik secara administrasi dan hukum, missal: SIP dikeluarkan
dengan sudah melewati proses-proses tertentu.

3.3 Bagi Rumah Sakit dan Ruangan


a. Hendaknya Rumah Sakit melakukan uji kompetensi
sesuai standarisasi yang telah ditetapkan oleh profesi
keperawatan
b. Rumah Sakit dalam hal ini ruangan rawat melakukan
uji kompetensi pada bidangnya secara bertahap dan
berkesinambungan.
c. Rumah Sakit/Ruang rawat dapat melakukan system
regulasi keperawatan yang jelas dan sesuai dengan
standar, berupa registrasi, sertifikasi, lisensi bagi
perawatnya.
d. Perlunya pelatihan atau seminar secara periodic bagi
semua perawat berkaitan dengan etik dan hukum dalam
keperawatan.
e. Ruangan rawat harus membuat SAK atau SOP yang
jelas dan sesuai dengan standar praktek keperawatan.
f. Bidang keperawatan/ruangan dapat memberikan
pembinaan kepada perawat yang melakukan kelalaian.
g. Ruangan dan RS bekerjasama dengan organisasi
profesi dalam pembinaan dan persiapan pembelaan
hukum bila ada tuntutan dari keluarga.

Penyelesaian Kasus Tn.T dan kelalaian perawat diatas, harus


memperhatikan berbagai hal baik dari segi pasien dan kelurga,
perawat secara perorangan, Rumah Sakit sebagai institusi dan
juga bagaimana padangan dari organisasi profesi.
Pasien dan keluarga perlu untuk dikaji dan dilakukan testomoni
atas kejadian tersebut, bila dilihat dari kasus bahwa Tn.T dan
kelurga telah diberikan penjelasan oleh perawat sebelum, bila
membutuhkan sesuatu dapat memanggil perawat dengan
menggunakan alat bantu yang ada. Ini menunjukkan juga
bentuk kelalaian atau ketidakdisiplinan dari pasien dan
keluarga atas jatuhnya Tn.T.

Segi perawat secara perorangan, harus dilihat dahulu apakah


perawat tersebut kompeten dan sudah memiliki Surat ijin
perawat, atau lainnya sesuai ketentuan perudang-undangan
yang berlaku, apa perawat tersebut memang kompete dan
telah sesuai melakukan praktek asuhan keperawatan pada
pasien dengan stroke, seperti Tn.T.
Tetapi bagaimanapun perawat harus dapat mempertanggung
jawabkan semua bentuk kelalaian sesuai aturan perundangan
yang berlaku.
Bagi pihak Rumah Sakit, harus juga memberikan penjelasan
apakah perawat yang dipekerjakan di Rumah Sakit tersebut
telah memenuhi syarat-syarat yang diperbolehkan oleh profesi
untuk mempekerjakan perawat tersebut. Apakah RS atau
ruangan tempat Tn.T dirawat mempunyai standar (SOP) yang
jelas. Dan harus diperjelas bagaimana Hubungan perawat
sebagai pemberi praktek asuhan keperawatan di dan
kedudukan RS terhadap perawat tersebut.

Bagi organisasi profesi juga harus diperhatikan beberapa hal


yang memungkinkan perawat melakukan kelalaian, organisasi
apakah sudah mempunyai standar profesi yang jelas dan telah
diberlakukan bagi anggotannya, dan apakah profesi telah
mempunyai aturan hukum yang mengikat anggotannya
sehingga dapat mempertanggung jawabkan tindakan praktek
keperawatannya dihadapan hukum, moral dan etik
keperawatan.

Keputusan ada atau tidaknya kelalaian/malpraktek bukanlah


penilaian atas hasil akhir pelayanan praktek keperawatan pada
pasien, melainkan penilaian atas sikap dan tindakan yang
dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga medis
dibandingkan dengan standar yang berlaku.
IV. Faktor Manusia dalam Kasus Malpraktek

Sampai dengan tahun 2008 telah terjadi 387 kasus malpraktek


di Indonesia, seperti teori gunung es data tersebut hanyalah
data yang nampak di permukaan kasus yang terjadi
kemungkinan besar jauh lebih banyak dibandingkan dengan
data yang terpaparkan tersebut. Padahal dokter sebagai pelaku
sebagian besar kasus mal praktek merupakan seorang ahli
yang telah mumpuni di bidangnya, sang dokter telah mengikuti
kuliah selama bertahun-tahun dengan disiplin yang ketat
sehingga diharapakan mampu melayani pasien dengan baik.
Mengapa mal praktek masih terjadi ? sebelumnya mari kita
lihat pengertian dari mal praktek itu sendiri. Menurut M.Jusuf
Hanafiah & Amri Amir (1999: 87), malpraktek adalah:
“Kelalaian seorang dokter
untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu yang
lazim dipergunakan dalam
mengobati pasien atau orang
yang terluka menurut ukuran
di lingkungan yang sama.
Yang dimaksud kelalaian
disini adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa
yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan
wajar, tapi sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan
sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut.
Kelalaian diartikan pula dengan melakukan tindakan
kedokteran di bawah standar pelayanan medis (standar profesi
dan standar prosedur operasional)”
adapun jenis-jenis dari malpraktek tersebut adalah :
1. adanya unsur kesalahan/kelalaian yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya;
2. adanya perbuatan yang tidak sesuai dengan standar
prosedur operasional;
3. adanya luka berat atau mati, yang mengakibatkan
pasien cacat atau meninggal dunia;
4. adanya hubungan kausal, dimana luka berat yang
dialami pasien merupakan akibat dari perbuatan dokter
tidak sesuai dengan standar pelayanan medis.
Jadi apa yang menyebabkan para ahli melakukan kesalahan-
kesalahan tersebut ? Dalam diskusi internal Ikatan Dokter
Indonesia pada pertengahan tahun lalu dimunculkan beberapa
akar penyebab tersebut, yaitu:
1. Pemahaman dan penerapan etika kedokteran yang
rendah. Hal ini diduga merupakan akibat dari sistem
pendidikan di Fakultas Kedokteran yang tidak
memberikan materi etika kedokteran sebagai materi yang
juga mencakup afektif – tidak hanya kognitif.
2. Paham materialisme yang semakin menguat di
masyarakat pada umumnya dan di dalam pelayanan
kedokteran khususnya.
3. Belum adanya peraturan perundang-undangan yang
menjamin akuntabilitas profesi kedokteran (saat ini kita
sedang menunggu diundangkannya UU Praktik
Kedokteran yang diharapkan dapat mengatur praktek
kedokteran yang akuntabel).
4. Belum adanya good clinical governance di dalam
pelayanan kedokteran di Indonesia, yang terlihat dari
belum ada atau kurangnya standar (kompetensi, perilaku
dan pelayanan) dan pedoman (penatalaksanaan kasus),
serta tidak tegasnya penegakan standar dan pedoman
tersebut.
Selain hal tersebut kesalahan manusia juga memberi efek yang
sangat besar, menurut Christoper Chabris (psikolog kognitif)
penyebab seorang ahli bedah yang telah bekerja bertahun-
tahun meninggalkan benda di tubuh pasien diantaranya adalah
kesalahan asumsi dan kurangnya perhatian akan benda yang
tidak terduga. Dokter bedah yang telah bertahun-tahun bekerja
biasanya hanya berfokus pada prosedur yang telah dijalani
secara berulang-ulang, sehingga ketika terdapat benda asing
yang masuk kedalam tubuh pasien ahli bedah tersebut
cenderung tidak melihatnya karena telah berasumsi tidak akan
ada benda tersebut yang masuk ke tubuh pasien.
Oleh karena itu maka sebaiknya perlu dilakukan perbaikan
sistem secara menyeluruh. Dimulai dari sistem pendidikan
kedokteran di Indonesia dari penyeleksian ujian masuk
kedokteran yang lebih ketat sampai dengan lembaga-lembaga
yang bertanggung jawab mengawasi praktek yang dilakukan
oleh para dokter. Pasien juga diharapkan turut serta
mengawasi kinerja dari para dokter karena biar bagaimanapun
dokter hanyalah manusia biasa yang masih mungkin
melakukan kesalahan, namun dengan kerjasama dari seluruh
pihak yang terkait kemungkinan malpraktek dapat diminimalisir.

CONTOH KASUS MALPRAKTIK

KELALAIAN DOKTER, KAKI DI AMPUTASI


LENSAINDONESIA.COM: Penyelesaian kasus dugaan
malpraktek di RSUD Swadana Kabupaten Jombang melalui
hearing di ruang komisi D DPRD setempat menemui jalan
buntu.
Upaya Komisi D mempertemukan
keluarga korban malpraktek dan
perwakilan RSUD Swadana
Jombang agar permasalahan segera
diselesaikan, tidak membuahkahkan
hasil apa-apa. Sebab, dalam hearing
tersebut, masing-masing pihak
saling memojokkan satu sama lain dan mempertahankan
argumenya masing masing.
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
(Lakpesdam) Nahdaltul Ulama (NU) Jombang selaku
pendamping korban menyatakan bahwa dokter tekah salah
memberi obat saat melakukan tindakan medis sehingga pasien
jantung tersebut mengalami strok berat. Dan anehnya, kaki
Abdul Manan (pasien) malah diamputasi.
Sementara forum fasilitasi RSUD Swadana Jombang ‘ngeyel’
kalau tindakan medis dokter sudah sesuai dengan protap
(prosedur tetap).
Karena menuai jalan buntu, DPRD Jombang akhinya lepas
tangan dan menyerahkan penyelesaian kepada masing masing
pihak.
Alhasil, rasa kecewa yang mendalam hasus dialami Sri
Masriah (58) istri korban. “Saya kecewa. Kami ini dirugikan.
Suami saya kehilangan kaki akibat kelalaian dokter,” keluhnya
kepada LICOM usai hearing, Kamis (2/8/2012).
Sementara itu, Deputi Direktur Urusan Advokasi & Kebijakan
Publik Lakpesdam NU Jombang Aan Anshori, mengatakan
hearing yang tidak memunculkan rekomendasi apapun tersebut
sangat mengecewakan dan janggal. Sebab, yang disampakan
istri korban tidak sepenuhnya salah.
Agar kasus kasus malpraktik terhadap pasen tersebut dapat
dipertanggungjawabkan, Lakpesdam akan mendorong
keluarga korban meneruskan masalah ini dengan melaporkan
ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan menempuh hukum.
“Kita mencari keadilan. Kami akan melaporkan hal ke IDI dan
menempuh jalur hukum,” tegasnya usai hearing.
Dilain pihak, Direktur rumah sakit swadana, drg Subandriyah,
mengatakan dirinya merasa kecewa dengan pihak korban,
karena setelah keluar rumah tidak lagi datang untuk melakukan
rehabilitasi.
Dihadapan para anggota dewan, Subandriyah meminta pada
istri manan untuk kembali ke rumah sakit untuk melakukan
rehabilitasi demi kebaikan kesehatanya. “Hal ini sebagai rasa
kekewatiran kami pada Pak Manan,” bujuknya.
Menggapi rayuan itu, Sri Masriah menyatakan tidak akan
membawa suaminya ke RSUD Jombang lagi sebab secara
psikologis, korban masih trauma dengan tindakan dokter.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus dugaan malpraktek
kembali terjadi di RSUD Swadana Jombang.
Setelah Muhammad Erick Indra Effendi (16) yang meninggal
dunia pada 8 Meret 2011 lalu diduga akibat mal praktek dan
kelalaian dokter Dr Wahyu Widjanarko, SP JP, kali ini hal
serupa juga menimpa Manan, seorang pasien penyakit jantung.
Abdul Manan (61) warga Kelurahan Kaliwungu, Kecamatan
Kota Jombang yang didiagnosa mengindap penyakit jantung
malah kakinya yang diamputasi.*yuanto

Linda Gumelar Tanggapi Kasus Malpraktek Cindy Claudia


Harahap

Kapanlagi.com - Dugaan malpraktek terhadap Cindy Claudia


Harahap mendapat tanggapan dari masyarakat. Salah satunya
adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak, Linda Amalia Sari Gumelar.
Wanita yang akrab disapa Linda Gumelar ini mengaku tak
dapat berkomentar lebih jauh, karena ini menyangkut masalah
individu. Namun demikian, sudah seharusnya pasien, baik
perempuan maupun pria, mendapat perlindungan dari segi
kesehatan.
"Saya memang dengar berita ini. Malah dia anggap sudahlah,
tergantung pada suami. Saya dengar gitu. Jadi saya gak bisa
komentar karena sangat individu. Namun tentu kita himbau
supaya diberikan perlindungan yang baik dari sisi kesehatan
pada masyarakat, perempuan atau pria atau anak. Jangan
dibeda-bedakan. Semua harus dapat layanan yang baik dan
bertanggung jawab," tutur Linda saat ditemui di FX Mall
Jakarta.
Lebih lanjut dikatakan persoalan dugaan mal praktek tersebut
sudah merupakan penegakan hukum lantaran adanya kode
etik dari profesi. Lalu ketika ditanya apakah dugaan mal
praktek Cindy Claudia Harahap dapat dilaporkan secara
hukum, Linda mengangguk.
"Soal ini mestinya penegak hukum karena sudah ada kode etik
dari tenaga kesehatan, profesi kedokteran, juga ada tim yang
mengevaluasi. Jadi tergantung korban, apakah mau lapor atau
tidak," jelasnya pada Jumat (7/9)
Berikut 10 besar kesalahan fatal dalam dunia kedokteran :

1. Bangun Ketika Dioperasi

Sherman Sizemore 10 Kasus Kesalahan Mallpraktek Paling


Aneh
Pria dari Virginia Barat ini, mengaku terbangun dari Pingsannya
ketika dioperasi dan merasakan setiap sayatan dari pisau
bedah yang dilakukan tim dokter ketika mengoperasi, hal itu
menyebabkan ia mengalami trauma selama dua minggu
setelah operasi selesai.

Sherman Sizemore
Sherman Sizemore kemudian mengajukan tuntutan ke Rumah
Sakit Umum Raleigh Beckley, W.Va., Jan 19, 2006 untuk
operasi penyelidikan dan menentukan penyebab ia terbangun.
Tetapi pada saat operasi, dia dilaporkan mengalami fenomena
yang dikenal sebagai yg menyebabkan kematirasaan
kesadaran – sebuah negara di mana seorang pasien bedah
dapat merasakan sakit, tekanan atau kegelisahan saat operasi,
tetapi tidak dapat bergerak atau berkomunikasi dengan dokter.

Tim Dokter Telah melukai pria 73 tahun tersebut dengan


pengalaman yang terjaga selama operasi tetapi tidak dapat
bergerak atau menjerit kesakitan.

2. Kesalahan Mengeluarkan Ginjal Yang Sehat

Louis Park, Minnesota, pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit


Park Nicollet Metodhist karena memiliki tumor yang diyakini
menjadi kanker. Namun, dokter salah mendiagnosa dan
membuang ginjal yang sehatnya.
“Penemuan ini dilakukan pada hari berikutnya ketika diperiksa
oleh tim patologi dan tidak menemukan bukti dari segala
kejahatan,” kata Samuel Carlson, MD dan pimpinan Park
Nicollet Chief Medical Officer. Yang berpotensi kanker, ginjal
tetap utuh dan berfungsi. Untuk privasi dan permintaan
keluarga, tidak ada rincian tentang pasien.

3. Bedah Jantung Yang Salah

Dua bulan setelah dua kali operasi bypass jantung yang diduga
untuk menyelamatkan hidupnya, pelawak dan mantan
Pembawa acara Saturday Night Live cast, Dana Carvey
mendapat berita : ahli bedah jantung yang telah melakukan
tindakan medis tersebut salah mengoperasi.

Butuh waktu lain mengadakan operasi darurat untuk


menghapus blockage yang mengancam dapat membunuh pria
berusia 45 tahun yang bekerja sebagai pelawak dan ayah dari
dua anak tersebut. Akhirnya Ia pun menuntut senilai US $ 7,5
juta.

Carvey membawa perkara terhadap rumah sakit tersebut,


dengan mengatakan ahli bedah telah melakukan kesalahan
fatal “Ini seperti mengeluarkan ginjal yang salah. dan itu
merupakan kesalahan yang besar,” demikian seperti dikutip
People Magazine.

4. Salah Mencangkok Jantung dan Paru-Paru, Sehingga


Meninggal
Wanita 17 tahun yang bernama Jésica Santillán ini meninggal 2
minggu setelah menerima jantung dan paru-paru pasien dari
golongan darah yang tidak cocok dengan dia. Dokter di Duke
University Medical Center gagal dalam memeriksa
kompatibilitas sebelum operasi dimulai. Setelah operasi kedua
transplantasi dengan maksud mencoba memperbaiki
kesalahan, wanita ini malah menderita kerusakan otak dan
komplikasi yang menyebabkannya meninggal.

Jésica Santillán pasein salah operasi jantung


Santillán, seorang imigran Meksiko,datang ke Amerika Serikat
tiga tahun sebelumnya untuk mencari perawatan medis atas
jantung dan paru-parunya. transplantasi Jantung & paru-paru
oleh Dokter Ahli Bedah Rumah Sakit di Universitas Duke di
Durham, NC, diharapkan akan memperbaiki kondisi ini, bukan
menempatkan dia dalam bahaya besar. Santillán, yang
memiliki jenis darah-O, telah menerima organ dari tipe donor A
.

5.Salah Amputasi Kaki

Mungkin ini adalah kasus yang paling terkenal yakni kasus


kesalahan pemotongan kaki di Tampa (Florida) terhadap pria
52 tahun Willie King, saat operasi pemotongan pada Februari
1995. Akibat kesalahan fatal rumah sakit tersebut di cabut
licensi nya selama 6 bulan dan denda 10.000 US$ dan
membayar 900.000 US$ terhadap Willie King dan terakhir tim
operasi membayar juga 250.000 US$ terhadap King.

6.Pasca Operasi Logam Tertinggal Di Dalam

Donald Church 10 Kasus Kesalahan Mallpraktek Paling Aneh


Donald Church, (49 tahun), memiliki tumor di perut ketika ia
berada di Universitas Washington Medical Center di Seattle
pada bulan Juni 2000. Ketika dia kembali, tumor sudah tidak
ada namun sebuah logam retractor ketinggalan didalamnya.

Dokter mengakui kesalahannya meninggalkan logam retractor


sepanjang 13 Inci didalam perut, Untungnya, Dokter Ahli Bedah
mampu mengangkat retractor tersebut segera setelah
ditemukan, dan ia tidak mengalami kesakitan jangka panjang
akibat dari kesalahan tersebut. Rumah sakit setuju untuk
membayar ganti rugi sebesar US$ 97,000.

7. Maunya Operasi Otak Malah Dioperasi Jantung

Joan Morris (nama samaran) adalah perempuan 67 tahun, ia


mengaku ke rumah sakit untuk belajar namun kesalahannya
fatal, karena telah mengambil pasien yang salah yang
harusnya dioperasi otak malah dioperasi jantungya. sang
pasien sudah di meja operasi selama satu jam. Dokter telah
membuat torehan -torehan di dada, artery, alur dalam sebuah
tabung dan snaked atas ke dalam hatinya (prosedur dengan
risiko perdarahan, infeksi, serangan jantung dan stroke).

saat telepon berdering dan dokter dari departemen lain ditanya


“apa yang anda lakukan dengan pasien saya?” tidak ada yang
salah dengan jantungnya ! “. Kardiolog yang bekerja pada
wanita itupun memeriksa grafik, dan melihat bahwa dia telah
membuat kesalahan yang fatal. Kajian ini dibatalkan, dan dia
kembali ke kamar itu dalam kondisi stabil.

8. Operasi Otak Salah Hingga 3 Kali Dalam Setahun

Untuk yang ketiga kalinya pada tahun yang sama, dokter di RS


Rhode Island telah mengoperasi salah satu sisi kepala pasien.
Kejadian yang terbaru terjadi Nov 23 2007. perempuan 82-an
tahun menjalani operasi untuk menghentikan pendarahan otak
dan tengkorak nya. Dokter memulai mengoperasi pengeboran
sisi sebelah kanan kepala pasien, meskipun sebuah CT scan
menunjukkan perdarahan di sebelah kiri, menurut laporan
setempat.

Dan terakhir Agustus, pria 86 tahun meninggal tiga minggu


setelah seorang ahli bedah di Rumah Sakit Rhode Island
mengoperasi secara tidak sengaja di salah satu samping
kepalanya.

9. Salah Sperma Dalam Bayi Tabung

Ketika Nancy Andrews, dari Commack, NY, menjadi hamil


setelah mengikuti proses bayi tabnung di klinik kesuburan
Newyork. dia dan suaminya yang tampan berharap besar atas
keberhasilan proses ini. yang mereka harapkan adalah seorang
anak dengan kulit yang lebih gelap dari orang tuanya.
Menyusul tes DNA yang disarankan dokter di Kedokteran New
York, pihak klinik didapati sengaja menggunakan sperma orang
lain untuk ditanamkan ke sel telur Nancy Andrews’ .

Kemudian bayi tersebut lahir 19 Oktober 2004, mereka


menuntut karena tindakan malpraktik pemilik klinik itu.

10. Operasi Testis Yang Salah

Hal lain adalah salah operasi, Dokter Ahli Bedah keliru


membuang testis yang sehat sebelah kanan dari veteran Air
Force pria berusia 47 tahun Benjamin Houghton. Pasien
mengeluh sakit dan berkurangnya mentalitas dari testis
sebelah kiri, jadi dokter memutuskan untuk menjadwalkan
operasi untuk membuangnya karena takut kanker.

Namun, apa yang dibuangnya adalah testis yang sehat, yakni


yang sebelah kanan, pasangan tersebut kemudian mengajukan
ganti rugi sebesar U$200.000 karena kesalahan fatal tersebut.
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian


termasuk dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam
malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian.
Dapat dikatakan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu
yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi
tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang
telah ditentukan.

Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak


mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan
keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien
atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang
sama.
Kelalaian merupakan bentuk pelanggaran yang dapat
dikategorikan dalam pelanggaran etik dan juga dapat
digolongan dalam pelanggaran hukum, yang jeas harus dilihat
dahulu proses terjadinya kelalaian tersebut bukan pada hasil
akhir kenapa timbulnya kelalaian. Harus dilakukan penilaian
terleih dahulu atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau
yang tidak dilakukan oleh tenaga keperawatan dengan standar
yang berlaku.

Sebagai bentuk tanggung jawab dalam praktek keperawatan


maka perawat sebelum melakukan praktek keperawatan harus
mempunyai kompetensi baik keilmuan dan ketrampilan yang
telah diatur dalam profesi keperawatan, dan legalitas perawat
Indonesia dalam melakukan praktek keperawatan telah diatur
oleh perundang-undangan tentang registrasi dan praktek
keperawatan disamping mengikuti beberapa peraturan
perundangan yang berlaku.

Penyelesaian kasus kelalaian harus dilihat sebagai suatu kasus


profesional bukan sebagai kasus kriminal, berbeda dengan
perbuatan/kegiatan yang sengaja melakukan kelalaian
sehingga menyebabkan orang lain menjadi cedera dll. Disini
perawat dituntut untu lebih hati-hati, cermat dan tidak cerobah
dalam melakukan praktek keperawatannya. Sehingga pasien
terhindar dari kelalaian.

5.2 SARAN
1. Standar profesi keperawatan dan standar kompetensi
merupakan hal penting untuk menghindarkan terjadinya
kelalaian, maka perlunya pemberlakuan standar praktek
keperawatan secara Nasional dan terlegalisasi dengan jelas.
2. Perawat sebagai profesi baik perorangan dan kelompok
hendaknya memahami dan mentaati aturan perundang-
undangan yang telah diberlakukan di Indonesia, agar perawat
dapat terhindar dari bentuk pelanggaran baik etik dan hukum.
3. Pemahaman dan bekerja dengan kehati-hatian, kecermatan,
menghindarkan bekerja dengan cerobah, adalah cara terbaik
dalam melakukan praktek keperawatan sehingga dapat
terhindar dari kelalaian/malpraktek.
4. Rumah Sakit sebagai institusi pengelola layanan praktek
keperawatan dan asuhan keperawatan harus memperjelas
kedudukannya dan hubungannya dengan pelaku/pemberi
pelayanan keperawatan, sehingga dapat diperjelas bentuk
tanggung jawab dari masing-masing pihak
5. Penyelesaian terbaik dalam menghadapi masalah kelalaian
adalah dengan jalan melakukan penilaian atas sikap dan
tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga
perawat dan dibandingkan dengan standar yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum


Kesehatan, edisi ketiga: Jakarta: EGC.

Craven & Hirnle. (2000). Fundamentals of nursing.


Philadelphia. Lippincott

Huston, C.J, (2000). Leadership Roles and Management


Functions in Nursing;Theory and Aplication; third
edition: Philadelphia: Lippincott.

Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing : concept theory


and practices. Philadelphia. Addison Wesley.

Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, Tetang


Resgistrasi Praktik Perawat.

Leah curtin & M. Josephine Flaherty (1992). Nursing


Ethics; Theories and Pragmatics: Maryland: Robert J.Brady
CO.

Priharjo, R (1995). Pengantar etika


keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.

Redjeki, S. (2005). Etika keperawatan ditinjau dari segi


hukum. Materi seminar tidak diterbitkan.

Supriadi, (2001). Hukum Kedokteran : Bandung: CV


Mandar Maju.
Staunton, P and Whyburn, B. (1997). Nursing and the
law. 4th ed.Sydney: Harcourt.

Sampurno, B. (2005). Malpraktek dalam pelayanan


kedokteran. Materi seminar tidak diterbitkan.

Soenarto Soerodibroto, (2001). KUHP & KUHAP


dilengkapi yurisprodensi Mahkamah Agung dan Hoge
Road: Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.

Tonia, Aiken. (1994). Legal, Ethical & Political Issues in


Nursing. 2ndEd.Philadelphia. FA Davis.

Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun


1999. Jakarta: Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai