PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang terjadi akibat penyempitan atau penyumbatan pembuluh
nadi koroner karena adanya endapan lemak dan kolesterol sehingga mengakibatkan penyediaan darah
ke jantung terganggu. Pernyempitan tersebut dapat terjadi karena fangsangan tertentu pada pola hidup,
pola makan, dan stres (Lapau, 2012, hal. 245)
Salah satu penyebab pjk adalah hipertensi, yang dianggap sebagai penyebab kematian. Komplikasi
hipertensi yang akhirnya menyebabkan kematian adalah karena kegagalan jantung 45%, infark miokard
35%, kecelakaan serebrovaskular 15%, gagal ginjal 5%. Komplikasi yang sering terjadi adalah kegagalan
ventrikel kiri, Angina pictoris dan infark myokart. (Lapau, 2012, hal. 245)
Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan pada klien yang menderita penyakit
jantung koroner.
Rumusan Masalah
Tujuan
Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami tentang konsep dasar medis pada penyakit jantung koroner
Mahasiswa apat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit jantung koroner
Tujuan khusus
Menjelaskan penatalaksanaan yang akan dilaksanakan pada klien dengan penyakit jantung koroner
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP PENYAKIT
Definisi
Penyakit jantung koroner adalah salah satu penyakit kardiovaskuler yangpaling mematikan. (Muhammad
& Oktavianti, 2010, hal. 36)
American heart association (AHA), mendefinisikan penyakit jantung koroner adalah istilah umum untuk
penumpukan plak di arteri jantung yang dapat menyebabkan serangan jantung. Penumpukan plak pada
arteri koroner ini disebut dengan aterosklerosis. Penyakit jantung koroner (pjk) merupakan keaadaan
dimana terjadi penimbunan plak pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri koroner
menyempit atau tersumbat. Arteri koroner merupakan arteri yang menyuplai darah otot jantung dengan
membawa oksigen yang banyak. (Prabowo & Pranata, 2017, hal. 188)
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit dimana adanya penumpukan plak dan penyempitan di
arteri jantung yang menyebabkan seseorang mengalami serangan jantung.
Etiologi
Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh
arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat menghentikan aliran
darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam kondisi yang parah, kemampuan jantung
memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dan
berakhir dengan kematian.
Penyempitan dan penyumbatan arteri koroner disebabkan zat lemak kolesterol dan trigliserida yang
semakin lama semakin banyak dan menumpuk di bawah lapisan terdalam endothelium dari dinding
pembuluh arteri. Hal ini dapat menyebabkan aliran darah ke otot jantung menjadi berkurang ataupun
berhenti, sehingga mengganggu kerja jantung sebagai pemompa darah. Efek dominan dari jantung
koroner adalah kehilangan oksigen dan nutrient ke jantung karena aliran darah ke jantung berkurang.
Pembentukan plak lemak dalam arteri memengaruhi pembentukan bekuan aliran darah yang akan
mendorong terjadinya serangan jantung. Proses pembentukan plak yang menyebabkan pergeseran arteri
tersebut dinamakan arteriosklerosis. Awalnya penyakit jantung di monopoli oleh orang tua. Namun, saat
ini ada kecenderungan penyakit ini juga diderita oleh pasien di bawah usia 40 tahun. Hal ini biasa terjadi
karena adanya pergeseran gaya hidup, kondisi lingkungan dan profesi masyarakat yang memunculkan
“tren penyakit”baru yang bersifat degnaratif. Sejumlah prilaku dan gaya hidup yang ditemui pada
masyarakat perkotaan antara lain mengonsumsi makanan siap saji yang mengandung kadar lemak jenuh
tinggi, kebiasaan merokok, minuman beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga, dan stress.
(Prabowo & Pranata, 2017, p. 190)
Sakit dada (angina) karena aliran darah berkurang ke otot jantung dan atau meningkatnya permintaan
oksigen karena stress.
Sakit dada muncul setelah tenaga terkuras, senang berlebihan, atau ketika pasien terpapar hawa dingin
karena ada peningkatan dalam aliran darah ke seluruh tubuh, meningkatkan kecepatannya.
Sakit dada dapat terjadi ketika pasien sedang istirahat (DiGiulio dkk, 2014, hal. 5)
Patofisiologi
Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan kecil yang ditandai
penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan makrofag di seluruh kedalaman tunika
intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya ketunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering
terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri serebral.
Langkah pertama dalam pembentukan ateroklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan endotel lumen
arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain, cedera pada sel
endotel meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan
triglesirida, sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidadi asam lemak menghasilkan oksigen
radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembulu darah.
Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun, termasuk menarik sel darah
putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit kearea cedera, sel darah putih melepaskan
sitokin proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi, menarik lebih banyak sel darah putih
dan trombosit kearea lesi, menstimulasi proses pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan
senyawa kimia yang berperan sebagai chemoattractant (penarik kimia) yang mengaktifkan siklus
inflamasi, pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik kearea cedera, sel darah putih akan menempel
disana oleh aktivitas faktor adhesif endotelial yang bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket
terutama terhadap sel darah putih, pada saat menempel dilapisan endotelial, monosit dan neutrofil
mulai berimigrasi diantara sel-sel endotel keruang interstisial. Diruang interstisial, monosit yang matang
menjadi makrofag dan bersama neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus inflamasi.
Sitokin proinflamatori juga merangsang ploriferasi sel otot polos yang mengakibatkan sel otot polos
tumbuh ditunika intimia.
Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika intima karena permeabilitas lapisan
endotel meningkat, pada tahap indikasi dini kerusakan terdapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera
dan inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan memulai terbentuk bekuan darah
(tombus), sebagian dinding pembuluh diganti dengan jaringan perut sehingga mengubah strktur dinding
pembuluh darah, hasil akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan
perut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan proliferasi sel otot polos sehingga
pembuluh mengalami kekakuan dan menyempit. Apabila kekauan ini dialami oleh arteri-arteri koroner
akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan
oksigen, dan kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai darah ) miokardium dan sel-sel miokardium
sehingga menggunakan glikosis anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan
energi ini sangat tidak afisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat sehingga menurunkan
pHmiokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris. Ketika kekurangan
oksigen pada jantung dan sel sel otot jantung berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak teratasi
maka terjadilah kematian otot jntung yang dikenal sebagai miokard infark. Patofisiologi penyakit jantung
koroner zat masuk arteri proinflamatori permeabilitas reaksi inflamasi cedera sel endotel sel darah putih
menempel di arteri imigrasi keruang interstisial pembuluh kaku dan sempit aliran darah pembentukan
trombus monosit makrofag lapisan lemak sel otot polos tumbuh asam laktat terbentuk MCI kematian.
(Prabowo & Pranata, 2017, hal. 192-193)
Perjalanan terhadap
dingin
Vasokontriksi
Stress
Latihan fisik
Makan-makanan
Adrenalin meningkat
Jantung kekurangan O2
Nyeri akut
Takut mati
Cemas
Klasifikasi
Menurut, Putra S, dkk, klasifikasi dari penyakit jantung coroner adalah sebagai berikut :
Penyakit iskemik disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen miokard. Di tandai
oleh rasa nyeri yang terjadi jika kebutuhan oksigen miokardium melebihi suplainya. Iskemika miokard
dapat bersifat asimtomatis (iskemia sunyi/slient ischemia), terutama pada pasien diabetes. Penyakit ini
sindrom klinis episodik karena iskemia miokard transien. Laki laki merupakan 70% dari pasien dengan
Angina Pectoris dan bahkan sebagian besar menyerang pada laki laki kurang lebih 50 tahun dan wanita
60 tahun.
Sindrom klinis nyeri dada yang sebagian besar disebabkan oleh disrupsi plak ateroskelrotik dan diikuti
kaskade proses patologis yang menurunkan aliran darah koroner, ditandai dengan peningkatan frekuensi,
intensitas atau lama nyeri, Angina timbul pada saat melakukan aktivitas ringan atau istirahat, tanpa
terbukti adanya nekrosis miokard. Terjadi saat istirahat (dengan tenaga minimal) biasanya langsung >10
menit.
Terjadi dengan pola crescendo (jelas lebih berat, berkepanjangan, atau sering dari sebelumnya)
Arteri koroner bisa menjadi kejang, yang mengganggu aliran darah ke otot jantung (iskemia). Ini terjadi
pada orang tanpa penyakit arteri koroner yang disignefisikan, namun dua pertiga dari orang dengan
Angina Varian mempunyai penyakit parah dalam paling sedikit satu pembuluh, dan kekejangan terjadi
pada tempat penyumbatan. Tipe Angina ini tidak umum dan hampir selalu t erjadi bila seorang istirahat
sewaktu tidur. Anda mempunyai resiko menigkat untuk kejang koroner jika anda mempunyai : penyakit
arteri koroner yang mendasari, merokok, atau enggunakan obat perangsang atau obat terlarang (seperti
kokain). Jika kejang arteri menjadi parah dan terjadi untuk jangka waktu panjang, serangan jantung bisa
terjadi.
Nekrosis Miokard akibat gangguan aliran darah arteri koronaria yang bermakna, sebagai akibat oklusi
arteri koronaria karena trombus atau spasme hebat yang berlangsung lama. Infark miokart terbagi 2 :
ST Elevasi miokardial infark (STEMI). (Prabowo & Pranata, 2017, hal. 188-189)
Komplikasi
Syok kardigenik
Ruptura jantung
Aneurisme ventrikel
Tromboembolisme
Perikarditik
Sindrom dressler
Pengkajian
Identitas
Laki laki merupakan 70% dari pasien dengan Angina Pektoris dan bahkan sebagian besar menyerang
pada laki laki kurang lebihnya 50 tahun dan wanita 60 tahun. Namun, saat ini ada kecenderungan
penyakit ini juga diderita oleh pasien dibawah usia 40 tahun. (Prabowo & Pranata, 2017, hal. 194)
Keluhan utama
Ditandai oleh rasa nyeri yang terjadi jika kebutuhan oksigen miokardium melebihi suplainya. Iskemia
miokard dapat bersifat asimtomatis (iskemia sunyi/silent ischemia), terutama pada pasien diabetes.
(Prabowo & Pranata, 2017)
Pasien merasakan nyeri dada selama 3-5 hari berturut-turut sehingga dia memeriksakan dirinya ke
rumah sakit untuk mengetahui penyakitnya, ternyata dia di fonis menderita penyakit jantung koroner
(PJK). (Manurung, 2016, hal. 22)
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit yang yang mendahului terjadi penyakit jantung koroner adalah hipertensi, merokok,
pengguna alkohol, diabetes militus, kolesterol, pola hidup yang tidak sehat. (Prabowo & Pranata, 2017,
hal. 195)
Riwayat dalam keluarga biasanya pada laki-laki keturunan keluarga pertama yang berusia <55 tahun,
pada perempuan keturunan keluarga pertama berusia < 65 tahun. (Setiati, 2014, hal. 142)
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran
Pasien penyakit jantung koroner dalam kondisi yang parah karena adnya penyempitan dan penyumbatan
sehingga jantung tidak dapat memompa darah secara optimal. (Prabowo & Pranata, 2017, hal. 190)
Tanda-tanda vital
TD: dapat meningkat sekunder akibat nyeri atau menurun sekunder akibat gangguan hemodinamik dan
atau terapi farmakologi.
Body system
Sistem pernafasan
Pada pemeriksaan mungkin didapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles
atau wheezes atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda / pink tinged.
Sistem kardiovaskular
Hipotensi postural, frekuensi jantung meningkat, takipnea. Tekanan darah mungkin normal atau
meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia. Suara jantung, suara
jantung tambahan s3 atau s4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung / ventrikel
kehilangan kontraktilitasnya. Murmur jika ada merupakan akibat dari insuflensi katub atau muskulus
papilaris yang tidak berfungsi. Heart rate mungkin meningkat atau mengalami penurunan (tachy atau
bradi cardia). Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal. Odema anasarka, crackles mungkin juga
timbul dengan gagal jantung. (Prabowo & Pranata, 2017, hal. 195)
Sistem persarafan
Edema : jagular vena distension, (Prabowo & Pranata, 2017, hal. 195)
Sistem perkemihan
Gangguan ginjal saat ini atau sebelumnya, disuria, oliguria, anuria, poliuria sampai hematuria. (Prabowo
& Pranata, 2017, hal. 195)
Sistem pencernaan
Sistem integumen
Warna kulit mungkin pucat baik dibibir dan dikuku, penurunan turgor kulit. (Prabowo & Pranata, 2017,
hal. 195)
Sistem muskuloskeletal
Pada klien PJK adanya kelemahan otot sehingga timbul ketidakmampuan melakukan aktivitas yang
diharapkan atau aktivitas yang biasanya dilakukan. (Dewi, 2014, hal 20)
Sistem endokrin
Pada pasien PJK biasanya terdapat peningkatan kadar gula darah. (Dewi, 2014, hal 20)
Sistem reproduksi
Pada pasien PJK akan mengalami penurunan jumlah produksi urine dan frekuensi urine. (Dewi, 2014, hal
20)
Sistem penginderaan
Telinga, hidung, dan tenggorokan pada pasien PJK tidak mengalami gangguan
Mulut, pada paien PJK ditemukan adanya mukosa pada mulut dan bibir. . (Dewi, 2014, hal 20)
Sistem imun
pada pasien PJK akan mengalami penurunan, karena disebabkan sering merokok, kurangnya berolahraga,
dan kurangnya menjaga kesehatan tubuh sehi ngga pada pasien PJK sistem imunnya sangat terganggu.
(Dewi, 2014, hal 20)
Pemeriksaan penunjang
Untuk mendiagnosa PJK secara lebih tepat maka dilakukan pemeriksaan penunjang diantaranya :
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri dada
sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah :
Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombangT yang simetris di sandapan prekordial.
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama Sustained VT.
Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST, namun EKG yang normal pun tidak
menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI. Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat
mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut dengan
berbagai ciri dan katagori:
Angina pektoris tidak stabil; depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang
elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q
Chest X-Ray (foto dada) Thorax foto mungkin normal atau adanya kardiomegali, CHF (gagal jantung
kongestif) atau aneurisma ventrikiler.
Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan banyak digunakan untuk mendiagnosa
PJK, ketika melakukan treadmill detak jantung, irama jantung, dan tekanan darah terus-menerus
dipantau, jika arteri koroner mengalami penyumbatan pada saat melakukan latihan maka ditemukan
segmen depresi ST pada hasil rekaman
Ekokardiogram
Adalah suatu tindakan invasif minimal dengan memasukkan kateter (selang/pipa plastik) melalui
pembuluh darah ke pembuluh darah koroner yang memperdarahi jantung, prosedur ini disebut
kateterisasi jantung. Penyuntikkan cairan khusus ke dalam arteri atau intravena ini dikenal sebagai
angiogram, tujuan dari tindakan kateterisasi ini adalah untuk mendiagnosa dan sekaligus sebagai
tindakan terapi bila ditemukan adanya suatu kelainan
Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan dengan penyuntikan zat pewarna
kontras, yang berguna untuk mendiagnosa adanya penyempitan atau penyumbatan, meskipun
pemeriksaan ini tidak sejelas pemeriksaan kateterisasi jantung (Prabowo & Pranata, 2017, p. 200).
Penatalaksanaan
Kolesterol jahat LDL di kenal sebgai penyebab utana terjadinya proses aterosklerosis, yaitu proses
pengerasan dinding pembuluh darah, terutama di jantung, otak, ginjal, dan mata.
Konsumsi makanan yang berserat tinggi
Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki kolateral koroner sehingga PJK
dapat dikurangi, olahraga bermanfaat karena Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2ke miokard.
Menurunkan berat badan sehingga lemak lemak tubuh yang berlebih berkurang bersama-sama dengan
menurunnya LDL kolesterol
Diagnose keperawatan
Nyeri Akut
Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional,
dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.
Penyebab
Agen pancedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, produser operasi,
trauma, latihan fisik berlebihan)
Objektif :
Tampak meringis
Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
Gelisah
Sulit tidur
Objektif
Menarik diri
Diaforesis
Kondisi pembedahan
Cedera traumatis
Infeksi
Glaukoma
Definisi : Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal.
Penyebab
Hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan sekitar, suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan,
bau tidak sedap, jadwak pemantauan/pemeriksaan/tindakan)
Kurang privasi
Restraint fisik
Subjektif
Nyeri/kolik
Hipertiroidisme
Kecemasan
Kehamilan
Intoleran Aktivitas
Penyebab
Tirah baring
Kelemahan
Imobilitas
Subjektif
Merasa lemah
Objektif
aktivitas
Anemia
Aritmia
Gangguan metabolik
Gangguan muskulokeletal.
Intervensi Keperawatan
Nyeri Akut
Tujuan/kriteria Evaluasi
Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagaiberikut (sebutkan 1-5: tidak
pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu)
Menunjukkan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: sangat berat,
sedang, ringan atau tidak ada):
Contoh lain:
Pasien akan:
Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi faktor tersebut.
Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dan non analgesik secara tepat.
Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, denyut jantung, atau tekanan darah.
Aktivitas Keperawatan
Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan informasi pengkajian
Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidak nyamanan pada skala 0 sampai 10 (0= tidak ada nyeri atau
ketidaknyamanan, 10= nyeri hebat)
Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesik dan kemungkinan efek
sampingnya
Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri dan respon pasien
Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata kata yang sesuai dan tingkat perkembangan pasien
Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensif meliputi lokasi, karateristik, awitan dan durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan faktor presipetasinya
Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang tidak mampu
berkomunikasi efektif
Sertak dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum, frekuensi pemberian,
kemungkinan efek samping, kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengosumsi obat
tersebut ( misal pembatasan aktifitas fisik, pembatasan diet) dan nama orang yang harus dihubungi bila
mengalami nyeri membandel.
Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai.
Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatlan nyeri dan tawarkan setrategi
koping yang disarankan.
Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau apioid (misal , risiko ketergantungan atau
overdosis.
Aktivitas kolaboratif
Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal (misal, setiap 4 jam selama 36
jam) atau PCA
Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri dan efek samping
Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif dimasa lalu, seperti, distraksi,
relaksasi,atau kompres hangat/dingin
Hadir didekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman dan aktifitas lain untuk membantu
relaksasi
Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan
melakukan pengalihan melalui televisi, radio, tape, dan interaksi dengan pengunjung
Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimakan respons pasien terhadap analgesik (misal, obat
ini akan mengurangi nyeri anda). (Wilkinson & Ahern, 2016, hal. 298)
Tujuan
Menunjukan tidur, yang dibuktikan oleh indikator berikut seperti gangguan ekstrem, berat, sedang,
ringan, atau tidak mengalami gangguan.
Rutinitas tidur
Contoh lain :
Pasien akan :
Aktivitas Keperawatan
kaji adanya gejala deprivasi tidur dan insomnia seperti konfusi akut, agitasi, ansietas, gangguan
perseptual, reaksi lambat dan iritabilitas
identifikasi faktor lingkungan ( misal, bising, cahaya yang dapat mengganggu tidur)
Instruksikan pasien dan orang terdekat lain tentang faktor (misal, faktor psiologis, fisiologis, gaya hidup,
perubahan sif kerja yang sering, perubahan zona waktu yang cepat, jam kerja extra panjang, dan faktor
lingkungan lainya) yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur
Instruksikan pasien cara melakukan relaksasi otot autogenik atau bentuk nonfarmakologis lainnya agar
merangsang tidur
Jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama kehamilan, sakit, stres psikososial dan sebagainya
Instruksikan pasien untuk menghindari mengonsumsi makanan dan minuman ketika mendekati waktu
tidur yang mengganggu tidur (misal, kafein)
Aktivitas kolaboratif
Diskusikan dengan dokter tentang pentingnya merevisi progam obat jika obat tersebut menimbulkan
gangguan tidur
Diskusikan dengan dokter tentang penggunaan obat tidur yang tidak menekan tidur REM (rapid eye
movement)
Lakukan perujukan yang diperlukan untuk penanganan gejala deprivasi tidur yang parah (isal, konfusi
akut, agitasi atau ansietas.
Aktivitas lain
Tangani gejala gangguan pola tidur, sesuai dengankebutuhan (misal, mengantuk, gelisah,
ketidakmampuan untuk konsentrasi) hal ini akan berbeda setiap pasien
Hindari kebisingan dan penggunaan lampu ruangan pada waktu tidur, ciptakan lingkungan yang tenang
dan damai serta minimalkan gangguan
Atur pasien dirawat sekamar dengan pasien lain yang cocok, jika mungkin
Bantu pasien mengidentifikasi kemungkina penyebab yang mendasari kurang tidur, seperti takut,
masalah yang tidak selesai dan konflik
Yakinkan pasien bahwa iritabilitas dan perubahan alam perasaan merupakan dampak yang umum pada
gangguan tidur
fasilitas memlihara rutinitas umum yang biasa dilakukan menjelang tidur, tanda/barang barang sebelum
tidur dan benda yang familier (misal, untuk anak , selimut/mainan kesukaan, mengayun ayun, dot atau
cerita, : untuk orang dewasa , buku untuk dibaca) jika perlu bantu untuk menghilangkan situasi yang
menimbulkan stres sebelum tidur
mulai/lakukan tidakan yang menimbulkan kenyamanan, seperti masase, pemberian posisi, dan sentuhan
afeksi
atur stimulus lingkungan untuk mempertahankan siklus siang malam normal. (Wilkinson & Ahern, 2016,
hal. 405)
Intoleransi Aktivitas
Tujuan :
Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang dibutikan oleh : toleransi aktivitas,ketahanan dan
penghematan energi
Mendomenstrasikan penghematan energi, yang dibuktikanoleh indikator sebagai berikut ( yaitu, tidak
pernah, jarang, kadang kadang, sering, atau selalu ditunjukan )
Mengidentifikasi aktivitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang dapat mengakibatkan
intoleran aktivitas
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan normal denyut jantung,
frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta memantau pola tersebut dalam batas normal
Melaporkan bebas dan dispnea, kesulitan bernafas, dan keletihan melakukan aktivitas sehari hari
Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
Tentukan pengetahan dan pemahaman terhadap keterbatasan energi oleh klien dan orang terdekat
Susun rencana yang realistis untuk proses adaptasi terhadap keterbatasan pasien
Instruksikan pasien dan keluarga untuk memberitahu penyedia layanan primer jika keletihan terys
menerus terjadi
Ajarkan pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk mencegah keletihan.
Aktivitas Lain
Dapatkan bantuan dari keluarga dalam usaha mendukung dan mendorong pasien untukmenyelesaikan
aktivitas
Berikan dukungan dalam pengambilan keputusan (dan lainnya) selama periode penyakit atau stres yang
tinggi. . (wilkinson, 2016: hal 20)
DAFTAR PUSTAKA
DiGiulio dkk. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jogyakarta: Rapha.
Hermawati, D. R., & Candra, H. A. (2014). Berkat Herbal Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: F Media.
Lapau, B. (2012). Metode penilitian kesehatan: metode imiah penulisan skripsi, tesis, dan dixertasi.
Jakarta: Pustaka Obor Indonesia.
Manurung, N. (2016). Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Muhammad, H. F., & Oktavianti, P. H. (2010). Bebas Kanker Tanpa Daging. Yogyakarta: PT Niaga Swadaya.
Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2017). Keperawatan Medikal Bedah Demham Gamgguan Sistem Kardio
Vaskuler. YOGYAKARTA: Nuha medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jogyakarta: Nuha Medika.