Paper Semiotika Fashion Kartini-Muhammad Hasyim1
Paper Semiotika Fashion Kartini-Muhammad Hasyim1
Muhammad Hasyim
Abstrak
“Kartini” adalah nama seorang tokoh Jawa, berasal dari kalangan bangsawan, dan dikenal
sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi, oleh Presiden Soekarno ditetapkan sebagai
sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk
diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
Perayaan Hari Kartini mencirikan pengenaan pakaian tradisional, khususnya bagi kalangan
perempuan dan menjadi identitas diri dan sosial Kartini.
Tulisan ini membahas analisis semiotika atas makna konotasi fashion (pakaian) tardisional
atas ketokohan Kartini. Dan kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan ini adalah bahwa
pakaian-pakaian tradisional yang dikenakan pada hari Kartini bermakna konotasi kehidupan
“dulu dan sekarang” (kekinian). Kehidupan zaman dulu menggambarkan bagaimana Kartini
dengan berpakaian tradiosnal kebaya memikirkan kemajuan kalangan perempuan dalam
pendidikan dan pekerjaan (karir), dan kehidupan masa sekarang (kekinian) menggambarkan
bagaimana perempuan-perempuan Kartini berkarir dalam dunia pendidikan dan dunia kerja.
A. Latar Belakang
Fashion (pakain/busana) tidak hanya sekadar berkmakna denotasi, sebagai pelindung
tetapi juga bermakna konotasi yang telah berucap banyak hal tentang siapa diri kita
sebenarnya. Bicara tentang fashion berarti kita bicara tentang sesuatu yang sangat erat dengan
kehidupan kita. Bahkan, Carlyle (1987: 2) memberikan pandangan bahwa fashion (pakaian)
merupakan pelambang jiwa yang dapat menunjuk siapa pemakainya. Umberto Eco, salah satu
ahli semiotika dari Italia juga berkomentar bahwa, “I speak through my cloth” (Saya
berkomunikasi lewat pakaianku, 1972: 13).
Kata “Fashion” berasal dari bahasa Latin “factio” yang artinya membuat atau
melakukan. Arti kata fashion sendiri mengacu pada kegiatan yaitu sesuatu yang dilakukan
seseorang. Fashion adalah alat komunikasi non-verbal yang dapat dilihat dari cara kita
berpakaian. Fashion yang kita kenakan mencerminkan tentang siapa diri kita. Fashion
bukanlah sesuatu yang nyata, tetapi dapat kita uangkapkan secara nyata melalui pakaian.
Fashion sendiri merupakan suatu cara yang kita lakukan untuk penampilan kita. Ketika kita
71 | International Seminar on Kartini IN ZAMAN BARU: REFLECTIONS ON THE CONDITION OF
CONTEMPORARY INDONESIA WOMEN. Departement of History, Hasanuddin University,
Makassar, April 23, 2016.
melihat orang, hal pertama yang akan kita lihat adalah penampilanya. Penampilan itu
merupakan keadaan diri dari ujung rambut sampai ujung kaki yang tampak dan dapat dilihat
oleh mata kita. Bahkan ketika orang yang kita temui bukanlah orang yang fashionable, maka
kita akan tetap mencoba untuk mendiskripsikan keadaan dirinya melalui pakaian yang ia
kenakan dan begitu juga sebaliknya.
Fashion juga mencerminkan suasana hati seseorang, ketika kita memilih model dan
warna pakaian yang ingin kita kenakan, secara tidak kita sadari kita telah berusaha
menterjemahkan suasana hati kita melalui pakaian. Orang-orang yang cenderung fashionable
lebih mudah ditebak suasana hatinya melalui pakaian yang ia kenakan. Ketika kita termasuk
orang yang peduli akan penampilan, maka kita akan berusaha tampil menarik apapun suasana
hati kita, tetapi keadaan kita tetap akan mempegaruhi cara kita memilih warna dan model
pakaian yang akan kita kenakan.
Fashion merupakan cerminan dari ideologi kelompok. Secara nyata, fashion dapat
menjadi identitas dari suatu kelompok social tertentu. Seperti kita ketahui cara berpakaian
orang-orang Barat dan Timur. Bukan hal yang asing lagi ketika wanita-wanita Barat keluar
rumah hanya dengan pakaian yang ala kadarnya yang lebih pantas kalau kita sebut dengan
pakaian dalam, mereka berjemur di pantai tanpa busana dan itu bukanlah sesuatu yang perlu
untuk menjadi pusat perhatian karena memang itu tidak dianggap vulgar oleh mereka.
Sedangkan kita sebagai orang Timur yang terkenal dengan nilai kesopanan, dalam berbusana
kita dituntut untuk dapat menjaga nilai itu, dan akan dianggap tidak senonoh ketika kita
mengenakan pakaian yang terlalu menampilkan bentuk tubuh. Tetapi di jaman globalisasi ini,
sedikit banyak adat ketimuran kita telah di pengaruhi oleh budaya Barat. Trend-trend fashion
wanita berubah sangat cepat dan sebagian besar di adopsi dari mode pakaian ala Barat,
pakaian yang terbuka sudah menjadi pakaian yang layak pakai disini. Tetapi masih banyak
juga orang-orang Timur yang berusaha untuk mempertahankan identitas budayanya dan tetap
menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan itu.
Pakaian adat (tradsional) merupakan bagian dari fashion yang dapat dijadikan sebagai
simbol kebudayaan. Di Indonesia sendiri saja terdiri dari berbagai propinsi yang masing-
masing memiliki pakaian adat. Ini merupakan kekayaan budaya yang dapat mewakili
identitas sosial setiap budaya. Pakaian adat merupakan cerminan setiap bangsa, seperti
apapun keadaan dan sampai kapanpun pakaian adat tetap seperti pada awalnya. Pakaian adat
Kata mitos berasal dari bahasa Yunani, mythos, yang berarti ‘kata’, ‘ujaran’, ‘kisan
tentang dewa-dewa’. Sebuah mitos adalah adalah narasi yang tokoh-tokohnya adalah para
dewa, para pahlawan, dan makhluk mitis, plotnya berputar di sekitar asal-muasal benda-
benda atau di sekitar makna benda-benda, dan latarnya adalah dunia metafisika yang
dilawankan dengan dunia nyata. Mitos menciptakan suatu sistem pengetahuan metafis untuk
menjelaskan asal usul, tindakan dan karakter manusia selain fenomena dunia (Danesi, 2008:
46).
Untuk membedakan antara mitos versi tradsional seperti yang dikemukakan di atas
dan versi modern (mitos modern), Barthes menyebut mitos versi modern dengan mitologi
(Barthes, 1957). Mitologi berasal dari gabungan mythos yang berarti ‘true mythical thinking’,
dan logos, rational-scientific thinking (Danesi, 2004:150).
Mitologi adalah istilah yang digunakan Barthes, untuk membedakan konsep yang
disajikan olehnya dari mitos versi tradisional. Mitologi merupakan mitos modern, di mana
dimasukkan aspek ‘logos’ (pemikiran yang rasional atau ilmiah). Jadi, mitos versi lama
adalah segala cerita yang tidak masuk akal tetapi diyakini kebenarannya oleh suatu
Denotasi Konotasi
Perayaan Hari Kartini yang dicirikan dengan penggunaan pakaian kebaya atau
pakaian adat menghasilkan makna-makna konotasi di kalangan perempuan atau masyarakat.
Makna-makna konotasi sebagai reproduksi atas tanda Kartini adalah:
- Perempuan dalam pendidikan (memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan)
- Perempuan dalam dunia kerja (memiliki hak mengembangkan karir dalam dunia
kerja)
DAFTAR PUSTAKA
Barnard, Malcon. 2011. Fashion sebagai Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra
Barthes, Roland. 1968. Elements of Semiology. New York: Hill and Wang
Barthes, Roland. 1957. Mythologies. Paris: Editions de Suil.
Carlyle, T. 1978. Sartor Resartus. Oxford: Oxford University Press.
Danesi, Marcel. 2004. Messages, Signs, and Meanings: A Basic Textbook in Semiotics
and Communication Theory. Canada: Canadian Scholars’ Press Inc.
Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. (Diterjemahkan
oleh A. Gunawan Admiranto). Jakarta: Jalasutra.
Eco, Umberto. Social Life as Sign System dalam Robey D. (ed.). Structuralism. London:
Jonathan Cape. 1972.
Hasyim, Muhammad. 2014. Konstruksi Mitos dan Ideologi dalam Iklan Komersial Televisi,
Suatu Analisis Semiologi. Disertasi. Makassar: Universitas Hasanuddin
81 | International Seminar on Kartini IN ZAMAN BARU: REFLECTIONS ON THE CONDITION OF
CONTEMPORARY INDONESIA WOMEN. Departement of History, Hasanuddin University,
Makassar, April 23, 2016.
Saussure, Ferdinand de. 1967. Cours de Linguistique Générale. Paris: Payot
Situs
http://www.portalsejarah.com/sejarah-singkat-perjuangan-ra-kartini-semasa-
hidupnya.html
https://dejayvi.wordpress.com/2009/01/16/fashion-sebagai-komunikasi/
http://female.kompas.com/read/2010/09/26/11502730/Terbang.Bersama.Kebaya//
http://www.kompasiana.com/santarosa/hari-kartini-apa-mengapa-dan-tujuan-
diperingati_5535bc6c6ea834962dda42d0