Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah, serta karunia-Nya kepada kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
agama ini dengan baik.
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, kami semua dapat menyusun,
menyesuaikan, serta dapat menyelesaikan sebuah makalah ini. Di samping itu, kami
mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yan telah banyak membantu kami dalam
menyelesaikan pembuatan sebuah makalah ini, baik dalam bentuk moril maupun dalam
bentuk materi sehingga dapat terlaksana dengan baik, Insya allah.
Kami, sangat menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini memang masih banyak
kekurangan serta amat jauh dari kata kesempurnaan. Namun, kami semua telah berusaha
semaksimal mungkin dalam membuat sebuah makalah ini. Di samping itu, kami sangat
mengharapkan kritik serta saran nya dari semua teman-teman demi tercapainya
kesempurnaan yang di harapkan dimasa akan datang.

Dumai, 22 Mei 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................ 1
Daftar Isi.......................................................................................................... 2

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 3


A. Latar Belakang.................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 4
C. Tujuan Masalah................................................................................... 4
D. Manfaat Masalah ............................................................................... 4

BAB II. PEMBAHASAN ............................................................................... 5


A. Buruk Sangka...................................................................................... 5
B. Gibah.................................................................................................. 7
C. Larangan Berbuat Boros...................................................................... 9
D. Hasad................................................................................................... 12
E. Namimah ............................................................................................ 14
F. Hubb Al-Dunya.................................................................................. 15
G. Ibtida Al-Hawa................................................................................... 17
H. Thama ............................................................................................... 19

BAB III. PENUTUP....................................................................................... 22


A. Simpulan.............................................................................................. 22
B. Saran .................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 23

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perilaku Tercela adalah perbuatan yang tidak Diridhoi oleh Allah. Seorang
Menganiaya berarti menyiksa, menyakiti dan berbagai bentuk ketidakadilan seperti
menindas, mengambil hak orang lain dengan paksa dan lain-lainnya. Aniaya termasuk
perbuatan tercela yang dibenci Allah SWT bahkan sesama manusia. Berbuat Aniaya berarti
berbuat dosa. Oleh karena itu, aniaya akan mendatangkan akibat-akibat buruk yang akan
diterima oleh pelakunya. Dewasa ini banyak sekali perilaku aniaya bahkan telah menjadi
trend dikalangan orang yang memiliki kedudukan tinggi. Mereka selalu menilai seseorang
dan memperlakukan seseorang sesuai dengan status sosialnya. Bila seorang pejabat telah
menilai seseorang itu jauh lebih rendah dari status sosial yang di jabatnya, bukan tidak
mungkin ia akan berbuat seenaknya sendiri. Sungguh moral manusia sudah sangat rusak
akibat perilaku tercela tersebut.
Disisi lain, Al-Qur’an juga mengemukakan dan memberi peringatan tentang akhlak-
akhlak buruk atau tercela yang dapat merusak iman seseorang dan pada akhirnya akan
merusak dirinya serta kehidupan masyarakat. Akhlak buruk itulah yang disampaikan oleh
rasulullah yang ditunjukkan oleh kaum Quraisy dahulu untuk memojokkan kebenaran yang
disampaikan rasulullah sebagaimana yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Quraisy seperti Abu
jalal, Walid bin mugirah, Akhnas bin syariq, Aswad bin abdi Yaquts. Oleh karena itu, iman
merupakan suatu pengakuan terhadap kebenaran dan harus dipelihara serta di tingkat kan
kualitas nya melalui sikap dan perilaku terpuji.
Sifat terpuji dan tercela yang tertanam dalam diri manusia selalu berdampingan dan
terlihat dalam perilaku sehari-hari. Apabila perilaku seseorang menampilkan kebaikan, maka
terpujilah sikap orang tersebut. Sebaliknya, apabila perilaku seseorang menmpilkan kebaikan
atau kejahatan, maka tercelalah sikap orang tersebut. Sifat tercela sangat dilarang oleh Allah
SWT dan harus dihindari dalam pergaulan sehari-hari karena akan merugikan diri sendiri
maupun orang lain.

3
B. Rumusan Masalah
a) Menjelaskan pengertian dari sifat Ghibah?
b) Menjelaskan pengertian dari Prasangka Buruk?
c) Menjelaskan pengertian dari sifat Hasad?
d) Menjelaskan pengertian dari sifat Boros?
e) Menjelaskan pengertian dari sifat Namimah?
f) Menjelasan tentang hubb al-dunya ?
g) Menjelasan tentang ittiba’ al-hawa ?
h) Menjelasan tentang thama’ ?

C. Tujuan Masalah
a) Untuk mengetahui pengertian dari sifat gibah.
b) Untukl mengetahui pengertian dari berprasangka buruk.
c) Untuk mengetahui pengertian dari sifat hasad.
d) Untukn mengetahui pengertian dari berperilaku boros.
e) Untuk mengetahui pengertian dari sifat namimah.
f) Untuk mengetahui penjelasan hubb al-dunya.
g) Untuk mengetahui penjelasan tentang ittiba’ al-hawa.
h) Untuk mengetahui penjelasan tentang thama’

D. Manfaat Masalah
a) Agar kita dapat mengetahui bagaimana sifat ghibah.
b) Agar kita mengetahui bagaimana prilaku buruk.
c) Agar kita mengetahui bagaimana sifat hasad.
d) Agar kita mengetahui bagaimana sifat boros.
e) Agar kita mengetahui bagaikmana penjelasan namimah.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak Tercela (Akhlak Mazmumah)

Akhlak tercela (akhlak mazmumah) terdiri dari dua kata yakni, akhlak dan tercela
(mazmumah). Akhlaq adalah meervoud dari khilqun yang mengandung segi-segi persesuaian
dengan Khalqun serta erat hubungannya dengan Khaliq dan Makhluk. Arti dari Akhlaq atau
Khilqun (Khuluqun) yaitu perangai, tabi’at, watak. Sedangkan arti dari kata Khalqun adalah
kejadian, penciptaan, ciptaan. Ibnu Athir dalam kitabnya an-Nihayah telah menerangkan
bahwa : “Hakikat makna khuluqun ( ٌ‫ُخلُق‬ ) itu ialah gambaran batin manusia yang tepat
(yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang makna khalqun ( ٌ‫ ) َخ ْلق‬merupakan gambaran bentuk
luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendah tubuhnya, dan sebagainya)“.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tercela berasal dari kata dasar cela yang
artinya sesuatu yg menyebabkan kurang sempurna, cacat, kekurangan; aib, noda (tt kelakuan
dsb); hinaan, kecaman, kritik. Tercela itu sendiri memiliki arti tidak pantas. Sedangkan kata
mazmumah berasal dari bahasa arab yang bisa jadi arti asalnya adalah dibenci, dihujat.
Dengan demikian Akhlak tercela dapat diartikan sebagai perangai, tabiat, watak yang
tidak pantas, patut dikecam, dihujat dan dibenci. Imam Ghazali berpendapat bahwa Akhlak
tercela adalah segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan dan
kehancuran diri, yang tentu saja bertentangan dengan fitrahnya untuk selalu mengarah kepada
kebaikan.

B. Macam-macam Akhlak Tercela


Didalam kehidupan ini banyak sekali kita menjumpai perilaku tercela namun kita akan
membahas sebagian dari perilaku tercela tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Buruk Sangka
Buruk sangka adalah menyangka seseorang berbuat kejelekan atau menganggap jelek
tanpa adanya sebab-sebab yang jelas yang memperkuat sangkanya. Dan perbuatan itu dapat
membuat pelakunya mendapat dosa dari Allah SWT. Dan dapat membuat hati seseorang
kotor dan itu sangat di sayangkan karna pusat kegiatan seorang ada di hati,jika hati seseorang
bersih dari noda dan dosa maka seluruh anggota tubuhnya akan bersih pula namun jika

5
hatinya kotor maka tubuhnya akan ikut ter kotori karna hati itu yang menyebarkan darah yang
mengalir dari jantung ke setiap sendi-sendi dalam tubuh manusia dan bayangkan jika darah
itu telah terkotori dengan dosa dan noda.
Dalam hadis kudsi bahwasanya dari Abu Dzar Al-Ghifari ra.Rasulullah bersabda
tentang apa yang beliau riwayatkan dari rabb-nya ‘Azza wa Jalla, sesungguhnya Dia
berfirman,
“Wahai hamba-ku, sesungguhnya aku telah mengharamkan kezaliman itu haram di antara
kamu. Oleh karna itu, janganlah kamu saling Menzalimi.(H.R Muslim).
Buruk sangka itu termasuk perbuatan zalim karna kita telah memberikan perasangka
tidak baik pada sesuatu padahal sesuatu/seseorang itu belum tentu buruk karena yang pantas
mengadili sesuatu baik atau buruknya hanya-lah Allah semata karena kita manusia sangat
banyak kekurangan dalam segala hal dan bagaimana kita mengatakan sesuatu itu buruk
sedangkan kita sendiri tidak tahu apakah kita sudah termasuk orang yang terbebas dari dosa
dan noda serta keburukan dalam hati kita serta hidup kita dalam sehari-hari. Dan Allah juga
telah berfirman dalam Al-Qur’an yang berbunyi :

‫ض ُك ْم‬
ُ ‫سوا َو ََل يَ ْغتَبْ بَ ْع‬ُ ‫س‬ َّ ‫الظ ِن ِإثْ ٌم ۖ َو ََل تَ َج‬
َّ ‫ض‬ َ ‫الظ ِن ِإ َّن بَ ْع‬ َّ َ‫يرا ِمن‬ ً ‫اجتَ ِنبُوا َك ِث‬ ْ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا‬
ٌ ‫ّللاَ تَ َّو‬
‫اب َر ِحي ٌم‬ َّ ‫ضا ۚ أَي ُِحبُّ أَ َحد ُ ُك ْم أ َ ْن يَأ ْ ُك َل َل ْح َم أ َ ِخي ِه َم ْيتًا فَ َك ِر ْهت ُ ُموهُ ۚ َواتَّقُوا‬
َّ ‫ّللاَ ۚ إِ َّن‬ ً ‫بَ ْع‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan),
karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang”. (Q.S Al-Hujurat :12)
Apalagi kalau kita berperasangka buruk pada masalah-masalah Aqidah yang harus di
yakini apa adanya. Buruk sangka dalam hal ini adalah haram seperti yang telah Allah
gambarkan dalam Al-Qur’an surah Al-hujurat di atas bahwasanya Allah sangat melarang hal
demikian karna dapat menjerumuskan kita pada perbuatan dosa dan perbuatan dosa itu akan
di mintai pertanggung jawaban di akhirat kelak oleh Allah dan sebaiknya kita berperasangka
terhadap masalah-masalah kehidupan agar memiliki semangat untuk menyelidikinya, dan
perkara seperti ini di bolehkan karna dapat membawa seseorang pada sesuatu yang
bermanfaat bagi hidupnya dan orang lain untuk sumber ilmu yang baru.

6
Rasulullah SAW bersabda :
"Hindarilah prasangka, karena prasangka itu berita yang paling bohong."
(HR. Muslim).

2. Gibah
Secara bahasa, gibah (menggunjing) adalah menceritakan keburukan (keaiban) orang
lain. Secara istilah berarti membicarakan kejelakan dan kekurangan orang lain dengan
maksud mencari kesalahan-kesalahannya, baik jasmani, agama, kekayaan, akhlak ataupun
bentuk lahiriyahnya. Gibah tidak terbatas melalui lisan saja, namun bisa terjadi dengan
tulisan atau gerakan tubuh. Apabila hal itu berhubungan dengan agama seseorang, ia akan
mengatakan bahwa ia pembohong, fasik, munafik, dan lain-lain. Dalam hadist dikatakan :

ُ‫ هللا‬:‫ أَت َ ْد ُر ْونَ بِ ْال ِغ ْيبَ ِة؟ قَالُ ْوا‬:‫ قَا َل‬.‫م‬.‫س ْو َل هللاِ ص‬ ُ ‫ أ َ َّن َر‬.‫ض‬.‫َو َع ْن أَبِى ُه َري َْرة َ ر‬
‫ْت ا ِْن َكانَ فِي أ َ ِخي َما أَقُ ْولُ؟‬ َ ‫ ِق ْي َل أَفَ َرأَي‬،ُ‫َاك ِب َما يُ ْك َره‬
َ ‫ ِذ ْك ُر َك أَخ‬:‫ قَا َل‬،‫س ْولُهُ أ َ ْعلَ ُم‬
ُ ‫َو َر‬
‫ (رواه مسلم‬،ُ‫ َوا ِْن لَ ْم َي ُك ْن فِ ْي ِه َما تَقُ ْو ُل فَقَ ْد بَ َهتَه‬،ُ‫ ا ِْن َكانَ فِ ْي ِه َما تَقُ ْو ُل فَقَ ِد ا ْغت َ ْبتَه‬:‫قَا َل‬
Artinya : “Abu Hurairah r.a berkata Rasulullah SAW bersabda: ”Tahukah kamu apakah
gibah itu?”Para sahabat menjawab: “Allah dan Rasulnya lebih mengetahui”. Lalu Nabi
bersabda: menyebut saudaranya dengan apa yang tidak disukainya. Lalu Rasul ditanya:
“Bagaimanakah pendapat engkau kalau itu memang (kejadian) sebenarnya dan apa
adanya?” Nabi menjawab: “Walaupun yang kamu katakan itu benar begitu, itulah disebut
Gibah. Akan tetapi jikalau menyebut apa-apa yang tidak sebenarnya, berarti kita telah
menuduhnya dengan kebohongan atau fitnah”. (H.R. Muslim).
Dari hadis diatas dapat kita ambil hikmah bahwasanya kita dilarang menceritakan
kejelekan saudara kita walaupun dibelakangnya, sekalipun sesuatu itu benar-benar terjadi,
sedangkan ia tidak menyukai jika ia mendengar apa yang kita katakan kepada saudara kita
yang lain dan dapat juga mencemarkan nama baik saudara kita dalam bermasyarakat. Allah
SWT menggambarkan bahwa seseorang yang menggunjing itusama dengan memakan daging
bangkai yang tentunya sangat menjijikkan.
Apabila kita mendengar seseorang yang melakukan gibah atau membicarakan hal-hal
yang kotor lainya tentang seseorang maka kita hendaklah menghindar karena kita dapat
resiko yaitu mendapat dosa dari Allah karena kita membiarkan suatu kemungkaran dan tanpa

7
mencegahnya bahkan kita ikut bergabung dalam perbuatan mungkar tersebut. Seperti Firman
Allah SWT (QS al Qhasshas ayat 55)
Islam melarang perbuatan ghibah tersebut dengan maksud untuk menjaga keimanan serta
menjaga dari perbuatan maksiat kepada Allah SWT, karena sesungguhnya sesama muslim
dilarang membuka aib.
Tidak semua jenis gibah dilarang dalam agama. Ada beberapa jenis gibah yang
diperbolehkan dengan maksud untuk mencapai tujuan yang benar dan tidak mungkin tercapai
kecuali dengan gibah. Gibah yang diperbolehkan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Melaporkan perbuatan aniaya yang dilakukan oleh seseorang.
b. Usaha untuk mengubah kemungkaran dan membantu sesorang keluar dari perbuatan maksiat.
c. Gibah untuk tujuan meminta nasihat.
d. Gibah untuk memperingatkan pada kaum muslim tentang suatu fatwa.
e. Memberi penjelasan dengan suatu sebutan yang terkenal pada diri seseorang meskipun itu
sesuatu yang buruk, seperti si bisu, si pincang dan lain-lain.
Contoh perilaku gibah antara lain :
a) Membicarakan keburukan orang lain melaui lisan, seperti antartetangga yang satu dengan
yang lainnya.
b) Membicarkan keburukan orang lain melalui bahasa isyarat.
c) Membicarakan keburukan orang lain melalui gerakan tubuh dengan maksud mengolok-
ngolok.
d) Membicarkan keburukan orang lain melalui media massa tanpa ada maksud untuk kebaikan.
Karena gibah termasuk dosa dan sering membawa kepada permusuhan, maka
hindarilah kebiasaan bergibah. Berikut ini di antara cara supaya terhindar dari perilaku gibah:
a. Selau mengingat bahwa perbuatan gibah adalah penyebab kemarahan dan kemurkaan Allah
SWT.
b. Selalu mengingat bahwasanya timbangan kebaikan gibah akan pindah kepada orang yang
digunjingnya.
c. Hendaknya orang yang melakukan gibah mengingat terlebih dahulu aib dirinya sendiri dan
segera berusaha memperbaikinya.
d. Menjauhi factor-faktor yang menimbulkan terjadinya gibah.
e. Senantiasa mengingatkan orang-orang yang melakukan gibah.
Adapun cara taubat bagi orang yang melakukan gibah, yakni sebagai berikut :
a) Menarik kembali kabar bohong yang dia sampaikan dahulu.
b) Meminta maaf atau meminta untuk di halalkan kepada yang di fitnah.

8
c) Meminta ampun pada Allah atas perbuatanya (melakukan gibah).
Adapun pengaruh negatif yang ditimbulkan dari perilaku ghibah antara lain:
a. Menimbulkan fitnah
b. Menyebabkan perpecahan dan permusuhan
c. Merusak nama baik pada diri sendiri dan orang lain.
d. Dapat merusak keimanan

3. Larangan Berbuat Boros (Konsumtif)


Boros adalah Perbuatan boros adalah gaya hidup gemar berlebih-lebihan dalam
menggunakan harta, uang maupun sumber daya yang ada demi kesenangan saja. Dengan
terbiasa berbuat boros seseorang bisa menjadi buta terhadap orang-orang membutuhkan di
sekitarnya,sulit membedakan antara yang halal dan yang haram,mana boleh mana tidak boleh
dilakukan, dan lain sebagainya. Alloh SWT menyuruh kita untuk hidup sederhana dan hemat,
karena jika semua orang menjadi boros maka suatu bangsa bisa rusak/hancur. Menurut para
sahabat pengertian sikap boros dalam pandangan islam :
Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah
menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar.”
Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam
jalan yang benar, itu bukanlah tabdzir (pemborosan). Namun jika seseorang menginfakkan
satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir
(pemborosan).”
Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan
nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk
berbuat kerusakan.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 8: 474-475).
Ibnul Jauzi berkata bahwa yang dimaksud boros ada dua pendapat di kalangan para
ulama:
1. Boros berarti menginfakkan harta bukan pada jalan yang benar. Ini dapat kita lihat
dalam perkataan para pakar tafsir yang telah disebutkan di atas.
2. Boros berarti penyalahgunaan dan bentuk membuang-buang harta. Abu ‘Ubaidah
berkata, “Mubazzir (orang yang boros) adalah orang yang menyalahgunakan, merusak
dan menghambur-hamburkan harta.” (Zaadul Masiir, 5: 27-28)
Dalam hadist Rasulullah saw bersabda :

9
ُ‫ َويُ ْك ِره‬،ً‫ضى لَ ُك ْم ثَالَثا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫ قَا َل‬.‫ض‬.‫ع ََ ْن أ َ ِبى ُه َري َْرة َ ر‬
َ ‫ ِإ َّن هللاَ تَ َعالَى يَ ْر‬:.‫م‬.‫س ْو ُل هللاِ ص‬
َ‫ص ُم ْوا ِب َح ْب ِل هللاِ َج ِميْعا ً َوَل‬
ِ َ ‫ َوا َ ْن ت َ ْعت‬،ً‫شيْئا‬ َ ‫ فَ َي ْر‬،ً‫لَ ُك ْم ثَالَثا‬
َ ‫ضى لَ ُك ْم ا َ ْن تَ ْعبُد ُْوهُ َوَلَ ت ُ ْش ِر ُك ْوا ِب ِه‬
)‫( رواه مسلم‬.‫عةُ ْال َما ِل‬ ُّ ‫ َويُ ْك ِرهُ َل ُك ْم قِ ْي َل َوقَا َل َو َكثْ َرة ُ ال‬،‫تَفَ َّرقُ ْوا‬.
َ ِ‫س َؤا ِل َوا‬
َ ‫ضا‬
Artinya : “Abu Hurairah r.a berkata bahwa Rasulullah
SAW.bersabda”sesungguhnya Allah SWT.menyukai tiga macam yaitu,kalau kamu
menyembah kepadan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.Dan supaya
kamu berpegang teguh dengan ikatan Allah,dan janganlah bercerai-berai.Dan Dia
membenci bila kamu banyak bicara dan banyak bertanya dan memboroskan harta.” (H.R
Muslim).

Dari hadist di atas mengandung enam hal ; tiga hal yang Allah sukai dan tiga hal yang
Allah di benci-Nya,yaitu :
a. Allah suka bila hamba-Nya menyembah padan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun.
b. Allah suka kalau hamba-Nya berpegang teguh dengan ikatan Allah;
c. Allah suka kalau hamban-Nya tidak bercerai-berai.
d. Allah membenci hamba-Nya yang banyak bicara.
e. Allah membenci hamba-Nya yang banyak bertanya sesuatu tidak berguna.
f. Allah membenci hamba-Nya yang memboros kan harta.

Dari isi kandungan hadis di atas kita akan kita fokuskan pada poin enam yakni sesuai
dengan pembahasan dalam topik yang akan kita bahas tentang pemborosan harta atau
lajimnya di sebut konsumtif karna pembahasan tentang pemborosan ini sangat penting kita
kaji karna dari dulu sampai sekarang sikap pemborosan tidak pernah terlepas dalam
kehidupan manusia yang bermasyarkat karna kecenderungan manusia ingin memiliki sesuatu
walaupun kadang sesuatu itu tidak bermanfaat baginya dan melebihi kebutuhan yang ia
butuhkan,

Disamping mencela sikap kikir,Islam juga mencela orang yang suka memboroskan
hartanya terhadap hal-hal yang tidak berguna bagi dirinya serta keluarganya karna dalam
islam kita di anjurkan untuk senatiasan membagikan harta kita kepada orang lain yang
membutuhkan harta yang miliki karna tidak semua manusia mendapat keberuntungan seperti
manusia lainya, jadi manusia yang memiliki harta yang lebih seharusnya membagikan kepada
saudaranya karna dalam Islam kita di ajarkan untuk saling melengkapi dan saling memberi

10
sehingga adanya perintah di wajibkanya jakat bagi orang-orang yang memiliki harta yang
sampai pada batas nisaf sesuai yang telah di tentukan.
Dalam kitab Al-Qur’an telah di sebutkan larangan tentang bersikap boros :

‫ِيرا‬ َّ ‫ت ذَا ْالقُ ْر َبى َحقَّهُ َو ْال ِم ْس ِكينَ َوابْنَ ال‬


ً ‫س ِبي ِل َوَل ت ُ َب ِذ ْر ت َ ْبذ‬ ِ ‫َوآ‬
ً ُ‫ان ِل َر ِب ِه َكف‬
‫ورا‬ ُ ‫ط‬ َ ‫ش ْي‬
َّ ‫ين َو َكانَ ال‬
ِ ‫اط‬ َّ ‫ِإ َّن ْال ُم َب ِذ ِرينَ َكانُوا ِإ ْخ َوانَ ال‬
ِ ‫ش َي‬
Artinya : “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,
kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-
hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-
saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (QS. Al-Isra’ : 26-27)

َ‫يَا َبنِي آدَ َم ُخذُوا ِزينَتَ ُك ْم ِع ْندَ ُك ِل َمس ِْج ٍد َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َو ََل تُس ِْرفُوا ۚ إِنَّهُ ََل ي ُِحبُّ ْال ُمس ِْرفِين‬

Artinya : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS: Al-A'raf Ayat: 31)
Allah sangat melarang perbuatan pemborosan yang dapat merugikan diri sendiri
secara moral dan merugikan saudara semuslim yang membutuhkan harta dari muslim lainnya
yang memiliki harta yang berlebih dan mampu untuk ia lebih ia bagikan, namun dia lebih
suka membelanjakan hal-hal yang tidak ada manfaatnya.
Beberapa Contoh Sifat Boros dalam Kehidupan Sehari-hari :
a) Gemar beli produk yang mahal-mahal karena gengsi
b) Suka belanja dengan kartu kredit tanpa melihat daya beli.
c) Boros dalam mengunakan air bersih dan air minum.
d) Pengeluaran lebih besar dari penghasilan (kecuali penghasilan rendah.
e) Suka menyisakan dan membuang-buang makanan.
f) Senang membeli barang yang tidak perlu.
g) Boros listrik, air, pulsa telepon, bensin, gas, dan lain-lain.
h) Memiliki hobi yang mahal biayanya
Beberapa Efek/Dampak Buruk Perilaku/Gaya Hidup Boros :
a. Uang yang dimiliki cepat habis karena biaya hidup yang tinggi.
b. Menjadi budak hobi (nafsu) yang bisa menghalalkan uang haram.
c. Malas membantu yang membutuhkan & beramal shaleh.

11
d. Selalu sibuk mencari harta untuk memenuhi kebutuhan.
e. Menimbulkan sifat kikir, iri, dengki, suka pamer, dst.
f. Anggota keluarga terbiasa hidup mewah tidak mau jadi orang sederhana.
g. Bisa stres atau gila jika hartanya habis.
h. Bisa terlilit hutang besar yang sulit dilunasi.
i. Sumber daya alam yang ada menjadi habis.
j. Tidak punya tabungan untuk saat krisis.
Oleh sebab itu mari kita hindari sifat boros dalam hidup kita agar kita bisa hidup bahagia
tanpa harta yang banyak bersama seluruh anggota keluarga kita. Ada peribahasa hemat
pangkal kaya, sehingga dengan menjadi orang yang bergaya hidup sederhana walaupun kaya
raya maka hartanya akan berkah dan terus bertambahdari waktu ke waktu.

4. Hasad (Dengki)
Hasad (dengki) berasal dari kata hasada-yahsudu yang secara bahasa berarti menaruh
perasaan benci atau dengki, tidak suka karena iri yang amat sangat kepada keberuntungan
orang lain. Secara istilah adalah usaha seseorang untuk mempengaruhi orang lain supaya
tidak senang terhadap orang yang memperoleh keberuntungan atau karunia Allah SWT.
Sedangkan menurut istilah ada beberapa ulama yang berpendapat tentang pengertian
hasad, diantaranya :
 Imam al-Ghazali : membenci nikmat Allah SWT yang ada pada diri orang lain, dan
mengharapkan hilangnya nikmat tersebut.
 Imam Ibnu Hajar : berangan-angan hilangnya nikmat dari orang yang berhak.
 Imam An-Nawawi : berangan-angan hilangnya nikmat dari saudaranya, baik nikmat
agama ataupun dunia.
Hasad biasanya timbul karena adanya permusuhan dan persainagn untuk saling
menjatuhkan. Hasad merupakan penyakit rohani yang sangat berbahaya, karenanya harus
dijauhi. Apabila dibiarkan, akan dapat merusak dan menghilangkan semua amal kebaikan
seseorang. Orang yang dengki menyimpan sifat rakus, tamak,dendam, serta rasa permusuhan.
Pendengki selalu gelisah karena hatinya tidak rela jika melihat oranglain mendapat
kenikmatan dari Allah swt. Hal ini akan membahayakan kesehatan rohani maupun jasmani.
Tidak ada hasad kecuali adanya kenikmatan. Apabila Allah memberi nikmat kepada
seseorang maka ada dua hal yang mungkin terjadi :
 Membenci dan menyukai hilangnya nikmat itu dari orang tersebut, dan inilah yang
dinamakan hasad.

12
 Tidak menyukai hilang dan tidak membenci adanya serta kekalnya nikmat itu tetapi
menginginkan yang seperti itu. Dan ini dinamakan ghibthah. Dan kadang dikhususkan
dengan nama munafasah (berlomba-lomba).
Hasad hukumnya adalah haram, dan orang yang memiliki sifat hasad semua amal
kebaikannya akan terhapus karena hasad seperti api yang membakar kayu.
Rasulullah SAW bersabda :

ٌ‫س َدٌ ِإيَّا ُك ْم‬ َ ‫تٌ يَأ ْ ُك ٌُل ا ْل َح‬


َ ‫س َدٌ فَ ِإ َّنٌ َوا ْل َح‬ َ ‫ب النَّا ٌُر تَأ ْ ُك ٌُل َماََك ا ْل َح‬
ِ ‫سنَا‬ َ ‫ا ْل َح‬
ٌَ ‫ط‬
Artinya: “dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda: “Jauhkanlah dirimu dari
sifat hasad karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan, ibarat api yang membakar
kayu” (H.R. Abu Dawud )
Rasulullah pun secara terang-terangan dalam haditsnya menyebutkan untuk jangan berbuat
atau memiliki sifat hasad.
‫واٌوك ُْونُ ْواٌ ِعبَا ٌَد‬
َ ‫ُواٌوالٌَتَدَابَ ُر‬
َ ‫سد‬ َ ‫ُواٌوالٌَت َ َحا‬
َ ‫غض‬ َ ‫هللاٌِإِ ْخ َواناٌٌالٌَتَبَا‬
“janganlah kamu saling membenci, saling mendengki, sling membelakangi, dan jadilah
kalian hamba Allah yang bersaudara”.
Sedangkan ghibtah atau munafasah tidak haram, bisa wajib, sunnat, dan mubah (boleh).
Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“sesungguhnya orang mu’min itu ghibtah, sedangkan orang munafiq itu hasad”.
Allah SWT berfirman mengenai bolehnya munafasah dalam hal kebaikan :
َ ‫س‬
ٌ‫ون‬ ْ َ‫……ٌو ِفيٌذَ ِلكَ ٌفَ ْل َيتَنَاف‬
ُ ‫سٌا ْل ُمتَنَا ِف‬ َ
“…..dan untuk demikian hendaknya orang berlomba-lomba”. Q.S. al-Muthaafifiin ayat 26.
Hadist diatas memberikan pelajaran dan mengingatkan kepada kita, betapa kejinya
sifat hasad. Hasad tumbuh di hati seseorang apabila ia tidak senang kepada keberhasilan
orang lain. Sikap ini biasanya di dahului oleh sikap yang menganggap dirinya paling hebat
dan paling berhak mendapatkan yang terbaik sehingga jika melihat ada orang lain yang
kebetulan beruntung, maka ia merasa disaingi.
Jadi, pada dasarnya hasad ini juga berasal dari sikap membesarkan diri atau sombong.
Apabila penyakit hasad (dengki) telah menghinggapi seseorang, maka akan timbul perilaku
yang berbahaya, sehingga dapat menghancurkan nama baik diri-pribadi, orang tua, keluarga,
dan sekolah.
Contoh perilaku hasad antara lain :
a) Tidak mnsyukuri setiap nikmat yang diberikan Allah SWT kepada kita.
b) Tidak senang atas keberhasilan atau kebahagiaan orang lain.
c) Tertawa diatas penderitaan orang lain.
d) Rasa tidak percaya diri atas kekurangan ataupun kelebihan yang kita miliki.

13
e) Timbulnya keinginan untuk mencelakan orang lain.

Cara menghindari perialku hasad :


a. Berusaha untuk mensyukuri setiap nikmat yang diberikan Allah SWT.
b. Menyadari bahwa perilaku hasad sangat berbahya dan harus dijauhi.
c. Menyadari bahwa perilaku hasad dapat menghapus segala kebaikan yang telah dilakukan
apabila masih suka menghasud.
d. Berpikir positif atas segala kejadian yang menimpa kita.
e. Tetap percaya diri dan optimis dengan kekurangan yang kita miliki.

5. Namimah (Mengadu Domba)


Secara bahasa, namimah berarti mengadu domba. Secara istilah, namimah berarti
mengadu domba atau menyebar fitnah antara seseorang dengan orang lain dengan tujuan agar
saling bermaafan. Menurut Imam Zakaria Yahya bin Syarfin Nawawi dalam kitab Riyadus
salihin, namimah didefinisikan sebagai berikut :
“Namimah adalah merekayasa omongan untuk menghancurkan sesame manusia”.
Namimah termasuk perbuatan tercela yang harus kita hindari dalam kehidupan sehari-hari,
sebagaimana larangan Allah SWT dalam Al Quran :
Artinya : “Dan janganlah engkau patuhi orang yang suka bersumpah dan suka
menghina, suka mencela, yang kian ke mari menyebarkan fitnah, yang merintangi segala
yang baik, yang melampaui batas dan banyak dosa, yang bertabiat kasar, selain itu juga
terkenal kejahatannya, karena dia kaya dan banyak anak”.
(QS. AL Qalam: 10-14)
Hadist nabi Muhammad saw juga mengancam bagi orang yang berperilaku namimah
tidak akan masuk surga.
“Dari Khuzaifah r.a. ia mendengar bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tidak akan masuk
surga orang yang mengadu domba (menebar fitnah)”. (H Muttfaqun ‘Alaihi)
Dalam hadist lain, nabi Muhammad saw bersabda sebagai berikut :
“Dari Ibnu Abbas r.a. bahwasanya Rasulullah saw melewati dua makm (kuburan) lalu Nabi
bersabda: “Sesungguhnya dua orang yang ada di kubur ini disiksa. Salah seorang di
antaranya disiksa karena selalu mengadu domba (menebar fitnah) dan yang satu lagi karena
tidak bersih ketika bersuci (dari buang air kecilnya)”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari dalil-dalil diatas menunjukkan betapa besar dosa orang yang mengadu domba
(memfitnah). Sebab dengan adu domba, seseorang dapat saling bertengkar, membunuh,

14
bahkan berlanjut dengan permusuhan yang berkepanjangan antarkeluarga, dan
antarkelompok. Oleh karena itu, jangan suka mengadu domba (memfitnah) dengan
sesamanya.
Contoh perbuatan namimah antara lain sebagai berikut :
a. Mempunyai maksud yang tidak baik terhadap orang lain terutama orang yang sedang diadu
domba.
b. Terlalu mudah percaya pada orang lain tanpa mengetahui kebenarannya.
c. Suka berkumpul/menggosip.
d. Menjadi provokator
Di antara cara menghindari perilaku namimah sebagai berikut :
a) Menyadari bahwa perilaku namimah menyebabkan seseorang tidak masuk surga meskipun
rajin beribadah.
b) Jangan mudah percaya pada seseorang yang memberikan informasi negatif tentang orang
lain
c) Menghindari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku namimah, seperti
berkumpul tanpa ada tujuan yang jelas, menggosip, dan lain-lain.
Maka dari itu, kita sebagai manusia yang beragama janganlah mendekati perbuatan
perbuatan tercela diatas karena akamn merusak aqidah dan akhlak kita. Dan agar kita bias
selamat dunia dan akhirat.
6. Hubb al-Dunya
Hubb al-Dunya terdiri dari 2 kata, yaitu hubbun dan dunya. Hubbun berasal dari
bahasa arab yakni dari kata habba-yahubbu yang artinya cinta, mencintai. Sedangkan dunya
menurut lisanul arab berasal dari danaa-yadnuu-dunuwwan-danawah semakna dengan
qaruba yang berarti dekat. KH. Ahmad Rifa’i berpendapat bahwa segala sesuatu yang tidak
membawa manfaat di dunia itulah yang dinamakan dunia. Dan sejalan dengan pendapat KH.
Ahmad Rifa’i, Hujjatul Islam Imam al-Ghazali mengatakan di dalam Ihya Ulumiddin bahwa
dunia adalah segala sesuatu yang memberikan keuntungan, bagian, tujuan, nafsu syahwat,
dan kelezatan kepada manusia yang diperoleh secara langsung sebelum mati.
Ciri-ciri orang yang hubb al-dunya adalah diantaranya suka menumpuk harta,
mencintai popularitas guna membesarkan diri, mencintai segala sesuatu yang membuat lupa
beribadah dan terbiasa hidup mewah.
Kehidupan dunia ini tidak kekal, masih ada akhirat nanti, tempat sejati bagi manusia.
Kehidupan dunia ini hanyalah sebatas permainan dan senda gurau, maka oleh karena itu tidak

15
sepantasnya bagi manusia untuk terbuai dalam kehidupan dunia jikalau mereka mengetahui.
Allah SWT berfirman dalam surat al-Ankabut ayat 64 :

ْ ‫َّار‬
‫ٌاْلخ‬ َ ‫ٌو ِإنَّ ٌالد‬ َ ‫َو َماٌ َه ِذهٌِا ْل َحيَاةٌُال ُّد ْنيَاٌ ِإ َّالٌلَهْو‬
َ ‫ٌولَ ِعب‬ َ ِ ٌَ‫يٌا ْل َحيَ َوانُ ٌلَ ْوٌكَانُواٌيَ ْعلَ ُمون‬
ٌَ ‫َرةٌَلَ ِه‬
Artinya :
“Dan tidaklah kehidupan dunia ini kecuali hanya sebatas senda gurau dan
permainan, dan sesungguhnya akhirat adalah kehidupan sejati. jikalau mereka mengetahui”.
Dunialah yang memperdaya seseorang sampai melupakan tugas pokoknya untuk
beribadat menyembah Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam surah Az-Zariyat ayat 56 :

َ ‫اْل ْن‬
ِ ‫سٌإِ َّالٌ ِليَ ْعبُد‬
ٌ‫ُون‬ َ ‫َو َماٌ َخلَ ْقتُ ٌا ْل ِج َّن‬
ِ ْ ‫ٌو‬
Artinya :
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah (kepadaKu)”.
Seseorang yang mencintai dunia akan mengakibatkan dirinya banyak melakukan
kesalahan dan berbuat dosa seperti berbuat maksiat, keji, dan munkar, karena ia melupakan
Allah SWT.
Rasulullah SAW. bersabda :

‫حب الدنيا رأس كل خطيئة‬


Artinya :
“Cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan”. (HR. Al-Baihaqy).

Dengan demikian setiap orang mukmin harus senantiasa beramal demi memperoleh
kebahagiaan hidup di akhirat jangan tergiur dan terpukau oleh kemewahan dunia, seperti
kekayaan, pangkat, kesenangan, dan kenikmatan, kecuali sekedar hajat yang diperlukan untuk
menolong beribadah kepada Allah.[5] Dan diantara dari cara untuk menghadapi hubb al-
dunya adalah menjauhi hal yang mewah dan mencolok, melath diri untuk hidup sederhana
dan menyadari bahwa dunia ini tidak lebih hanya fatamorgana belaka.
KH. Ahmad Rifa’i menjelaskan tentang ketentuan hukum mengambil atau meninggalkan
dunia sebagai berikut :
1. Berpaling dari dunia maksiat, hukumnya wajib.
2. Berpaling dari dunia halal, hukumnya sunat.
3. Meninggalkan dunia makruh, hukumnya juga sunat.

16
4. Mengambil dunia halal yang digunakan untuk menolong berbuat kebajikan yang
bermanfaat di akhirat, hukumnya sunat.
5. Mengambil dunia halal sekedar hajat jika benar-benar digunakan untuk menolong
berbuat taat melaksanakan kewajiban demi mengangkat derajat keimanan, hukumnya
wajib.
Dari pendapat KH. Ahmad Rifa’i diatas tentang ketentuan hukum mengambil atau
meninggalkan dunia, maka bisa diketahui bahwa dunia tak perlu dibenci secara berlebihan
karena dunia adalah anugerah Allah yang perlu diterima, dinikmati dan disyukuri bukan
diingkari. Selain itu seseorang tidak dapat menikmati nikmatnya akhirat (surga) kecuali
dengan melalui kehidupan dunia. Allah SWT berfirman dalam surat al-Qashas ayat 77 :

َ َ‫ٌاْل ِخ َرة‬
‫ٌو َالٌت‬ ْ ‫َّار‬ َ َ ‫ٌم َنٌال ُّد ْنيَا‬
َّ َ‫َوا ْبتَ ِغٌفِي َماٌآتَاك‬
َ ‫ٌَّللاٌُالد‬ ِ َ‫نسٌنَ ِصيبَك‬
َ

Ali Karamallah Wajhah berkata :

‫اعملٌلدنياكٌكأنكٌتعيشٌأبداٌواعملٌْلخرتكٌكأنكٌتموتٌغدا‬
7. Itba al-Hawa
Itba berasal dari bahasa Arab yakni masdar dari kata atbaa-yutbiu yang berarti mengikuti.
Sedangkan hawa dalam bahasa Arab adalah kecenderungan nafs kepada syahwat. Kata hawa
dalam bahasa Arab juga mengandung arti turun dari atas ke bawah, tetapi lebih mengandung
konotasi negatif, dan menurut al-Isfahani, hawa mengandung arti bahwa pemiliknya akan
jatuh ke dalam keruwetan besar ketika hidup di dunia, dan di akhirat dimasukan ke dalam
neraka Hawiyah.
Dalam kitab Riayat al-Himmat diungkapkan definisi itba al-hawa sebagai berikut : itba al-
hawa menurut bahasa berarti mengikuti hawa nafsu. Adapun menurut Istilah syara berarti
orang lebih mengikuti jeleknya hati yang diharamkan oleh hukum syariat itulah orang
mengikuti hawa maksiat.
Menurut KH. Ahmad Rifa’i, orang yang mengikuti hawa nafsu berarti buta mata
hatinya karena ia tidak mengetahui adanya Allah. Orang sperti ini akan tersesat dari jalan
Allah, bahkan menjadi kawannya setan dan melupakan kehidupan kekal dan abadi di akhirat.
Allah SWT berfirman dalam surat Shad ayat 26 :

ٌ َ‫َّللاِ لَ ُه ْم َعذ‬
‫اب‬ َ ‫ضلُّونَ َع ْن‬
َّ ‫س ِبي ِل‬ ِ َ‫َّللاِ ۚ ِإ َّن الَّذِينَ ي‬ َ ‫ضلَّ َك َع ْن‬
َّ ‫س ِبي ِل‬ ِ ُ‫َو ََل تَت َّ ِبعِ ْال َه َو ٰى فَي‬
‫ب‬
ِ ‫سا‬ َ ‫سوا يَ ْو َم ْال ِح‬ُ َ‫شدِيدٌ بِ َما ن‬ َ
17
Artinya :
“Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia menyesatkanmu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat siksa yang sangat
pedih karena mereka melupakan hari perhitungan”.

Hawa nafsu dikekang dan diperangi agar manusia dapat meninggalkan perbuatan-
perbuatan maksiat yang melanggar hukum syara. Kalau nafsu yang berkuasa, kehancuran
tidak dapat dielakkan lagi, dan hilanglah pengaruh ilmu pengetahuan serta lunturlah keaslian
keyakinan. Muhammad bin Ibrahmi pernah berkata : “Setiap perbuatan jahat berasal dari
kerelaanmu terhadap keinginan nafsumu untuk menjadi tempat penderitaan”.

Nafsu di dalam alQuran terbagi kepada 3 bagian, yaitu :


1) Nafsu Muthmainnah
Nafsu muthmainnah yaitu jiwa yang tenang dan tentram. Ketika iman menang
melawan hawa nafsu, perbuatan manusia lebih banyak yang baik daripada yang buruk, karena
akal menguasai nafsu. Nafsu ini tergolong tahap tertinggi, nafsu yang sempurna, berada
dalam kebenaran dan kebajikan, dan inilah nafsu yang dipanggil dan dirahmati oleh Allah
SWT. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat al Fajr ayat 27-30 :

‫اضيَةٌ َمر‬
ِ ‫ٌر‬
َ ‫ىٌر ِب ِك‬ ُ ‫ِضيَّةٌةٌُيَاٌأَيَّت ُ َهاٌالنَّ ْف‬
ْ ِ‫سٌا ْل ُم ْط َمئِنٌََّْ َوا ْد ُخ ِليٌ َجنَّتِيٌ ِعبَادِيٌفَا ْد ُخ ِليٌف‬
َ َ‫يٌار ِج ِعيٌإِل‬
Artinya :
“Wahai jiwa yang tenang (27). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan (hati) yang
ridha dan diridhaiNya (28). Maka masuklah kepada (golongan) hambaKu (29). Dan
masuklah ke dalam surgaKu (30).
2) Nafsu Lawwamah
Nafsu lawwamah yaitu jiwa yang sudah sadar dan mampu melihat kekurangan-
kekurangan diri sendiri, dengan kesadaran itu ia terdorong untuk meninggalkan perbuatan-
perbuatan rendah dan selalu berupaya melakukan sesuatu yang mengantarkan kebahagian
yang bernilai tinggi. Ketika iman kadangkalah menang dan kadangkala kalah melawan hawa
nafsu, sehingga manusia seperti ini perbuatannya relatif seimbang antara baik dan buruk.
Orang dengan nafsu lawammah ini biasanya disaat ia melakukan maksiat/dosa maka akan
timbul penyesalan dalam dirinya, namun dalam kesempatan lain ia akan mengulangi maksiat
tersebut yang juga akan diiringi dengan penyesalan-penyesalan kembali. Allah berfirman
dalam surat al Qiyamah ayat 2 :

18
‫َو ََل أ ُ ْق ِس ُم بِالنَّ ْف ِس اللَّ َّوا َم ِة‬
Artinya :
“Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).”
3) Nafsu Ammarah
Nafsu yaitu jiwa yang masih cenderung kepada kesenangan-kesenangan yang rendah, yaitu
kesenangan yang bersifat duniawi. Ketika iman kalah oleh hawa nafsu, sehingga manusia
tersebut lebih banyak berbuat yang buruk daripada yang baik. Orang yang seperti inilah yang
hawa nafsunya menguasai dirinya, dan akal mereka berada dibawah pengaruh hawa nafsu.
Firman Allah surat Yusuf ayat 53 :

َ ‫وء إِ ََّل َما َر ِح َم َربِي ۚ إِ َّن َربِي‬


ٌ ُ ‫غف‬
‫ور َر ِحي ٌم‬ ِ ‫س‬ َ ‫س ََل َ َّم‬
ُّ ‫ارة ٌ بِال‬ ُ ‫َو َما أُبَ ِر‬
َ ‫ئ نَ ْفسِي ۚ إِ َّن النَّ ْف‬
Artinya :
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.”
8. Thama
Thama berasal dari bahasa Arab yang artinya serakah, rakus. KH. Ahmad Rifa’I
memberikan definisi at thama sebagai berikut : Yang dimaksud thama menurut tarajumah
adalah rakus hatinya.[8] Sedang menurut istilah kecintaan yang berlebihan terhadap dunia
tanpa menghitungkan haram maupun halal cara mendapatkannya.
Dapat dipahami bahwa thama sifat rakus yang sangat berlebihan terhadap sesuatu
yang bernilai keduniawian, sehingga tidak memperhitungkan haram halal cara mendapatkan
hal tersebut. Yang penting adalah tercapainya keinginan tersebut
Thama adalah kebalikan atau lawan dari sifat Qanaah. Jika Qanaah adalah rela
dengan sekedar keperluan berupa makan, minum dan pakaian. Dan berarti thama bisa jadi
adalah kebalikannya yaitu tidak puas dengan rizqi yang diberikan Allah, dan ingin lebih dari
keperluan yang dibutuhkan.
Sifat ini sangat berbahaya bagi manusia, karena dapat mengakibatkan rasa iri, dengki, dan
permusuhan diantara sesama manusia. Selain itu sifat ini dapat menyebabkan orang yang
memiliki sifat ini melakukan hal yang keji dan munkar, karena mereka menginginkan sesuatu
tanpa memikirkan halal haramnya cara mendapatkan. Dan orang yang thama adalah orang
yang paling hina disisi Allah. Sebagaimana Ibrahim bin Ismail berkata : “Dunia itu lebih

19
sedikit dari yang paling sedikit dan orang yang rakus terhadap dunia lebih hina dari orang-
orang yang hina”.
Thama timbul dari waham yaitu ragu-ragu dengan rezeki yang dijamin oleh Allah SWT. Ibnu
Athaillah mengatakan : “Tak ada yang lebih mendorong kepada Thama melainkan
imajinasi (waham) itu sendiri”. Dorongan imajinatif, dan lamunan-lamunan panjang yang
palsu senantiasa menjuruskan pada sifat thama dan segala bentuk keinginan yang ada
kaitannya dengan kekuatan, kekuasaan, dan fasilitas makhluk.
Ciri-ciri dari orang yang thama adalah tidak pernah bersyukur kepada Allah, selalu merasa
kurang, terbiasa dengan kehidupan mewah dan serba mahal, dan sebagainya. Allah SWT.
berfirman dalam surat al Adiyat tentang orang yang bersifat thama :

‫لى ذَا ِل َك لَشَه‬


َ ‫ع‬ َ ُ‫سانَ ِل َر ِب ِه لَ َكنُ ْود ٌ * َو ِإنَّه‬
َ ‫اْل ْن‬ َ ‫ب ْال َخي ِْر َل‬
ِ ْ ‫ش ِد ْيد ٌ * ْيد ٌِِ ِإ َّن‬ ِ ‫* َو ِإنَّهُ ِل ُح‬
‫صد ُْو ِر‬
ُّ ‫ص َل َما فِى ال‬ ِ ‫* أَفَالَ يَ ْعلَ ُم ِإذَابُ ْعثِ َر َما فِى ْالقُب ُْو ِر * َو ُح‬
‫إِ َّن َربَّ ُه ْم ِب ِه ْم يَ ْو َمئِ ٍذ لَّ َخبِي ٌْر‬
Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya (6). Dan
sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya (7). Dan sesungguhnya dia
sangat bakhil karena cintanya kepada harta (8). Maka apakah dia tidak mengetahui apabila
dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur (9). Dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada
(10). Sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka (11).
Beberapa cara untuk menghadapi sifat ini diantaranya adalah :
 Selalu bersyukur dengan apa yang dimiliki. Karena Allah mengancam orang yang
tidak bersyukur dengan adzab yang pedih. Allah berfirman :

َ ‫شدِيد ٌ َو ِإ ْذ تَأَذَّنَ َربُّ ُك ْم لَئِ ْن‬


‫ش َك ْرت ُ ْم ََل َ ِزيدَنَّ ُك ْم َۖولَئِ ْن‬ َ َ‫عذَا ِبي ل‬
َ ‫َكفَ ْرت ُ ْم ِإ َّن‬
Artinya :
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku),
maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
 Membiasakan diri hidup sederhana.
o Bijaksana dalam membelanjakan harta.
o Menyadari bahwa kehidupan dunia itu sementara dan dunia hanyalah
permainan.

20
o Melihat “ke bawah” dan tidak melihat “ke atas”, sebagaimana Rasulullah
SAW. bersabda :

َ ٌِ‫ظ ُرواٌ ِإلَىٌ َم ْنٌ ُه َوٌفَ ْوقَ ُك ْمٌفَ ِأنَّهٌُأَجْ د َُرٌأ َ ْنٌالٌَت َ ْزد َُرواٌنٌِ ْع ٌَمةٌَهللا‬
ٌ‫علَ ْي ُك ْم‬ ُ ‫ٌوالٌَت َ ْن‬
َ ‫ٌَم ْن ُك ْم‬ ْ َ ‫ظ ُرواٌ ِإلَىٌ َم ْنٌأ‬
ِ ‫سفَل‬ ُ ‫أ ُ ْن‬
Artinya :
“lihatlah kepada orang yang di bawah kalian, dan jangan lihat orang yang di
atas kalian, yang demikian itu lebih layak bagi kalian untuk tidak memandang hina nikmat
yang Allah limpahkan kepada kalian.” (HR. Muslim).

21
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan dari referensi yang kami baca, maka dapat di simpulkan bahwa:
1) Akhlak tercela (akhlak madzmumah) adalah segala tingkah laku, ucapan, gejolak hati yang
tidak berada dalam jalan Allah, dan cenderung dikuasai oleh ghadab. Akhlak tercela bisa
berupa perbuatan, ucapan, dan dalam hati. Banyak sekali macam akhlak tercela diantarany
hubb al dunya, itba al hawa, thama dan hasad.
2) Hubb al dunya artinya mencintai segala hal yang bersifat keduniawian secara berlebihan.
Orang yang bersifat hubb al dunya suka menumpuk harta, mencintai popularitas guna
membesarkan diri, mencintai segala sesuatu yang membuat lupa beribadah dan terbiasa hidup
mewah.
3) Itba al hawa adalah mengikuti keinginan hati yang cenderung kepada nafsu syahwat. Nafsu
terbagi kepada 3 tingkatan atau bagian yakni, nafsu muthmainnah, nafsu lawwamah dan
nafsu muthmainnah.
4) Thama artinya rakus, yakni rakus terhadap kehidupan dunia tanpa memikirkan bagaimana
cara mendapatkan keduniawian tersebut. Orang yang rakus tidak bersyukur kepada Allah,
membiasakan diri hidup mewah.
5) Hasad adalah iri dengki. Iri dan dengki atas nikmat Allah yang ada pada diri orang lain dan
berharap nikmat itu lenyap. Perbedaan hasad dan ghibtah (munafasah) adalah apabila hasad
adalah seperti pengertian di atas dan ghibtah (munafasah) adalah sangat menginginkan
nikmat tersebut tapi tidak menyukai hilang dan tidak membenci adanya serta kekalnya nikmat
itu.
6) Keempat sifat tersebut hampir sama dan saling berkaitan. Oleh karena itu cara untuk
menghindarinya pun sama, diantaranya adalah selalu bersyukur, bersifat qanaah,
membiasakan hidup sederhana, membelanjakan harta dengan bijaksana, mengetahui bahwa
sifat-sifat ini sangat berdampak buruk, mengetahui bahwa dunia hanyalah permainan dan
senda guran dan sebagainya.

B. Saran
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan oleh karena
itu maka kami memohon saran kepada seluruh pembaca, khususnya kepada Bapak agar kami
untuk kedepannya mampu menyusun makalah dan karya ilmiah lebih baik

22
DAFTAR PUSTAKA

Syafe’I Rachmat.2000. Al-hadis(Aqidah,Akhlak,Sosial dan Hukum.) Bandung. CV Pustaka


Setia
An-Nawawi.2001.Terjemahan Hadits Arba’in. Jakarta.Al-I’tishom Cahaya Umat.
blogspot.com/2011/06/hadits-tentang-buruk-sangka
Kamarudin. 2011. Makalah Perilaku Tercela. http//perilakutercela.com/. Di akses pada
tanggal 23 Oktober 2013
Lumrisaja. 2010. Perilaku Tercela. Di akses tanggal 25 Oktober 2013
Effendy, Mochtar. 2001. Ensiklopedi Agama dan Filsafat. Palembang: PT Widyadara.
Bahreisy, Salim. 1987. Tarjamah Riadhus Sholihin II.Bandung: PT Alma Arif Bandung.
Al-'Adawy, Musthafa. 2006.Fiqih Akhlak.Jakarta: Qisthi Press.
http://organisasi.org/allah-swt-melarang-perbuatan-boros-pemborosan-larangan-agama-islam

23

Anda mungkin juga menyukai