Bab Iv
Bab Iv
PROSES PRODUKSI
IV.1 Material Preparation Unit
IV.1.1. Bahan Baku Utama
IV.1.1.1. Ethylene
Ethylene merupakan monomer yang digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan
polyethylene.
Tabel 1.2 Sifat Fisik Ethylene
Ethylene dapat diubah menjadi etana dengan proses hidrogenasi dengan katalis Nikel pada
suhu 300oC.
CH2 = CH2 + H2 CH3 – CH3
Adisi
Reaksi adisi dapat mangubah ethylene dengan brom menjadi senyawa dibromida jenuh.
Oksidasi
Oksidasi ethylene secara langsung dapat menghasilkan vinyl asetat.
IV.1.2.3 Isobutane
Isobutane berfungsi sebagai media pereaksi. Isobutane merupakan diluent yang
memiliki sifat inert dan memiliki kelarutan yang lebih besar dari kelarutan alkane.
Tabel 1.5 Sifat Fisik Isobutane
IV.1.2.4 n-Hexane
n-Hexane diperoleh dari unit offsite marine biasanya mengandung air sebesar 70
ppm, sedangkan n-Hexane yang diperlukan hanya boleh mengandung air sebesar 40 ppm.
n-Hexane berfungsi sebagai berikut:
Solvent dalam pembuatan katalis
Medium pendispersi dari slurry katalis
Cairan pembersih pada line katalis
Reaksi TIBAL :
Reaksi:
Toluene
Tabel 1.9 Sifat Fisik Toluene
IV.1.2.8 Nitrogen
Nitrogen bersifat inert (tidak berekasi) sehingga dapat digunakan untuk
mengatur tekanan didalam reaktor, penekan air dalam killing agent pot dan pembawa powder
polimer.
Tabel 1.10 Sifat Fisik Nitrogen
Sifat Fisik Keterangan
Rumus molekul N2
Berat molekul 28,014 g/mol
Wujud Gas, tidak berwarna
Tekanan kritis 33,495 atm
Titik leleh -210oC
Titik didih -195,8oC
Temperature kritis -147oC
Reaksi :
Process berlangsung pada suhu reaksi di bawah 100oC dan merupakan proses bertekanan
rendah (low pressure process). Densitas polyethylene yang dihasilkan dari proses ini berkisar
hingga mencapai 53 kg/cm2 G agar dapat masuk ke dalam reaktor yang bertekanan 43
untuk mengidentifikasi tekanan jika melebihi 53 kg/cm2 G maka akan dikembalikan lagi ke
ethylene storage.
2. Co-monomer (Hexene-1)
Hexene-1 merupakan cairan yang dapat mengatur densitas. Semakin banyak jumlah
hexene-1 yang ditambahkan, maka semakin banyak cabang pada rantai polimernya sehingga
membuat densitas menjadi kecil. Hexene-1 dipompakan ke dalam reaktor dengan
menggunakan diaphragm pump karena flowrate yang dibutuhkan kecil sedangkan tekanan
yang dinaikkan tinggi.
3. Hydrogen
Pada reaksi polimerisasi, dibutuhkan terminator untuk menghentikan reaksi. Terminator
yang digunakan pada reaksi ini yaitu hidrogen. Selain dapat menghentikan reaksi, hidrogen
juga digunakan untuk mengatur melt index. Semakin banyak hidrogen yang ditambahkan,
maka rantai polimerisasinya akan semakin pendek sehingga melt index yang dihasilkan akan
semakin besar. Hidrogen akan ditekan menggunakan reciprocating compressor mecapai
tekanan 53 kg/cm2 G untuk dapat memasuki reaktor satu dan reaktor dua. Pada proses ini,
dilengkapi dengan check valve yang berfungsi untuk mengontrol tekanan jika terdapat
tekanan keluaran yang melebihi 53 kg/cm2 G maka hdirogen tersebut akan dikembalikan ke
suction compressor.
4. n-Hexane
n-hexane berfase cair merupakan carrier catalyst yang berfungsi untuk melarutkan katalis
agar homogen. Sebelum n-hexane dipompakan ke dalam catalyst slurry tank , n-hexane
terlebih dahulu harus di pre-treatment yaitu dengan menghilangkan kadar air yang terdapat
dalam n-hexane dengan menggunakan adsorben jenis molecular sieve di dalam dryer.
Karena jika terdapat air di dalam katalis, reaksi tidak akan berjalan. Setelah di pre-treatment,
n-hexane dapat dipompakan menggunakan pompa sentrifugal ke dalam catalyst
slurry tank yang kemudian dapat dialirkan ke dalam reaktor dengan pompa sentrifugal.
5. Catalyst TiCl4
Katalis TiCl4 berbentuk padatan yang berfungsi untuk mempercepat reaksi dan ikut
bereaksi sehingga terdapat dalam produk tetapi karena jumlahnya sangat kecil, adanya
katalis tidak berpengaruh terhadap produk. Katalis dihomogenkan dengan n-hexane sampai
2,6% vol dan disirkulasikan dengan menggunakan pompa sentrifugal, lalu dialirkan dengan
diaphragm pump masuk ke reaktor satu.
6. Co-catalyst (TIBAL)
Co-catalyst yang digunakan yaitu TIBAL (Triisobutil Aluminium) yang berfase cair
dengan rumus molekul Al(C4H9)3. TIBAL dipompakan ke dalam reaktor menggunakan
diaphragm pump karena flowrate yang dibutuhkan kecil.
7. FP-2 (Fouling Preventer)
Fouling preventer-2 merupakan cairan dari campuran antara ethylenediamine dengan
toluene dimana toluene sebagai pelarutnya. FP-2 berfungsi untuk melapisi dinding reaktor
dari polimer agar tidak terbentuk fouling (kerak). Kerak yang terbentuk akan menghambat
panas hasil reaksi eksotermis keluar reaktor yang menyebabkan semakin banyak air
pendingin yang dibutuhkan untuk mendinginkan reaktor. FP-2 dipompa menuju tanki dan
dilarutkan menggunakan toluene dengan komposisi 16 liter FP-2 per 200 liter toluene. Lalu,
campuran ini dipompakan dengan diaphragm pump menuju ke reaktor hingga tekanan
mencapai 43 kg/cm2 G.
IV.2.1.2 Polimeryzation
Feed yang diumpankan berupa raw material masuk ke dalam reaktor satu dan reaktor
dua. Komponen yang terdapat pada reaktor satu yaitu isobutane, ethylene, hydrogen, hexene-
1, catalyst, co-catalyst, FP-2, dan n-hexane. Sedangkan komponen pada reaktor dua yaitu
isobutane, ethylene, hydrogen dan FP-2.
Unit reaksi terdiri dari dua buah reaktor yang memiliki volume yang berbeda, volume
pada reaktor satu yaitu 15 m3 dan volume pada reaktor dua yaitu 30 m3 dengan waktu tinggal
yang sama yaitu 30 menit.
Pada reaktor terdapat pompa axial sebagai pengaduk dan dapat membuat campuran
menjadi homogen. Reaksi pada reaktor satu berlangsung pada suhu
80oC dan pada reaktor dua sebesar 90oC. Reaksi polimerisasi yang terjadi bersifat
eksotermis oleh karena itu reaktor dilengkapi dengan jaket pendingin.
Reaktor satu memiliki satu discharge line yang dihubungkan ke reaktor dua. Sedangkan
reaktor dua memiliki empat discharge line di bagian bawah reaktor yang masing-masing
terdiri dari satu block valve, dua manual valve dan satu discharge valve. Empat buah
discharge valve tersebut, membuka dan menutup secara bergantian yang befungsi untuk
membuat tekanan dalam reaktor tetap terjaga. Sedangkan empat buah block valve yang ada
selalu terbuka penuh. Block valve akan menutup jika terjadi penurunan tekanan reaktor yang
tidak normal. Penutupan block valve akan mencegah penurunan tekanan yang terlalu besar.
Reaktor juga dilengkapi dengan killing system yang digunakan untuk menghentikan
reaksi jika terjadi masalah yang berpengaruh terhadap reaktor. Killing system merupakan air
yang diinjeksikan ke reaktor satu maupun ke reaktor dua dengan bantuan dorongan dari gas
nitrogen bertekanan tinggi.
Killing system juga diaktifkan ketika tekanan pada reaktor mencapai 53 kg/cm2 G atau
tekanan reaktor mencapai 33 kg/cm2 G. Setelah killing system aktif, maka campuran yang
berada di dalam reaktor dibuang ke dump tank.
serta dipanaskan dengan jaket untuk menjaga agar suhunya tetap 90oC menggunakan Low
Low Steam (LLS) yang suhunya kurang dari 150oC. Pengaturan temperatur sangat penting
dilakukan untuk memastikan cukupnya panas yang diberikan ke Flash Tank. Karena jika
suhu terlalu tinggi, polimer akan meleleh di sepanjang pipa menuju Flash Tank.
Di Flash Tank terjadi penurunan tekanan dari 43 kg/cm2 G menjadi 0,9 kg/cm2,
sehingga terjadi pemisahan antara gas isobutane dengan padatan (powder). Powder akan
jatuh ke bawah menuju dryer sedangkan komponen yang teruapkan akan masuk ke Flash
Gas Cyclone.
Pada Flash Gas Cyclone kembali terjadi pemisahan antara gas dan powder karena
adanya gaya sentrifugal. Powder akan masuk ke dryer dan gas akan masuk ke Flash Gas
Bag Filter. Dalam Flash Gas Bag Filter, terjadi pemisahan lebih lanjut antara gas dengan
powder. Powder akan menempel di bag-bag filter, sedangkan gas akan masuk ke Flash
Gas Guard Filter. Pada Flash Gas Guard
Filter, dilengkapi dengan knocker yang berfungsi untuk menjatuhkan powder
yang menempel pada filter agar tidak menghambat.
Pada Flash Gas Guard Filter juga terjadi pemisahan antara gas dan powder dengan
ukuran filter yang lebih kecil daripada Flash Gas Guard Filter untuk memurnikan gas dari
sisa-sisa powder. Flash Gas Guard Filter dilengkapi dengan jaket berupa hot water untuk
mencegah hidrokarbon terkondensasi. Filter pada kedua alat tersebut akan diganti ketika
sudah jenuh yang ditandai dengan adanya pressure drop yaitu ketika P discharge lebih besar
daripada biasanya sehingga mebutuhkan P suction yang lebih tinggi.
Powder yang jatuh akan dikeringkan di dryer sekaligus untuk menghilangkan
hidrokarbon yang masih tertinggal. Suhu di dryer dijaga konstan dengan menggunakan jaket
dan gas yang teruapkan dikembalikan lagi ke flash tank sedangkan powder nya diaduk dan
didorong oleh conveyor menuju ke dryer.
Keluar dari dryer, powder masuk ke purge conveyor yang melewati rotary valve.
Setelah powder yang kering, powder dibawa ke bagian pelleting dengan bantuan Nitrogen
Pneumatic Conveyor yang didorong dengan blower.
Tekanan dari aliran gas yang keluar dari Knock Out Tank sebesar 2 kg/cm2 G
dan dikompresi hingga tekanan mencapai 7kg/cm2 G pada stage 1. Kompresi yang
dilakukan menyebabkan kenaikan temperatur, sehingga gas perlu dialirkan melalui cooler
sebelum masuk ke stage 2. Pada stage 2, gas dikompresi mencapai 15 kg/cm2 G. Kompresor
yang digunakan yaitu Screw Compressor dengan cooler yang berfungsi untuk menurunkan
gas sebelum masuk ke stage 2.
Pada saat startup, tekanan gas yang dikeluarkan dari Knock Out Tank tidak langsung
mencapai 0,37 kg/cm2 G. Untuk mempercepat stabilisasinya, gas dialirkan melewati spill
back cooler untuk menurunkan temperatur lalu dikembalikan ke KO Tank. Flash Gas di
sistem RGC masih mengandung TIBAL yang apabila bereaksi dengan air maka akan
membentuk aluminium hidroksida. Maka dari itu setelah killing terjadi, kompresor harus
diinjeksikan dengan hexane.
Hexane berfungsi untuk membersihkan kompresor dan mencegah terbentuknya lapisan pada
kompresor.
Gas yang keluar dari KO Tank akan dikompresi dalam RGC dan ditransfer ke recycle
gas and overhead gas condenser serta mengalami kondensasi bersama gas hasil destilasi
dari Diluent Recovery Column. Kondensat dan gas yang terkondensasi mengalir menuju
Diluent Recycle Accumulator yang tekanannya dijaga pada 15 kg/cm2 G. Lalu kondensat
dipompa oleh Diluent Recovery Column Feed Pump dan diumpankan menuju Diluent
Recovery Column.
Pada Diluent Recovery Column terjadi destilasi yang menghasilkan isobutane dalam
fase gas. Setelah itu didinginkan dengan cooler lalu isobutane akan melewati filter dan
ditransfer ke dalam Diluent Recovery Tank.
Cairan dari bottom diluent recovery column, diuapkan kembali di Diluent Recovery
Column Reboiler. Fraksi bawah dari kolom distilasi yang sebagian besar terdiri dari hexane
akan dialirkan ke Diluent Recovery Bottom Cooler yang berfungsi untuk menurunkan
temperatur mencapai temperatur Hexene Recovery Pot yaitu 80oC. Kemudian diumpankan
ke Hexene Recovery Pot. Level liquid dipertahankan pada level 70% dengan mengalirkan
low steam ke jaket pemanas. Isobutane dipisahkan dari komponen-komponen berat untuk
dikembalikan ke KO Tank, sedangkan komponen-komponen beratnya dialirkan ke diluent
recovery column bottom storage tank.
Gas yang tidak terkondensasi pada diluent recycle accumulator akan naik menuju
Isobutane Recovery Column lalu ke Isobutane Recovery Column Condenser. Isobutane yang
telah terpisah dari gas-gas lainnya akan terkondensasi, sedangkan gas yang tidak
terkondensasi akan menjadi bleed gas. Apabila kandungan N2 dalam gas kurang dari 15%
maka akan dialirkan menuju ke ethylene plant dan apabila lebih dari 15% akan dialirkan
menuju flare.
Bahan baku :
suhu harus tetap dijaga pada 90oC. Proses berlangsung selama 90 menit, setelah itu
terbentuklah primary
catalyst. Proses ini bertujuan untuk mereaksikan co-milled powder dengan CH-T. Suhu
merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas katalis.
4. Titanium Waste Washing
Proses ini bertujuan untuk mereaksikan CH-T yang tidak bereaksi dalam reaktor dan juga
membersihkan katalis dari pengotor. Jika tidak dibersihkan, maka akan menimbulkan
fouling pada dinding reaktor. Tahapan awal dimulai dengan pemberian hexane. Lalu setelah
sekitar 30 menit, akan terjadi tiga lapisan yaitu katalis, CH-T dan hexane. Cara pengambilan
CH-T yang tidak berekasi dengan menggunakan deep tube bagian yang harus diambil
merupakan bagian yang gelap pada si glass.
5. Pre-Polymerization Process
Pre-polymerization process merupakan proses coating atau pelapisan katalis. Hal ini
dilakukan untuk melindungi katalis agar tidak mudah pecah selama reaksi polimerisasi. Bila
katalis pecah dan menjadi bubuk halus maka polimer yang dihasilkan ukurannya juga akan
kecil. Karena ukuran partikel katalis akan memengaruhi ukuran polimer. Pre-
promilerization dilakukan dengan cara menambahkan 1kg CH-B, 52 kg C2 dan 15 gram H2
dengan tekanan total 2.7 kg/cm2 selama 3 jam dengan suhu 60⁰C.
6. Aluminium Waste Washing
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan CH-B (TIBAL) berupa risidu alumunium.
Proses ini dimulai dengan penambahan larutan hexane. Lalu setelah sekitar 30 menit, akan
terjadi tiga lapisan yaitu katalis, CH-B dan hexane. Cara pengambilan CH-B yang tidak
berekasi dengan menggunakan deep tube bagian yang harus diambil merupakan bagian yang
gelap pada si glass.
7. Finishing
Selanjutnya slurry catalyst disimpan sementara didalam check tank selama pembilasan
reaktor dengan n-hexane. Setelah itu slurry catalyst di alirkan dengan hose ke tote bin yang
berjumlah tiga buah. Pengecekan kualitas catalyst dilakukan dengan mengambil slurry dari
tote bin dan dibawa ke laboratorium. Salah satu parameter yang digunakan adalah
delta pre-poli. Delta pre-poli adalah derajat pre-polimerisasi yaitu seberapa banyak coating
yang melapisi katalis.
8. Waste Water Treatment
Proses pengolahan limbah cair merupakan limbah yang dihasilkan pada Ti waste washing
yang mengandung Ti dikirim ke storage (C- 3820) sedangkan limbah cair ang mengandung
Al waste washing yang mengandung Al dikirim ke storage (C-3821). Selanjutnya limbah
yang ada di storage tersebut dialirkan ke Deactive Tank (C-3881) untuk dideaktivasi terlebih
dahulu menggunakan treated water selama 40 jam. Reaksi yang terjadi bersifat eksotermis
14 kg/cm2 G 14 kg/cm2 G
Tekanan operasi 43.5 kg/cm2 G 43.5 kg/cm2 G
Temperatur desain 170°C 170°C
Temperatur operasi 80°C 90°C
Densitas slurry 620 kg/m3 620 kg/m3
2. Reactor pump
5. Hydrogen compressor
1. Flash tank