Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
O
L
E
H
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana
yang berjudul ABK dalam Setting Inklusif. Makalah ini berisikan tentang
informasi Pendidikan Inklusif untuk ABK. Diharapkan makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang Pendidikan Inklusif untuk
ABK.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
BAB I.......................................................................................................................
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
PEMBAHASAN.. ....................................................................................................9
PENUTUP................................................................................................................. 32
3.2. Saran............................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... iv
LAMPIRAN.............................................................................................................. v
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Arti pendidikan bisa diartikan sebagai sebuah pengajaran bimbingan dan pelatihan sebgai
istilah istilah teknis tidak lagi dibeda bedakan oleh masyarakat kita tapi ketiganya melebur
menjadi satu pengertian harus tentang pendidikan dalam undang undang nomor 2 tahun 1989
tentang pendidikan nasional pasal 1 misalnya dijelaskan bahwa “ pendidikan adalah usaha
sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajarandan atau
Dari pengertian yang luas tersebut muhaimin membuat rumusan tentang pendidikan,
pendidikan merupakan sebuah aktifitas dan fenomena pendidikan sebagai sebuah aktivitas
sebuah upaya secara sadar yang dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok
orang atau kelompok yang dalam mengembangkan pandangan hidup dalam hal sikap hidup
dan keterapilan hidup baiik yang bersifat manual maupun mental dan sosial . sedangkan
pendidikan sebagai fenomena sebagai sebuah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau
lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup atau
Dalam konteks ini manusia dihadapkan pada kondisi lahir dan pertumbuhan yang berbeda
yaitu normal dan abnormal. Anak abnormal secara istilah disebut anak cacat / anak
bekelainan / anak berkebutuhan khusus. Pendidikan unbtuk anak berkebutuhan pertama kali
adalah sekolah luar biasa (slb ) sebagai solusi dari keadaan anak agar anak bisa berkembang.
Ternyata adanya Slb mendapat suatu kelemahan dalam implementasinya kelemahan tersebut
dikarenakan Abk yang mendekati normal tidak bisa bersosialisasi dengan anak regular .
sehingga ketika mereka lulus tingkat slb mereka kaku dan tidak bisa bersosialisasi dengan
masyarakat , degan demikian pedidikan anak berkebutuhan khusus selalu berkembang untuk
mencari model yang ideal maka munculnya model pendidikan inklusi dimana anak reguler
permasalahan masih terjadi sampai saat ini yaitu ABK belum bisa dengan mudah menikmati
pendidikan dengan nyaman , aman serta diterima dilingkungan sekolah melalui belajar
bersama dengan anak regular. Ini menunjukkan bahwa masih banyak ABK yang belum
penerapannya juga memang mebutuhkan ekstra penyadaran terhadap lingkungan baik kepada
siswa, guru, staf terhadap siswa berkebutuhan khusus , dikarenakan banyak kasus dan cerita
bahwa siswa inklusi di Bully atau dianiaya oleh temannya sendiri yang notabone siswa
reguler.
Dengan demikian isu isu tentang pendidikan inklusi menjadi perhatian semua pihak,
dengan tujuan bagaimana hak pendidikan dari anak berkebutuhan khusus bisa terlayani
dengan baik melalui pasrtisipasi penuh sebagai faktor kunci keberhasilan pelaksanaan
pendidikan inklusi.
Menurut Fredickson & Cline (2002) “ pendidikan inklusi memiliki prinsip adanya
tuntutan yang besar terhadap guru reguler maupun pendamping khusus . ini menuntut
pergeseran besar dari tradisi mengajarkan materi yang sama kepada semua siswa dikelas.
Menjadi mengajar setiap anak sesuai dengan kebutuhan individualnya , tetapi dalam setting
kelas mengingat masing- masing siswa mempunyai perbedaan minat, bidang bakat
penguasaan , komunikasi dan strategi belajar “ namun kenyataan para guru terutama guru
pendidikan PKn kurang memperhatikan anak inklusi. Dengan alasan tersebut tampak menjadi
dilema terhadap anak berkebutuhan khusus yang belum banyak faham tentang materi
pendidikan disaat yang lain terjadi yang tidak diinginkan diluar batas kemapuananya
Untuk itu menjadi tuntun kepada guru pada Implementasi pendidikan Inklusi untuk
mengadaptasi metode pengajaran dan cara memberikan agar dapat cocok dalam memenuhi
kebutuhan siswa. Mereka juga harus tahu cara yang berbeda dalam memodifikasi kurikulum
dan melakukan penyesuaian yang tepat kapan pun diperlukan. Hal ini akan memberikan
oenyegaran pada keseluruhan proses inklusi dan memperbaiki kualitas pendidikan bagi
semua anak.
tahun 2009 bertujuan : (1) memberikan kesempatan yang seluas- luasnya kepada semua
peserta didik yang memiliki kelainan fisik , emosional , emntal dan sosial atau memiliki
potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
yang menghargai keanekaragaman dan tidak deskriminatif bagi semua peserta didik..
Kematangan terlihat pada praktek pendidikan inklusi dengan adanya keterimaan akan
keberagaman dan perbedaan dari anak- anak berkebutuhan khusus. Sudah semestinya,
kesiapan akan fasilitas dan kenyamana fisik serta mental unruk anak ABK selalu diperbaiki
guna menunjang kenyamanan aspek fisik misalnya sekolah telah dan berupaya fasilitas yang
aksibel seperti jalan dan penataan lingkungan serta ruang khusus membantu anak
berkebutuhan khusus sehingga dapat mandiri dalam beraktifitas dari aspek sosial yang dapat
disiapkan oleh sekolah adalah dengan memberikan dan menyiapkan sikap keramahan,
keterbukaan kebersamaan bagi semua orang yang ada disekolah tanpa terkecuali.
1.2. RUMUSAN MASALAH
PEMBAHASAN
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental,
emosi atau fisik. Sedangkan Lynch (1994:1) mendefinisikan anak yang membutuhkan
“Children with special educational needs as all those who permanently or temporarity
during their school careers have need of special educational responses on the part of the
teacher, the institution and/or the system by dint of their physical, mental or multiple
khusus adalah anak yang secara permanen (individu dengan hambatan sesori penglihatan,
pendengaran, perkembangan intelektual, fisik dan motorik, emosi dan perilaku, individu
berbakat, tunaganda, individu berkesulitan belajar individu dengan autisme dan individu
dengan hambatan konsenterasi dan perhatian) atau temporer (kondisi sosial-emosi, ekonomi
dan politik) selama jenjang sekolah mereka memerlukan penanganan pendidikan khusus dari
pihak guru, institusi, dan/atau sistem sebagai akibat kelainan mereka baik secara fisik,
mental, atau gabungannya, atau kondisi emosi, atau karena alasan situasi yang kurang
menguntungkan.
tentang Layanan Pendidikan Inklusi bag] Anak Berkebutuhan Pendidikan Khusus (Nasichin,
2002:5) mengartikan anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang tergolong luar biasa,
baik dalam arti berkelainan, lamban belajar, maupun yang berkesulitan belajar. Berkelainan
diartikan sebagai anak yang mengalami kelainan fisik dan atau mental dan atau kelainan
perilaku. Kelainan fisik, meliputi tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa. Kelainan mental
meliputi anak tunagrahita ringan dan tunagrahita sedang. Sedangkan kelainan perilaku
meliputi anak tunalaras. Selanjutnya PP nomor 72/1991 menyebutkan bahwa jenis kelainan
peserta didik terdiri atas kelainan fisik dan/atau mental dan/atau kelainan perilaku. Kelainan
fisik meliputi tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa. Sedangkan kelainan mental meliputi
Kirk dan Gallagher (1986:5) mendefinisikan the exceptional child (anak berkebutuhan
khusus) sebagai anak yang berbeda dari anak rata-rata atau normal dalamhal (1) karakteristik
mental, (2) kemampuan sensori, (3) kemampuan komunikasi,c(4) perilaku sosial, atau (5)
karakteristik pisik. Anak-anak seperti ini amemerlukan pelayanan pendidikan secara khusus
khusus yang disebabkan karena mereka mempunyai perbedaan yang sangat mencolok dari
anak-anak pada umumnya dalam satu hal atau lebih berikut ME mentally retarded, gifted,
bicara atau bahasa, gangguan pendengaran, atau gangguan penglihatan. Istilah ini dipandang
lebih luas ruang lingkupnya dari pada istilah sebelumnya, karena bukan saja anak yang
berkekurangan atau anak cacat, atau anak tuna, melainkan anak yang memiliki kelebihanpun
(gifted) namun memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus dapat dikategorikan sebagai
anak luar biasa. Anak luar biasa pun dapat didefinisikan sebagai anak berkebutuhan khusus
karena dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya anak ini membutuhkan bantuan
layanan pendidikan, layanan sosial layanan bimbingan dan konseling dan berbagai jenis
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak balk jasmani, rohani, dan atau sosialnya,
sehingga mereka tidak dapat mengikuti pendidikan dengan wajar. Dengan perkataan lain,
mereka adalah anak-anak yang potensial bermasalah yang apabila mendapat layanan
Istilah inklusi yang dianggap istilah baru untuk mendiskripsikan penyatuan bagi anak-
cara-cara yang realistis dan komprehensif dalam kehidupan pendidikan yang menyeluruh.
siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Pendidikan inklusif merupakan model
“Inclusion is a term which expresses commitment to educate each child, to the maximum
extent appropriate, in the school and classroom he or she would otherwise attend. It involves
bringing the support services to the child (rather than moving the child to the services) and
requires only that the child will benefit from being in the class (rather than having to keep up
menyatakan komitmen terhadap pendidikan yang sedemikian tepatnya bagi setiap anak, di
mana is akan mengikuti pendidikan baik di sekolah maupun di kelas. Inklusi melibatkan
berbagai dukungan layanan terhadap anak dan hanya memerlukan bahwa anak akan
mendapat manfaat dari kehidupan di kelas (lebih baik mengalami untuk mengikuti siswa
yang lain).
sama, namun hak berpendidikan juga untuk anak-anak lain yang kurang beruntung, misalnya
anak dengan HIV/AIDS, anak-anak jalananan, anak yang tidak mampu (fakir-miskin), anak-
anak korban perkosaan, korban perang dan lainnya, tanpa melihat agama, ras dan bahasanya.
Konsep pendidikan inklusif memiliki lebih banyak kesamaan dengan konsep yang melandasi
gerakan ‘Pendidikan untuk Semua’ dan ‘Peningkatan mutu sekolah’. Namun kebijakan dan
praktek inklusi anak berkebutuhan khusus (penyandang cacat) telah menjadi katalisator
utama untuk mengembangkan pendidikan inklusif yang efektif, yang fleksibel dan tangap
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, dimana prinsip mendasar dari pendidikan
inklusif, selama memungkinkan, semua anak atau peserta didik seyogyanya belajar bersama-
sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.”
(pernyataan Salamanca,1994)
“Inklusi itu masa depan, milik ras manusia, hak asasi manusia, pengupayaan agar bisa hidup
berdampingan satu sama lain, bukanlah sesuatu hal yang harus dilakukan kepada seseorang
atau untuk seseorang, dilakukan bersama bagi satu sama lain, bukanlah sesuatu yang kita
Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung
semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak,
menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan
dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu,
sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas
tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota
berdasarkan hasil identifikasi yang tepat. Beberapa pakar bahkan mengemukakan bahwa
sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan penempatan anak berkelainan secara tepat,
inklusi merupakan alat untuk memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang
ramah, mencapai pendidikan bagi semua, sehingga akan memberikan pendidikan yang efektif
kepada mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi karena akan menurunkan biaya bagi
sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah
dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang
semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah.
Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya
terhadap akses dan pembelajaran. Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan
a Sekolah harus menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah, menerima keaneka-
b Sekolah harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan menerapkan kurikulum
d Guru dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain dalam
Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus Secara historis, istilah yang digunakan
untuk menyebut anak berkebutuhan khusus (ABK) mengalami perubahan beberapa kali
sesuai dengan paradigma yang diyakini pada saat itu. Perubahan istilah yang dimaksud mulai
dari anak cacat, anak tuna, anak berkekurangan , anak luar biasa, atau anak berkelainan
tersebut baru diundangkan secara khusus pada tahun 1950 melalui Undang-undang Nomor 4 ,
kemudian disusul dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 1954 dengan istilah anak cacat
agustus 2004 di Bandung, dengan harapan dapat menggalang sekolah reguler untuk
mempersiapkan pendidikan bagi semua anak termasuk penyandang cacat anak. Setiap
penyandang cacat berhak memperolah pendidikan pada semua sektor, jalur, jenis dan jenjang
pendidikan (Pasal 6 ayat 1). Setiap penyandang cacat memiliki hak yang sama untuk
penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat (Pasal 6 ayat 6 UU RI
menyelenggarakan pendidikan atau sekolah khusus yang biasa disebut Sekolah Luar Biasa
(SLB) untuk melayani beberapa jenis kecacatan. Tidak seperti sekolah reguler yang tersebar
luas baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. SLB dan SDLB sebagian besar
berlokasi di perkotaan dan sebagian kecil sekali yang berlokasi di pedesaan. Penyandang
cacat anak untuk menjangkau SLB atau SDLB relatif sangat jauh hingga memakan biaya
cukup tinggi yang tidak terjangkau penyandang cacat anak dari pedesaan. Ini pula masalah
yang dapat diselesaikan oleh pendidikan atau sekolah inklusi, di samping memecahkan
masalah golongan penyandang cacat yang merata karena diskriminasi sosial, karena dari
Akhir abad ke 20 muncul gerakan “Normalisasi ” bukan berarti membuat anak luar biasa
menjadi normal, tetapi penyediaan pola dan kondisi kehidupan sehari-hari bagi anak luar
biasa sedekat mungkin dengan pola dan kondisi kehidupan masyarakat pada umumnya
Perhatian dari pemerintah pun tampak dari layanan pendidikan khusus yang disediakan bagi
mereka, sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Dirjen Manajemen Dikdasmen, 2006). Adapun istilah yang digunakan
di Indonesia adalah anak berkebutuhan khusus sebagai terjemahan dari istilah “Children with
Special needs “. Istilah ini muncul sebagai akibat adanya perubahan cara pandang masyarakat
terhadap anak luar biasa (Exceptional Children). Pandangan baru ini meyakini bahwa semua
anak luar biasa mempunyai hak yang sama dengan manusia pada umumnya. Oleh karena itu
semua anak luar biasa baik yang berat maupun yang ringan (tanpa kecuali) harus dididik
bersama-sama dengan anak-anak pada umumnya di tempat yang sama. Dengan perkataan lain
anak-anak luar biasa tidak boleh ditolak untuk belajar di sekolah umum yang mereka
inginkan. Sistem pendidikan seperti inilah yang disebut dengan pendidikan inklusi.
semua anak dengan mempunyai alasan utnuk menerima hak pendidikan yangg tidak
mendiskriminasikan dengan kecacatan, etnik, agama, bahasa, jenis kelamin, kemapuan dan
mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa berhak
mengikuti pendidikan secara inklusi pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan
Harapan dan upaya tersebut menginginkan kondisi intelektual yang normal akan
mendukung siswa berkebutuhan khusus dapat menyerap materi pembelajaran yang diberikan
gurunya sebagaimana teman yang tidak berkebutuhan khusus di kelasnya. Model pendidikan
inklusi ini sangat membantu siswa berkebutuhan khusus dalam tumbuh kembang mental-
psikologinya dengan optimal karena mereka bisa bersaing secara sehat mengembangkan
Adapun bagi siswa berkebutuhan khusus sedang dan berat pembelajarannnya di kelas
khusus. Hal ini sesuai dengan harapan banyak kepala sekolah dan guru reguler maupun guru
pebimbing khusus, mengingat siswa berkebutuhan khusus sedang dan berat tidak mampu
beradaptasi, menyerap materi di kelas reguler dan membuat suasana kelas reguler kurang
kondusif.
Berikut model layanan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus sesuai dengan
1 kelas inklusi
inklusi
kelas khusus
2
sekolah induk
segregasi
3
Jabaran dari model layanan pendidikan khusus bagi siswa berkebutuhan khusus
sebagai berikut :
1. Layanan pendidikan bgi peserta didik berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi
2 yaitu, PDBK yang mengalami hambantan belajar tingkat ringan dan tingkat
sedang/berat.
2. Kriteria yang digunakan untuk menetapkan kategori ringan dan sedang/berat adalah :
(1) tingkat kecerdasan (2) hambatan komunikasi dan interaksi, dan/atau (3) hambatan
prilaku.
3. PDBK kategori hambatan belajar tingkat ringan didorong mengikuti pendidikan di
kelas inklusif dengan menggunakan kurikulum reguler.
4. PDBK kategori hambatan belajar tingkat sedang/berat didorong mengikuti pendidikan
di sekolah khusus atau di kelas khusus di sekolah reguler.
Hal itu, bisa diketahui melalui hambatan intelektual ABK karakteristik anak
berkebutuhan khusus secara umum dibbagi menjadi 3 kelompok : yaitu tinggi, sedang, dan
berat. Siswa berkebutuhan khusus yang termasuk dalam kelompok kemampuan adalah siswa
yang tidak mempunyai hambatan secara akademik 0-50% mata pelajaran. Siswa
berkebutuhan khusus yang termasuk dalam kelompok sedang adalah siswa yang mempunyai
hambatan secara akademik 50-70% mata pelajaran.
Siswa berkebutuhan khusus yang termasuk dalam kelompok berat adalah siswa yang
mempunyai hambatan secara akademik 70-90% mata pelajaran.
Sedangkan klasifikasi menurut kecerdasan (IQ), dikemukakan oleh sebagai berikut : a.
Mild Mental Retardation antara 55-70 to aprox,70. b, moderate mental retardation antara
35-40 to 50-55. c. Severe mental retardation 20-25 to 35-40. d. Antara bellow 20 or 25.
Untuk jenis ketunaan Kauffman dan Hallahan mengklafikasikan, ada 20 anak
berkebutuhan khusus yang paling banyak mendapatkan perhatian guru antara lain :
tahun 2009, diantaranya : (1) tunanetra, (2) tunarungu, (3) tunawicara, (4) tunagrahita, (5)
tunadaksa, (6) tunalaras, (7) berkesulitan belajar, (8) lamban belajar, (9) autis, (10) memiliki
gangguan motorik, (11) menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat
Selain pemikiran James diatas, pemikiran lain juga disumbangkan oleh Melanie
Nind. Dimana Melanic Nind membuat suatu formula tentang kurikulum untuk anak
berkebutuhan khusus yang berlandaskan 3 pendekatan kurikulum yaitu pertama
kurikulum pendidikan umum, kedua kurikulum khusus sedangkan yang ketiga berbeda
dari kedua kurikulum diatas yaitu kurikulum inklusif. Sejauhmana dan dengan cara apa
pendekatan kurikulum ini bekerja. Termasuk menggabungkan ketiga unsur pada
kurikulum umum dan khusus akan tergantung pada tiitk awal orang dan apa yang
membayangkan. Cara pikir dan menciptakan praktek kurikulum inklusi, kemudian
dideskripsikan secara terperinci menjadi 6 model: diferensiasi, tranformasi, membangun
koneksi, membiarkan memimpin anak, dan berfokus pada interaksi dan proses.
1) Diferensasi
Adalah bentuk belajar yang dapat diakses untuk berbagai macam kemampuan dan
gaya belajar. Dalam negara tradisional dideferensiasi sebagai sarana penilaian murid
(diagnosa) menjadi lebih mampu dan kurang mampu dan menyediakan mereka
dengan pengalaman yang cocok sesuai memiliki keterbatasan yang jelas.
2) Tranformasi
Yaitu belajar tanpa batas. Salah satu problems dengan diferensiasi adalah ide bahwa
kita harus mengadaptasi kurikulum untuk siswa dari kemapuan yang berbeda dan
karenanya penerimaan tanpa bermasalah dari gagasan satu kemampuan. Dalam
proyek belajar tanpa batas telah berusaha untuk mengembangkan pendekatan
inklusif yang tidak bergantung pada konsep. Mereka mengusulkan alternatif-
kemampuan berbasis pendidikan didukung oleh pandangan yang lebih optimis dari
pendidikan manusia. Ini membahas kebutuhan untuk memenuhi keragaman dalam
ruang kelas dengan asumsi bahwa siswa secara sah dapat dikelompokkan ke dalam
kategori lebih mampu, rata-rata dan kurang mampu.
3) Membangun koneksi
Kurikulum yang menghubungkan antara emosional-sosial: cara lain untuk berfikir
tentang praktek inklusi adalah fokus pada kebutuhan kurikulum yang
menghubungkan dari perspektif peserta didik mulai dari, nilai, dan apa yang
membawa peserta didik bukan hanya mengasumsikan tetapi peserta didik akan
menyesuaikan diri dengan tujuan sekolah, gaya mengajar dan kurikulum.
Alasan yang kuat bahwa perlu membangun wilayah informasi tentang anak, yatu
pengetahuan tentang budaya anak, dunia pengalaman, aktifitas, keahlian dan
kepentingan di luar sekolah ini harus ada pada peserta didik yang beragam sehingga
dapat digabungkan dengan pengalaman dan identitas mereka pada kurikulum.
4) Membiarkan Anak Mamimpin
Seharusnya kurikulum nasional diselenggarakan menurut tipoligi peserta didik
(normal dan ob normal) serta mempunyai hubungan dengan kehidupan sehari-hari
untuk mencapai efektifitas proses pembelajaran seperti menunjukkan bahwa dalam
kurikulum pertama agar dapat dilakukan anak dari pada tidak bisa dia lakukan.
Dewasa ini yang tepat untuk penataan dan pengelolaan lingkungan yang menantan
dan merangsang belajar yang menekankan peluang untuk kreativitas dan bermain.
Serta beragam interaksi persoanl yang sangat terkait dengan pandangan pendidikan
inklusif.
5) Berfokus Pada Interaksi
Kurikulum adalah sebuah respon yang dinamis, pendidikan inklusif berarti bahwa
sekolah harus sesuai dengan murid, bukan sebaliknya, ini menggeser memperhatikan
bagaimana kurikulum dan murid bisa berinteraksi dengan apa yang terjadi antara
mereka dengan keadaan, dari ke-waktu. Dari perspektif interaktif membuat
perubahan dalam rangka untuk menjangkau semua peserta didik bukanlah peristiwa
tunggal yang tertutup, tetapi dinamis, proses tranformatif di mana umpan balik dari
siswa terus dicari dari waktu ke waktu kurikulum. Kurikulum interaktif, menurut
Kallet dan Nind (2003) dibentuk oleh siswa sendiri karena mereka berbagi,
bernegosiasi dan berjejaring. Hal ini termasuk dalam cara mengajar yang
mewujudkan pemberdayaan dan demokrasi.
6) Dan Proses
Kurikulum berbasis dari respon yang dinamis. Tanggapan lain dinamis untuk
tantangan membuat kurikulum inklusif adalah untuk berpikir dalam hal proses dari
pada konten. Karena kurikulum direncanakan secara holistik. Melihat lingkungan
sosial dan (kurikulum nasional) mata pelajaran sebagai konteks pengalaman dimana
semua siswa dapat terlibat dalam pekerjaan pribadi yang relevan. Fokus dalam
proses memungkinkan pembangunan lingkungan hidup berarti dalam mata pelajaran
untuk murid denan tingkat kesulitan belajar yang berat.
Untuk rumusan model kurikulum pendidikan inklusi dalam kontek indonesia sudah
diimplementasikan di SMK N 3 Payakumbuh, model kurikulum tersebut bagi siswa
inklusi dapat dikelompokkan menjadi empat yakni :
1. Duplikasi Kurikulum
Yakni ABK menggunakan kurikulum yang tingkat kesulitannya sama
dengan siswa rata-rata/regular. Model kurikulum ini cocok untuk peserta didik
tunanetra, tunarungu wicara, tunadaksa, dan tunalaras,. Alasannya peserta didik
tersebut tidak mengalami hambatan intelegensi. Namun demikian perlu
memodifikasi proses, yakni peserta didik tunanetra menggunakan huruf Braille,
dan tunarungu wicara menggunakan bahasan isyarat dalam penyampaiannya.
Contohnya, pelajaran PKn bagi siswa tunarungu, menggunakan kurikulum
yang sama dengan siswa reguler pada umumnya, sebab siswa tunarungu
memiliki kemampuan yang sama dengan siswa reguler atau tidak ada gangguan
kognitif . hanya saja penyampaian cara pengerjaan atau tahap pengerjaan latihan
harus ditulis dengan detail dan efektif agar siswa lebih mudah memahaminya.
2. Modifikasi Kurikulum
Yakni kurikulum siswa rata-rata/reguler disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan/potensi ABK. Modifikasi kurikulum ke bawah diberikan kepada
peserta didik tunagrahita dan modifikasi kurikulum ke atas (eskalasi) untuk
peserta didik gifted and talented.
3. Subsitusi Kurikulum
Yakni beberapa bagian kurikulum siswa rata-rata ditiadakan dan diganti
dengan yang kurang leih setara. Model kurikulum ini untuk ABK dengan
melihat situasi dan kondisinya.
4. Orientasi Kurikulum
Yaitu bagian dari kurikulum umum untuk mata pelajaran tertentu ditiadakan
total. Karena tidak memungkinkan bagi ABK untuk dapat berfikir setara dengan
anak rata-rata.
B. Pola Pembelajaran Pada Anak Berkebutuhan Khusus
Makna pembelajaran menurut Corey Pembelajaran adalah suatu proses dimana
lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta
dalam tingkah laku tertetntu dalam kondisi-kondisi atau menghasilkan respon terhadap
situasi tertentu. Pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Definisi lain
menyebutkan bahwa pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut guru
dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana
yang telah diprogramkan.
1. Proses skrining/assesmen untuk ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)
Lagkah pertama untuk mengetahui pembelajaran ABK yang harus dipahami
kondisi dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus diperlukan skrining atau assesment
yang bertujuan agar pada saat pembelajaran di kelas, bentuk intervnsi pembelajaran
bagi anak berkebutuhan khusus merupakan bentuk intervensi pembelajaran yang
sesuai bagi mereka. Assesment yang dimaksud yaitu proses kegiatan untuk
mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap peserta didik dalam segi
perkembangan kognitif dan perkembangan yang sensitif.
Perbedaan karakteristik yang dimiliki anak berkebutuhan khusus membuat
pendidikan harus memiliki kemampuan khusus. Menurut woolfolk dan kolter (2009)
dalam proses pembelajaran sekolah inklusif kondisi belajar yang sesusai dengan
kebutuhan anak berkebutuhan anak harus didasarkan pada : (1) identifikasi masalah,
(2) diagnosa masalah, (3) mengembangkan program pembelajaran individual, (4)
membuat program yang sesuai dengan kapasitas siswa, (5) adanya guru pendamping
khusus.
2. Sistem Pembelajaran Untuk Anak Berkebutuan Khusus
Sistem pembelajaran yang efektif disekolah inklusi menurut woolfolk & Kolter
(2009) bukan merupakan satu keterampilan tunggal, namun merupakan kombinasi
antara praktek-praktek pembelajaran yang baik dan sensitifitas terhadap kebutuhan
siswa. Dalam hal ini, seorang guru dituntut mampu memahami setiap anaknya sebagai
individu yang memiliki keunikan dan perbedaan. Pemahaman tersebut sangat penting
dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi semua anak. Sebuah
jawaban untuk menciptakan lingkungan proses pembelajaran yang selama ini ada
(konversional) dengan kebutuhan anak, dengan berorientasi kepada pembelajaran
yang senantiasa bertitik tolak pada anak (child center learning), dan bukan pada
pencapaian target kurikulum.
3. Model Pembelajaran Untuk ABK
Lombardi (1994) memberikan beberapa model pengajaran yang dapat membantu
meningkatkan keberhasilan kelas inklusif. Model tersebut meliputi :
a. Pengajaran langsung (direct instruction) : dibuat suatu penekanan pada
penggunaan struktur yang ringan dan jadwal waktu kelas, menggunakan
seluruh sumber daya guru secara efisien (baik pendidikan umum maupun
khusus) dikelas umum, dan pemantauan kemajuan.
b. Intervensi strategi (strategi intervention) : dibuat suatu penekanan pada
kemampuan pengajaran seperti : mendengar, membuat catatan, pertanyaan
mandiri, tes lisan, pemantauan kesalahan.
c. Tim asisten guru (guru assistence) : guru umum dan guru khusus bekerja
sebagai tim. Mereka bertemu secara teratur untuk mengatasi maslah dan
memberikan bantuan kepada anggota mereka dalam mengatur sikap siswa dan
pertanyaan mengenai kesulitan akademis.
d. Model guru sebagai konsultan (consulting teacher model) : guru-guru khusus
dilatih sebagai konsultan untuk memberikan bimbingan dan bantuan kepada
guru kelas umum. Merka juga melatih pra profesional yang ditugaskan dikelas
umum membantu siswa penyandang hambatan. Mereka melakukan tim
pengajaran bersama guru kelas umum terhadap siswa yang mempunyai
kebutuhan khusus tanpa memandang apakah mereka telah diketahui memiliki
hambatan atau tidak.
Pada refrensi yang lain, proses belajar mengajar untuk anak berkebutuhan
khusus setidaknya ada 4 ranah pendidikan yang mesti diberikan baik pembelajaran
didalam kelas maupun diluar kelas, sehingga pembelajaran semakin bermakna.
Ranah tersebut diantaranya : ranah kognitif, ranah psikomotorik, ranah soft skills
dan ranah karakter.
a. Ranah kognitif, tujuan pendidikan pendidikan bagaimana anak-ana semakin
berkembang kemapuan ilmu, melalui proses pedagogi, serta metodelogi yang
pas digunakan oleh pendidik. Tujuannya adalah untuk meningkatkan daya nalar
anak.
b. Ranah psikomotorik, anak-anak sebenarnya perlu digali bakat keterampilan
yang ada dalam dirinya. Baik keterampilan untuk menguasai motorik,
keterampilan kerja, bakat seni, bakat olah raga, maupun seluruh dimensi potensi
motorik yang dimiliki. Kemampuan keterampilan dapat menjadikan anak-anak
mudah dalam memahami aplikasi ilmu dalam prakteknya, dan kemudian
berguna untuk hidup ketika mereka sudah harus hidup secara mandiri.
c. Dua ranah terakhir adalah masuk ke pembentukan sikap dan perilaku. Pada
tatanan sikap, maka soft skills mesti dipergunakan secara baik.
Soft skills terdiri dari (a) intrapersonality, (b) mengenalkan interpersonality,
(c) karakter-karakter individu untuk dirinya, (d) social, dan (e) dengan sang
pencipta.
Intrapersonality melati anak care dengan dirinya sendiri, mulai terbiasa
mandiri, merawat tubuh, sampai manangemen waktu dan lingkungan.
Interpersonal adalah unsur-unsur yang menyebabkan anak akan semakin eksis
dalam komunitasnya. Dimensi ini seperti bagaimana meningkatkan kemampuan
cara berkomunikasi yang baik, terbiasa menjadi pekerja keras, jujur, sanggup
hidup dalam komunitas yang lebih luas, gigih, bekerja perkelompok, bekerja
pada kualitas yang baik, memiliki integritas tinggi dan sebagainya.
Sementara unsur karakter, lebih kepada kombinasi dari hard-skill (kognitif-
prsikomotorik) dengan unsur soft skills (ranah afektif) sedemikian, sehingga
terbangun kepribadian yang dapat memberikan arti besar dalam tumbuh dan
berkembang anak untuk tanggap, terbiasa pekerja keras, dan terbiasa bangga
dengan negaranya, termasuk memiliki cara yang solutif terhadap persoalan
lingkungan.
3. Prinsip-Prinsip Evaluasi
Prinsip evaluasi pendidikan itu harus berkesinambungan (kontinuitas), prinsip
menyeluruh (komprehensif), dan prinsip objektivitas. Maksud prinsip kesinambungan
(kontinuitas) adalah bahwa evaluasi dilakukan secara terus menerus mulai dari proses
belajar mengajar sambil memerhatikan keadaan peserta didiknya, hingga peserta didik
tersebut tamat dari lembaga sekolah. Prinsip menyeluruh (komprehensif) adaalh
prinsip yang melihat semua aspek, meliputi kepribadian, ketajaman hapalan,
pemahaman, ketulusan, kerajinan, sikap kerjasama, tanggung jawab, dan sebagainya.
Sedangkan prinsip objektivitas bahwa dalam mengevaluasi berdasarkan kenyataan
yang sebenarnya, tidak boleh dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat emosional dan
rasional.
4. Alat Evaluasi
Sedangkan alat evaluasi yaitu “sesuatu yang dapat dipergunkaan untuk
mempermudah seseorang dalam melaksanakan tugas atau mencapai tujuan secara
lebih efektif dan efisien. Secara garis besar, teknik evaluasi yang digunakan dapat
digolongkan menjadi 2 macam, yaitu 1) teknik Non-tes, yaitu “evaluasi yang tidak
menggunakan soal-soal tes dan bertujuan untuk mengetahui sikap dan sifat
kepribadian siswa yang berhubungan dengan kiat belajar (motivasi), seperti melalui
skala bertingkat, kuisioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan dan riwayat hidup”.
2) Teknik tes, yaitu untuk menilai kemampuan siswa yang meliputi pengetahuan dan
keterampilan sebagai hasil belajar, bakat khusus dan intelegensi, seperti tes
diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif.
5. Macam-macam Evaluasi
Evaluasi itu terdiri dari empat macam yaitu : evaluasi formatif, evaluasi
penempatan, dan evaluasi diagnosis. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang
digunakan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah ia
menyelesaikan program dalam satuan bahan pelajaran pada suatu bidang studi
tertentu. Evaluasi sumatif, adalah evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar
peserta didik setelah mengikuti pelajaran dalam satu catur wulan, satu semester, atau
akhir tahun untuk menentukan jenjang berikutnya. Evaluasi penempatan adalah
evaluasi yang dilakukan sebelum anak mengikuti proses belajar mengajar untuk
kepentingan penempatan pada jurusan yang diinginkan. Sedangkan evaluasi diagnosis
adalah evaluasi terhadap hasil penganalisisan tentang keadaan belajar peserta didik,
baik merupakan kesulita-kesulitan atau hambatan yang ditemui dalam situasi belajar
mengajar
BAB III
PENUTUP
3.1.KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa diambil dari Implementasi Pendidikan Inklusi ini adalah Anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami gangguan yang signifikan baik aspek
psikis, sosial, emosional, dan indrawi yang menghambat proses pertumbuhan dan
berkebutuhan khusus bersama anak normal lainnya, menggunakan kurikulum yang berlaku di
Tujuan pendidikan inklusif yaitu agar semua anak mendapatkan hak pendidikan dan
kedudukan yang sama tak terkecuali bagi mereka yang berkebutuhan khusus. Sekolah reguler
yang berorientasi inklusi ini merupakan alat untuk memerangi sikap diskriminasi,
menciptakan masyarakat yang ramah, mencapai pendidikan bagi semua, sehingga akan
memberikan pendidikan yang efektif kepada mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi
gerak, ruang belajar tertutama bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus agar mereka tidak
dipandang sebelah mata lagi. Untuk itu pemerintah harus memperhatikan betul, apa saja
kebutuhan mereka, baik dari sarana dan prasana maupun guru pembimbing untuk mereka.
Saya berharap sekali pemerintah beserta para kaum pemerhati pendidikan untuk terus
memberikan yang terbaik bagi dunia pendidikan tanpa membedakan siswa yang normal
UU
Monitoring
Komponen
Dewi, setiani. “ Layanan Bimbingan bagi Anak Bekebutuhan Khusus” (14 pebruari
2016) http://google.com/index.pdf?tittel=Layanan Bimbingan bagi Anak Berkebutuhan
Hadis Abdul.2006.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik.Bandung; Alfabeta.Khusus di
Sekolah Dasar Wilayah Kota Bandung Tesis Program BP-BAK PPs UPI Tahun 2003.html.Mulyadi,
Kiki. “Penerapan Pendidikan Inkulsi Di Indonesia” (14 pebruari 2016)
http://google.com/inclusive-education-where-there-are-few-resources-the-atlas- alliance-gobal-
support-to-disabled-people/2002.html. Setiawan, Atang dkk.2006.Bimbingan Anak Berkebutuhan
Khusus. Bandung: Tim UPI Press.
iv