Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang terjadi akibat penyempitan atau penyumbatan pembuluh
nadi koroner karena adanya endapan lemak dan kolesterol sehingga mengakibatkan penyediaan darah
ke jantung terganggu. Pernyempitan tersebut dapat terjadi karena fangsangan tertentu pada pola hidup,
pola makan, dan stres (Lapau, 2012, hal. 245)

Salah satu penyebab pjk adalah hipertensi, yang dianggap sebagai penyebab kematian. Komplikasi
hipertensi yang akhirnya menyebabkan kematian adalah karena kegagalan jantung 45%, infark miokard
35%, kecelakaan serebrovaskular 15%, gagal ginjal 5%. Komplikasi yang sering terjadi adalah kegagalan
ventrikel kiri, Angina pictoris dan infark myokart. (Lapau, 2012, hal. 245)

Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan pada klien yang menderita penyakit
jantung koroner.

Rumusan Masalah

Apa defenisi dari penyakit jantung koroner

Apa etiologi dari penyakitnjantung koroner


Apa saja tanda dan gejala penyakit jantung koroner

Apa klasifikasi dari penyakit jantung koroner

Bagaimana potofisiologinya dari penyakit jantung koroner

Bagaimana komplikasi dari penyakit jantung koroner

Tujuan

Tujuan umum

Mahasiswa mampu memahami tentang konsep dasar medis pada penyakit jantung koroner

Mahasiswa apat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit jantung koroner

Tujuan khusus

Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian tentang jantung koroner

Dapat menjelaskan tentang etiologi penyakit jantung koroner

Menjelaskan patofisiologi dari penyakit jantung koroner

Menjelaskan penatalaksanaan yang akan dilaksanakan pada klien dengan penyakit jantung koroner
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP PENYAKIT

Definisi

Penyakit jantung koroner adalah salah satu penyakit kardiovaskuler yangpaling mematikan. (Muhammad
& Oktavianti, 2010, hal. 36)

American heart association (AHA), mendefinisikan penyakit jantung koroner adalah istilah umum untuk
penumpukan plak di arteri jantung yang dapat menyebabkan serangan jantung. Penumpukan plak pada
arteri koroner ini disebut dengan aterosklerosis. Penyakit jantung koroner (pjk) merupakan keaadaan
dimana terjadi penimbunan plak pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri koroner
menyempit atau tersumbat. Arteri koroner merupakan arteri yang menyuplai darah otot jantung dengan
membawa oksigen yang banyak. (Prabowo & Pranata, 2017, hal. 188)

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit dimana adanya penumpukan plak dan penyempitan di
arteri jantung yang menyebabkan seseorang mengalami serangan jantung.

Etiologi

Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh
arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat menghentikan aliran
darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam kondisi yang parah, kemampuan jantung
memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dan
berakhir dengan kematian.

Penyempitan dan penyumbatan arteri koroner disebabkan zat lemak kolesterol dan trigliserida yang
semakin lama semakin banyak dan menumpuk di bawah lapisan terdalam endothelium dari dinding
pembuluh arteri. Hal ini dapat menyebabkan aliran darah ke otot jantung menjadi berkurang ataupun
berhenti, sehingga mengganggu kerja jantung sebagai pemompa darah. Efek dominan dari jantung
koroner adalah kehilangan oksigen dan nutrient ke jantung karena aliran darah ke jantung berkurang.
Pembentukan plak lemak dalam arteri memengaruhi pembentukan bekuan aliran darah yang akan
mendorong terjadinya serangan jantung. Proses pembentukan plak yang menyebabkan pergeseran arteri
tersebut dinamakan arteriosklerosis. Awalnya penyakit jantung di monopoli oleh orang tua. Namun, saat
ini ada kecenderungan penyakit ini juga diderita oleh pasien di bawah usia 40 tahun. Hal ini biasa terjadi
karena adanya pergeseran gaya hidup, kondisi lingkungan dan profesi masyarakat yang memunculkan
“tren penyakit”baru yang bersifat degnaratif. Sejumlah prilaku dan gaya hidup yang ditemui pada
masyarakat perkotaan antara lain mengonsumsi makanan siap saji yang mengandung kadar lemak jenuh
tinggi, kebiasaan merokok, minuman beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga, dan stress.
(Prabowo & Pranata, 2017, p. 190)

Tanda dan gejala

Sakit dada (angina) karena aliran darah berkurang ke otot jantung dan atau meningkatnya permintaan
oksigen karena stress.

Rasa sakit bisa menyebar kelengan, punggung, dan rahang.

Sakit dada muncul setelah tenaga terkuras, senang berlebihan, atau ketika pasien terpapar hawa dingin
karena ada peningkatan dalam aliran darah ke seluruh tubuh, meningkatkan kecepatannya.

Sakit dada berakhir antara 3 sampai 5 menit.

Sakit dada dapat terjadi ketika pasien sedang istirahat (DiGiulio dkk, 2014, hal. 5)

Patofisiologi

Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan kecil yang ditandai
penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan makrofag di seluruh kedalaman tunika
intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya ketunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering
terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri serebral.

Langkah pertama dalam pembentukan ateroklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan endotel lumen
arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain, cedera pada sel
endotel meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan
triglesirida, sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidadi asam lemak menghasilkan oksigen
radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembulu darah.

Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun, termasuk menarik sel darah
putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit kearea cedera, sel darah putih melepaskan
sitokin proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi, menarik lebih banyak sel darah putih
dan trombosit kearea lesi, menstimulasi proses pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan
senyawa kimia yang berperan sebagai chemoattractant (penarik kimia) yang mengaktifkan siklus
inflamasi, pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik kearea cedera, sel darah putih akan menempel
disana oleh aktivitas faktor adhesif endotelial yang bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket
terutama terhadap sel darah putih, pada saat menempel dilapisan endotelial, monosit dan neutrofil
mulai berimigrasi diantara sel-sel endotel keruang interstisial. Diruang interstisial, monosit yang matang
menjadi makrofag dan bersama neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus inflamasi.
Sitokin proinflamatori juga merangsang ploriferasi sel otot polos yang mengakibatkan sel otot polos
tumbuh ditunika intimia.

Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika intima karena permeabilitas lapisan
endotel meningkat, pada tahap indikasi dini kerusakan terdapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera
dan inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan memulai terbentuk bekuan darah
(tombus), sebagian dinding pembuluh diganti dengan jaringan perut sehingga mengubah strktur dinding
pembuluh darah, hasil akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan
perut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan proliferasi sel otot polos sehingga
pembuluh mengalami kekakuan dan menyempit. Apabila kekauan ini dialami oleh arteri-arteri koroner
akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan
oksigen, dan kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai darah ) miokardium dan sel-sel miokardium
sehingga menggunakan glikosis anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan
energi ini sangat tidak afisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat sehingga menurunkan
pHmiokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris. Ketika kekurangan
oksigen pada jantung dan sel sel otot jantung berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak teratasi
maka terjadilah kematian otot jntung yang dikenal sebagai miokard infark. Patofisiologi penyakit jantung
koroner zat masuk arteri proinflamatori permeabilitas reaksi inflamasi cedera sel endotel sel darah putih
menempel di arteri imigrasi keruang interstisial pembuluh kaku dan sempit aliran darah pembentukan
trombus monosit makrofag lapisan lemak sel otot polos tumbuh asam laktat terbentuk MCI kematian.
(Prabowo & Pranata, 2017, hal. 192-193)

Ateroskelerosispasme – pembuluh darah

Perjalanan terhadap

dingin

Vasokontriksi

Stress

Latihan fisik
Makan-makanan

Adrenalin meningkat

Keb O2 Jantung Meningkat

Aliran O2 meningkat ke mesentrikus

Aliran O2 koronaria menurun

Aliran O2 jantung menurun

Jantung kekurangan O2

Iskemia otot jantung

Nyeri akut

Takut mati

Cemas

Cemas b/d kematian

Nyeri b/d iskemia

Perlu menghindari komplikasi

Diperlukan pengetahuan tinggi

Kurang pengetahuan b/d devicit knowladge

Kontraksi jantung turun

Curah jantung menurun


(Prabowo & Pranata, 2017, hal. 193)

Klasifikasi

Menurut, Putra S, dkk, klasifikasi dari penyakit jantung coroner adalah sebagai berikut :

Angina pektoris stabil/stable Angina pectoris

Penyakit iskemik disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen miokard. Di tandai
oleh rasa nyeri yang terjadi jika kebutuhan oksigen miokardium melebihi suplainya. Iskemika miokard
dapat bersifat asimtomatis (iskemia sunyi/slient ischemia), terutama pada pasien diabetes. Penyakit ini
sindrom klinis episodik karena iskemia miokard transien. Laki laki merupakan 70% dari pasien dengan
Angina Pectoris dan bahkan sebagian besar menyerang pada laki laki kurang lebih 50 tahun dan wanita
60 tahun.

Angina Pectoris tidak stabil/unstable angina pectoris

Sindrom klinis nyeri dada yang sebagian besar disebabkan oleh disrupsi plak ateroskelrotik dan diikuti
kaskade proses patologis yang menurunkan aliran darah koroner, ditandai dengan peningkatan frekuensi,
intensitas atau lama nyeri, Angina timbul pada saat melakukan aktivitas ringan atau istirahat, tanpa
terbukti adanya nekrosis miokard. Terjadi saat istirahat (dengan tenaga minimal) biasanya langsung >10
menit.

Sudah parah dan onset baru (dalam 4-6 minggu sebelumnya)

Terjadi dengan pola crescendo (jelas lebih berat, berkepanjangan, atau sering dari sebelumnya)

Angina Varian Prinzmetal

Arteri koroner bisa menjadi kejang, yang mengganggu aliran darah ke otot jantung (iskemia). Ini terjadi
pada orang tanpa penyakit arteri koroner yang disignefisikan, namun dua pertiga dari orang dengan
Angina Varian mempunyai penyakit parah dalam paling sedikit satu pembuluh, dan kekejangan terjadi
pada tempat penyumbatan. Tipe Angina ini tidak umum dan hampir selalu t erjadi bila seorang istirahat
sewaktu tidur. Anda mempunyai resiko menigkat untuk kejang koroner jika anda mempunyai : penyakit
arteri koroner yang mendasari, merokok, atau enggunakan obat perangsang atau obat terlarang (seperti
kokain). Jika kejang arteri menjadi parah dan terjadi untuk jangka waktu panjang, serangan jantung bisa
terjadi.

Infark Miokard / Myocardial infarction

Nekrosis Miokard akibat gangguan aliran darah arteri koronaria yang bermakna, sebagai akibat oklusi
arteri koronaria karena trombus atau spasme hebat yang berlangsung lama. Infark miokart terbagi 2 :

Non ST Elevasi Miokardial infark (NSTEMI)

ST Elevasi miokardial infark (STEMI). (Prabowo & Pranata, 2017, hal. 188-189)

Komplikasi

Komplikasi penyakit jantung koroner adalah

Gagal jantung kongestif

Syok kardigenik

Disfungsi otot papilaris


Defek septum ventrikel

Ruptura jantung

Aneurisme ventrikel

Tromboembolisme

Perikarditik

Sindrom dressler

Aritmia (Wijaya & Putri, 2013, hal. 14)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Identitas

Laki laki merupakan 70% dari pasien dengan Angina Pektoris dan bahkan sebagian besar menyerang
pada laki laki kurang lebihnya 50 tahun dan wanita 60 tahun. Namun, saat ini ada kecenderungan
penyakit ini juga diderita oleh pasien dibawah usia 40 tahun. (Prabowo & Pranata, 2017, hal. 194)

Status kesehatan saat ini

Keluhan utama

Ditandai oleh rasa nyeri yang terjadi jika kebutuhan oksigen miokardium melebihi suplainya. Iskemia
miokard dapat bersifat asimtomatis (iskemia sunyi/silent ischemia), terutama pada pasien diabetes.
(Prabowo & Pranata, 2017)

Alasan masuk rumah sakit

Pasien merasakan nyeri dada selama 3-5 hari berturut-turut sehingga dia memeriksakan dirinya ke
rumah sakit untuk mengetahui penyakitnya, ternyata dia di fonis menderita penyakit jantung koroner
(PJK). (Manurung, 2016, hal. 22)
Riwayat penyakit sekarang

Pada klien PJK merasakan nyeri dada.

Riwayat kesehatan terdahulu

Riwayat penyakit sebelumnya

Riwayat penyakit yang yang mendahului terjadi penyakit jantung koroner adalah hipertensi, merokok,
pengguna alkohol, diabetes militus, kolesterol, pola hidup yang tidak sehat. (Prabowo & Pranata, 2017,
hal. 195)

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat dalam keluarga biasanya pada laki-laki keturunan keluarga pertama yang berusia <55 tahun,
pada perempuan keturunan keluarga pertama berusia < 65 tahun. (Setiati, 2014, hal. 142)

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum

Kesadaran

Pasien penyakit jantung koroner dalam kondisi yang parah karena adnya penyempitan dan penyumbatan
sehingga jantung tidak dapat memompa darah secara optimal. (Prabowo & Pranata, 2017, hal. 190)

Tanda-tanda vital

TD: dapat meningkat sekunder akibat nyeri atau menurun sekunder akibat gangguan hemodinamik dan
atau terapi farmakologi.

Fj: dapat meningkat sekunder akibat nyeri


Kardiovaskular : S4 mungkin ada

Pulmoner: dispnea dan takipnea mungkin ada.

(Stillwell, 2011, hal. 145)

Body system

Sistem pernafasan

Pada pemeriksaan mungkin didapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles
atau wheezes atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda / pink tinged.

(Prabowo & Pranata, 2017, hal. 195)

Sistem kardiovaskular

Hipotensi postural, frekuensi jantung meningkat, takipnea. Tekanan darah mungkin normal atau
meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia. Suara jantung, suara
jantung tambahan s3 atau s4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung / ventrikel
kehilangan kontraktilitasnya. Murmur jika ada merupakan akibat dari insuflensi katub atau muskulus
papilaris yang tidak berfungsi. Heart rate mungkin meningkat atau mengalami penurunan (tachy atau
bradi cardia). Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal. Odema anasarka, crackles mungkin juga
timbul dengan gagal jantung. (Prabowo & Pranata, 2017, hal. 195)

Sistem persarafan

Edema : jagular vena distension, (Prabowo & Pranata, 2017, hal. 195)

Sistem perkemihan

Gangguan ginjal saat ini atau sebelumnya, disuria, oliguria, anuria, poliuria sampai hematuria. (Prabowo
& Pranata, 2017, hal. 195)
Sistem pencernaan

Mual, kehilangan nafsu makan, muntah, perubahan berat badan.

(Prabowo & Pranata, 2017, hal. 195)

Sistem integumen

Warna kulit mungkin pucat baik dibibir dan dikuku, penurunan turgor kulit. (Prabowo & Pranata, 2017,
hal. 195)

Sistem muskuloskeletal

Pada klien PJK adanya kelemahan otot sehingga timbul ketidakmampuan melakukan aktivitas yang
diharapkan atau aktivitas yang biasanya dilakukan. (Dewi, 2014, hal 20)

Sistem endokrin

Pada pasien PJK biasanya terdapat peningkatan kadar gula darah. (Dewi, 2014, hal 20)

Sistem reproduksi

Pada pasien PJK akan mengalami penurunan jumlah produksi urine dan frekuensi urine. (Dewi, 2014, hal
20)

Sistem penginderaan

Mata , pada pasien PJK mata mengalami pandangan kabur

Telinga, hidung, dan tenggorokan pada pasien PJK tidak mengalami gangguan
Mulut, pada paien PJK ditemukan adanya mukosa pada mulut dan bibir. . (Dewi, 2014, hal 20)

Sistem imun

pada pasien PJK akan mengalami penurunan, karena disebabkan sering merokok, kurangnya berolahraga,
dan kurangnya menjaga kesehatan tubuh sehi ngga pada pasien PJK sistem imunnya sangat terganggu.
(Dewi, 2014, hal 20)

Pemeriksaan penunjang

Untuk mendiagnosa PJK secara lebih tepat maka dilakukan pemeriksaan penunjang diantaranya :

EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri dada
sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah :

Depresi segmen ST > 0,05 mV

Sumber: Debarus.wordpress.com (2013)

Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombangT yang simetris di sandapan prekordial.

Sumber: Ekgindonesia.blogspot.com: (2015)

Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama Sustained VT.
Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST, namun EKG yang normal pun tidak
menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI. Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat
mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut dengan
berbagai ciri dan katagori:

Angina pektoris tidak stabil; depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang
elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q

Sumber: Abufachri.wordpress.com (2015)

Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam

Sumber: www.medicinesia.com: (2015)

Chest X-Ray (foto dada) Thorax foto mungkin normal atau adanya kardiomegali, CHF (gagal jantung
kongestif) atau aneurisma ventrikiler.

Latihan tes stres jantung (treadmill)

Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan banyak digunakan untuk mendiagnosa
PJK, ketika melakukan treadmill detak jantung, irama jantung, dan tekanan darah terus-menerus
dipantau, jika arteri koroner mengalami penyumbatan pada saat melakukan latihan maka ditemukan
segmen depresi ST pada hasil rekaman

Ekokardiogram

Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar jantung, selama


ekokardiogram dapat ditentukan apakah semua bagian dari dinding jantung berkontribusi normal dalam
aktivitas memompa. Bagian yang bergerak lemah mungkin telah rusak selama serangan jantung atau
menerima terlalu sedikit oksigen, ini mungkin menunjukkan penyakit arteri coroner.
Kateterisasi jantung atau angiografi

Adalah suatu tindakan invasif minimal dengan memasukkan kateter (selang/pipa plastik) melalui
pembuluh darah ke pembuluh darah koroner yang memperdarahi jantung, prosedur ini disebut
kateterisasi jantung. Penyuntikkan cairan khusus ke dalam arteri atau intravena ini dikenal sebagai
angiogram, tujuan dari tindakan kateterisasi ini adalah untuk mendiagnosa dan sekaligus sebagai
tindakan terapi bila ditemukan adanya suatu kelainan

CT scan (Computerized tomography Coronary angiogram)

Computerized tomography Coronary angiogram/CT Angiografi Koroner adalah pemeriksaan penunjang


yang dilakukan untuk membantu memvisualisasikan arteri koroner dan suatu zat pewarna kontras
disuntikkan melalui intravena selama CT scan, sehingga dapat menghasilkan gambar arteri jantung, ini
juga disebut sebagai ultrafast CT scan yang berguna untuk mendeteksi kalsium dalam deposito lemak
yang mempersempit arteri koroner. Jika sejumlah besar kalsium ditemukan, maka memungkinkan
terjadinya PJK.

Magnetic resonance angiography (MRA)

Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan dengan penyuntikan zat pewarna
kontras, yang berguna untuk mendiagnosa adanya penyempitan atau penyumbatan, meskipun
pemeriksaan ini tidak sejelas pemeriksaan kateterisasi jantung (Prabowo & Pranata, 2017, p. 200).

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Menurut (Hermawati & Candra, 2014)

Hindari makanan kandungan kolesterol yang tinggi

Kolesterol jahat LDL di kenal sebgai penyebab utana terjadinya proses aterosklerosis, yaitu proses
pengerasan dinding pembuluh darah, terutama di jantung, otak, ginjal, dan mata.
Konsumsi makanan yang berserat tinggi

Hindari mengonsumsi alcohol

Merubah gaya hidup, memberhentikan kebiasaan merokok

Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki kolateral koroner sehingga PJK
dapat dikurangi, olahraga bermanfaat karena Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2ke miokard.

Menurunkan berat badan sehingga lemak lemak tubuh yang berlebih berkurang bersama-sama dengan
menurunnya LDL kolesterol

Menurunkan tekanan darah

Meningkatkan kesegaran jasmani.

(Prabowo & Pranata, 2017, hal. 201)

Diagnose keperawatan

Nyeri Akut

Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional,
dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.

Penyebab

Agen pancedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)

Agen pancedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)

Agen pancedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, produser operasi,
trauma, latihan fisik berlebihan)

Gejala dan tanda mayor

Subjektif : Mengeluh nyeri

Objektif :

Tampak meringis
Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)

Gelisah

Frekuensi nadi meningkat

Sulit tidur

Gejala dan tanda minor

Subjekti : (tidak tersedia)

Objektif

Tekanan darah meningkat

Pola napas berubah

Nafsu makan berubah

Proses berpikir terganggu

Menarik diri

Berfokus pada diri sendiri

Diaforesis

Kondisi klinis terkait

Kondisi pembedahan

Cedera traumatis

Infeksi

Sindrom koroner akut

Glaukoma

(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017, hal. 172)

Gangguan Pola Tidur

Definisi : Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal.

Penyebab
Hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan sekitar, suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan,
bau tidak sedap, jadwak pemantauan/pemeriksaan/tindakan)

Kurang kontrol tidur

Kurang privasi

Restraint fisik

Ketiadaan teman tidur

Tidak familiar dengan peralatan tidur

Gejala dan tanda mayor

Subjektif

Mengeluh sulit tidur

Mengeluh sering terjaga

engeluh tidak puas tidur

Mengeluh pola tidur berubah

Mengeluh istirahat tidak cukup

Objektif : (tidak tersedia)

Gejala dan tanda minor

Subjektif : Mengeluh kemampuan beraktifitas menurun

Objektif : (tidak tersedia)

Kondisi klinis terkait

Nyeri/kolik

Hipertiroidisme

Kecemasan

Penyakit paru obstruksi kronis

Kehamilan

Periode pasca partum

Kondisi pasca operasi.


(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017, hal. 126)

Intoleran Aktivitas

Definisi : Ketidak cukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Penyebab

Ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

Tirah baring

Kelemahan

Imobilitas

Gaya hidup monoton

Gejala dan tanda mayor

Subjektif : Mengeluh lelah

Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat

Gejala dan tanda minor

Subjektif

Dispnea saat/setelah aktivitas

Mersa tidak nyaman setelah beraktivitas

Merasa lemah

Objektif

Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat

Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah III.

aktivitas

Gambaran EKG menunjukkan iskemia


Sianosis

Kondisi klinis terkait

Anemia

Gagal jantung kongestif

Penyakit jantung koroner

Penyakit katup jantung

Aritmia

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

Gangguan metabolik

Gangguan muskulokeletal.

(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017, hal. 128)

Intervensi Keperawatan

Nyeri Akut

Tujuan/kriteria Evaluasi

Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagaiberikut (sebutkan 1-5: tidak
pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu)

Mengawali awitan nyeri

Menggunakan tindakan pencegahan

Melaporkan nyeri dapat dikendalikan

Menunjukkan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: sangat berat,
sedang, ringan atau tidak ada):

Ekspresi nyeri pada wajah


Gelisah atau tegangan otot

Durasi episode nyeri

Merintih dan menangis, gelisah

Contoh lain:

Pasien akan:

Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

Mempertahan tingkat nyeri pada atau (dengan skala 0-10).

Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis.

Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi faktor tersebut.

Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehtan.

Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dan non analgesik secara tepat.

Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, denyut jantung, atau tekanan darah.

Mempertahankan selera makan yang baik.

Melaporkan pola tidur yang baik.

Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa peran dan hubungan interpersonal.


(Wilkinson & Ahern, 2016, hal. 297)

Aktivitas Keperawatan

Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan informasi pengkajian
Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidak nyamanan pada skala 0 sampai 10 (0= tidak ada nyeri atau
ketidaknyamanan, 10= nyeri hebat)

Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesik dan kemungkinan efek
sampingnya

Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri dan respon pasien

Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata kata yang sesuai dan tingkat perkembangan pasien

Manajemen nyeri (NIC)

Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensif meliputi lokasi, karateristik, awitan dan durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan faktor presipetasinya

Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang tidak mampu
berkomunikasi efektif

Penyuluhan untuk pasien /keluarga

Sertak dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum, frekuensi pemberian,
kemungkinan efek samping, kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengosumsi obat
tersebut ( misal pembatasan aktifitas fisik, pembatasan diet) dan nama orang yang harus dihubungi bila
mengalami nyeri membandel.

Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai.

Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatlan nyeri dan tawarkan setrategi
koping yang disarankan.

Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau apioid (misal , risiko ketergantungan atau
overdosis.

Aktivitas kolaboratif

Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal (misal, setiap 4 jam selama 36
jam) atau PCA

Manajemen nyeri (NIC)

Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat


Aktivitas lain

Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri dan efek samping

Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif dimasa lalu, seperti, distraksi,
relaksasi,atau kompres hangat/dingin

Hadir didekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman dan aktifitas lain untuk membantu
relaksasi

Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan
melakukan pengalihan melalui televisi, radio, tape, dan interaksi dengan pengunjung

Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimakan respons pasien terhadap analgesik (misal, obat
ini akan mengurangi nyeri anda). (Wilkinson & Ahern, 2016, hal. 298)

Gangguan pola tidur

Tujuan

Contoh menggunakan bahasa NOC

Menunjukan tidur, yang dibuktikan oleh indikator berikut seperti gangguan ekstrem, berat, sedang,
ringan, atau tidak mengalami gangguan.

Perasaan segar setelah tidur

Pola dan kualitas tidur

Rutinitas tidur

Jumlah waktu tidur yang terobservasi


Terjaga pada waktu yang tepat

Contoh lain :

Pasien akan :

Mengidentikfikasi tindakan yang akan meningkat istirahat atau tidur.

menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologis.

melaporkan tidur yang cukup dimalam hari.

(Wilkinson & Ahern, 2016, hal. 404)

Aktivitas Keperawatan

kaji adanya gejala deprivasi tidur dan insomnia seperti konfusi akut, agitasi, ansietas, gangguan
perseptual, reaksi lambat dan iritabilitas

identifikasi faktor lingkungan ( misal, bising, cahaya yang dapat mengganggu tidur)

peningkatan tidur (NIC)

tentukan efek medikasi pasien pada pola tidur

tentukan pola tidur / aktifitas pasien

pantau / catat pola tidur pasien dan jumblah waktu tidur.


Penyuluhan untuk pasien

Peningkatan tidur (NIC)

Instruksikan pasien dan orang terdekat lain tentang faktor (misal, faktor psiologis, fisiologis, gaya hidup,
perubahan sif kerja yang sering, perubahan zona waktu yang cepat, jam kerja extra panjang, dan faktor
lingkungan lainya) yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur

Instruksikan pasien cara melakukan relaksasi otot autogenik atau bentuk nonfarmakologis lainnya agar
merangsang tidur

Jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama kehamilan, sakit, stres psikososial dan sebagainya

Instruksikan pasien untuk menghindari mengonsumsi makanan dan minuman ketika mendekati waktu
tidur yang mengganggu tidur (misal, kafein)

Aktivitas kolaboratif

Diskusikan dengan dokter tentang pentingnya merevisi progam obat jika obat tersebut menimbulkan
gangguan tidur

Diskusikan dengan dokter tentang penggunaan obat tidur yang tidak menekan tidur REM (rapid eye
movement)

Lakukan perujukan yang diperlukan untuk penanganan gejala deprivasi tidur yang parah (isal, konfusi
akut, agitasi atau ansietas.

Aktivitas lain

Tangani gejala gangguan pola tidur, sesuai dengankebutuhan (misal, mengantuk, gelisah,
ketidakmampuan untuk konsentrasi) hal ini akan berbeda setiap pasien

Hindari kebisingan dan penggunaan lampu ruangan pada waktu tidur, ciptakan lingkungan yang tenang
dan damai serta minimalkan gangguan

Atur pasien dirawat sekamar dengan pasien lain yang cocok, jika mungkin

Bantu pasien mengidentifikasi kemungkina penyebab yang mendasari kurang tidur, seperti takut,
masalah yang tidak selesai dan konflik
Yakinkan pasien bahwa iritabilitas dan perubahan alam perasaan merupakan dampak yang umum pada
gangguan tidur

Peningkatan tidur (NIC)

fasilitas memlihara rutinitas umum yang biasa dilakukan menjelang tidur, tanda/barang barang sebelum
tidur dan benda yang familier (misal, untuk anak , selimut/mainan kesukaan, mengayun ayun, dot atau
cerita, : untuk orang dewasa , buku untuk dibaca) jika perlu bantu untuk menghilangkan situasi yang
menimbulkan stres sebelum tidur

mulai/lakukan tidakan yang menimbulkan kenyamanan, seperti masase, pemberian posisi, dan sentuhan
afeksi

bolehkan tidur siang, jika diindaskan untuk memenuhi kebutuhan tidur

atur stimulus lingkungan untuk mempertahankan siklus siang malam normal. (Wilkinson & Ahern, 2016,
hal. 405)

Intoleransi Aktivitas

Tujuan :

Contoh menggunakan bahasa NOC

Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang dibutikan oleh : toleransi aktivitas,ketahanan dan
penghematan energi

Mendomenstrasikan penghematan energi, yang dibuktikanoleh indikator sebagai berikut ( yaitu, tidak
pernah, jarang, kadang kadang, sering, atau selalu ditunjukan )

Menyadari keterbatasan energi

Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat

Melaporkan tingkat ketahanan yang kuat untuk aktifitas


Pasien akan :

Mengidentifikasi aktivitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang dapat mengakibatkan
intoleran aktivitas

Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan normal denyut jantung,
frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta memantau pola tersebut dalam batas normal

Melaporkan bebas dan dispnea, kesulitan bernafas, dan keletihan melakukan aktivitas sehari hari

Melakukan perubahan yang hidup yang diperlukan untuk penghematan enrgi.

(Wilkinson & Ahern, 2016, hal. 19)

Aktivitas Keperawatan

Pengkajian

Tentukan pengetahan dan pemahaman terhadap keterbatasan energi oleh klien dan orang terdekat

Pantau tingkat energi dan toleransi pasien terhadap aktivitas

Identifikasi kendala untuk beraktivitas

Rujuk pada diagnosis itoleran aktivitas, untuk pengkajian yang lain

Penyuluhan untuk pasien

Susun rencana yang realistis untuk proses adaptasi terhadap keterbatasan pasien

Gali bersama pasien dampak spesifik ketidakaktifan

Instruksikan pasien dan keluarga untuk memberitahu penyedia layanan primer jika keletihan terys
menerus terjadi

Manajemen Energi (NIC)


Ajarkan pasien dan orang terdekat pasien tentang teknik keperawatan diri lain yang terdapat minimalkan
konsumsi oksigen (misal, pemantauan mandiri, dan teknik langkah untuk melakukan aktifitas kehidupan
sehari hari)

Ajarkan pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk mencegah keletihan.

Aktivitas Lain

Dapatkan bantuan dari keluarga dalam usaha mendukung dan mendorong pasien untukmenyelesaikan
aktivitas

Berikan dukungan dalam pengambilan keputusan (dan lainnya) selama periode penyakit atau stres yang
tinggi. . (wilkinson, 2016: hal 20)

DAFTAR PUSTAKA
DiGiulio dkk. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jogyakarta: Rapha.

Hermawati, D. R., & Candra, H. A. (2014). Berkat Herbal Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: F Media.

Lapau, B. (2012). Metode penilitian kesehatan: metode imiah penulisan skripsi, tesis, dan dixertasi.
Jakarta: Pustaka Obor Indonesia.

Manurung, N. (2016). Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Muhammad, H. F., & Oktavianti, P. H. (2010). Bebas Kanker Tanpa Daging. Yogyakarta: PT Niaga Swadaya.

Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2017). Keperawatan Medikal Bedah Demham Gamgguan Sistem Kardio
Vaskuler. YOGYAKARTA: Nuha medika.

Setiati, S. (2014). Ilmu Penyakit Dalam. jakarta: Interna.


Stillwell, S. B. (2011). Pedoman Keperawatan kritis. jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jogyakarta: Nuha Medika.

Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2016). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai