Anda di halaman 1dari 12

SEMIOTIKA FASHION ATAS PERAYAAAN HARI KARTINI

Muhammad Hasyim

Fakultas Ilmu Budaya


Universitas Hasanuddin, Makassar,
Email: hasyimfrance@unhas.ac.id

Abstrak

“Kartini” adalah nama seorang tokoh Jawa, berasal dari kalangan bangsawan, dan dikenal
sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi, oleh Presiden Soekarno ditetapkan sebagai
sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk
diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
Perayaan Hari Kartini mencirikan pengenaan pakaian tradisional, khususnya bagi kalangan
perempuan dan menjadi identitas diri dan sosial Kartini.
Tulisan ini membahas analisis semiotika atas makna konotasi fashion (pakaian) tardisional
atas ketokohan Kartini. Dan kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan ini adalah bahwa
pakaian-pakaian tradisional yang dikenakan pada hari Kartini bermakna konotasi kehidupan
“dulu dan sekarang” (kekinian). Kehidupan zaman dulu menggambarkan bagaimana Kartini
dengan berpakaian tradiosnal kebaya memikirkan kemajuan kalangan perempuan dalam
pendidikan dan pekerjaan (karir), dan kehidupan masa sekarang (kekinian) menggambarkan
bagaimana perempuan-perempuan Kartini berkarir dalam dunia pendidikan dan dunia kerja.

Key Words: semiotika, fashion, konotasi, Kartini, identitas

A. Latar Belakang
Fashion (pakain/busana) tidak hanya sekadar berkmakna denotasi, sebagai pelindung
tetapi juga bermakna konotasi yang telah berucap banyak hal tentang siapa diri kita
sebenarnya. Bicara tentang fashion berarti kita bicara tentang sesuatu yang sangat erat dengan
kehidupan kita. Bahkan, Carlyle (1987: 2) memberikan pandangan bahwa fashion (pakaian)
merupakan pelambang jiwa yang dapat menunjuk siapa pemakainya. Umberto Eco, salah satu
ahli semiotika dari Italia juga berkomentar bahwa, “I speak through my cloth” (Saya
berkomunikasi lewat pakaianku, 1972: 13).
Kata “Fashion” berasal dari bahasa Latin “factio” yang artinya membuat atau
melakukan. Arti kata fashion sendiri mengacu pada kegiatan yaitu sesuatu yang dilakukan
seseorang. Fashion adalah alat komunikasi non-verbal yang dapat dilihat dari cara kita
berpakaian. Fashion yang kita kenakan mencerminkan tentang siapa diri kita. Fashion
bukanlah sesuatu yang nyata, tetapi dapat kita uangkapkan secara nyata melalui pakaian.
Fashion sendiri merupakan suatu cara yang kita lakukan untuk penampilan kita. Ketika kita
71 | International Seminar on Kartini IN ZAMAN BARU: REFLECTIONS ON THE CONDITION OF
CONTEMPORARY INDONESIA WOMEN. Departement of History, Hasanuddin University,
Makassar, April 23, 2016.
melihat orang, hal pertama yang akan kita lihat adalah penampilanya. Penampilan itu
merupakan keadaan diri dari ujung rambut sampai ujung kaki yang tampak dan dapat dilihat
oleh mata kita. Bahkan ketika orang yang kita temui bukanlah orang yang fashionable, maka
kita akan tetap mencoba untuk mendiskripsikan keadaan dirinya melalui pakaian yang ia
kenakan dan begitu juga sebaliknya.
Fashion juga mencerminkan suasana hati seseorang, ketika kita memilih model dan
warna pakaian yang ingin kita kenakan, secara tidak kita sadari kita telah berusaha
menterjemahkan suasana hati kita melalui pakaian. Orang-orang yang cenderung fashionable
lebih mudah ditebak suasana hatinya melalui pakaian yang ia kenakan. Ketika kita termasuk
orang yang peduli akan penampilan, maka kita akan berusaha tampil menarik apapun suasana
hati kita, tetapi keadaan kita tetap akan mempegaruhi cara kita memilih warna dan model
pakaian yang akan kita kenakan.
Fashion merupakan cerminan dari ideologi kelompok. Secara nyata, fashion dapat
menjadi identitas dari suatu kelompok social tertentu. Seperti kita ketahui cara berpakaian
orang-orang Barat dan Timur. Bukan hal yang asing lagi ketika wanita-wanita Barat keluar
rumah hanya dengan pakaian yang ala kadarnya yang lebih pantas kalau kita sebut dengan
pakaian dalam, mereka berjemur di pantai tanpa busana dan itu bukanlah sesuatu yang perlu
untuk menjadi pusat perhatian karena memang itu tidak dianggap vulgar oleh mereka.
Sedangkan kita sebagai orang Timur yang terkenal dengan nilai kesopanan, dalam berbusana
kita dituntut untuk dapat menjaga nilai itu, dan akan dianggap tidak senonoh ketika kita
mengenakan pakaian yang terlalu menampilkan bentuk tubuh. Tetapi di jaman globalisasi ini,
sedikit banyak adat ketimuran kita telah di pengaruhi oleh budaya Barat. Trend-trend fashion
wanita berubah sangat cepat dan sebagian besar di adopsi dari mode pakaian ala Barat,
pakaian yang terbuka sudah menjadi pakaian yang layak pakai disini. Tetapi masih banyak
juga orang-orang Timur yang berusaha untuk mempertahankan identitas budayanya dan tetap
menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan itu.
Pakaian adat (tradsional) merupakan bagian dari fashion yang dapat dijadikan sebagai
simbol kebudayaan. Di Indonesia sendiri saja terdiri dari berbagai propinsi yang masing-
masing memiliki pakaian adat. Ini merupakan kekayaan budaya yang dapat mewakili
identitas sosial setiap budaya. Pakaian adat merupakan cerminan setiap bangsa, seperti
apapun keadaan dan sampai kapanpun pakaian adat tetap seperti pada awalnya. Pakaian adat

72 | International Seminar on Kartini IN ZAMAN BARU: REFLECTIONS ON THE CONDITION OF


CONTEMPORARY INDONESIA WOMEN. Departement of History, Hasanuddin University,
Makassar, April 23, 2016.
biasanya hanya digunakan pada kesempatan-kesempatan tertentu dan merupakan kebanggaan
tersendiri ketika kita mengenakan pakaian adat. Kita mempunyai suatu identitas dan merasa
menjadi bagian dari suatu kelompok tertentu.
Salah satu fenomena fashion yang menarik di Indonesia adalah pakaian-pakaian
tradisonal atau adat yang selalu dikenakan pada perayaan hari nasional, misalnya hari
Proklamasi, hari Sumpah Pemuda dan Hari Kartini.
Hari Kartini sebagai hari peringatan atas perjuangan Kartini atas hak-hak perempuan
dalam pendidikan dunia kerja mengkonotasikan mengenakan pakaian tradisionalm khususnya
pakaian kebaya, sebagai tanda yang merujuk pada pakaian kebaya yang sering dikenakan
R.A. Kartini.
Tulisan ini akan menjawab atas rumusan masalah: bagaimanakah representasi pakaian
tradiosional yang dikenakan pada perayaan Hari Kartini? Apa makna simbolik representasi
pakaian trasional pada perayaan Hari Kartini? Dan mengapa masyarakat Indonesia
mengenakan pakaian tradisional, khususnya kebaya dalam perayaan hari Kartini. Rumusan
masalah ini akan dibahas dengan pendekatan semiotika fashion
C. Semiotika
Semiotika adalah studi yang mengkaji tanda dalam kedidupan sosial: bagaimana tanda
berkerja, diproduksi dan digunakan dalam masyarakat. Adalah Ferdinand de Saussure yang
pertama kali menyatakan akan adanya suatu ilmu, yaitu semiologi sebagai ilmu tentang
kehidupan tanda dalam kehidupan sosial (Saussure, 1967: 33.)
Semiotika adalah teori dan analisis yang menfokuskan pada tanda-tanda (signs)
dalam kehidupan sosial. Saussure mengajukan konsep tanda dikotomi, yang disebut signifiant
(penanda) dan signifié (petanda), yang merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Satu
contoh yang diberikan Saussure adalah bunyi /arbròr/ yang terdiri atas enam huruf ‘arbror’
Kata ‘arbor’ merupakan penanda dalam sebuah konsep yang berhubungan pada sebuah objek
yang kenyataannya merupakan pohon yang memiliki batang, dan daun. Penanda tersebut
(citra bunyi atau kata) itu sendiri bukanlah sebuah tanda, kecuali seseorang mengetahuinya
sebagai hal demikian dan berhubungan dengan konsep yang ditandainya. De Saussure
menggunakan istilah signifiant untuk segi bentuk tanda, dan signifié untuk segi maknanya.

73 | International Seminar on Kartini IN ZAMAN BARU: REFLECTIONS ON THE CONDITION OF


CONTEMPORARY INDONESIA WOMEN. Departement of History, Hasanuddin University,
Makassar, April 23, 2016.
Relasi Penanda (Signifiant) dan petanda (Signifiant)
Tanda merupakan suatu dasar bahasa yang tersusun dari dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, citra bunyi sebagai unsur penanda dan konsep sebagai petanda. Penanda
merupakan aspek material tanda bersifat sensoris dan dapat diindrai, di dalam bahasa
lisan penanda ini diwudjudkan dalam citra bunyi yang berkaitan dengan sebuah konsep
atau petanda. Substansinya bersifat material dan bisa berupa bunyi atau objek. Sedangkan
petanda merupakan aspek mental dari tanda, yang biasa disebut sebagai konsep.
Signifié ini merupakan representasi mental dari tanda dan bukan sesuatu yang
diacu oleh tanda. Jadi petanda bukan benda tetapi representasi mental dari benda.
Saussure menyebut hakikat mental petanda dengan istilah konsep. Penanda dan petanda
dapat dibedakan tetapi dalam prakteknya tidak dapat dipisahkan, keduanya saling menyatu
dan saling tergantung dan kombinasi keduanya kemudian menghasilkan tanda.
Signifiant adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna (aspek
material), yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Pengaturan
makna dari sebuah tanda memerlukan konvensi sosial di kalangan komunitas bahasa.
Dalam hal ini makna suatu tanda mucul dikarenakan adanya kesepakatan diantara
komunitas pengguna bahasa. Sedangkan signifié dalah gambaran mental yakni pikiran atau
konsep (aspek mental dari bahas, (Saussure, 1967: 98). Kedua unsur ini seperti dua sisi dari
sekeping mata uang atau selembar kertas.
Lebih jauh Saussure mendefinisikan tanda signified (petanda) sebagai konsep dan
signifier (penanda) sebagai citra bunyi. Terdapat hubungan diadik antara penanda dan
petanda dan memberikan penjelasan bahwa kedua unsur itu bertalian erat, penanda dan
petanda dan reaksi mental terhadap penanda dan petanda menghubungkan satu dengan
yang lain melalui aktivitas mental yang dibentuk oleh budaya dan kesepakatan. Dengan kata
lain, tanda yang kita pakai ditentukan oleh kesepakatan yang mempunyai nilai kultural.
Saussure menekankan bahwa tidak ada hubungan yang logis antara penanda dan petanda.
Jadi hubungan yang ada adalah hubungan yang arbitrer yang dibentuk dari kesepakatan
sosial. Kata “arbor” itu dapat mewakili suatu citra bunyi di suatu bahasa yang
berbeda, kita hanya dapat menyetujui bahwa ada kearbitreran dan sifat pada tanda ini.
Kearbitreran ini dapat diilustrasikan dengan kenyataan bahwa misalnya, kata “arbor” dapat
mengacu pada sebuah konsep pohon yang memliki batang dan daun (petanda) atau

74 | International Seminar on Kartini IN ZAMAN BARU: REFLECTIONS ON THE CONDITION OF


CONTEMPORARY INDONESIA WOMEN. Departement of History, Hasanuddin University,
Makassar, April 23, 2016.
mungkin sesuatu yang lain jika hal i ni di se pa ka t i sec a ra sosi al . Sa ussure
memberikan tekanan pada citra akustik (penanda) dan konsep (petanda) merupakan
entitas yang terpisah dan yang satu menyebabkan timbulnya yang lain sebab
kesepakatan sosial bertindak seba gai perekat yang melekatkan mereka.

Sumber: Cours de Linguistique Générale. (Sassure, 1967: 68)


Model tanda penanda-petanda menekankan pentingnya konvensi sosial, yang
mengatur relasi antara wujud konkrit sebuah tanda (sinifier) dengan konsep abstrak atau
maknanya (signified). Sebuah penanda mempunyai makna tertentu disebabkan adanya
kesepakatan sosial di antara komunitas pengguna bahasa tentang makna tersebut
(Hasyim, 2014: 38).
Konsep Mitos dan Mitologi

Kata mitos berasal dari bahasa Yunani, mythos, yang berarti ‘kata’, ‘ujaran’, ‘kisan
tentang dewa-dewa’. Sebuah mitos adalah adalah narasi yang tokoh-tokohnya adalah para
dewa, para pahlawan, dan makhluk mitis, plotnya berputar di sekitar asal-muasal benda-
benda atau di sekitar makna benda-benda, dan latarnya adalah dunia metafisika yang
dilawankan dengan dunia nyata. Mitos menciptakan suatu sistem pengetahuan metafis untuk
menjelaskan asal usul, tindakan dan karakter manusia selain fenomena dunia (Danesi, 2008:
46).
Untuk membedakan antara mitos versi tradsional seperti yang dikemukakan di atas
dan versi modern (mitos modern), Barthes menyebut mitos versi modern dengan mitologi
(Barthes, 1957). Mitologi berasal dari gabungan mythos yang berarti ‘true mythical thinking’,
dan logos, rational-scientific thinking (Danesi, 2004:150).
Mitologi adalah istilah yang digunakan Barthes, untuk membedakan konsep yang
disajikan olehnya dari mitos versi tradisional. Mitologi merupakan mitos modern, di mana
dimasukkan aspek ‘logos’ (pemikiran yang rasional atau ilmiah). Jadi, mitos versi lama
adalah segala cerita yang tidak masuk akal tetapi diyakini kebenarannya oleh suatu

75 | International Seminar on Kartini IN ZAMAN BARU: REFLECTIONS ON THE CONDITION OF


CONTEMPORARY INDONESIA WOMEN. Departement of History, Hasanuddin University,
Makassar, April 23, 2016.
masyarakat. Sementara itu, mitos modern adalah segala hal atau cerita yang dirasionalkan
sehingga mitos tersebut dianggap suatu hal yang wajar atau benar.
Dalam teori semiologi Barthes, tanda terdiri atas dua sistem signifikasi: denotasi
(bahasa-objek) dan mitos. Denotasi atau Barthes memberikan istilah Bahasa-Objek dalam
“Mythologies” (1967) adalah level makna deskriptif dan literal yang secara virtual dimiliki
semua anggota suatu masyarakat. Jadi, “sepeda motor” mendenotasikan konsep kendaraan
roda dua, yang digerakkan dengan mesin, dan menggunakan bahan bakar (bensin), memiliki
setir, kaca spion, berwarna hitam, dan seterusnya.” Pada level kedua, makna mitos terbentuk
dengan mengaitkan penanda dengan aspek-aspek sosial-kultur sebagai petanda. Makna mitos
kemudian menjadi persoalan asosiasi atau pertukaran tanda dengan makna sosial-kultural
lain. Misalnya, merek sepeda motor Yamaha Jupiter MX dikaitkan dengan kode kultur, Dewa
Jupiter, sebagai pemimpin para dewa dalam mitotolog Romawi. Konsep petanda pemimpin
pada dewa Jupiter kemudian ditransfer ke dalam merek motor Jupiter sebagai pemimpin
teknologi motor Yamaha.
Dengan demikian dalam signifikasi mitos, petanda sebagai konsep diambil dari aspek-
aspek sosial budaya di masyarakat untuk memberikan makna pada penanda mitos.
Signifikasi ini merupakan produksi makna (baru) yang berifat arbitrer dan motivasional atas
suatu objek (produk). Jadi, fungsi mitos dalam iklan, menjual nilai sosial kultur dengan
mentransfer makna atau kode-kode sosial budaya ke dalam iklan, selain menjual aspek
material tanda (nilai guna produk).
D. Fashion Kebaya
Kebaya adalah blus tradisional yang dikenakan oleh wanita Indonesia yang terbuat
dari bahan tipis yang dikenakan dengan sarung, batik, atau pakaian rajutan tradisional lainnya
dengan motif warna-warni.
Asal kata kebaya berasal dari kata Arab ‘abaya’ yang berarti pakaian. Ada pendapat yang
menyatakan kebaya berasal dari China. Lalu menyebar ke Malaka, Jawa, Bali, Sumatera,
dan Sulawesi. Setelah akulturasi yang berlangsung ratusan tahun, pakaian itu diterima di
budaya dan norma setempat. Namun ada juga pendapat bahwa kebaya memang asli
dari Indonesia. Karena pakaian asli China adalah Cheongsam yang berbeda dari kebaya.
Bentuk paling awal dari kebaya berasal dari istana Majapahit sebagai sarana untuk
memadukan perempuan Kemban yang ada, tubuh bungkus dari perempuan aristokrat menjadi

76 | International Seminar on Kartini IN ZAMAN BARU: REFLECTIONS ON THE CONDITION OF


CONTEMPORARY INDONESIA WOMEN. Departement of History, Hasanuddin University,
Makassar, April 23, 2016.
lebih sederhana dan dapat diterima oleh yang baru memeluk agama
Islam. Aceh, Riau dan Johor dan Sumatera Utara mengadopsi gaya kebaya Jawa sebagai
sarana ekspresi sosial status dengan penguasa Jawa yang lebih alus atau halus. Nama kebaya
sebagai pakaian tertentu telah dicatat oleh Portugal saat mendarat di Jawa. Kebaya Jawa
seperti yang ada sekarang telah dicatat oleh Thomas Stamford Bingley Raffles di 1817,
sebagai sutra, brokat dan beludru, dengan pembukaan pusat dari blus diikat oleh bros, bukan
tombol dan tombol-lubang di atas batang tubuh bungkus kemben, yang kain (dan pisahkan
bungkus kain beberapa meter panjang keliru diberi istilah 'sarung di Inggris (sarung
(aksen Malaysia: sarung) dijahit untuk membentuk tabung, seperti pakaian Barat).
Sekitar tahun 1500-1600, di Pulau Jawa, kebaya adalah pakaian yang hanya
dikenakan keluarga kerajaan Jawa. Kebaya juga menjadi pakaian yang dikenakan
keluarga Kesultanan Cirebon, Kesultanan Mataram dan penerusnya Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat. Selama masa kendali Belanda di pulau itu, wanita-
wanita Eropa mulai mengenakan kebaya sebagai pakaian resmi. Selama masa ini, kebaya
diubah dari hanya menggunakan barang tenunan mori menggunakan sutera dengan sulaman
warna-warni. Pakaian yang mirip yang disebut "nyonya kebaya" diciptakan pertama kali oleh
orang-orang Peranakan dari Melaka. Mereka mengenakannya dengan sarung dan sepatu
cantik bermanik-manik yang disebut "kasut manek". Kini, nyonya kebaya sedang mengalami
pembaharuan, dan juga terkenal di antara wanita non-Asia. Variasi kebaya yang lain juga
digunakan keturunan TionghoaIndonesia di Cirebon, Pekalongan, Semarang, Lasem, dan
Surabaya.
Penggunaan kebaya juga memainkan peran politik yang cukup penting. Kebaya telah
dinyatakan sebagai busana nasional Indonesia. Kebaya sebenarnya juga ditemukan
di Sumatera, Sulawesi dan NTT dengan corak daerah. Tokoh politik seperti Kartini memakai
kebaya. Dan peringatan hari Kartini dilakukan dengan menggunakan kebaya. Berbagai istri
pejabat negara mengenakan pakaian kebaya di berbagai kesempatan, misalnya istri
Presiden Soekarno dan Soeharto.
Pada masa sekarang kebaya telah mengalami berbagai perubahan desain. Kebaya
digunakan sebagai seragam resmi pramugari Singapore Airlines, Malaysia
Airlines danGaruda Indonesia.
E. Raden Ajeng Kartini

77 | International Seminar on Kartini IN ZAMAN BARU: REFLECTIONS ON THE CONDITION OF


CONTEMPORARY INDONESIA WOMEN. Departement of History, Hasanuddin University,
Makassar, April 23, 2016.
RA. Kartini, yang berasal dari keluarga priyayi, lahir pada tanggal 21 April 1879 di
Jepara, Jawa Tengah. RA. Kartini yang memiliki nama panjang Raden Adjeng Kartini ini
ialah anak perempuan dari seorang patih yang kemudian diangkat menjadi bupati Jepara,
Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Ibu dari Kartini memiliki nama M.A. Ngasirah, istri
pertama dari Sosroningrat yang bekerja sebagai guru agama di salah satu sekolah di
Telukawur, Jepara. Silsilah keluarga Kartini dari ayahnya, bisa dilacak terus hingga Sultan
Hamengkubuwono IV, dan garis keturunan Sosroningrat sendiri bisa terus ditelusuri hingga
pada masa Kerajaan Majapahit.
Kartini dikenal sebagai wanita yang mempelopori kesetaraan derajat antara wanita
dan pria di Indonesia. Hal ini dimulai ketika Kartini merasakan banyaknya diskriminasi yang
terjadi antara pria dan wanita pada masa itu, dimana beberapa perempuan sama sekali tidak
diperbolehkan mengenyam pendidikan. Kartini sendiri mengalami kejadian ini ketika ia tidak
diperbolehkan melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Kartini sering
berkorespondensi dengan teman-temannya di luar negeri, dan akhirnya surat-surat tersebut
dikumpulkan oleh Abendanon dan diterbitkan sebagai buku dengan judul “Habis Gelap
Terbitlah Terang”.
Sejarah perjuangan RA. Kartini semasa hidupnya berawal ketika ia yang berumur 12
tahun dilarang melanjutkan studinya setelah sebelumnya bersekolah di Europese Lagere
School (ELS) dimana ia juga belajar bahasa Belanda. Larangan untuk Kartini mengejar cita-
cita bersekolahnya muncul dari orang yang paling dekat dengannya, yaitu ayahnya sendiri.
Ayahnya bersikeras Kartini harus tinggal di rumah karena usianya sudah mencapai 12 tahun,
berarti ia sudah bisa dipingit. Selama masa ia tinggal di rumah, Kartini kecil mulai menulis
surat-surat kepada teman korespondensinya yang kebanyakan berasal dari Belanda, dimana ia
kemudian mengenal Rosa Abendanon yang sering mendukung apapun yang direncanakan
Kartini. Dari Abendanon jugalah Kartini kecil mulai sering membaca buku-buku dan koran
Eropa yang menyulut api baru di dalam hati Kartini, yaitu tentang bagaimana wanita-wanita
Eropa mampu berpikir sangat maju. Api tersebut menjadi semakin besar karena ia melihat
perempuan-perempuan Indonesia ada pada strata sosial yang amat rendah.
Kartini juga mulai banyak membaca De Locomotief, surat kabar dari Semarang yang
ada di bawah asuhan Pieter Brooshoof. Kartini juga mendapatkan leestrommel, sebuah
paketan majalah yang dikirimkan oleh toko buku kepada langganan mereka yang di dalamnya

78 | International Seminar on Kartini IN ZAMAN BARU: REFLECTIONS ON THE CONDITION OF


CONTEMPORARY INDONESIA WOMEN. Departement of History, Hasanuddin University,
Makassar, April 23, 2016.
terdapat majalah-majalah tentang kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Kartini kecil sering
juga mengirimkan beberapa tulisan yang kemudian ia kirimkan kepada salah satu majalah
wanita Belanda yang ia baca, yaitu De Hollandsche Lelie. Melalui surat-surat yang ia
kirimkan, terlihat jelas bahwa Kartini selalu membaca segala hal dengan penuh perhatian
sambil terkadang membuat catatan kecil, dan tak jarang juga dalam suratnya Kartini
menyebut judul sebuah karangan atau hanya mengutip kalimat-kalimat yang pernah ia baca.
Pemikiran-pemikiran Kartini dalam surat-suratnya tidak pernah bisa dibaca oleh
beberapa orang pribumi yang tidak dapat berbahasa Belanda. Baru pada tahun 1922, Balai
Pustaka menerbitkan versi translasi buku dari Abendanon yang diberi judul “Habis Gelap
Terbitlah Terang: Buah Pikiran” dengan bahasa Melayu. Pada tahun 1938, salah satu
sastrawan bernama Armijn Pane yang masuk dalam golongan Pujangga Baru menerbitkan
versi translasinya sendiri dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Versi milik Pane
membagi buku ini dalam lima bab untuk menunjukkan cara berpikir Kartini yang terus
berubah. Beberapa translasi dalam bahasa lain juga mulai muncul, dan semua ini dilakukan
agar tidak ada yang melupakansejarah perjuangan RA. Kartini semasa hidupnya itu.
E. Pembahasan
Hari Kartini selalui diperingati tanggal 21 April dan peringatan untuk figur wanita
yang didaulat paling berjasa bagi kaum wanita di Indonesia, yang mempelopori para wanita
agar mendapatkan hak yang setara dengan kaum pria dapatkan khususnya hak mendapatkan
pendidikan.
Pada perayaan Hari Kartini, warga negara Indonesia khususnya perempuan
merayakannya dengan memakai pakaian tradisional kebaya dan atau pakaian adat daerah
masing-masing yang diadakan di sekolah-sekolah, instansi pemerintah, perusahaan dan
masyarakat umum.

79 | International Seminar on Kartini IN ZAMAN BARU: REFLECTIONS ON THE CONDITION OF


CONTEMPORARY INDONESIA WOMEN. Departement of History, Hasanuddin University,
Makassar, April 23, 2016.
Perayaan Hari Kartini, di berbagai daerah diperingati dengan cara menggunakan baju
adat daerah-daerah yang ada di Indonesia. Pertanyaan semiotis atas representasi penggunaan
pakaian tradsional (adat) dan kebaya pada Hari Kartini adalah apa relasi antara baju adat dan
perjuangan R. A. Kartini itu sendiri?
Dalam pandangan semiotika tanda adalah adalah sesuatu merujuk atau memaknai
sesuatu yang lain. Tanda yang dirujuk sebagai tataran pertama disebut denotasi, yaitu pakaian
kebaya dan pakaian adat yang dikenakan kalangan perempuan pada Hari Kartini. Tanda yang
mengacu sesuatu yang lain sebagai tataran kedua disebut konotasi, tanda mengacu pada sosok
Kartini sebagai perempuan yang memiliki pemikiran tentang perjuangan atas perempuan
dalam pendidikan dan dunia kerja. Pakaian kebaya yang digunakan Kartini merupakan
konotasi simbolik atas pakaian adat dan kebaya yang digunakan kalangan perempuan pada
perayaan Hari Kartini. Dengan demikian, pakaian kebaya atau pakaian adat pada Hari Kartini
merupakan tanda representatif atas fashion yang dikenakan R.A. Kartini.

Denotasi Konotasi

Perayaan Hari Kartini yang dicirikan dengan penggunaan pakaian kebaya atau
pakaian adat menghasilkan makna-makna konotasi di kalangan perempuan atau masyarakat.
Makna-makna konotasi sebagai reproduksi atas tanda Kartini adalah:
- Perempuan dalam pendidikan (memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan)
- Perempuan dalam dunia kerja (memiliki hak mengembangkan karir dalam dunia
kerja)

80 | International Seminar on Kartini IN ZAMAN BARU: REFLECTIONS ON THE CONDITION OF


CONTEMPORARY INDONESIA WOMEN. Departement of History, Hasanuddin University,
Makassar, April 23, 2016.
- Perempuan dalam keluarga
- Perempuan dalam masyarakat
- Perempuan dalam pemerintahan
Pakaian kebaya atau pakaian adat pada Hari Kartini mengkonotasikan identitas diri
dan sosial perempuan Indonesia. Dengan kata lain, pakaian “Kartini” dapat dimetaforkan
sebagai kulit sosial dan budaya Perempuan Indonesia.
Fashion “Kartini” adalah salah satu penandaan yang paling jelas dari penampilan
dunia luar dan makna yang ditimbulkan dari penandaan adalah makna-makna konotasi atas
sosok Kartini yang direpresentasikan melalui pakaian kebaya. Tanda fashion Kartini adalah
representatif.
F. Kesimpulan
Fashion ‘Kartini’ dengan pakaian kebaya dan pakaian adat merupakan komunikasi
tanda. Dalam hal ini digunakan konsep yang relatif tidak kontroversial bahwa apa yang
dipakai kaum perempuan itu bermakna atau signifikan dan diupayakan untuk menjelaskan
apa saja makna-makna fashion Kartini yang ada di kalangan masyarakat, khususnya
perempuan, dan bagaimana makna fashion Kartini diproduksi oleh masyarakat pada perayaan
Hari Kartini dan bagaimana makna fashion yang telah diproduksi dikomunikasikan dalam
kehidupan masyarakat.
Dalam pandangan semiotika fashion Kartini mengkonotasikan bahwa perempuan-
perempuan masa kini sosok makhluk yang sukses dalam dunia pendidikan dan dunia kerja
yang tidak sama sosok perempuan-perempuan masa dulu (di era R.A. Kartini)

DAFTAR PUSTAKA
Barnard, Malcon. 2011. Fashion sebagai Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra
Barthes, Roland. 1968. Elements of Semiology. New York: Hill and Wang
Barthes, Roland. 1957. Mythologies. Paris: Editions de Suil.
Carlyle, T. 1978. Sartor Resartus. Oxford: Oxford University Press.
Danesi, Marcel. 2004. Messages, Signs, and Meanings: A Basic Textbook in Semiotics
and Communication Theory. Canada: Canadian Scholars’ Press Inc.
Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. (Diterjemahkan
oleh A. Gunawan Admiranto). Jakarta: Jalasutra.
Eco, Umberto. Social Life as Sign System dalam Robey D. (ed.). Structuralism. London:
Jonathan Cape. 1972.
Hasyim, Muhammad. 2014. Konstruksi Mitos dan Ideologi dalam Iklan Komersial Televisi,
Suatu Analisis Semiologi. Disertasi. Makassar: Universitas Hasanuddin
81 | International Seminar on Kartini IN ZAMAN BARU: REFLECTIONS ON THE CONDITION OF
CONTEMPORARY INDONESIA WOMEN. Departement of History, Hasanuddin University,
Makassar, April 23, 2016.
Saussure, Ferdinand de. 1967. Cours de Linguistique Générale. Paris: Payot

Situs
http://www.portalsejarah.com/sejarah-singkat-perjuangan-ra-kartini-semasa-
hidupnya.html
https://dejayvi.wordpress.com/2009/01/16/fashion-sebagai-komunikasi/
http://female.kompas.com/read/2010/09/26/11502730/Terbang.Bersama.Kebaya//
http://www.kompasiana.com/santarosa/hari-kartini-apa-mengapa-dan-tujuan-
diperingati_5535bc6c6ea834962dda42d0

82 | International Seminar on Kartini IN ZAMAN BARU: REFLECTIONS ON THE CONDITION OF


CONTEMPORARY INDONESIA WOMEN. Departement of History, Hasanuddin University,
Makassar, April 23, 2016.

Anda mungkin juga menyukai